NIM : P17334119405
Kelas : DIV-IA
No Keterangan Gambar
2 Skolek
Skolek berukuran ± 3 x 1
mm, bentuk seperti sendok,
memiliki 2 lekuk isap yang
dalam, letaknya
dorsoventral
3 Proglotid immature
Ukuran lebar
segmennya lebih
besar dari ukuran
Panjang segmennya
Organ genitalia
belum terbentuk
4 Proglotoid mature (dewasa)
Ukuran lebar
segmennya lebih
besar dari ukuran
Panjang segmennya
Alat kelamin betina
ditengan – tengah,
terdiri ovarium yang
simetris berlobus 2,
uterus berkelok –
kelok, lubang
genitalia dan lubang
uterus ditengah atas,
kelenjar vitellaria
terbesar, testis
tersebar di lateral
Keterangan Gambar
Telur Taenia Sp
Ukuran 30 – 40 mikron
Bentuk bulat, dinding tebal
bergaris radier (embriofor)
Warna kuning coklat berisi
embrio
Keterangan Gambar
Telur taenia sp
Ukuran 30 – 40 mikron
Bentuk bulat, dinding tebal
bergaris radier (embriofor)
Warna kuning coklat berisi
embrio
Keterangan Gambar
E. Hymenolepis nana
1. Penyakit : himenolepiasis
2. Hospes : Manusia, tikus
3. Morfologi :
Cacing dewasa ± 2,5 cm, skolek kecil, strobula terdiri atas ± 2000
proglotid
Skolek memiliki batil isap 4 buah, rostellum kecil dengan kait – kait
Proglotid immature/muda : ukuran lebar segmennya lebih besar dari
Panjang segmennya, organ genital belum terbentuk
Proglotid matur / dewasa : berbentuk trapezium, ukuran lebar segmennya
4x dari ukuran Panjang segmennya, ovarium berfobus, testis 3 buah
letaknya sejajar, lubang gentalia terletak disisi lateral
Proglotid gravid : berbentuk trapezium, meangundung 80 – 180 telur
Telur berukuran ± 47 x 37 mikron, berbentuk bulat, memiliki dinding luar,
dinding dalam tediri 2 kutub, dengan filamen kutub masing – masing 4 – 8
filamen halus, berisi embrio heksakan dengan kait – kait
4. Patologi klinis:
Tidak menimbulkan gejala bila infeksinya berat menyebabkan mual, muntah,
diare
5. Diagnosis : telur dalam tinja
6. Terapi : antabrin, butanol, prazikuantel
7. Pengamatan
Keterangan Gambar
5. Patologi klinis
Tidak menimbulkan gejala
Pada anak – anak dapat menyebabkan toksik pada susunan saraf sehingga
menimbulkan kejang – kejang
6. Diagnosis:
Proglotid bergerak aktif
Telur berkelompok dalam tinja
7. Terapi : atabrin
8. Pengamatan
Keterangan Gambar
Echinococcus granulosus dewasa hidup dalam lumen usus halus anjing → telur keluark bersama
tinja → tertelan hospes perantara (domba, kambing, babi, sapi, kuda, unta) atau manusia → telur
menetas di usus halus dan melepaskan onkosfer → menembus dinding usus dan bermigrasi
melalui sistem peredaran darah ke berbagai organ, terutama hati dan paru-paru → onkosfer
berkembang menjadi kista hidatid → kista hidatid membesar secara bertahap menghasilkan
protoscolices → hospes definitif menjadi terinfeksi dengan menelan organ yang mengandung
kista hidatid → menempel pada mukosa usus → berkembang menjadi dewasa dalam waktu 32 –
80 hari.
Sumber : https://medlab.id/echinococcus-granulosus/
E. granulosus dewasa, hidupnya menempel pada usus kecil anjing atau carnivora lainnya
(wolf, dingo, jackal) sebagai ISD. Proglottid (gravid) yang mengandung telur-telur infektif
dikeluarkan bersama feses. Apabila telur infektif E. granulosus termakan/tertelan oleh ISA
(domba, sapi, babi, kuda, onta dsb) atau manusia, maka telur tersebut akan menetas menjadi
larva di dalam duodenum inangnya. Kemudian oncosphere, dengan bantuan kait yang
dimilikinya menembus mukosa usus, menuju pembuluh darah portal dan mengikuti aliran darah
ke berbagai organ tubuh. Dalam perkembangannya metacestoda ini membentuk kista hidatid
pada organ sasaran (hati, paruparu dan organ lainnya) (EDINGTON dan GILLES, 1976).
