Anda di halaman 1dari 12

Nama: Aryha Reveza Malik

NIM : P17334119405
Kelas : DIV-IA

LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI


I. Dasar Teori :
A. Diphyllobothrium latum (Ordo Pseudophyllidea)
1. Penyakit : Difilobotriasis
2. Hospes devinitive : Manusia
3. Hosepes reservoar : Anjing, kucing beruang
4. Hospes perantara :
 Cyclops sp, Diaptomus sp sebagai hospes perantara I
 Ikan air tawar (ikan salem) sebagai hospes perantara II
5. Morfologi
 Cacing dewasa berukuran ± 3 – 10 m, berwarna kuning keabuan, terdiri atas
3000 proglotoid
 Skolek berkurang ± 3 x 1 mm, bentuknya seperti sendok, memiliki 2 lekuk
isap yang dalam, letaknya dorsoventral
 Proglotoid immature (muda) : ukuran lebar segmennya lebih besar dari ukuran
Panjang segmennya, organ genitalia belum terbentuk
 Progolotid mature (dewasa) : ukuran lebar segmennya lebih besar dari ukuran
Panjang segmennya, alat kelamin betina ditengan – tengah terdiri ovarium
yang simetris berlobus 2, uterus berkelok – kelok, lubang genitalia dan lubang
uterus ditengah atas, kelenjang vitellaria terbesar, testis tersebar di lateral.
 Proglotid gravid : ukuran lebar segmennya lebih besar dari ukuran Panjang
segmennya, uterus berisi banyak telur dan testis tersebar di lateral
 Telur berukuran ± 65 x 45 mikron, operculum besar, penebalan berupa
benjolan kecil dibagian posterior, berisi morula.
6. Patologi klinis : gangguan gastrointestinal seperti diare, tidak nafsu makan,
anemia, pemisiosa, obstruksi usus
7. Diagnosis: telur dalam tinja
8. Pengamatan

No Keterangan Gambar

1 Telur Diphyllobotrim latum


 Telur berukuran ± 65 x
45 mikron
 Operculum besar,
penebalan berupa
penonjolan kecil
dibagian posterior,
berisi morula

2 Skolek
Skolek berukuran ± 3 x 1
mm, bentuk seperti sendok,
memiliki 2 lekuk isap yang
dalam, letaknya
dorsoventral

3 Proglotid immature
 Ukuran lebar
segmennya lebih
besar dari ukuran
Panjang segmennya
 Organ genitalia
belum terbentuk
4 Proglotoid mature (dewasa)
 Ukuran lebar
segmennya lebih
besar dari ukuran
Panjang segmennya
 Alat kelamin betina
ditengan – tengah,
terdiri ovarium yang
simetris berlobus 2,
uterus berkelok –
kelok, lubang
genitalia dan lubang
uterus ditengah atas,
kelenjar vitellaria
terbesar, testis
tersebar di lateral

5 Proglotid gravid (matang)


 Ukuran labr
segmennya lebih
besar dari ukuran
Panjang segmennya
 Uterus berisi banyak
telur dan terletak
ditengah – tengah
menyerupai roset,
lubang genitalia dan
lubang uterus
ditengah atas,
kelenjar vitellaria
dan testis tersebar di
latera.

B. Taenia Saginata (Cacing pita sapi) Ordo Cyolophyllidea


1. Penyakit : Taeniasis saginata
2. Hospes : Manusia
3. Hospes perantara : Sapi
4. Morfolorgi :
 Cacing dewasa panjangnya 4 – 12 m terdiri atas 1000 – 2000 proglotif
 Skolek berdiameter 1 – 2 mm, batil isap 4 buah, setengah bulat atau
menonjol, tanpa rostellum
 Proglotid gravid berukuran ±18 x 6 mm, Panjang segmennya 3 kali lebar
segmennya, uterus bercabang – cabang ± 15 – 50 pasang, lubang genitalia
di sisi lateral
 Telur berukuran ± 35 x 30 mikron, bulat, berdinding tebal dengan struktur
radial, berisi onkosfer dan memiliki 6 buah kait – ait
5. Patologi klinis:
 Tidak enak di perut, anoreksia, eosinofila, obstruksi usus
 Penderita pergi ke dokter dengan keluhan porglotid bergerak ke luar
melalui anus
6. Diagnosis:
 Proglotid dalam tinja atau yang secara aktif keluar dari anus
 Menemukan telur dalam tinja
7. Terapi
 Obat baru: mabendazol (vemox), prazikuantel (Biltricide), bitionol (bitin)
8. Pengamatan

