Anda di halaman 1dari 7

c.

Trichuris trichiura
1. Taksonomi
TAKSONOMI
Kingdom Animalia
Filum Nemathelminthes
Kelas Nematoda
Sub-Kelas
Ordo Enoplida
Sub-Ordo
Familia Trichuridae
Genus Trichuris
Spesies Trichuris trichiura

2. Morfologi
 Telur : Seperti tempayan, mempunyai dua lapis, pada kedua ujungnya terdapat dua
buah mucoid plug menonjol dan transparan. Dinding telur berwarna cokelat dari
warna empedu. Ukuran 50-54x22-23 mikron.
 Cacing dewasa : berbentuk seperti cambuk, bagian antarior merupakan 3/5 bagian
tubuh berbentuk langsing seperti ujung cambuk, sedangkan 2/5 bagian postterior lebih
tebal mirip gagang cambuk. Ukuran antara cacing betina relatif lebih besar dibanding
cacing jantan. Panjangnya cacing jantan berkisar antara 3 – 5 cm dengan bagian
kaudal membulat, tumpul dan melingkar ke ventral seperti koma. Sedangkan cacing
betina memiliki panjang antara 4–5 cm. Cacing betina dapat bertelur sebanyak 3.000
– 10.000 telur tiap hari.
 Gambaran Telur Cacing Trichuris trichiura

 Gambaran Cacing Trichuris trichiura


3. Daur Hidup
 Siklus hidup trichirus trichiura berawal dari telurnya yang keluar bersama tinja yang
selanjutnya mengalami pematangan di dalam tanah. Dalam prosesnya, pematangan
telur ini membutuhkan waktu 3 minggu hingga 5 minggu. Telur yang sudah matang
akan bersifat infektif. Telur yang infektif inilah yang kemudian dapat meninfeksi
manusia.
 Prosesnya, dapat melalui vektor mekanik atau benda–benda lain yang telah
terkontaminasi. Misalnya tanah yang terkontaminasi dengan tinja manusia, (yang
mengandung telur cacing cambuk) atau sayuran yang disemprot menggunakan feses.
Infeksi dapat langsung terjadi apabila secara kebetulan telur cacing yang telah matang
atau siap menetas tidak sengaja tertelan. Telur yang tertelan oleh manusia akan masuk
dalam usus dan menetas didalamnya.
 Dalam proses penetasannya, larva akan keluar melalui dinding telur dan masuk ke
bagian-bagian usus halus. Selanjutnya akan menjadi dewasa. Setelah dewasa, cacing
yang berada pada bagian distal usus selanjutnya menuju ke daerah colon. Masa
pertumbuhan yang dilalui sejak dari telur sampai pada bentuk cacing dewasa kurang
lebih selama 30hari sampai 90 hari. Cacing dewasa jantan dan betina melakukan
tindakan kopulasi, sehingga cacing betina mengalami gravid. Pada saatnya nanti,
cacing betina akan bertelur dan bercampur bersama dengan feses di dalam usus besar.
Telur cacing akan keluar bersama feses pada saat manusia buang air besar.
 Selanjutnya telur tersebut akan mengalami pematangan dalam waktukurang-lebih 6
minggu. Proses pematangan akan berjalan dalam lingkungan yang sesuai yaitu pada
tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Yang dimaksud dengan Hospes atau inang
dari trichuriasis adalah manusia. Siklus hidup trichuris trichuaris sangat berkaitan
dengan apa yang dikonsumsi manusia dan apa yang ada dalam feses manusia.
4. Ekologi/ Penyebaran
 Cacing ini tumbuh dan tersebar di tanah yang terkontaminasi oleh tinja
 Di berbagai negara yang memanfaatkan tinja sebagai pembuatan pupuk
 Bersifat kosmopolit, ditemukan di daerah panas dan lembab dengan suhu kurang lebih
30 derjat celcius

5. Patologi
 Nama penyakit : Trikhuriasis, yaitu penyakit yang menganggu kesehatan tubuh
manusia karena cacing ini mengambil nutrisi dari usus manusia dan menghisap darah
manusia
 Cara mendiagnosa : Melalui pemeriksaan feses, dan patologis jaringan terserang
 Simptom : Nyeri di ulu hati, diare, anemia, penurunan berat badan secara drastis

6. Hospes
 Hospes definitive : manusia
 Hospes perantara : tanah
 Vektor : Feses, makanan
 Golongan Hospes : Endoparasit, monoksen, koprozoik

