Anda di halaman 1dari 66

Soil Transmitted Helminth

Edi Hartoyo
Divisi Infeksi dan Penyakit Tropik Ilmu
Kesehatan Anak FK Unlam/RSUD. Ulin
Soil Transmitted Helminth

 Adalah sekelompok nematoda usus


yang dalam siklus hidupnya melalui
siklus perkembangan di tanah
 Yang termasuk STH adalah :
1. Ascaris lumbricoides
2. Cacing tambang : Necator americanus
dan Ancylostoma duodenale
3. Trichuris trichiura
4. Strongyloides stercoralis
Ascaris Lumbricoides
Ascaris lumbricoides
• Nematoda usus terbesar yang hidup dalam tubuh manusia
• Penyakit : Ascariasis
• Tersebar secara kosmopolitan
• Prevalensi cukup tinggi pada daerah tropis dengan
kelembaban tinggi, sanitasi hygiene yang kurang baik
• Di negara berkembang, 1 dari 4 orang terinfeksi.
South east Asia 73 %, Afrika 12 %, Amerika Tengah /
Selatan 8 %
• Prevalensi di Indonesa; 60-90% Terutama di daerah tertinggal dan
daerah kumuh
• Kematian jarang terjadi kecuali terdapat penyumbatan usus
Ascaris lumbricoides = round worm

 Nama dalam bahasa Indonesia : cacing


gelang / cacing gilig
 Hospes definitif : manusia
 Penyakitnya disebut : Askariasis
 Habitat / predileksi : lumen usus halus
 Bentuk infektif : telur infektif (berasal dari
telur yang fertilized)
 Penularan: peroral (tertelan telur infektif)
Morfologi

 Telur : mempunyai 4 tipe yaitu :


1. Dibuahi ( fertil/fertilized egg )
2. Matang / berembryo (berisi larva)
3. Tidak dibuahi (infertil/unfertilized egg)
4. Decorticated (dapat fertil maupun infertil)
Telur Ascaris lumbricoides

 Telur yang dibuahi


Fertilized egg

- bulat lonjong
- ukuran 45-70 x 35-50 mikron
- dinding telur tebal dan transparan
tdd 3 lapis ;
. Lipoidal vitelline membrane
. Lapisan glikogen
. Lapisan albuminoid
- kuning kecoklatan
- telur matang berisi larva

KTantular 7
Telur Ascaris lumbricoides
 Telur berembrio/  Telur decorticated
matang/infektif
Telur Ascaris lumbricoides

Telur yang tidak dibuahi


(unfertilized egg)

 bentuk lebih lonjong


 lapisan albuminoid lebih tipis
 ukuran 88-94 x 40-50 mikron

Cacing betina dapat memproduksi


telur sampai 200.000 telur/hari.

KTantular 9
Morfologi

 Dewasa :

 Silindris
 Jantan panjangnya 10-31 cm
 Betina panjangnya 22-35 cm
 Putih kecoklatan atau kuning pucat
 Tubuh tertutup kutikula yang halus bergaris-garis tipis
 Mulut mempunyai 3 buah bibir ( 1 dorsal dan 2 subventral)
 Jantan : ujung posterior runcing dengan ekor melengkung ke arah
ventral, dilengkapi 2 buah spicula (spiculum) berukuran 2 mm dan
banyak papil-papil kecil.
 Betina: ujung posterior membulat dan lurus
Cacing dewasa
Ascaris lumbricoides

Sumber: CDC
Siklus Hidup
Ascaris lumbricoides
Telur tertelan bersama makanan/minuman
/kontaminasi tangan  di dalam usus halus,
dinding telur pecah  larva keluar  penetrasi
dinding usus  pembuluh darah  jantung 
paru  oesophagus  tertelan lagi sampai usus
halus  dewasa jantan dan betina

perlu waktu 60 - 75 hari


Bila keadaan lingkungan sekitar telur baik , seperti :

- tanah liat, kelembaban > 80%, cukup O2


- tempat teduh, tidak terkena sinar matahari langsung
- temperatur 22-23º C

dalam waktu 3 minggu telur menjadi infektif bagi


manusia.
Telur dapat bertahan sampai beberapa tahun.
Epidemiologi

• Infeksi pada anak umur 5-9 tahun > dewasa.


