Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit yang berupa cacing. Berdasarkan
taksonomi, helint dibagi menjadi:

a. NEMATHELMINTHES (cacing gilik) (nema=benang)


b. PLATYHELMINTHES (cacing pipih)

Stadium dewasa cacing-cacing yang temasuk Nemathelminthes (kelas Nematoda)


berbentuk bulat memanjang dan pada potongan transversal tampak rongga badan dan alat-
alat. Cacing ini mempunyai alat kelamin terpisah. Pembagian Nematoda menjadi Nematoda
usus yang hidup di rongga usus dan Nematoda jaringan yang hidup di jaringan berbagai alat
tubuh.

Cacing dewasa yang termasuk Plathelminthes dibagi menjadi kelas Trematoda (cacing
daun) dan kelas Cestoda (cacing pita). Cacing Trematoda berbentuk daun, badannya tidak
bersegmen, mempunyai alat pencernaan. Cacing Cestoda mempunyai badan yang berbentu
pita dan terdiri dari skoleks, leher dan badan (strobila) yang bersegmen (proglotid) , makanan
diserap melalui (kutikulum) badan.

Nematoda mepunyai jumlah spesies yang terbesar diantara cacing-cacing yang hidup
sebagai parasit. Cacing-cacing ini berbeda-beda dalam habitat, daur hidup dan hubungan
hospes-parasit.

Morfologi dan daur hidup

Besar dan panjang cacing Nematoda beragam, ada yang beberapa milimeter dan ada
pula yang melebihi satu meter. Cacing ini mempunyai kepala, ekor, dinding dan rongga
badan dan alat-alat lain yang agak lengkap.

Biasanya sisem pencernaan, eksresi dan reproduksi terpisah. Pada umumnya cacing
bertelur, tetapi ada juga yang vivipar dan yang berkembang biak secara partenogenesis.

1
Cacing dewasa tidak bertambah banyak di dalam badan manusia. Seekor cacing betina dapat
mengeluarkan telur atau larva sebanyak 20 sampai 20.000 butir sehari. Telur atau larva ini
dikeluarkan dari badan hospes dengan tinja. Larva biasanya mengalami pertumbuhan dengan
pergantian kulit. Bentuk infektif dapat memasuki badan manusia dengan berbagai cara, ada
yang masuk secara aktif , ada pula yang tertelan atau dimasukkan vektor melalui gigitan .

Dalam Nematoda usus, manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus.


Sebagiam besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ascaris lumbricoides

2.1.1. Klasifikasi ilmiah


Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Kelas : Secernentea
Ordo : Ascaridia
Familia : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : A. Lumbricoides
Nama binominal : Ascaris lumbricoides

3
2.1.2. Hospes dan distribusi penyakit

Hospes atau inang dari Askaris lumbricoides adalah manusia. Di manusia,


larva Ascaris akan berkembang menjadi dewasa dan mengadakan kopulasi serta
akhirnya bertelur. Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing
gelang Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang
disebabkan oleh makhluk parasit. Penyakit ini sifatnya kosmopolit, terdapat hampir di
seluruh dunia. Prevalensi askariasis sekitar 70-80%.

2.1.3. Morfologi

Cacing Ascaris lumbricoides memiliki 2 stadium dalam perkembangannya,


yaitu :

1. Telur

Stadium telur spesies ini berbentuk bulat oval dan ukurannya berkisar
antara besarnya kurang lebih 60x45 mikron, bentuk oval melebar, mempunyai
lapisan tebal dan berbenjol-benjol berwarna coklat keemasan untuk telur yang
dibuahi, sedang yang tidak dibuahi 90x40 mikron lebih oval dengan lapisan
berbenjol yang kadang ada kadang tidak jelas.. Telur Ascaris lumbricoides
sangat khas dengan susunan dinding telurnya yang relatif tebal dengan bagian
luar yang berbenjol-benjol. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi
berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu.