Perkembangan kista sangat lambat, tetapi pasti dan makin lama makin membesar. Ukurannya
baru mencapai 1mm setelah satu bulan dan setelah lima bulan ukurannya bertambah besar,
menjadi 10-55 mm dan mulai membentuk gelembung berbentuk kapsula yang berisi cairan
bening dan steril. Cairan tersebut mengandung garam, enzim,sedikit protein dan substansi toksik
(MULLER, 1975). Kasus hidatidosis pada manusia terjadi secara asidental, bila telur cacing
yang infektif tertelan olehnya dan selanjutnya akan berkembang menjadi metacestoda di organ
tubuhnya. Sedangkan metacestoda fertile dengan protoscolices (scolex pada metacestoda)
merupakan stadium larva yang infektif. Siklus hidup cacing E. granulosus akan sempurna,
apabila metacestoda fertile (pada organ domba atau hewan lain) tersebut dimakan oleh anjing
atau carnivora lainnya yang peka dan larva tersebut akan menjadi dewasa di dalam usus anjing
(Gambar 1) (ECKERT et al., 1982). Untuk kelangsungan hidup E. granulosus, maka domba
merupakan ISA yang penting dan menjadi sumber utama untuk transmisi kista hidatid, karena
metacestoda ini daya fertilitasnya tinggi.
SIKLUS HIDUP ECHINOCOCCUS MULTILOCULARIS
1. Cacing dewasa di dalam usus halus rubah atau hospes definitive lain.
2. Telur dikeluarkan bersama feses, tertelan oleh manusia atau inang perantara
3. Onchospher menembus diding usus, dibawa melalui pembuluh darah untuk menembus
organ dalam
4. Kista hidatida berkembang di hati, paru-paru, otak, jantung,
5. Protoscolices (hytatid sand) tertelan dan dicerna oleh inang definitive
6. Menembus usus halus dan tumbuh menjadi cacing dewasa.
Sementara BARDONNET et al. (2003) mengatakan bahwa, untuk mengetahui peranan inang
lain (terutama sapi) yang dapat menjadi transmisi (reservoar) ke manusia dapat dilakukan
analisis DNA dengan PCR.
DIAGNOSIS CACING PADA HOSPES DEFINITIF
Diagnosis dengan mengidentifikasi telur E. granulosus dari feses anjing secara mikroskopis sulit
dilakukan, karena tidak mudah untuk membedakan antara telur E. granulosus dan telur Taenia
sp. (ECKERT dan DEPLAZES, 2004). Namun dengan nekropsi anjing, dapat dilakukan
identifikasi cacing dewasanya dengan bantuan mikroskup stereo, biasanya E. granulosus dapat
dijumpai pada sepertiga bagian usus kecil anjing (OIE, 2000). Menurut HOFFMANN et al.
(2001), ada tiga cara untuk diagnosis ekinokokosis yaitu, pertama, purgasi dengan arecoline
bromida untuk verifikasi adanya parasit. Kedua, Uji ELISA untuk mendeteksi coproantigen dan
ketiga dengan indirect immunosorbent antibody test untuk mendeteksi adanya antibody terhadap
E. granulosus.
DIAGNOSIS HIDATIDOSIS PADA ISA
Diagnosis ini dapat dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH). Kista hidatid dari E. granulosus
pada berbagai organ (domba dan sapi) dapat diobservasi secara palpasi dan insisi. Tetapi pada
babi dan kambing, kadangkadang sulit dilakukan, karena dapat dikelirukan dengan infeksi cacing
pita yang lain (Taenia hydatigena ), bila kedua parasit tersebut menginfeksi organ hati yang
sama. Namun dengan pemeriksaan histopatologi dari potongan organ tersebut, dengan
pewarnaan Periodic-acid Schiff (PAS), dapat diketahui perbedaannya, yakni terdapat protoscolex
dengan brood capsule atau “hydatid sand” yang merupakan ciri khas E. granulosus (OIE, 2000).
Diagnosis hidatidosis pada manusia
Diagnosis larva hidatid pada manusia didasarkan pada pemeriksaan sinar X (XRAY),
ultrasonography dan metode lainnya dan didukung dengandeteksi antibody terhadap antigen
echinococcus. Kemudian dikonfirmasi dengan adanya parasit tersebut. Diagnosis secara
serologis dapat dilakukan secara imunodiagnostik yakni, mendeteksi serum antibody spesifik
dengan metode ELISA (Enzyme Linked immunosorbent Assay) dengan Crude Antigen EgCF
(ECKERT dan DEPLAZES, 2004). Sementara itu, DOGANAY et al. (2003) menyatakan bahwa,
diagnosis kejadian awal hidatidosis yang dilakukan dengan metoda IFAT dapat memberikan
tingkat specifisitas dan sensitivitas masing-masing pada manusia 80 dan 90% dan pada domba
keduanya 90%.
PERTANYAAN
1. Tindakan apa yang dapat mencegah terinfeksi cacing tersebut?
2. Bagaimana pengambilan dan pengiriman specimen ke laboratorium? Apakah ada cara
khusus untus spesimen cacing EG dan EM?