Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM KAPITA SELEKTA PARASITOLOGI

IDENTIFIKASI PREPARAT NEMATODA USUS

Tanggal Praktikum : Kamis, 14 September 2017

Putaran : Pertama

Kelompok : A2

I. TUJUAN
A. Untuk mengetahui cara identifikasi nematode usus dengan menggunakan preparat
awetan.
B. Untuk mengidentifikasi keberadaan dan jenis telur cacing dalam preparat awetan tinja
yang diperiksa.

II. DASAR TEORI


Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang merupakan daerah tropis
dengan banyak penyakit yang menjadi masalah kesehatan. Pertumbuhan penduduk yang
tinggi dan terjadinya urbanisasi yang tidak diimbangi sarana dan prasarana, telah
menambah banyaknya dearah kumuh di perkotaan. Di tambah denga semakin
berkurangnya air bersih, pencemaran air dan tanah, menciptakan kondisi lingkungan fisik
yang memungkinkan perkembangan vektor dan sumber infeksi termasuk oleh penyakit
parasitic seperti penyakit kecacingan.
Cacingan ialah suatu penyakit yang ditimbulkan oleh berbagai jenis cacing yang
berada di dalam rongga usus yang dapat mengakibatkan terjadinya infeksi dalam tubuh
manusia. Cacing yang hidup di dalam rongga usus adalah kelas nematoda usus.
Nematoda mempunyai jumlah spesies yang terbesar diantara cacing-cacing yang hidup
sebagai parasit. Nematoda usus dibagi menjadi dua golongan yaitu, golongan STH dan
Non STH. Nematoda usus golongan STH merupakan golongan cacing yang perkembangan
bentuk infektifnya membutuhkan tanah/cacing yang penularannya melalui tanah. Adapun
spesies terpenting bagi manusia dari golongan ini yaitu Ascaris lumbricoides, Necator
americanus (Cacing tambang), Ancylostoma duodenale (cacing tambang), Trichuris

1
trichiura, dan Strongyloides stercoralis yang sering menginfeksi manusia karena telur
cacing tersebut semuanya mengalami pemasakan di tanah dan cara penularannya lewat
tanah yang terkontaminasi. Sebaliknya, Nematoda usus golongan Non STH merupakan
golongan cacing yang hidupnya tidak membutuhkan tanah. Adapun spesies terpenting dari
golongan ini yaitu Enterobius vermicularis (Oxyruris vermicularis) dan Trichinella spiralis.
Adapun ciri masing-masing cacing golongan STH dan Non STH yaitu sebagai berikut :
A. Nematoda Usus Golongan STH (Soil Transmited Helminths)
1. Ascaris lumbricoides
a. Telur
Ciri-ciri Gambar
1. Telur yang dibuahi Tipe –tipe telur cacing
• Telur berukuran kurang lebih 60x 45 Ascaris lumbricoides
mikron, bentuk agak lonjong,
berdinding tebal berwarna cokelat
yang terdiri dari 3 lapisan dinding,
bagian luar terdiri dari jaringan
albuminoid sedangkan bagian dalam
jernih. Telur yang dibuahi dengan 3

• Isi telur berupa massa sel telur, lapisan (corticated)

biasanya terdiri dari 1-4 sel


(Onggowaluyo, 2000).

2. Telur yang tidak dibuahi


• Telur berukuran 90x40 mikron.
Telur yang dibuahi tanpa lapisan
• Berbentuk bulat lonjong dan tidak
albuminoid (decorticated)
teratur.
• Dinding terdiri dari 2 lapisan dan
dalamnya bergranula, lapisan dinding
luar lebih tipis.

3.Telur yang matang Telur yang tidak dibuahi dengan 3


• Telur matang berisi larva berisi larva lapisan (corticated)
(embrio ).
• Telur menjadi infektif setelah tiga

2
minggu di tanah.

