Anda di halaman 1dari 10

KISI KISI PARASIT I

1. CACING TRICHURIS TRICHIURA


Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Enoplida
Famili : Trichuridae
Genus : Trichuris
Spesies : Trichuris trichiura
 SIKLUS HIDUP
Telur yang keluar bersama tinja merupakan telur dalam keadaan belum matang (belum
membelah) dan tidak infektif. Telur perlu pematangan di tanah selama 3-5 minggu sampai
terbentuk telur infektif yang berisi embrio di dalamnya. Manusia mendapat infeksi jika telur
yang infektif ini tertelan. Selanjutnya di bagian proksimal usus halus, telur menetas, keluar larva,
menetap selama 3-10 hari. Setelah dewasa, cacing akan turun ke usus besar dan menetap
dalam beberapa tahun. Jelas sekali bahwa larva tidak mengalami migrasi dalam sirkulasi darah
ke paru-paru (Rusmartini, 2009).
Telur yang keluar bersama tinja mengandung sel telur yang tidak bersegmen dan akan
mengalami embrionisasi dan (mengandung larva) sesudah 10- 14 hari di tanah (Pusarawati et al,
2009).
Jika orang terinfeksi berdefikasi di luar (dekat semak-semak, di taman, atau lapangan)
atau jika kotoran manusia digunakan sebagai pupuk, telur disimpan di tanah. Telur tersebut
kemudian dapat tumbuh menjadi bentuk yang infektif. Infeksi Trichuris trichiura (Trichuriasis)
disebabkan oleh makanan atau jari terkontaminasi telur infektif masuk mulut