Keterangan Gambar

Telur Taenia Sp
 Ukuran 30 – 40 mikron
 Bentuk bulat, dinding tebal
bergaris radier (embriofor)
 Warna kuning coklat berisi
embrio

C. Taenia Sollium (cacing pita babi) ordo cycolophyllidea


1. Penyakit : Taeniasis solium
2. Hospes : Manusia
3. Hospes perantara : Babi
4. Morfologi :
 Cacing dewasa panjangnya ± 2 – 4 m terdiri atas 1000 proglotid
 Skolek bulat runcing berdiameter 1 mm, batil isap 4 buah, setengah bulat
atau menonjol, rostelumnya mempunyai dua baris kait – kait
 Proglotid gravid ukuran Panjang segmennya 1,5 kali lebar segmen uterus
bercabang – cabang ± 7 – 12 pasang
 Telur berukuran ± 35 x 39 mikron, bulat, berdinding tebal dengan struktur
radiar, berisi onkosfer dan memiliki 6 buah kait ( sama kaya saginata)
5. Patologi klinis:
 Nyeri ulu hati, diarem obstipasi, eosinophilia, peritonitis
 Manusia dapat juga menderita sistiserkosis (infestasi stadium larva) pada
jangringan subkutis, mata, otak, otot, hati, limpa
 Bila mengenai jaringan otak atau medulla spinalis, dapat mengakibatkan
epilepsy, mengigo - ensepalitis, hidrosepalus infemus bila ada sumbatan
aliran cairan secebrospinal
6. Diagnosis:
 Proglotid dalam tinja atau yang secara aktif keluar dari anus
 Menemukan telur dalam tinja
 Untuk sistiserkosis menemukan sisterkus dalam benjolan di bawah kulit
atau reaksi imunologi
7. Terapi
 Obat tradisional : biji labu merah, biji pinang
 Obat lama : kuinakrin (atabrine), amodiakuin (camoquine), niklosamid
 Obat baru : mebendazole (vermox), prazikuantel (biltricide), bitionol
(bitin)
8. Pengamatan

Keterangan Gambar

Telur taenia sp
 Ukuran 30 – 40 mikron
 Bentuk bulat, dinding tebal
bergaris radier (embriofor)
 Warna kuning coklat berisi
embrio

D. Hymenolepis diminuta (Ordo Cyclophyllidea)


1. Penyakit : himenolepiasis diminuta
2. Hospes : manusia, tikus, mencit
3. Hospes perantara : pinjal tikus (xenopsylla cheopis), pinjal manusia (pulex
iritans), kumbang tepung (tanebrio sp)
4. Morfologi :
 Cacing dewasa berukuran ± 50 x 0,3 cm terdiri atas 800 – 1000 proglotid
 Skolek berukuran 0,3 mm, berbentuk bulat, batil isap 4 buah tanpa kait
 Proglotid mimmature/mudaL ukuran segmen lebih besar dari Panjang
segmen, organ genital belum terbentuk
 Proglotid mature / dewasa : ukuran lebar lebih besar dari Panjang
segmennya, ovarium berlobus, testis 3 buah letaknya sejajar, lubang
genitalnya terletak disisi lateral
 Proglotid gravid : ukuran lebar segmennya lebih besar darii Panjang
segmen, uterus berbentuk kantung berisi telur, lubang genitalia dilateral
 Telur berukuran ± 85 x 58 mikron, berisi luar tebal, dinding dalam
transparan dan tidak terdaoat filamen kutub, berisi embrio heksakan
5. Patologi klinis: tidak menimbulkan gejala
6. Diagnosis: telur dalam tinja
7. Terapi : atabirin
8. Pengamatan