4.Telur corticated
 Memiliki 3 lapisan, dari luar ke dalam
yaitu : albumin, hyaline, dan vitteline.
Telur decorticated (tanpa albumin)
yang berisi larva
5.Telur decorticated
• Telur tanpa lapisan albumininoid,
karena terlepas karena proses
mekanik, dan hanya memiliki 2
lapisan yaitu : hyaline, dan vitteline,
dan Telur decorticated yang tidak

• Kulit halus, tipis tidak berwarna. dibuahi yang berisi granula

b. Cacing Dewasa
Ciri-Ciri Gambar
1. Cacing betina dewasa
mempunyai bentuk tubuh
posterior yang membulat
(conical), berwarna putih
kemerah-merahan dan
mempunyai ekor lurus tidak
melengkung. Cacing betina
mempunyai panjang 22 – 35 cm
Betina
dan memiliki lebar 3 – 6 mm.
2. Cacing jantan dewasa
mempunyai ukuran lebih
kecil, dengan panjangnya 12 –
13 cm dan lebarnya 2 – 4 mm,
juga mempunyai warna yang
sama dengan cacing betina,
tetapi mempunyai ekor yang
Jantan
melengkung ke arah ventral.

3
2. Cacing Tambang
Ciri-Ciri Gambar
a. Telur
1) Necator americanus (Cacing
tambang)
a) Bentuk lonjong dengan
ukuran: 70x38 mikron dan
kedua ujungnya membulat.
b) Kulit telur satu lapis dengan isi
telur antara 4-8 sel, kadang
berisi embrio.
Telur cacing Necator americanus
c) Telur kadang menetas ditanah
keluar menjadi larva
rabditiform kemudian
berkembang menjadi larfa
filariform.

2) Ancylostoma duodenale
(cacing tambang)
a) Bentuk lonjong dengan
ukuran: 60x40 mikron dan
kedua ujungnya membulat.
b) Kulit telur satu lapis dengan isi
telur antara 4-8 sel, kadang
berisi embrio.
c) Telur kadang menetas ditanah Telur cacing Ancylostoma
keluar menjadi larva duodenale
rabditiform kemudian
berkembang menjadi larfa
filariform.
b. Larva
1) Necator americanus (Cacing
tambang)

4
a) Larva Rhabditiform
Sama seperti Larva
Rhabditiform Ancylostoma
duodenale. Larva Rhabditiform Necator
b) Larva Filariform americanus
Hampir sama seperti larva
filariform pda Ancylostoma
duodenale, tetapi tombak
esophagus menonjol.

Larva Filariform Necator


2) Ancylostoma duodenale americanus
(cacing tambang)
a) Larva Rhabditiform
 Esofagus dengan rongga
mulut besar/lebar. Dan
memiliki promordium
genital kecil.
 Menetas dari telur pada
waktu 24-48 jam.
 Keadaan obtimum dengan
kelembapan tinggi, teduh,
Larva Rhabditiform Ancylostoma
panas, seperti tanah lepas
duodenale
berpasir.
 Aktif makan bahan organic
dan mengalami pergantian
kulit 2x pada hari ketiga
dan kelima.
b) Larva Filariform
 Esofagus memanjang
sampai ¼ panjang tubuh,
memiliki sarung, dan ujung
runcing.
 Tombak esophagus tidak

5
menonjol, sering tertutup
pada ujung anterior,sarung
bergaris nyata pada ujung
posterior.
 Tidak makan, bergerak aktif
merupakan bentuk infektif
parsit.

c. Cacing Dewasa
1) Necator americanus (Cacing
tambang)
a) Jantan Dewasa
 Bentuk slindris berbentuk S
dengan panjang 5-9 mm.
 Lengkung kepala
berlawanan dengan
lengkung badan dan ekor.
 Ujung ekor melebar
disebut bursa kopulatrik
yang tampak tumpul yang
Bursa Necator americanus
digunakan untuk proses
kopulasi.
 Rusuk dorsal celah dalam,
ujung tiap cabang bercelah
2, speculum ujungnya tidak
menyatu membentuk kait.
b) Betina Dewasa
 Bentuk slindris berbentuk
S, memiliki panjang 9-11
mm dengan lengkung
kepala berlawanan dengan
lengkung badan dan ekor.
Betina dewasa Necator americanus
 Ujung ekor meruncing,