Infeksi T. trichiura dapat melalui makanan yang terkontaminasi telur cacing (tidak
dicuci dengan bersih atau dimasak kurang matang). Larva akan menetas di dalam
duodenum (bagian dari usus halus) lalu menetas, menembus dan berkembang di mukosa
usus halus, serta menjadi dewasa di sekum, akhirnya melekat pada mukosa usus besar.
Siklus ini berlangsung selama lebih kurang 3 bulan. Cacing dewasa akan hidup selama 1
sampai 5 tahun dan cacing betina dewasa akan menghasilkan 3.000 sampai 20.000 telur
setiap harinya (Lubis,2012).
Telur yang telah dibuahi kemudian akan dikeluarkan dari tubuh manusia atau
hospes bersama dengan tinja. Telur tersebut akan matang dalam waktu 3-6 minggu pada
lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur
matang adalah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif dari T.trichiura.
Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina
meletakkan telur kurang lebih selama 30 sampai 90 hari
(Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI, 2008).
 HABITAT
Habitat di usus besar terutama di caecum, bagian anterior yang sepertim benang tertanam
dalam mukosa usus, kadang terdapat di appendix (Soebaktiningsih, 2014). Cacing ini tidak
mempunyai siklus paru. Masa partumbuhan mulai dari telur tertelan sampai cacing dewasa
betina bertelur kurang lebih 30-90 hari
 MORFOLOGI
Panjang cacing dewasa T. trichiura lebih kurang 4 cm, sedangkan cacing betina
panjangnya sekitar 5 cm. Bagian anteriornya pun halus seperti cambuk, tetapi bagian ekor lurus
berujung tumpul. Tiga perlima bagian anterior tubuh cacing berukuran kecil seperti cambuk. Dua
perlima bagian posterior tubuh cacing melebar, bagian ini berisi usus dan alat reproduksi. Bagian
posterior cacing betina membulat tumpul. Vulva terletak di perbatasan antara tubuh bagian
anterior dengan tubuh bagian posterior. Bagian posterior cacing jantan melingkar dan terdapat
satu spikulum dengan selubung yang retraktil.
Morfologi cacing T. trichiura terdiri dari 3/5 bagian anterior tubuh halus seperti benang,
pada ujungnya terdapat kepala, esophagus sempit berdinding tipis terdiri dari satu sel, tidak
memiliki bulbus esophagus. Bagian anterior yang halus akan menancapkan diri pada mukosa
usus. 2/5 bagian posterior lebih tebal, berisi usus, dan perangkat alat kelamin. Cacing jantan
memiliki ukuran lebih pendek (3-4 cm) dari pada betina dengan ujung posterior yang
melengkung ke ventral. Cacing betina memiliki ukuran 4-5 cm dengan ujung posterior yang
membulat. Telur berukuran 30–54 x 23 mikron dengan bentukan yang khas lonjong seperti tong
(barrel shape) dengan dua mucoid plug pada kedua ujung yang berwarna transparan”
Telur cacing T. trichiura berbentuk seperti guci atau tempayan berukuran 50x25 mikron,
kulit luar berwarna kuning, kulit dalam transparan dan kedua kutubnya terdapat operculum, yaitu
semacam penutup yang jernih dan menonjol yang dindingnya terdiri atas dua lapis disebut
dengan mukoid plug, plug berfungsi sebagai tempat keluarnya larva.
 PATOGENESIS
Hospes definitive cacing ini adalah manusia dan T. trichiura tidak membutuhkan hospes
intermediet (Natadisastra dan Ridad, 2009). Telur yang dihasilkan tidak akan berkembang bila
berada di lingkungan yang terpapar sinar matahari secara langsung dan akan mati bila berada
pada suhu dibawah -9oC atau diatas 52oC. Cacing dewasa umumnya ditemukan pada epitel
sekum atau kolon.
Namun, pada infeksi berat cacing dewasa juga bisa ditemukan pada apendiks,
rektum, atau bagian distal ileum (Gambar 3) (Stephenson dkk, 2000). Infeksi ringan oleh
T.trichiuira umumnya tidak ditemukan gejala atau disebut asimtomatik. Gejala gastrointestinal
yang nonspesifik dapat dikeluhkan seperti mual, muntah, nyeri abdomen, diare dan konstipasi,
yaitu pada infeksi yang lebih berat (Tantular & prasetyo, 2011). Pasien yang mengalami infeksi
kronis T. trichiura menunjukan gejala klinis seperti anemia, tinja yang bercampur darah, sakit
perut, kekurangan berat badan dan prolaps rectal yang berisi cacing pada mukosa rectum
(Irianto, 2009).
Cacing dewasa di dalam kolon dan rektum memasukan kepalanya ke dalam mukosa usus
sehingga menimbulkan iritasi dan luka. Cacing dewasa menghisap darah dan karena
menyebabkan luka pada mukosa usus lama-kelamaan terjadi anemia (Tantular & prasetyo,
2011). Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi infeksi T. trichiura dengan memutus
rantai infeksi T. trichiura dengan pemberian obat pada anak yang terinfeksi T. trichiura dan
memberi
pemahaman akan pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (Koesirianto, 2013).
Infeksi cacing ini disebut Trichuriasis.
Pencegahan yang utama dapat dilakukan secara personal dengan cara :
a. Membuang tinja pada tempatnya sehingga tidak membuat pencemaran
lingkungan oleh telur cacing.
b. Mencuci tangan sebelum makan menggunakan sabun.
c. Mencuci bersih sayur-sayuran atau memasaknya sebelum dikonsumsi.
(Hadidjaja, 2011).

 NAMA PENYAKIT
T. trichiura merupakan nematoda usus penyebab penyakit trikuriasis.

2. CACING ENTEROBIUS VERMCULARIS


Klasifikasi Enterobius vermicularis:
Phylum : Nematoda
Kelas : Plasmidia
Ordo : Rhabditia
Genus : Enterobius
Spesies : Enterobius vermicularis
 SIKLUS HIDUP
Siklus hidup dimulai dengan keluarnya cacing betina yang grafid bermigrasi kedaerah
perianal /anus pada waktu malam hari kemudian bertelur dengan cara kotraksi uterus dan
melekat pada daerah tersebut (migrasi ini disebut “ Nocturnal migration”) Telur tersebut bisa
menjadi larva infektif terutama pada suhu 23º – 46 º C. (Soejoto dkk, 1996).
Telur cacing kremi dalam waktu 6 jam setelah dikeluarkan akan menjadi telur yang
infektif dapat menetas menjadi larva dan masuk kembali kedalam usus besar (retrofeksi). Telur
cacing yang infektif dapat bertahan lama, dapat mengkontaminasi lewat makanan, pakaian,
tangan karena telur Enterobius vermicularis yang infektif dapat diterbangkan bersama debu
kemana-mana.Telur yang masuk ke mulut, di dalam duodenum akan menetas menjadi larva
kemudian dewasa di usus besar.(Sutanto I dkk, 2008)
Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang atau bila larva dari telur yang
menetas di daerah perianal berimigrasi kembali ke usus besar. Bila telur matang yang tertelan,
telur menetas di duodenum dan larva rabditiform berubah dua kali setelah menjadi dewasa di
yeyunum dan bagian atas ileum.(Gandahusada S.dkk,2004)
Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelannya telur matang sampai
menjadi cacing dewasa gravid yang berimigrasi ke daerah perianal berlangsung 2 minggu sampai
2 bulan. Mungkin daurnya hanya berlangsung 1 bulan karena telur cacing dapat ditemukan
kembali pada anus paling cepat 5 minggu sesudah pengobatan.Infeksi cacing kremi dapat
sembuh sendiri (self limited). Bila tidak ada reinfeksi, tanpa pengobatanpun infeksi dapat
berakhir (Sutanto I.dkk,2008)