Keterangan Gambar

Telur Hymenolepis diminuta


 Ukuran 86 x 58 mikron,
berdinding luar tebal, dinding
dalam transparan
 Tidak terdapat filamen kutub
 Berisi embrio heksakan

E. Hymenolepis nana
1. Penyakit : himenolepiasis
2. Hospes : Manusia, tikus
3. Morfologi :
 Cacing dewasa ± 2,5 cm, skolek kecil, strobula terdiri atas ± 2000
proglotid
 Skolek memiliki batil isap 4 buah, rostellum kecil dengan kait – kait
 Proglotid immature/muda : ukuran lebar segmennya lebih besar dari
Panjang segmennya, organ genital belum terbentuk
 Proglotid matur / dewasa : berbentuk trapezium, ukuran lebar segmennya
4x dari ukuran Panjang segmennya, ovarium berfobus, testis 3 buah
letaknya sejajar, lubang gentalia terletak disisi lateral
 Proglotid gravid : berbentuk trapezium, meangundung 80 – 180 telur
 Telur berukuran ± 47 x 37 mikron, berbentuk bulat, memiliki dinding luar,
dinding dalam tediri 2 kutub, dengan filamen kutub masing – masing 4 – 8
filamen halus, berisi embrio heksakan dengan kait – kait
4. Patologi klinis:
Tidak menimbulkan gejala bila infeksinya berat menyebabkan mual, muntah,
diare
5. Diagnosis : telur dalam tinja
6. Terapi : antabrin, butanol, prazikuantel
7. Pengamatan

Keterangan Gambar

Telur hymenilepis nana


 Telur berukuran ± 47 x 37
mikron
 berbentuk bulat, memiliki
dinding luar, dinding dalam
tediri 2 kutub, dengan
filamen kutub masing –
masing 4 – 8 filamen halus
 berisi embrio heksakan
dengan kait – kait

F. Dipylidium caninum (Ordo Cyclophyllidea)


1. Penyakit : Dipilidiasis
2. Hospes : Manusia, anjing
3. Hospes perntara : pinjal anjing (Ctenocephalides canis), pinjal manusia (pulex
irritans)
4. Morfologi:
 Cacing dewasa ± 2,5 cm, skolek kecil, terdidi atas 60 – 75 proglotid
 Skolek berukuran ± 0,3 mm, memiliki batil isap yang lonjong
sebanyak 4 buah, rostellum seperta gada dengan 130 – 150 kait – kait
seperti duri mawar
 Proglotid immature / muda : berbentuk seperti tempayan, organ genital
belum terbentuk
 Proglotid mature / dewasa : berbentuk seperti tempayan alat kelamin
terdiri 2 perangkat terletak dikanan dan kiri, lubang genitalia ditengah
siis lateral
 Proglotid gravid : berbentuk seperti tempayan dengan 2 perangkat alat
kelamin, mempunyai 2 lubang genita dilateral kanna dan kiri, 2 uterus
dan 2 vagina
 Telur berukuran ± 25 x 40 mikron, berkelompok dalam satu kapsul
yang berisi 15 – 25 buah telur disebut cluster of eggs

5. Patologi klinis
 Tidak menimbulkan gejala
 Pada anak – anak dapat menyebabkan toksik pada susunan saraf sehingga
menimbulkan kejang – kejang
6. Diagnosis:
 Proglotid bergerak aktif
 Telur berkelompok dalam tinja
7. Terapi : atabrin
8. Pengamatan

Keterangan Gambar

Telur Dipylidium Caninum


 Telur berukuran ± 25 x 40
mikron, berkelompok dalam
satu kapsul yang berisi 15 – 25
buah telur disebut cluster of
eggs
SIKLUS HIDUP ECHINOCOCCUS GRANULOSUS