6
tidak terdapat mukron.
c) Kepala Dewasa
 Mulut dilengapi dengan alat
lempeng pemotong untuk
melekatkan diri pada
mukosa usus.
 Terdapat sepasang benda
kitin menggantikan gigi, dan
Kapsul bukal Necator americanus
dari lateral tampak
dengan sepasang benda kitin
sepasang.

2) Ancylostoma duodenale
(cacing tambang)
a) Jantan Dewasa
 Bentuk slindris berbentuk C
atau koma.
 Lengkung kepala searah
dengan lengkung badan
Jantan dewasa Ancylostoma
dan ekor.
duodenale
 Ujung ekor melebar
disebut bursa kopulatrik
tampak tumpul, digunakan
untuk proses kopulasi.
 Rusuk dorsal celah
dangkal, ujung tiap cabang
bercelah 3, speculum
ujungnya tidak menyatu. Bursa Ancylostoma duodenale
b) Betina Dewasa
 Bentuk slindris berbentuk C
atau koma dengan warna
putih kelabu.
 Lengkung kepala searah
dengan lengkung badan

7
dan ekor.
 Panjang 10-13 mm, lebih
panjang dari cacing
Enterobius vemicularis
dengan ujung ekor
meruncing , mukron ujung
kaudal.
c) Kepala Dewasa
 Mulut dilengapi dengan gigi
tambahan untuk
melekatkan diri pada
mukosa proximal usus.
 Terdapat dua pasang gigi
ventral, gigi tambahan kecil
ditepi dalam gigi ventral,
Kapsul bukal Ancylostoma
dua lanset subventral
duodenale dengan dua pasang gigi
beerbentuk segitiga.

3. Trichuris trichiura
a. Telur
Ciri-Ciri Gambar
1. Telur berbentuk seperti tempayan
atau oval dengan ukuran :
panjang ± 50 μm dan lebar ±
23 μm.
2. Pada kedua ujung telur terdapat
tonjolan yang disebut mucoid plug/
polar plug/clear knop yang bening
seperti gelembung dan sel
tunggal bila dalam keadaan
Telur tidak berembrio
segar.
3. Memiliki dinding 2 lapis yaitu :
lapisan luar berwarna kekuningan

8
dan lapisan dalam transparan.
4. Di tanah telur menjadi infektif
dalam waktu 3 minggu, dan telah
berisi embrio yang merupakan
stadium infektif dan bila tertelan
akan menghasilkan larva di usus
halus dan menjadi cacing Telur berembrio
dewasa di usus besar.

b. Cacing Dewasa
Ciri-Ciri Gambar
1) Cacing dewasa berbentuk seperti
cambuk dimana 3/5 dari panjang
tubuhnya (sebelah anterior) tipis
seperti benang sedangkan 2/5
bagian (sebelah posterior) terlihat
lebih tebal.
2) Cacing jantan panjangnya ± 4 cm.
3) Cacing betina panjangnya ± 5 cm.
4) Ujung posterior cacing jantan
melingkar / melengkung ke arah
ventral dengan sebuah spicula di Cacing dewasa betina
ujungnya ujung posterior cacing
betina lurus dan tumpul
membula.t