Kadang-kadang cacing betina dapat bemigrasi ke vagina. Diperkirakan juga


bahaya setelah meletakkan telur-telurnya, cacing betina kembali masuk ke dalam
usus; tetapi hal ini belum terbukti. Kadang-kadang apabila bolus tinja keluar dari
anus, cacing dewasa dapat melekat pada tinja dan dapat ditemukan dipermukaannya.
Untuk diagnosis infeksi ini, cacing dewasa dapat di ambil dengan pita perekat.
Meskipun telur biasanya tidak diletakkan di dalam usus, beberapa telur dapat
ditemukan di dalam tinja. Telur tersebut menjadi matang dan infektif dalam waktu
beberapa jam. Telur cacing kremi tampak seperti bola tangan (American Football)
dengan satu sisi mendatar. Bentuknya lonjong, bagian lateral tertekan, datar di satu
sisi dan berukuran panjang 50-60µm, lebar 20-30µm.
 HABITAT
Habitat cacing dewasa biasanya di rongga sekum, usus besar dan di usus halus yang
berdekatan dengan rongga sekum

 MORFOLOGI
Morfologi cacing Enterobius vermicularis
Cacing betina berukuran 8 – 13 mm x 0,4 mm. pada ujung anterior pelebaran kutikulum
seperti sayap yang disebut alae. Bulbus usofagus jelas sekali, ekornya panjang dan runcing.
Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh telur.Cacing betina yang gravid mengandung
11.000-15.000 butir telur, berimigrasi ke daerah perianal untuk bertelur dengan cara kontraksi
uterus.
Cacing jantan berukuran 2-5 mm, juga mempunyai sayap dan ekornya melingkar
sehingga bentuknya seperti tanda Tanya (?); spikulum pada ekor jarang ditemukan.
.(Soedarto,1995)

Gambar 1 : Bentuk cacing kremi jantan (kiri) bentuk cacing betina


(kanan) (Yamaguchi, Tomio, 1992)

b. Morfologi Telur cacing kremi ( Enterobius vermicularis).


Telur berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisi (asimetrik). Mempunyai ukuran 50
-60 mikron x 20 – 32 mikron. Dinding telur bening dan agak lebih tebal dari dinding telur cacing
tambang. Terdapat 3 lapisan dinding telur, lapisan pertama (lapisan luar) berupa lapisan
albuminous, tranclusent, bersifat sebagai mekanikal protection, lapisan kedua berupa membran
terdiri dari lemak, berfungsi sebagai chemical protection, lapisan ketiga adalah lapisan dalam
telur yang berisi larva.Telur menjadi matang dalam waktu 6 jam setelah dikeluarkan. Telur
resisten terhadap desinfektan dan udara dingin. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup dalam
13 hari. (Soejoto,dkk,1996)

Gambar 2 : bentuk telur cacing kremi (Jefri dan Leach, 1993)