Dinding telur tersebut tersusun atas tiga lapisan, yaitu :


a. Lapisan luar yang tebal dari bahan albuminoid yang bersifat
impermiabel.
b. Lapisan tengah dari bahan hialin bersifat impermiabel (
lapisan ini yang memberi bentuk telur ).
c. Lapisan paling dalam dari bahan vitelline bersifat sangat
impermiabel sebagai pelapis sel telurnya.

Cacing betina bertelur dan terdapat 4 macam telur :


a. Telur fertile corticated (dibuahi, berkotika).
Berbetuk oval sampai bulat, berukuran sekitar 70
mikron. Berkulit ganda dengan batas jelas. Kulit bagian luar

4
berkortika (dilapisi albumin) berwarna coklat karena menyerap
warna albumin. Kulit bagian dalam halus, tebal, tidak berwarna
sampai berwarna kuning pucat. Telur berisi masa bulat bergranula.
Pada bagian kutub terdapat rongga udara yang tampak sebagai
daerah yang terang berbentuk mirip bulan sabit.

b. Telur fertile decorticated (dibuahi, tidak berkortika).


Morfologinya mirip dengan telur fertile berkortika,
tetapi kulit bagian luar tidak dilapisi albumin.

5
c. Telur unfertile corticated (tidak dibuahi, berkortika).
Berbentuk telur memanjang elips atau tidak teratur)
berukuran sekitar 80x5 mikron. Berkulit ganda dengan batas
tidak jelas, kulit bagian luar dilapisi albumin yang
permukaannya tidak rata dan berwarna coklat. Kulit bagian
dalam tipis,dapat tampak satu atau dua garis. Isi telur dipenuhi
butiran-butiran bulat, besar, dan sangat membias. Pada daerah
kutubnya tidak berongga udara.

6
d. Telur unfertile decorticated (tidak dibuahi, tidak berkortika).
Morfologinya mirip telur unfertile corticated, tetapi
bagian luar tidak diapisi albumin. Kulit halus tipis, tampak
sebagai garis ganda dan tidak berwarna.

7
Telur stadium dibuahi, decorticated (pembesaran 40 x 10), tanpa lapisan albuminoid berisi : (a) satu
sel, (b) morula, (c) larva infektif.

2. Bentuk dewasa.

Pada stadium dewasa, cacing spesies ini dapat dibedakan jenis kelaminnya.
Biasanya jenis betina memiliki ukuran yang relatif lebih besar dibandingkan jantan.
Pada bagian kepala (anterior) terdapat 3 buah bibir yang memiliki sensor papillae,
satu pada mediodorsal dan 2 buah pada ventrolateral. Diantara 3 bibir tersebut
terdapat bucal cavity yang berbentuk trianguler dan berfungsi sebagai mulut. Jenis
kelamin jantan memiliki ukuran panjang berkisar antara 10 – 30 cm sedangkan
diameternya antara 2 – 4 mm. Pada bagian posterior ekornya melingkar ke arah
ventral dan memiliki 2 buah spikula. Sedangkan jenis kelamin betina panjang
badannya berkisar antara 20 – 35 cm dengan diameter tubuh antara 3 – 6 mm. Bagian
ekornya relatif lurus dan runcing. Cacing dewasa bentuknya silindris, dengan bagian
anterior meruncing. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar 200.000 telur
per harinya.