Echinococcus granulosus dewasa hidup dalam lumen usus halus anjing → telur keluark bersama
tinja → tertelan hospes perantara (domba, kambing, babi, sapi, kuda, unta) atau manusia → telur
menetas di usus halus dan melepaskan onkosfer → menembus dinding usus dan bermigrasi
melalui sistem peredaran darah ke berbagai organ, terutama hati dan paru-paru → onkosfer
berkembang menjadi kista hidatid → kista hidatid membesar secara bertahap menghasilkan
protoscolices → hospes definitif menjadi terinfeksi dengan menelan organ yang mengandung
kista hidatid → menempel pada mukosa usus → berkembang menjadi dewasa dalam waktu 32 –
80 hari.
Sumber : https://medlab.id/echinococcus-granulosus/

E. granulosus dewasa, hidupnya menempel pada usus kecil anjing atau carnivora lainnya
(wolf, dingo, jackal) sebagai ISD. Proglottid (gravid) yang mengandung telur-telur infektif
dikeluarkan bersama feses. Apabila telur infektif E. granulosus termakan/tertelan oleh ISA
(domba, sapi, babi, kuda, onta dsb) atau manusia, maka telur tersebut akan menetas menjadi
larva di dalam duodenum inangnya. Kemudian oncosphere, dengan bantuan kait yang
dimilikinya menembus mukosa usus, menuju pembuluh darah portal dan mengikuti aliran darah
ke berbagai organ tubuh. Dalam perkembangannya metacestoda ini membentuk kista hidatid
pada organ sasaran (hati, paruparu dan organ lainnya) (EDINGTON dan GILLES, 1976).
Perkembangan kista sangat lambat, tetapi pasti dan makin lama makin membesar. Ukurannya
baru mencapai 1mm setelah satu bulan dan setelah lima bulan ukurannya bertambah besar,
menjadi 10-55 mm dan mulai membentuk gelembung berbentuk kapsula yang berisi cairan
bening dan steril. Cairan tersebut mengandung garam, enzim,sedikit protein dan substansi toksik
(MULLER, 1975). Kasus hidatidosis pada manusia terjadi secara asidental, bila telur cacing
yang infektif tertelan olehnya dan selanjutnya akan berkembang menjadi metacestoda di organ
tubuhnya. Sedangkan metacestoda fertile dengan protoscolices (scolex pada metacestoda)
merupakan stadium larva yang infektif. Siklus hidup cacing E. granulosus akan sempurna,
apabila metacestoda fertile (pada organ domba atau hewan lain) tersebut dimakan oleh anjing
atau carnivora lainnya yang peka dan larva tersebut akan menjadi dewasa di dalam usus anjing
(Gambar 1) (ECKERT et al., 1982). Untuk kelangsungan hidup E. granulosus, maka domba
merupakan ISA yang penting dan menjadi sumber utama untuk transmisi kista hidatid, karena
metacestoda ini daya fertilitasnya tinggi.
SIKLUS HIDUP ECHINOCOCCUS MULTILOCULARIS

1. Cacing dewasa di dalam usus halus rubah atau hospes definitive lain.
2. Telur dikeluarkan bersama feses, tertelan oleh manusia atau inang perantara
3. Onchospher menembus diding usus, dibawa melalui pembuluh darah untuk menembus
organ dalam
4. Kista hidatida berkembang di hati, paru-paru, otak, jantung,
5. Protoscolices (hytatid sand) tertelan dan dicerna oleh inang definitive
6. Menembus usus halus dan tumbuh menjadi cacing dewasa.