• Akibat bermain tanah yang mengandung telur,
mengkontaminir tangan, makanan, mainan
mereka.
• Memakan sayur mentah yang kurang bersih
dicuci.
Patologi dan Gejala Klinik

Bila jumlah cacing sedikit ( 10-20 ekor )


tidak menimbulkan gejala

Kelainan yang ditimbulkan akibat :


1. migrasi larva (4-16 hari setelah menelan
telur)
2. cacing dewasa (6-8 minggu setelah
menelan telur)
Akibat Migrasi Larva
 Trauma/ perdarahan dalam jaringan paru
. Reaksi radang disekitar larva
. Peningkatan mukus di bronchus, spasme
 Sensitisasi pada host, allergi, serangan asthma
 Demam
 Batuk dengan sputum bercampur darah, sesak,
urticaria  Sindrom Loeffler

Pada pemeriksaan darah : sel Eosinophil meningkat


Pada pemeriksaan auskultasi : wheezing dan ronchi
Akibat Cacing Dewasa
 Habitat cacing dewasa di dalam lumen usus halus
 menghisap makanan dari host
 Gejala klinik tergantung dari :
. jumlah cacing / berat ringannya infeksi
. keadaan umum penderita
 Faktor yang menimbulkan gejala :
. Faktor mekanis, karena gerak cacing dewasa
. Faktor khemis, karena produksi metabolik dari cacing
 Gejala: rasa tidak enak pada perut, diare, kolik, anoreksia,
gejala keracunan, oedema, appendicitis
 Cacing dewasa dapat keluar spontan melalui anus, mulut
bersama muntahan
Akibat Migrasi Cacing Dewasa

Migrasi cacing dewasa mencapai organ lain,


menimbulkan gejala akut seperti :
. Ileus, obstruksi usus
. Perforasi usus, cacing menembus dinding
usus
. Peritonitis

Komplikasi sering dijumpai pada anak-anak


Diagnosa

• telur dalam tinja : dari hapusan langsung /


cara konsentrasi
• larva dalam sputum : gastric washing
• anamnesa yaitu keluarnya cacing dewasa
melalui mulut, hidung, anus
Terapi
Albendazole (Albenza) : 400 mg single dose
Mebendazole (Vermox) : 200 mg per oral, 3 hari
Pyrantel pamoate
Ivermectin
Levamisol

Pencegahan
Perbaikan hygiene sanitasi perorangan dan lingkungan.
Pengobatan penderita / sumber infeksi.
Hookworm
CACING TAMBANG = Hookworm

 2 Species yang penting : Ancylostoma


duodenale dan Necator americanus
 Penyakitnya disebut :
ancylostomiasis/necatoriasis
 Hospes definitif : manusia
 Habitat / predileksi : mucosa duodenum dan
jejunum
 Bentuk infektif : larva filariform
Distribusi geografis & epidemiologi

 Kosmopolitan terutama di daerah tropis


dan subtropis.
 Dahulu banyak dijumpai pada pekerja
tambang.
 Cara penularan : per cutan (melalui larva
infektif (filariform) yang menembus kulit.
Morfologi Telur Hookworm

 bulat lonjong
 kulit terdiri dari 1
lapis hyaline yang
transparan
 ukuran 57-76 µm x 35-
47 µm

25
Morfologi Larva
 Rhabditiform  Filariform
Gemuk, tidak infektif, Langsing, infektif, 600µ
panjang 250µ
Morfologi cacing dewasa
• Berbentuk silindrik & bengkok, putih kelabu, kecil
. betina : 9-13 x 0,4-0,6 mm
. jantan : 5-11 x 0,3-0,45 mm
• Cuticula cukup tebal
• Ujung ekor :
. betina runcing
. jantan terdapat bursa copulatrix, organ seperti payung
yang ditegakkan oleh ruji-ruji dari chitine yang
susunannya khas untuk tiap spesies.
Di dalam bursa terdapat 2 buah spiculae yang langsing
panjang.
Perbedaan Morfologi Cacing Dewasa