Cacing dewasa jantan

9
4. Strongyloides stercoralis
Ciri-Ciri Gambar
a. Telur
Mirip telur cacing tambang,
jarang ditemukan oleh karena
telurnya langsung pecah
mengeluarkan larva rhabditiform.
b. Larva
1) Larva Rhabditiform
a) Panjang ± 225 µm dengan
mulut terbuka, pendek dan
lebar.
b) Esofagus 1/4 panjang badan
bentuk rhabditoid, dan
mempunyai 2 bulbus.
c) Ekor berujung lancip atau
runcing dan genital premordial
Larva Rhabditiform
besar.
2) Larva Filariform
a) Panjang < 700 µm, bentuk
lansing dengan mulut tertutup.
b) Esofagus 1/2 panjang badan,
bentuk filariform dan tidak
memiliki bulbus.
c) Ekor ujungnya bercabang dua
(menyerupai huruf W) dan tidak
mempunyai selubung.

c. Cacing Dewasa
Cacing dewasa dibagi dua yaitu cacing
dewasa parasite (hanya cacing betina)
dan cacing dewasa hidup bebas
(jantan dan betina).

10
1) Betina Dewasa Parasiter
a) ukuran : panjang 2,2 mm dan
lebar 0,04 mm, tidak berwarna
dan semi transparan dengan
kutikula halus dan berstirae
halus.
b) Cavum bucalis (mulut) pendek
dengan esophagus panjang
silindris.
c) Sepasang uterus mengandung
Cacing Betina Dewasa Hidup
satu rangkaian telur yang sudah
Bebas
bersegmen.
2) Jantan Dewasa Hidup Bebas
a) ukuran : panjang 0,7 mm dan
lebar 40 – 50 μm.
b) Mempunyai 2 buah specula, dan
ujung posterior melengkung ke
arah ventral.
3) Betina Dewasa Hidup Bebas
Cacing Jantan Dewasa Hidup
a) ukuran : panjang 1 mm dan lebar
0,05 – 0,07 mm. Bebas

b) Esophagus 1/3 anterior, dan


sepasang uterus
mengandung satu rangkaian telur
yang sudah bersegmen.

B. Nematoda Usus Golongan Non STH (Non Soil Transmited Helminths)


1. Enterobius vermicularis (Oxyruris vermicularis)
Ciri-Ciri Gambar
a. Telur
1) Berbentuk oval asimetris,
dengan salah satu
sisinya datar.
2) ukuran : panjang 50 –
60 μm dan lebar 20 – Telur Enterobius vermicularis

11
32 μm.
3) Memiliki dinding 2 lapis
tipis dan transparan :
dinding luar merupakan
lapisan albumin yang
bersifat mechanical
protection, sedangkan
dinding dalam
merupakan lapisan lemak
yang bersifat chemical
protection.
4) Telur selalu berisi larva.
b. Cacing Dewasa
1) Ukuran cacing jantan :
panjang 2– 5 mm dan
lebar 0,1 – 0,2 mm.
2) Ukuran cacing betina :
panjang 8– 13 mm dan
lebar 0,3 – 0,5 mm.
3) Ujung posterior cacing
Cacing Enterobius vermicularis Dewasa
jantan melengkung Jantan
dengan sebuah specula,
sedangkan ujung
posterior cacing betina
lurus.
4) Memiliki ujung anterior
lebih tumpul
dibandingkan ujung
posterior (ekor) yang
meruncing.
5) Terdapat penebalan Cacing Enterobius vermicularis Dewasa Betina

cuticula (cephalic alae)


pada ujung anterior.
6) Mulut simple dengan 3
buah bibir.