CARA IDENTIFIKASI CACING ECHINOCOCCUS GRANULOSUS &


ECHINOCOCCUS MULTILOCULARIS
Tehnik dan prosedur diagnosis yang digunakan untuk identifikasi E. granulosus tergantung
infeksinya (secara alami), inangnya (ISD & ISA) yang akan diperiksa. Diagnosis juga untuk
menentukan stadia larva hidatid dalam tubuh manusia (WOODS, 1986). Menurut MULLER
(1975), diagnosis dapat dilakukan sbb:
1. secara klinik dan parsitologi, bila ditemukan adanya protoscolices dalam sputum
penderita akibat kista paru-paru yang ruptur,
2. secara radiology, dengan sinar X (Xray),
3. secara imunologi (Uji Casoni, uji Haemaglutinasi, uji Complement Fixation
Test/CFT). DOGANAY et al. (2003) menambahkan bahwa dengan uji Indirect
Flourescent Antibody Technique (IFAT) dapat untuk diagnosis ekinokokosis pada
manusia dan domba.

Sementara BARDONNET et al. (2003) mengatakan bahwa, untuk mengetahui peranan inang
lain (terutama sapi) yang dapat menjadi transmisi (reservoar) ke manusia dapat dilakukan
analisis DNA dengan PCR.
DIAGNOSIS CACING PADA HOSPES DEFINITIF
Diagnosis dengan mengidentifikasi telur E. granulosus dari feses anjing secara mikroskopis sulit
dilakukan, karena tidak mudah untuk membedakan antara telur E. granulosus dan telur Taenia
sp. (ECKERT dan DEPLAZES, 2004). Namun dengan nekropsi anjing, dapat dilakukan
identifikasi cacing dewasanya dengan bantuan mikroskup stereo, biasanya E. granulosus dapat
dijumpai pada sepertiga bagian usus kecil anjing (OIE, 2000). Menurut HOFFMANN et al.
(2001), ada tiga cara untuk diagnosis ekinokokosis yaitu, pertama, purgasi dengan arecoline
bromida untuk verifikasi adanya parasit. Kedua, Uji ELISA untuk mendeteksi coproantigen dan
ketiga dengan indirect immunosorbent antibody test untuk mendeteksi adanya antibody terhadap
E. granulosus.
DIAGNOSIS HIDATIDOSIS PADA ISA
Diagnosis ini dapat dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH). Kista hidatid dari E. granulosus
pada berbagai organ (domba dan sapi) dapat diobservasi secara palpasi dan insisi. Tetapi pada
babi dan kambing, kadangkadang sulit dilakukan, karena dapat dikelirukan dengan infeksi cacing
pita yang lain (Taenia hydatigena ), bila kedua parasit tersebut menginfeksi organ hati yang
sama. Namun dengan pemeriksaan histopatologi dari potongan organ tersebut, dengan
pewarnaan Periodic-acid Schiff (PAS), dapat diketahui perbedaannya, yakni terdapat protoscolex
dengan brood capsule atau “hydatid sand” yang merupakan ciri khas E. granulosus (OIE, 2000).
Diagnosis hidatidosis pada manusia
Diagnosis larva hidatid pada manusia didasarkan pada pemeriksaan sinar X (XRAY),
ultrasonography dan metode lainnya dan didukung dengandeteksi antibody terhadap antigen
echinococcus. Kemudian dikonfirmasi dengan adanya parasit tersebut. Diagnosis secara
serologis dapat dilakukan secara imunodiagnostik yakni, mendeteksi serum antibody spesifik
dengan metode ELISA (Enzyme Linked immunosorbent Assay) dengan Crude Antigen EgCF
(ECKERT dan DEPLAZES, 2004). Sementara itu, DOGANAY et al. (2003) menyatakan bahwa,
diagnosis kejadian awal hidatidosis yang dilakukan dengan metoda IFAT dapat memberikan
tingkat specifisitas dan sensitivitas masing-masing pada manusia 80 dan 90% dan pada domba
keduanya 90%.
PERTANYAAN
1. Tindakan apa yang dapat mencegah terinfeksi cacing tersebut?
2. Bagaimana pengambilan dan pengiriman specimen ke laboratorium? Apakah ada cara
khusus untus spesimen cacing EG dan EM?

Anda mungkin juga menyukai