 PATOGENESIS
Gejala klinis yang menonjol disebabkan karena iritasi di sekitar anus perineum
dan vagina oleh cacing etina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina
sehingga menyebabkan pruritus lokal. Karena cacing bermigrasi ke daerah anus dan
menyebabkan pruritus ani, maka penderita menggaruk daerah sekitar anus sehingga
timbul luka garuk di sekitar anus. Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari
hingga penderita terganggu tidurnya dan menjadi kemah. Cacing dewasa muda dapat
bergerak ke usus halus bagian proksimal sampai ke lambung esofagus dan hidung
sehingga menyebabkan gangguan daerah tersebut. Cacing betina garavia mengembara
dan dapat bersarang di vagina dan tuba fallopi sehingga menyebabkan radang di
saluran telur. Cacing sering ditemukan di apendiks tetapi jarang menyebabkan
apendisitis.
Gejala lain yang akan dialami oleh penderita selain rasa gatal di sekitar anus adalah :
a. Anak menjadi rewel (karena rasa gatal dan tidur malamnya terganggu)
b. Kurang tidur (di karenakan rasa gatal yang timbul)
c. Nafsu makan berkurang, berat badan menurun
d. Rasa gatal atau iritasi vagina (pada anak perempuan, jika cacing dewasa masuk
kedalam vagina)
e. Kulit di sekitar anus menjadi lecet atau infeksi (akibat penggarukan)
4. Cara infeksi
Penularan cacing kremi dapat di pengaruhi oleh :
1) Telur cacing pindah dari sekitar anus ke pakaian, sprei, atau mainan.
2) Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perianal (auto infeksi) atau tangan
dapat menyebarkan telur kepada orang lain maupun kepada diri sendiri karena memegang benda-
benda maupun pakaian yang terkontaminasi.
3) Debu merupakan sumber infeksi karena mudah diterbangkan oleh angin sehingga telur
melalui debu dapat tertelan.
4) Retrofeksi melalui anus ; larva dari telur yang menetas di sekitar anus kembali ke usus.
 NAMA PENYAKIT
penyakit yang ditimbulkannya disebut Oxyuriasis atau Enterobiasis.

3. CACING ANCYLOSTOMA DUODENALE & NECATOR AMERICANUS


(PDF)
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Strongilid
Super family : Ancylostomatoidea
Genus : Necator / Ancylostoma
Spesies : Necator americanus / Ancylostoma
Duodenale

 SIKLUS HIDUP

 HABITAT
 MORFOLOGI
Telur
Ciri - ciri :
1. Berbentuk oval
2. Ukuran : panjang ± 60 μm dan lebar ± 40 μm
3. Dinding 1 lapis tipis dan transparan
4. Isi telur tergantung umur
 PATOGENESIS
 NAMA PENYAKIT