12
2. Trichinella spiralis
Ciri-Ciri Gambar
a. Telur
1) Berisi potongan larva dalam
jaringan otot.
2) Stadium kista berisi larva
melingkar seperti spiral.
b. Larva
1) Panjang kurang lebih 100
mikron, tinggal melingkar di
dalam kista dalam otot bergaris.
2) Arah kista biasanya sejajar
dengan serat longitudinal otot,
dan terutama pada otot-otot Larva yang terbawa di dalam daging
yang aktivitasnya tinggi (kadar yang dimakan yang berkembang
glycogen rendah) seperti: otot menjadi cacing dewasa di dalam usus
diagfragma, m. deltoideus, m. halus.
gastrocnemius, m. pectoralis
major, m. intercostalis, dsb.
3) Kista terbentuk dari hasil reaksi
jaringan host terhadap parasit.
4) Di dalam kista larva tumbuh
terus dan mengadakan
Larva dalam otot yang diselubungi
deferensiasi sexual. Dalam satu
dengan kapsul kolagen
kista umumnya berisi satu larva.
Otot yang mengandung kista
berisi larva hidup ini infektif
untuk host lain yang
memakannya.
c. Cacing Dewasa
1) Cacing dewasa sangat halus , Larva dalam otot. S: sistiosit, M:
anterior langsing, mulut kecil , Saluran cerna, dan G: Primordial
bulat tanpa babel genital
2) Jantan  1,4-1,6 mm , ujung

13
anterior melengkung ke ventral
3) Betina 3-4 mm , posterior
membulat dan tumpul , vulva
terdesak ke 1/3 bagian tubuh dari
anterior tubuh
4) Betina mengeluarkan larva 1500
Cacing dewasa Trichinella spiralis
dengan panjang 80-120 mikron

Infeksi cacing usus ini tersebar luas di seluruh dunia, baik di daerah tropis
maupun sub tropis. Prevalensi Cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat
tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko tinggi
terjangkit penyakit ini. Angka infeksi tinggi, tetapi intensitas infeksi (jumlah cacing
dalam perut) berbeda. Anak-anak lebih sering terinfeksi dari pada orang dewasa,
karena kebiasaan mereka yang suka bermain di tanah dan kurang atau belum dapat
menjaga kebersihan diri sendiri. Semua infeksi cacing usus dapat dicegah dengan
meningkatkan kebersihan lingkungan, pembuangan tinja atau sanitasi yang baik,
mengerti cara-cara hidup sehat, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman dan
selalu mencuci bersih sayuran atau buah yang akan di makan.
Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,
kecerdasan dan produktifitas penderitanya, sehingga secara ekonomi, banyak
menyebabkan kerugian dikarenakan menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein
serta kehilangan darah yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas sumber daya
manusia. Oleh karena itu, penyakit kecacingan harus segera diberantas. Untuk
mengetahui jenis-jenis cacing dan jumlahnya di dalam tubuh, perlu dilakukan
identifikasi atau diagnosis.
Identifikasi parasit yang tepat memerlukan pengalaman dalam membedakan sifat
sebagai spesies, parasit, kista, telur, larva, dan juga memerlukan pengetahuan tentang
berbagai bentuk pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu parasit.
Identifikasi parasit juga bergantung pada persiapan bahan yang baik untuk
pemeriksaan baik dalam keadaan hidup maupun sediaan yang telah di pulas. Bahan
yang akan di periksa tergantung dari jenis parasitnya, untuk cacing atau protozoa usus
maka bahan yang akan di periksa adalah tinja atau feses, sedangkan parasit darah
dan jaringan dengan cara biopsi, kerokan kulit maupun imunologis.