7. Pengobatan
 Mebendazole atau albendazole
 Oxantel/pyrantel pamoate

d. Strongyloides stercoralis
1. Taksonomi
TAKSONOMI
Kingdom Animalia
Filum Nemathelminthes
Kelas Nematoda
Sub-Kelas
Ordo Rhabditida
Sub-Ordo
Familia Strongyloididae
Genus Strongyloides
Spesies Strongyloides stercoralis
2. Morfologi
 Telur : Telur cacing ini mengalami perkembangan embrio sebagian pada dua sampai
delapan tingkat perkembangan sel. Telur pada betina yang bersifat parasit maupun
free-living tidak berbeda.
 Larva rhabditiform Strongyloides stercoralis : panjang ± 225 μm cavum bucalis
pendek, lebar dan terbuka esophagus 1/3 dari panjang tubuh mempunyai 2 bulbus
esophagus ujung posterior runcing
 larva filariform Strongyloides stercoralis : panjang ± 700 μm cavum bucalis tertutup
esophagus 1/2 dari panjang tubuh tidak mempunyai bulbus esophagus ujung posterior
tumpul dan bertakik
 Cacing betina parasiter : ukuran : panjang 2,2 mm dan lebar 0,04 mm tidak berwarna
dan semi transparan dengan kutikula halus dan berstirae halus cavum bucalis pendek
dengan esophagus panjang silindris sapasang uterus mengandung satu rangkaian telur
yang sudah bersegmen
 Cacing betina hidup bebas : ukuran : panjang 1 mm dan lebar 0,05 – 0,07 mm
esophagus 1/3 anterior sepasang uterus mengandung satu rangkaian telur yang sudah
bersegmen
 Cacing jantan hidup bebas : ukuran : panjang 0,7 mm dan lebar 40 – 50 μm
mempunyai 2 buah spicula ujung posterior melengkung ke arah ventral
 Gambaran larva Strongyloides stercoralis

 Gambaran cacing dewasa Strongyloideus stercoralis


 Gambaran telur cacing Strongyloideus stercoralis

3. Daur Hidup
 Cacing betina dewasa parasiter menembus mukosa vili intestinal dan membuat saluran-
saluran didalam mukosa terutama didaerah duodenum dan jejunum bagian atas untuk
meletakkan telur-telurnya. Telur akan menetas menjadi larva rhaditiform yang keluar dari
mukosa dan masuk ke lumen usus. Kemudian dari sini ada beberapa jalan bagi larva
rhabditiform :
 Larva rhabditiform keluar bersama tinja, setelah 12 – 24 jam menjadi larva filariform
yang bertahan berminggu-minggu ditanah. Jika menemukan hospes maka akan
menembus kulit → ikut aliran darah ke jantung → paru-paru → bronkus → melalui
tractus ke atas sampai epiglotis → turun ke bawah melalui esophagus → ke
intestinum tenue dan tumbuh sampai dewasa. Jika tidak menemukan hospes maka
larva filariform akan berkembang ditanah menjadi cacing dewasa yang hidup
bebas → cacing betina bertelur → menetas menjadi larva rhabditiform → larva
filariform → menjadi infeksius atau hidup bebas lagi.
 Pada penderita yang sudah mengalami infeksi dapat mengalami auto infeksi dengan
cara :
 Auto infeksi internal : jika terjadi konstipasi, larva rhabditiform akan menjadi
larva filariform saat masih ada di usus kemudian menembus usus dan
menginfeksi lagi.
 Auto infeksi eksternal : jika larva rhabditiform tumbuh menjadi larva
filariform di daerah anus kemudian menembus kulit daerah perianal untuk
menginfeksi lagi.
4. Ekologi/ Penyebaran
 Spesies ini banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis dan
endemik di banyak negara. 

 Faktor risiko terjadinya penyakit ini diantaranya iklim yang mendukung, sanitasi yang
buruk dan kebiasaan tanpa alas kaki diatas tanah.
 Prevalensi Strongyloides stercoralis diperkirakan cukup tinggi jika melihat
lingkungan ekologis dan ekonomi di negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.
 Infeksi ini sering ditemui di daerah pedesaan (oleh karena kontak petani dengan
tanah) serta pada kelompok – kelompok sosial ekonomi rendah

5. Patologi
 Penyakit akibat infeksi Strongyloides stercoralis disebut strongyloidiasis.
 Cacing ini dapat hidup sebagai parasit pada tubuh manusia dan mengambil nutrisi
yang diperoleh manusia melalui makanan.

6. Hospes
 Hospes utama cacing Strongyloides stercoralis adalah manusia, tanpa melalui hospes
perantara.
 Cacing dewasa hidup di membran mukosa usus halus, terutama duodenum dan
yeyunum. Penyakitnya disebut strongiloidiasis.
 Cacing yang terdapat pada manusia hanya berjenis betina dewasa, dan siklus hidupnya
lebih kompleks jika dibandingkan dengan nematoda usus lainnya

7. Pengobatan
Obat seperti mebendazol, pirantel pamoat, levamisol hasilnya kurang
memuaskan, dan obat saat ini yang sering dipakai adalah tiabendazol

Anda mungkin juga menyukai