8
Mulut Ascaris lumbrecoides

9
2.1.4. Siklus hidup

10
Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides, jika
tertelan telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan pecah dan
melepaskan larva infektif dan menembus dinding usus masuk kedalam vena porta hati
yang kemudian bersama dengan aliran darah menuju jantung kanan dan selanjutnya
melalui arteri pulmonalis ke paru-paru dengan masa migrasi berlangsung selama
sekitar 15 hari. Selama proses migrasi tersebut larva tumbuh dari ukuran 200 m
sampai 300 m. Dalam paru-paru larva tumbuh dan berganti kulit sebanyak 2 kali,
kemudian keluar dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk sampai
ke bronkus, trakhea, laring dan kemudian ke faring, berpindah ke eksofagus dan
tertelan melalui saliva atau merayap melalui epiglotis masuk kedalam traktus
digestivus. Terakhir larva sampai kedalam usus halus bagian atas, larva berganti kulit
lagi menjadi cacing dewasa. Hanya larva yang mencapai moulting yang ke 4 yang
dapat hidup menjadi dewasa.Umur cacing dewasa kira-kira dua tahun. Cacing dewasa
akan melakukan perkawinan sehingga cacing betina akan gravid dan bertelur. Seekor
cacing betina mulai mampu mengeluarkan 200.000–250.000 butir telur setiap harinya,
waktu yang diperlukan adalah 3 – 4 minggu untuk tumbuh menjadi bentuk infektif.

Pada saat buang air besar telur keluar bersama faeces dalam keadaan belum
membelah. Untuk menjadi infektif diperlukan pematangan ditanah yang lembab dan
teduh selama 20-24 hari dengan suhu optimum 30 oC. Jumlah telur A.lumbricoides
yang cukup besar dan dapat hidup selama jangka waktu 6 tahun maka larvanya dapat
tersebar dimana-mana, menyebar melalui tanah, air, ataupun melalui binatang. Maka
bila makanan atau minuman yang mengandung telur A.lumbricoides infektif masuk
kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan berlanjut sehingga larva itu berubah
menjadi cacing. Jadi larva cacing A.lumbricoides hanya dapat menginfeksi tubuh
melalui makanan yang tidak dimasak ataupun melalui kontak langsung dengan kulit.

11
Telur A.lumbricoides yang baru dilepaskan ke tinja. Tampak dengan gambaran yang berwarna coklat muda atau
tua. Interferens kontras 400x. Pembesaran 5,4x

Telur A.lumbricoides yang sedang membelah. Proses ini secara langsung terjadi di tanah dan menyebabkan
bentuk larva. Interferens kontras 400x. Pembesaran 5,4x.

Telur berembrio A.lumbricoides. Sarungnya telah diganti oleh bahan kimia guna melihat isinya lebih jelas.
Larva sedang keluar dari telur ke tengah. Interferens kontras 400x. Pembesaran 5,4x.

12
2.1.5. Patologi klinik

Gejala klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa. Pada
infeksi biasa , penderita mengandung 10-20 ekor cacing, sering tidak ada gejala yang
dirasakan oleh hospes, baru diketahui setelah pemeriksaan tinja rutin atau karena
cacing dewasa keluar bersama tinja.

Pada stadium larva, A.lumbricoides dapat menyebabkan gejala ringan di hati


dan di paru-paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan
reaksi jaringan yang hebat dapat terjadi di sekitar larva di hati dan paru disertai
infiltrasi eosinofil, makrofag dan sel-sel epiteloid, hal ini disebut Pneumonitis
Ascaris yang juga disertai reaksi alergik berupa dispneu, batuk kering atau berdahak,
mengi, ronkhi kasar dan demam, eosinofilia sementara disertai adanya bercak atau
infiltrat pulmoner pada rontgen foto. Gambaran infiltrat pulmoner yang tampak pada
rontgen foto dengan disertai adanya eosinofilia disebut sindroma Loeffler. Bercak
atau infiltrat tersebut akan menghilang pada kurang lebih 3 minggu.
Pada fase intestinal urtikaria dan asam dapat terus berlangsung

Larva A.lumbricoides di paru

Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran
cerna seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila
cacing masuk ke saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila

13
cacing dewasa kemudian masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka
dapat menyebabkan akut abdomen.

Infeksi cacing gelang di usus besar gejalanya tidak jelas. Pada infeksi massif
dapat terjadi gangguan saluran cerna yang serius antara lain obstruksi total saluran
cerna. Cacing gelang dapat bermigrasi ke organ tubuh lainnya misalnya saluran
empedu dan menyumbat lumen sehingga berakibat fatal.

Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga
memperberat keadaan malnutrisi. Sering kali infeksi ini baru diketahui setelah cacing
keluar spontan bersama tinja atau dimuntahkan.

Bila cacing dalam jumlah besar menggumpal dalam usus dapat terjadi
obstruksi usus (ileus), yang merupakan kedaruratan dan penderita perlu dirujuk ke
rumah sakit.

14
Patogenesis yang disebabkan infeksi A.lumbricoides dihubungkan dengan:

1. Respon imun hospes


2. Efek migrasi larva
3. Efek mekanik cacing dewasa
4. Defisiensi gizi akibat keberadaan cacing dewasa.

Meskipun dalam perjalanan larva melalui hati dan paru tidak menimbulkan
gejala tetapi bila jumlah larvanya cukup banyak akan menimbulkan pneumonitis.
Ketika larva menembus paru mungkin akan menimbulkan sedikit kerusakan pada
epitel bronkus, bila hal ini berlanjut bukan tidak mungkin menimbulkan reaksi
jaringan yang hebat. Pada anak-anak terutama dibawah 5 tahun menyebabkan
defisiensi gizi berat karena jumlah cacing yang banyak. Akibat langsung berupa:

1. Meningkatnya nitrogen dalam tinja


2. Meningkatnya lemak dalam tinja
3. Kegagalan absorbsi karbohidrat.

Setiap 20 cacing dewasa, per hari akan merampas 2,8 gram karbohidrat dan o,7
gram protein sehingga terutama pada anak-anak seringkali menimbulkan perut buncit,
pucat, lesu, rambut jarang berwarna merah, serta badan kurus, apalagi jika anak
sebelumnya menderita undernutrisi. Gambaran ini disebabkan oleh defisiensi gizi
yang juga dapat menimbulkan keadaan anemi.

2.1.6. Patomekanisme Gejala & Tanda pada Kasus

1. Batuk-batuk selama 3 minggu

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase
inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah
udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang
akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara
dalam kecepatan tertentu.

15
Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar
udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi
sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu
fungsional. Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan
tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat
sampai 50/100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang
membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga
yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih
besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa
penutupan glotis. Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase
ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang
ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang
maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian
diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai
16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan
diameter trakea sampai 80%.

2. Refleks Batuk

Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama yaitu reseptor batuk, serabut saraf
aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen dan efektor. Batuk bermula dari suatu rangsang
pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik
di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain
terdapat di laring, trakea, bronkus dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang
pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor didapat di laring,
trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran
telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial dan diafragma.

Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus vagus, yang mengalirkan
rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga rangsang dari telinga
melalui cabang Arnold dari n. Vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari
sinus paranasalis, nervus glosofaringeus menyalurkan rangsang dari faring dan nervus
frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma.

Serabut aferen membawa rangsang ini ke pusat batuk yang terletak di medula
oblongata, di dekat pusat pernapasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-

16
serabut eferen nervus vagus, frenikus, interkostal dan lumbar, trigeminus, fasialis,
hipoglosus dan nervus lainnya menuju ke efektor. Efektor ini terdiri dari otot-otot laring,
trakea, bronkus, diafragma, otot-otot interkostal dan lain-lain. Di daerah efektor inilah
mekanisme batuk kemudian terjadi.

Jika dihubungkan dengan skenario, batuk yang terjadi dikarenakan perkembang


biakan larva yang melewati bronkus, trakea, laring, dan faring serta esofagus merangsang
resptor batuk yang ada pada saluran napas tersebut merangsang N.Vagus untuk
mengalirkan reseptor tersebut ke medulla oblongata dan akhirnya merangsang nucleus
otak, khususnya pusat batuk.

3. Demam Ringan

Demam atau febris merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan suhu
tubuh, dimana suhu tersebut melebihi dari suhu tubuh normal (>37,2oC).

Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih
dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit terjadi
karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu
sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya
serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan
masuknya zat toksin (mikroorganisme, yaitu cacing Ascaris lumbricoides) kedalam tubuh
kita. Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat
toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut,
tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara
pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya
(fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan
mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen
(khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar,
selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu
substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan
enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan
pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh
enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari
termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik
patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini

17
dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah
batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/menggigil. Adanya proses mengigil
(pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih
banyak dan terjadilah demam.

4. BAB cair

Ketika larva cacing Ascaris lumbricoides masuk ke dalam tubuh manusis melalui
makanan yang akhirnya masuk ke dalam usus, maka di dalam usus akan terjadi reaksi
inflamasi agar tetap terjadi pertahanan tubuh pada tubuh hospes. Saat terjadi reaksi
inflamai dalam usus maka terjadi peningkatan sekresi cairan dan elektrolit yang akhirnya
akan menyebabkan isis rongga dalam usus meningkat dan ankhirnya BAB cair (diare).

5. Sakit Perut

Sakit perut dapat dihubungkan karena terjadinya penumpukan cacing dalam usus
yang pada dasarnya daur hidup larva dalam usus akan mengembangbiakan cacing
sebanyak 20 sampai 20.000, dan dapat juga terjadi karena sifat Ascaris lumbricoides yang
dapat merusak usus dengan cara memakan protein-protein yang masuk melalui makanan
dari hospes sehingga menyebabkan gerakan peristaltik pada usus berlebihan.

6. Berat Badan Berkurang

Berat badan berkurang terjadi karena hubungan antara anoreksia, BAB cair dan
sakit perut.

7. Eosinofil 15%

Jika dilihat pada kadar normalnya yang sebesar 1-4% pada kasus di skenario ini
terjadi eosinofilia. Eosinofilia adalah tingginya rasio eosinofil di dalam plasma darah.
Eosinofilia bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan respon terhadap suatu
penyakit. Peningkatan jumlah eosinofil dalam darah dipicu sekresi interleukin-5 oleh sel
T, mastosit dan makrofag, biasanya menunjukkan respon yang tepat terhadap sel-sel
abnormal, parasit atau bahan-bahan penyebab reaksi alergi (alergen).

Pada awalnya eosinofil terjadi pada sumsum tulang. Tetapi setelah dibuat di dalam
sumsum tulang, eosinofil akan memasuki aliran darah dan tinggal dalam darah hanya
beberapa jam, kemudian masuk ke dalam jaringan di seluruh tubuh. Jika suatu bahan

18
asing masuk ke dalam tubuh, akan terdeteksi oleh limfosit dan neutrofil, yang akan
melepaskan bahan untuk menarik eosinofil ke daerah ini. Eosinofil kemudian melepaskan
bahan racun yang dapat membunuh parasit dan menghancurkan sel-sel yang abnormal.

8. Infiltrat

Adanya infiltrat pada pada saat pemeriksaan paru-paru pasien karena ketika terjadi
daur hidup cacing pada tubuh manusia, cacing tersebut melewati paru-paru dan membuat
kerusakan pada paru-paru sehingga sel leukosit yang ada di paru-paru menggumpan dan
membentuk konsolidasi.

2.1.7. Diagnosis

Dari gejala klinis saja seringkali susah untuk menegakkan diagnosis, karena tidak
ada gejala klinis yang spesifik sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis
A.lumbricoides ditegakkan berdasarkan menemukan cacing dalam tinja (melalui
pemeriksaan langsung atau metode konsentrasi), larva dalam sputum, cacing dewasa
keluar dari mulut, anus, atau dari hidung.

Tingkat infeksi Askariasis dapat ditentukan dengan memeriksa jumlah telur per
gram tinja atau jumlah cacing betina yang ada dalam tubuh penderita.