14
Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang kita makan
yang dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna.Jumlah normal produksi 100 – 200
gram / hari. Terdiri dari air, makanan tidak tercerna, sel epitel, debris, celulosa, bakteri
dan bahan patologis, Jenis makanan serta gerak peristaltik mempengaruhi bentuk,
jumlah maupun konsistensinya dengan frekuensi defekasi normal 3x per-hari sampai
3x per-minggu.
Pemeriksaan feses ( tinja ) adalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang
telah lama dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu penyakit.
Meskipun saat ini telah berkembang berbagai pemeriksaan laboratorium yang modern,
dalam beberapa kasus pemeriksaan, feses masih diperlukan dan tidak dapat
digantikan oleh pemeriksaan lain. Pengetahuan mengenai berbagai macam penyakit
yang memerlukan pemeriksaan feses , cara pengumpulan sampel yang benar serta
pemeriksan dan interpretasi yang benar akan menentukan ketepatan diagnosis yang
dilakukan oleh klinisi.
Pemeriksaan feses dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis.
Pemeriksaan makroskopis dilakukan dengan melihat warna, bau, konsistensi, lender
dan adanya darah. Sedangkan pemeriksaan feses secara mikroskopis dimaksudkan
untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva infektif. Pemeriksaan ini juga
dimaksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang
di periksa fesesnya (Gandahusada.dkk, 2000). Pemeriksaan mikroskopis feses dapat
dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan
metode natif, metode apung, metode harada mori, dan Metode kato. Metode ini
digunakan untuk mengetahui jenis parasit usus, sedangkan secara kuantitatif dilakukan
dengan metode kato untuk menentukan jumlah cacing yang ada di dalam usus.
Hasil pemeriksaan tinja secara kuantitatif merupakan intensitas infeksi, yaitu
jumlah telur per gram tinja (Egg Per Gram/EPG) tiap jenis cacing. Adapun cara
perhitungan tersebut utuk masing-masing jenis cacing yaitu :

Intensitas Cacing Gelang = Jumlah telur cacing gelang x 1000/R


Jumlah specimen positif telur Cacing Gelang

Intensitas Cacing Cambuk = Jumlah telur cacing cambuk x 1000/R


Jumlah specimen positif telur Cacing Cambuk

15
Intensitas Cacing Tambang = Jumlah telur cacing tambang x 1000/R
Jumlah specimen positif telur Cacing Tambang

Ket : R = berat tinja sesuai ukuran lubang karton (mg).

Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat
dari pasien.

III. PRINSIP KERJA


Preparat awetan diidentifikasi di bawah mikroskop dengan perbesaraan lensa
objektif 10x untuk menemukan lapang pandang dan telur/larva cacing, lalu gunakan
perbesaran lensa objektif 40x untuk memperjelas dan menentukan jenis telur/larva cacing
yang menginfeksi.

IV. ALAT DAN BAHAN


A. ALAT-ALAT
1. Mikroskop
2. Tissue

B. BAHAN
1. Preparat awetan feses metode kato

V. CARA KERJA
No Keterangan Gambar
1. Disiapkan alat dan bahan yang
digunakan.

NB: Pada praktikum kali ini,


dilakukan identifikasi nematode
usus secara kualitatif pada preparat
awetan feses dengan metode kato.
Praktikum ini bertujuan untuk
menemukan telur atau larva cacing Preparat awetan sampel feses
dan mengetahui jenisnya tanpa metode Kato

16
menghitung banyaknya.
2. Dilakukan identifikasi preparat awetan
di bawah mikroskop dengan
perbesaran 10x dan 40x lensa objektif.
a. Perbesaran 10x :
Untuk menemukan lapang pandang
dan telur atau larva cacing.

b. Perbesaran 40x :
Untuk memperbesar dan
memperjelas gambar yang Pengamatan preparat awetan di
ditemukan serta mengetahui jenis bawah mikroskop
telur cacing atau larva cacing yang
ditemukan.
3. Hasil yang didapat dicatat dan
disimpulkan. -

VI. INTERPRETASI HASIL


No. Keterangan Gambar
1. Ascaris lumbricoides Telur :
Keterangan :
a. Telur yang dibuahi dengan 3
lapisan (corticated)
b. Telur yang dibuahi tanpa lapisan
albuminoid (decorticated) (a) (b)
c. Telur yang tidak dibuahi dengan
3 lapisan (corticated)
d. Telur decorticated (tanpa
albumin) yang berisi larva
e. Telur decorticated yang tidak (c) (d)

dibuahi yang berisi granula

17
(e)
2. Cacing Tambang : Telur :
Keterangan :
Telur
a. Necator americanus
b. Ancylostoma duodenale
Larva :
a. Larva Rhabditiform Necator
americanus. (a) (b)

b. Larva Filariform Necator


americanus. Larva :

c. Larva Rhabditiform Ancylostoma


duodenale.