Ancylostoma duodenale Necator americanus

Arah kepala : mengikuti lengkung


 Berlawanan lengkung tubuh ,spt
tubuh (huruf c)
menengadah ke atas spt bentuk
kail (huruf s)
Letak vulva :di posterior pertengahan  Di anterior pertengahan tubuh
tubuh

 2 buah lempeng pemotong


Rongga mulut : di bagian ventral, semilunar di ventral, 2 buah yang
mempunyai 2 buah gigi yang hampir agak kecil di dorsal
sama besar di tiap sisi

 Memanjang dan bulat, ruji dorsal


Bursa copulatrix : melebar, ruji dorsal pendek bercabang dua
bercabang tiga

28
Siklus Hidup
Ascaris lumbricoides
Siklus Hidup Hookworm
Telur dikeluarkan bersama tinja  waktu 1-2 hari pada kondisi
optimal menetas  larva rhabditiform (bersifat aktif, pendek gemuk,
mencari makan dari debris)  5 hari larva filariform (langsing, non
feeding, infektif bagi manusia) menembus kulit pada dorsum pedis
/kulit tangan ( pekerja tambang/petani )  pembuluh darah 
jantung  paru-paru menembus alveoli disebut “ lungmigration ”
oesophagus  usus halus cacing dewasa.
Waktu yang diperlukan mulai dari infeksi sampai menjadi dewasa sekitar 5-6
minggu.

Kondisi optimal :
- tanah bersifat lepas (pasir), pertukaran hawa/oksigen
- kelembaban cukup, suhu 23–30ºC
- tidak terkena matahari langsung
 Cacing menempelkan diri dan menggigit sebagian
mukosa usus halus sambil menghisap darah hospes
dibantu dengan adanya antikoagulan yang disekresi
cacing.

 Jumlah darah yang dihisap dapat dideteksi dengan


radioisotop Cr 51,
. pada Ancylostoma duodenale perhari : 0,2 ml
. pada Necator americanus perhari : 0,034 ml
 Jumlah telur yang dihasilkan oleh
. Ancylostoma duodenale 20.000 /hari
. Necator americanus 10.000/hari

 Jangka waktu ketahanan hidup


. Ancylostoma duodenale 6 -8 tahun
. Necator americanus 4 -5 tahun
Gejala Klinis

1. Karena migrasi larva

2. Karena cacing dewasa


Gejala karena migrasi larva
 Gejala pada kulit akibat penembusan larva, mengakibatkan
dermatitis lokal, inflamasi, berupa erythematous, papula, vesikel
dengan oedema lokal. “ground itch”.
Bisa berlangsung sampai 2 minggu. Sering terjadi infeksi sekunder.

 Gejala akibat larva di jaringan paru, nyeri tenggorokan, batuk,


mirip gejala pharyngitis.

 Gejala di tractus digestivus, nyeri epigastrium, gangguan


pencernaan, hilang nafsu makan, diare, kadang konstipasi
Gejala karena cacing dewasa
 Gejala di tractus digestivus, nyeri epigastrium, gangguan
pencernaan, hilang nafsu makan, diare, kadang konstipasi
 Gejala anemia , terjadi secara perlahan sesuai infeksi yang menahun
 Anemia gizi besi, hipochromic micrositik

Faktor yang berperan sebelum timbul anemia:


- jumlah cacing tambang / intensitas infeksi
- cadangan zat besi penderita
- nutrisi

Patokan untuk menentukan terjadinya anemia :


Pada wanita dan anak-anak, beratnya infeksi dengan hitung telur per
gram tinja = 2000, sedang pada laki dewasa = 5000

Anemia yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik


maupun mental.
Diagnosa

 Secara klinis : berdasar anmnesa dan


gejala
 Secara Laboratoris :
 Spesimen :Feces menemukan adanya
telur
 Spesimen :Darah  adanya gambaran

anemia hipokromik mikrositer


Terapi

• Mebendazol (Vermox), 2x100mg selama 3


hari berturut-turut

• Pyrantel pamoate (Combantrin), dosis


tunggal 10-20mg/kgBB
Pencegahan

 Pengobatan penderita.
 Mengatur pembuangan tinja,
pembuatan latrin.
 Anjuran memakai alas kaki pada daerah
endemis.
Strongyloides stercoralis
Strongyloides stercoralis