Tabel 5.1

Hubungan antara tingkat infeksi Ascariasis dengan jumlah telur per gram tinjadan jumlah cacing
betina.

(Sumber: “Parasitic Diseases Programme, WHO, geneva,1981”)

No. Beratnya ascariasis Jumlah telur per gram tinja Jumlah cacing betina
1. Ringan Kurang dari 7000 5 atau kurang
2. Sedang 7000-35.000 6-25
3. Berat Lebih dari 35.000 Lebih 25

Satu ekor cacaing betina per hari menghasilkan lebih kurang 200.000 telur,
atau 2000-3000 telur per gram tinja. Jika infeksi hanya oleh cacing jantan atau cacing

19
yang belum dewasa sehingga tidak ditemukan telur dalam tinja penderita, untuk diagnosis
dianjurkan dilakukan pemeriksaan thorax foto.

2.1.8. Pengobatan

Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara masal pada


masyarakat. Untuk perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat, diantaranya:

 Pirantel pamoat 10 mg/kgBB dosis tunggal (maksimal 1 gram)


 Mebendazol 500 mg dosis tunggal atau 100 mg 2 x sehari selama tiga hari berturut-
turut (untuk semua umur)
 Albendazol 400 mg dosis tunggal oral (untuk semua umur), tetapi tidak boleh
digunakan selama hamil.
 Piperazin citrate 150 mg/kg dosis awal, diikuti dengan 6 dosis 65 mg/kg setiap 12
jam.

Pada kasus obstruksi partial, beberapa ahli menyarankan terapi alternative dengan
Piperazine citrate, yang menyebabkan neuromuscular paralisis (melumpuhkan) cacing
dan ekspulsi dari cacing. Biasanya tersedia dalam sirup dan diberikan melalui NGT.
Namun perlu diingat Piperazine dan Pyrantel pamoat bekerja saling berlawanan
(antagonist) dan jangan diberikan bersamaan. Untuk kasus obstruksi mungkin diperlukan
rawat inap. Operasi laparotomy mungkin diperlukan untuk kasus obstruksi yang berat.

Oksantel-pirantel pamoat adalah obat yang digunakan untuk infeksi campuran


A.lumbricoides dan T.trichiura. Untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat, yaitu:

 Obat mudah diterima masyarakat


 Aturan pemakaian sederhana
 Mempunyai efek samping yang minim
 Bersifat polivalen, sehingga dapat berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing
 harganya murah

2.1.9. Prognosis

20
Pada umumnya, askariasis memiliki prognosis yang baik. Tanpa pengobatan
infeksi cacing ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun. Dengan pengobatan,
kesembuhan diperoleh antara 70-90%.

2.1.10. Epidemiologi

Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak-anak. Penyakit ini


dapat dicegah dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang baik. Pemakaian
jamban keluarga dapat memutus rantai siklus hidup Ascaris lumbricoides ini.

Pada umumnya frekuensi tertinggi penyakit ini diderita pada anak-anak, jika
dibandingkan dengan orang dewasa frekuensinya lebih rendah. Hal ini disebabkan karena
kesadaran akan kebersihan dan kesehatan pada anak-anak masih rendah atau mereka
belum memikirkan sampai sejauh itu. Sehingga anak-anak lebih mudah diinfeksi oleh
larva cacing Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat
kontak langsung dengan tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides. Faktor host
merupakan salah satu hal yang penting karena manusia sebagai sumber infeksi dapat
mengurangi kontaminasi ataupun pencemaran tanah oleh telur dan larva cacing, selain
itu,manusia justru akan menambah polusi lingkungan sekitarnya.