(a)

(b)

(c)
3. Trichuris trichiura Telur :
Keterangan :
a. Telur tidak berembrio
b. Telur berembrio

(a) (b)
4. Strongyloides stercoralis Telur : -
Larva :

18
Ketereangan :
a. Larva Rhabditiform.

NB : Telur jarag ditemukan,


karena telur langsung pecah
(a)
menjadi larva Rhabditiform.
5. Enterobius vermicularis Telur :

6. Hymenolepis nana Telur :

7. Hymenolepis diminuta Telur :

19
VII. HASIL
No. Keterangan Gambar
1. Ascaris lumbricoides
Keterangan :
Telur corticated (yang terdiri dari 3
lapisan termasuk albuminoid) yang
telah dibuahi.

Telur
2. Trichuris trichiura

Telur
3. Enterobius vermicularis

Telur

20
Telur
4. Hymenolepis nana

Telur

Telur

NB : Hasil pemeriksaan tinja kualitatif berupa positif atau negatif cacingan.

VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, dilakukan identifikasi nematode usus secara kualitatif pada
preparat awetan feses. Praktikum ini bertujuan untuk menemukan telur atau larva cacing
dan mengetahui jenisnya tanpa menghitung banyaknya.
Pemeriksaan feses ( tinja ) adalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang telah
lama dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu penyakit. Meskipun
saat ini telah berkembang berbagai pemeriksaan laboratorium yang modern, namun,
dalam beberapa kasus pemeriksaan, feses masih diperlukan dan tidak dapat digantikan
oleh pemeriksaan lain. Pengetahuan mengenai berbagai macam penyakit yang
memerlukan pemeriksaan feses, cara pengumpulan sampel yang benar serta pemeriksan
dan interpretasi yang benar akan menentukan ketepatan diagnosis yang dilakukan oleh
klinisi.
Pemeriksaan feses dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan makroskopis dan
mikroskopis. Pemeriksaan makroskopis tidak dilakukan dikarenakan pada praktikum
dilakukan identifikasi terhadap preparat awetan, bukan dari feses segar, sehingga
pemeriksaan yang dilakukan hanya pemeriksaan mikroskopis saja. Pemeriksaan

21
mikroskopis dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva
infektif. Pemeriksaan ini juga dimaksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing
parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya (Gandahusada.dkk, 2000).
Pemeriksaan mikroskopis feses dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif.
Secara kualitatif dilakukan dengan metode natif, metode apung, metode harada mori, dan
metode kato. Metode kualitatif ini digunakan untuk mengetahui jenis parasit usus,
sedangkan secara kuantitatif dilakukan dengan metode kato untuk menentukan jumlah
cacing yang ada di dalam usus atau untuk menentukan intensitas infeksi atau berat
ringannya penyakit dengan mengetahui jumlah telur per gram tinja (EPG) pada setiap
jenis cacing.
Pemeriksaan metode kato katz adalah suatu pemeriksaan sediaan tinja ditutup dan
diratakan di bawah ”cellophane tape” yang telah direndam dalam larutan malactite green.
Larutan kato yaitu suatu larutan atau cairan yang dipakai untuk merendam/memulas
selofan (cellophane tape) dalam pemeriksaan tinja terhadap telur cacing. Larutan kato
merupakan campuran bahan dengan perbandingan : Aquadest 100 bagian, Glycerin 100
bagian dan Larutan malachite green 3% sebanyak 1 bagian. Dengan adanya malachite
green ini, larutan kato berwarna hijau, sehingga preparat juga berwarna hijau seperti
preparat awetan yang diperiksa. Selofan direndam di dalam larutan kato kurang lebih 18
jam, lalu ditempelkan pada preparat yang telah diletakkan sampel feses (sebesar kacang
hijau), lalu diratakan dan didiamkan selama 20-30 menit, baru selanjutnya diamati di
bawah mikroskop dengan perbesaran lensa objektif 10x dan 40x jika perlu.
Dari hasil perhitungan secara kuantitatif telur cacing, dapat ditentukan klasifikasi
intensitas infeksi ( ringan, sedang, atau berat) menurut jenis cacing yang menginfeksi
dalam satuan EPG ( Eggs Per Gram), sehingga dapat menggambarkan keadaan infeksi
kecacingan. Kelebihan pemeriksaan kuantitatif kecacingan menggunakan metode Kato
Katz yaitu lapangan pandang yang dihasilkan berwarna hijau malachite sehingga
pemeriksaan ini lebih efisien untuk pemeriksaan dengan jumlah sampel yang banyak dan
mempermudah dalam perhitungan telur cacing. Dalam pemeriksaan ini akan melihat
lapangan pandang dengan kepekatan warna yang lebih rendah sehingga mudah untuk
dilihat, dan tidak membuat mata cepat lelah.
Berdasarkan praktikum identifikasi nematoda usus dengan preparat awetan feses,
ditemukan adanya telur cacing dari berbagai jenis, yaitu telur Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura, Enterobius vermicularis, dan telur cacing Hymenolepis nana. Di dalam
preparat awetan feses metode kato, ditemukan telur cacing telur Asaris lumbricoides,