 Nama dalam bahasa Indonesia : cacing


benang
 Penyakitnya disebut : Strongyloidiasis
 Hospes definitif : manusia dan hewan
 Habitat / predileksi : cacing betina  pada
mucosa duodenum dan jejunum; cacing jantan
JARANG ditemukan di dalam hospes (?)
 Bentuk infektif : larva filariform
Distribusi geografis

 Di daerah tropis dan subtropis, daerah


panas dengan kelembaban tinggi.
Telur

 Jarang ditemukan di tinja


 Morfologi menyerupai telur Hookworm
 Menetas di dalam tubuh host dan keluar
bersama tinja sebagai larva rhabditiform
Larva Strongyloides stercoralis

 Larva rhabditiform:  Larva filariform:


- pada faeces - langsing panjang
- ekor bercabang

44
Cacing dewasa
 Cacing dewasa bentuk parasitik :
C. Betina : - kecil langsing, tak berwarna (2,2 x 0,04 mm)
- cuticula striated
- buccal cavity pendek
- oesophagus silindris panjang

 Cacing dewasa bentuk free living :


C. betina : panjang 1mm, uterus berisi telur
C. jantan : panjang 0,7 mm, ekor lancip membengkok ke
ventral, dan terdapat spiculae
Siklus Langsung
(Paracitic cycle)
Larva filariform di tanah  kontak melalui kulit / mulut 
menembus kulit  sirkulasi darah  jantung  paru 
kapiler pembuluh darah  alveoli  oesophagus 
usus halus  dewasa jantan & betina

Dari larva untuk mencapai paru 3 – 13 hari

Auto infeksi : Larva filariform dapat penetrasi kulit


perianal pada ,
- penderita dengan higiene jelek
- konstipasi
- defekasi dibersihkan dengan tissue
Siklus Tidak Langsung
(Free Living Cycle)
Larva rhabditiform keluar bersama dengan
tinja :

a. pergantian kulit 2x  larva filariform

b. pergantian kulit 4x  di tanah tumbuh menjadi


dewasa jantan & betina  fertilisasi  telur 
larva rhabditiform
Gejala Klinis
1. Disebabkan oleh larva

a. kelainan pada kulit : creeping eruption seperti pada


Ancylostoma (berupa garis lurus, sifat lebih progresif ).
Gejala : dermatitis, urticaria

b.larva dalam paru : pneumonitis


gejala : demam,batuk + sputum mukopurulen, dyspnea /
sesak, urticaria

c. pada intestine : ulcus pepticum, malabsorbsi,


perdarahan
gastrointestinal
Gejala Klinis …

2. Disebabkan oleh cacing dewasa

a. infeksi ringan : asimptomatik, mual, muntah,


nyeri perut, diare ringan

b. infeksi berat : gejala-gejala lebih jelas, diare


berat, dehidrasi, kolik
Diagnosa

 Sampel (specimen ) : feces 


ditemukan adanya larva rhabditiform
Biakan feces 3 hari  menjadi larva
filariform dan cacing dewasa free living
Terapi

 Thiabendazole
 Albendazole
 Simptomatik untuk diare, dehidrasi, atau
gangguan elektrolit
Pencegahan

 Pengobatan penderita.
 Mengatur pembuangan tinja, pembuatan
latrin.
 Pendidikan tentang higiene kesehatan.
 Anjuran memakai alas kaki pada daerah
endemis.
Trichuris trichiura
Trichuris trichiura

 Nama dalam bahasa Indonesia : cacing


cambuk
 Penyakitnya disebut trichuriasis / whipworm
infection
 Hospes definitif : manusia
 Habitat / predileksi : mucosa cecum dan colon
 Bentuk infektif : telur infektif
 Cara penularan : peroral (tertelan telur infektif)
Distribusi geografis &Epidemiologi