Di pedesan kasus ini lebih tinggi prevalensinya, hal ini terjadi karena buruknya
sistem sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga tinja manusia tidak
terisolasi sehingga larva cacing mudah menyebar. Hal ini juga terjadi pada golongan
masyarakat yang memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah, sehingga memiliki
kebiasaan membuang hajat (defekasi) ditanah, yang kemudian tanah akan terkontaminasi
dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing yang seterusnya akan terjadi reinfeksi
secara terus menerus pada daerah endemik. Perkembangan telur dan larva cacing sangat
cocok pada iklim tropik dengan suhu optimal adalah 23 oC sampai 30 oC. Jenis tanah liat
merupakan tanah yang sangat cocok untuk perkembangan telur cacing, sementara dengan
bantuan angin maka telur cacing yang infektif bersama dengan debu dapat menyebar ke
lingkungan.

21
2.1.11. Pencegahan

Untuk pencegahan terinfeksi oleh Ascaris lumbricoides diantaranya dapat


dilakukan beberapa cara, yaitu:

 Pengobatan masal 6 bulan sekali di daerah endemik atau di daerah yang rawan
askariasis.
 Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik, hygiene keluarga dan hygiene
pribadi seperti:
a. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
b. Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan
dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sabun.
c. Sayuran segar (mentah) yang akan dimakan sebagai lalapan, harus
dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat karena telur cacing
Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-tahun.
d. Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak
menjadikan tinja segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan
tangki septik, agar tidak mencemari sumber air.
e. Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman.
f. Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci
tangan menjelang makan atau sesudah buang air besar.
 Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin diadakan pemeriksaan
parasit, sedini mungkin menemukan anak yang terinfeksi parasit dan mengobatinya
dengan obat cacing.
 Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan berobat ke rumah
sakit .
 Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada gejala sama sekali, tetapi
mereka tetap bisa menularkannya kepada orang lain, dan telur cacing akan secara
sporadik keluar dari tubuh bersama tinja, hanya diperiksa sekali mungkin tidak
ketahuan, maka sebaiknya secara teratur memeriksa dan mengobatinya.

22
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Ascaris lumbricoides merupakan cacing terbesar yang menginfeksi manusia. Hospes


atau inang dari Ascaris lumbricoides adalah manusia. Cacing jantan berukuran sekitar 10-30
cm, sedangkan betina sekitar 22-35 cm. Cacing betina menghasilkan sekitar 20.000 telur per
harinya. Ada 3 macam telur yang mungkin ditemukan, yaitu:

1. telur yang dibuahi

2. telur yang mengalami dekortikasi

3. telur yang tidak dibuahi

Telur ini akan matang dalam waktu 21 hari dengan suhu optimum 30ºC, bila terdapat
orang lain yang memegang tanah yang telah tercemar telur Ascaris dan tidak mencuci
tangannya, kemudian tanpa sengaja makan dan menelan telur Ascaris. Telur infektif
berembrio, bersama makanan akan tertelan sampai ke lambung dan bergerak menuju usus
halus. Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah dan beredar mengikuti
sistem peredaran. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam
esofagus lalu menuju ke usus halus. Di usus, larva akan menjadi cacing dewasa kemudian
berkopulasi dan bertelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Siklus
pun akan terulang kembali bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada tempatnya.
Seluruh proses ini membutuhkan waktu 8-12 minggu.

Pada stadium dewasa, cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti
tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Pada infeksi berat, terutama
pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi.

Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara masal pada masyarakat.
Untuk perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat, diantaranya:

23
• Pirantel pamoat 10 mg/kgBB dosis tunggal (maksimal 1 gram)

• Mebendazol 500 mg dosis tunggal atau 100 mg 2 x sehari selama tiga hari berturut-
turut (untuk semua umur)

• Albendazol 400 mg dosis tunggal oral (untuk semua umur), tetapi tidak boleh
digunakan selama hamil.

• Piperazin citrate 150 mg/kg dosis awal, diikuti dengan 6 dosis 65 mg/kg setiap 12 jam.

Untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat, yaitu:

• Obat mudah diterima masyarakat

• Aturan pemakaian sederhana

• Mempunyai efek samping yang minim

• Bersifat polivalen, sehingga dapat berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing

• Harganya murah

24

Anda mungkin juga menyukai