22
Trichuris trichiura, dan telur cacing Hymenolepis nana, sedangkan telur cacing Enterobius
vermicularis ditemukan pada preparat awetan feses metode selotip.
Telur A. Lumbricoides yang didapat merupakan telur corticated yaitu telur yang
memiliki lapisan albuminoid, hyaline, dan vittaline yang telah dibuahi. Hal tersebut dapat
diketahui dari lapisan dan bentuknya. Telur Trichuris trichiura yang didapatkan ditandai
dengan bentuk oval yang menyerupai tempayan dengan kedua ujung yang berselubung
bening seperti gelembung. Jenis telur yang didapatkan tidak ditemukan adanya bentuk
embrio, hal ini mungkin dikarenakan preparat terlalu lama. Telur Enterobius vermicularis
yang didapat ditandai dengan bentuk oval simetris dengan salah satu sisinya datar. Dan
telur Hymenolepis nana yang ditemukan ditandai dengan ciri khas yang lonjong, lingkaran
dalam memiliki dua kutub polar filamen dikedua sisinya yang menyerupai rambut.
Dari hasil identifikasi preparat awetan secara kualitatif, didapatkan hasil bahwa
pada preparat tersebut ditemukan adanya telur cacing yang menandakan bahwa sampel
feses yang digunakan untuk membuat preparat tersebut positif cacingan.

IX. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil identifikasi nematode usus secara kualitatif yang dilakukan
terhadap preparat awetan feses, ditemukan hasil positif yang ditandai dengan
ditemukannya telur cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan telur cacing
Hymenolepis nana pada preparat awetan feses metode kato, dan ditemukan pula
Enterobius vermicularis pada preparat awetan feses metode selotip.

X. DAFTAR PUSTAKA
http://d3farm2013uns.blogspot.co.id/2014/12/jurnal-metode-kato-katz_20.html
https://www.google.co.id/search?q=kelebihan+metode+kato+katz&oq=kelebihan+metode
+kato+katz&aqs=chrome..69i57.7542j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8
https://www.scribd.com/doc/135683934/MAKALAH-NEMATODA-USUS
http://www.atlm.web.id/2016/12/laporan-praktikum-identifikasi-nematoda.html
http://www.atlm.web.id/2016/11/makalah-nematoda-usus-cacingan.html

23
Mataram, 09 Oktober 2017

Dosen Pembimbing, Praktikan,

(Erlin Yustin Tatontos, SKM., M.Kes.) ( Melisa Safitri )

24

Anda mungkin juga menyukai