4. ASCARIS LUMBRICOIDES
Phylum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Secernantea
Ordo : Ascaridida
Super famili : Ascaridoidea
Famili : Ascaridae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides (Lineus)
 SIKLUS HIDUP
Telur yang infektif bila tertelan manusia menetas menjadi larva di usus halus. Larva
menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limpa kemudian terbawa
oleh darah sampai ke jantung menuju paru-paru, larva di paru-paru menembus dinding alveolus,
masuk ke rongga alveolus dan naik ke trakea. Dari trakea larva menuju ke faring dan
menimbulkan iritasi.Penderita akan batuk karena adanya rangsangan larva ini. Larva di faring
tertelan dan terbawa ke esofagus, terakhir sampai di usus halus dan menjadi ewasa. Mulai dari
telur matang yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2
bulan.(Jangkung Samidjo Onggowaluyo, 2002).
 HABITAT
di dalam rongga usus kecil
 MORFOLOGI
Ascaris lumbricoides berwarna merah berbentuk silinder, cacing jantan lebih kecil
ukurannya daripada cacing betina.
Cacing jantan berukuran 15-25 cm x 3 mm disertai ujung posteriornya yang melengkung
ke arah ventral dan diikuti adanya penonjolan spikula yang berukuran sekitar 2 mm. Selain itu, di
bagian ujung posterior cacing juga terdapat banyak papilpapil kecil (Soedarto, 2009). Cacing
betina berukuran 25-35 cm x 4 mm dengan ujung posteriornya yang lurus. Cacing ini memiliki 3
buah bibir, masing-masing satu dibagian dorsal dan dua lagi dibagian ventrolateral (Satoskar,
2009).
Cacing dewasa hidup dalam jangka waktu ±10 – 24 bulan . Cacing dewasa dilindungi
oleh pembungkus agar tidak tercerna di sistem pencernaan manusia (Satoskar, 2009). Cacing ini
juga memiliki sel-sel otot somatik yang besar dan memanjang sehingga mampu mempertahankan
posisinya di dalam usus kecil. Jika otot somatik tersebut lumpuh oleh obat cacing, maka cacing
akan mudah keluar melalui anus karena gerakan peristaltic di usus (Zaman, 2008).
Cacing betina mampu bertahan hidup selama 1- 2 tahun dan memproduksi 26 juta telur
selama hidupnya dengan 100.000 – 200.000 butir telur per hari yang terdiri dari telur yang telah
dibuahi (fertilized), yang tidak dibuahi (unfertilized), maupun telur dekortikasi (Brown dkk,
1994).
Telur dekortikasi adalah telur Ascaris lumbricoides yang telah dibuahi tapi kehilangan
lapisan albuminoid (Natadisastra, 2012). Gambar 2.2 Telur cacing Ascaris lumbricoides
Dikutip : Jurnal Kedokteran Diponegoro ( Regina dkk, 2018 )
Telur yang telah dibuahi berbentuk bulat atau oval dengan permukaaan tidak teratur,
memiliki lapisan yang tebal, dan berwarna kuning kecoklatan dengan ukuran 60 - 45µm. Pada
telur ini, terdapat lapisan tebal albumin dan lapisan dalamnya yang terdapat selubung vitelin tipis
namun cukup kuat, kedua lapisan tersebut berfungsi sebagai pelindung terhadap situasi
lingkungan yang tidak sesuai sehingga telur dapat bertahan hidup di tanah sampai dengan
berbulanbulan bahkan bertahun-tahun (Widoyono, 2011).
Telur yang telah dibuahi ini berisikan embrio regular yang tidak bersegmen. Dalam
lingkungan yang sesuai yakni di tanah liat, dengan kelembaban tinggi, dan suhu yang sesuai,
dapat terjadi pematangan telur atau larva. (Soedarto, 2009). Gambar 2.3 Telur cacing Ascaris
lumbricoides yang tidak dibuahi Dikutip : Jurnal Kedokteran Diponegoro ( Regina dkk, 2018 )
Telur yang tidak dibuahi adalah telur yang dihasilkan oleh cacing betina yang tidak subur
ataupun terlalu cepat dikeluarkan oleh cacing betina yang subur, telur tersebut berbentuk
memanjang, terkadang segitiga dengan lapisan yang tipis dan berwarna coklat, lalu berukuran
90–40 πm (Natadisasta, 2012). Telur yang berwarna kecoklatan ini akibat pengaruh dari pigmen
empedu di saluran cerna dan tidak terdapatnya rongga udara (Zaman, 2008).

 PATOGENESIS
Cacing dewasa yang tinggal dilipatan mukosa usus halus dapat menyebabkan iritasi
dengan gejala mual, muntah, dan sakit perut
Perforasi cacing dewasa A. lumbricoides ke dalam peritoneum biasanya menuju ke
umbilikus pada anak sedangkan pada dewasa mengarah ke inguinal. Cacing dewasa A.
lumbricoides juga dapat menyebabkan obstruksi diberbagai tempat termasuk didaerah apendiks
(terjadi apendisitis), di ampula vateri (terjadi pancreatitis haemoragis), dan di duktus
choleduchus terjadi cholesistitis (Zapata dkk, 2007). Anak yang menderita Ascariasis akan
mengalami gangguan gizi akibat malabsorpsi yang disebabkan oleh cacing dewasa. A.
lumbricoides perhari dapat menyerap 2,8 gram karbohidrat dan 0,7 gram protein, sehingga pada
anak-anak dapat memperlihatkan gejala berupa perut buncit, pucat, lesu, dan rambut yang jarang
(Natadisastra, 2012).
Penderita Ascariasis juga dapat mengalami alergi yang berhubungan dengan pelepasan
antigen oleh A. lumbricoides dalam darah dan kemudian merangsang sistem imunologis tubuh
sebagai defence mechanism dengan gejala berupa asma bronkial, urtikaria, hipereosinofilia, dan
sindrom Loeffler (Alcantara dkk, 2010).
 NAMA PENYAKIT

Anda mungkin juga menyukai