 Trichuriasis merupakan penyakit tropis terutama pada anak-


anak usia 5-15 tahun .
 Terbanyak dijumpai pada daerah rural di Asia.
 Ditemukan juga di Amerika Selatan terutama pada keluarga-
keluarga dengan sanitasi yang buruk.
 Tersebar secara kosmopolitan ( tersebar di seluruh dunia )
terutama di daerah-daerah tropis yang panas dan lembab.
 Di Indonesia, cacing ini sering ditemukan disamping Ascaris
lumbricoides dan cacing tambang.
Telur
 Berbentuk seperti tempayan, tong anggur (barrel shape) atau
lemon shape, ukuran 50 x 23 mikron, pada kedua ujungnya
terdapat dua buah mucoid plug (sumbat yang jernih)
 Dinding luar telur berwarna kuning kecoklatan, dinding dalam
transparan, isi berupa massa yang tidak bersegmen.
Cacing dewasa
 Cacing dewasa berbentuk seperti cambuk
 3/5 tubuh bagian depan kecil, mengandung oesophagus.
 2/5 tubuh bagian belakang lebar, mengandung intestine
dan satu set alat reproduksi.
 Cacing jantan berukuran 30-45 mm, ujung posterior
membengkok dan mempunyai spikula dengan selubung
yang retraktil.
 Cacing betina berukuran 35-50 mm, ujung posterior lurus
dan membulat.
Trichuris trichiura Dewasa
Siklus Hidup
 Telur keluar dari tubuh bersama feses jatuh pada tanah.
 Di luar tubuh manusia telur berkembang dan menjadi infektif dalam
waktu 15 – 30 hari.
 Infeksi terjadi oleh karena menelan telur infektif.
 Setelah tertelan oleh manusia, telur menetas di usus halus, larva keluar,
penetrasi ke dalam villi usus, kemudian turun ke caecum dan menjadi
dewasa.
 Cacing dewasa menanamkan tubuh bagian anteriornya pada mukosa
caecum.
 Cacing betina mulai meletakkan telurnya 60-70 hari setelah infeksi, dan
mengeluarkan telur sebanyak 3.000– 20.000 telur per hari.
 Life span cacing dewasa 1 tahun.
Kondisi yang baik untuk pertumbuhan
telur :
- Suhu panas/hangat (27–32 C)
- Kelembaban cukup 60–80%
- Keadaan yang teduh
- Tanah berhumus/tanah liat
Gejala Klinis
 Pada umumnya tidak menimbulkan gejala.
 Gejala klinik baru tampak pada infeksi berat,
terutama pada anak- anak, berupa :
. mual dan muntah
. nyeri abdomen, terutama pada titik Mc. Burney
. diare yang disertai bercak-bercak darah, tanpa
panas.
. kadang–kadang konstipasi
. anoreksia
. berat badan menurun
. anemia
. prolapsus recti
Patogenesis
 Cacing Trichuris pada umumnya hidup di caecum, hanya pada infeksi
berat dapat sampai ke bagian usus yang lain seperti appendix, ileum
terminale, bahkan kadang-kadang sampai ke rectum.

 Cacing menanamkan diri pada mukosa, menghisap darah, dan


menyebabkan luka-luka berdarah. Trauma pada epithelium dan
submukosa usus dapat menyebabkan perdarahan kronis yang akan
mengakibatkan anemia.

 Luka-luka ini dapat menjadi jalan masuk bagi bakteri dan amoeba,
sehingga gejala-gejala yang terjadi dapat disertai dengan infeksi
bakteri sekunder .
Diagnosa

 Diagnosa ditegakkan berdasarkan


- gejala klinis
- ditemukannya telur yang khas di dalam tinja
 Pada infeksi berat, dapat terjadi prolapsus
recti dengan ditemukannya cacing dewasa.
Terapi

 Mebendazole, dengan dosis 200 mg untuk


dewasa, dan 100 mg untuk anak-anak selama
3 hari.
 Albendazole 600 mg dosis tunggal.
 Dapat juga diberikan Oxanthel – pyrantel
pamoat.
 Bila dijumpai adanya anemia , dapat diberikan
obat anti anemia.
Pencegahan
 Menghilangkan sumber infeksi dengan cara
pengobatan penderita.
 Training pada anak-anak dan orang dewasa untuk
defekasi di WC.
 Mencuci tangan adalah penting untuk mencegah
reinfeksi.
 Menjaga kebersihan baik secara pribadi maupun
kebersihan lingkungan.
 Pendidikan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai