telah dilakukan penelitian mengenai epidemiologi dan gejala klinisnya. Manusia adalah satu-
satunya hospes dan penyakitnya disebut Enterobiasis atau Oxyuriasis. Parasit ini kosmopolit
tetapi lebih banyak ditemukan didaerah dingin dari pada didaerah panas. Penyebaran cacing ini
juga ditunjang oleh eratnya hubungan antara manusia satu dengan lainnya serta lingkungan yang
sesuai.( Sutanto I. dkk, 2008) 2. Klasifikasi Cacing kremi atau Enterobius vermicularis (Oxyuris
Nematoda, Sub class plasmodia, Ordo Oxyurida, Sub family Oxyuroidae, family Oxyuridae,
Genus Enterobius, Spesies Oxyuris vermicularis atau Enterobius vermicularis (Faust dan
8 13 mm x 0,4 mm. pada ujung anterior pelebaran kutikulum seperti sayap yang disebut alae.
Bulbus usofagus jelas sekali, ekornya panjang dan runcing. Uterus cacing yang gravid melebar
dan penuh telur.Cacing betina yang gravid mengandung 11.000-15.000 butir telur, berimigrasi ke
daerah perianal untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus. Cacing jantan berukuran 2-5 mm,
juga mempunyai sayap dan ekornya melingkar sehingga bentuknya seperti tanda Tanya (?);
spikulum pada ekor jarang ditemukan. Habitat cacing dewasa biasanya di rongga sekum, usus
besar dan di usus halus yang berdekatan dengan rongga sekum.(Soedarto,1995) Gambar 1 :
Bentuk cacing kremi jantan (kiri) bentuk cacing betina (kanan) (Yamaguchi, Tomio, 1992) b.
Morfologi Telur cacing kremi ( Enterobius vermicularis). Telur berbentuk lonjong dan lebih datar
pada satu sisi (asimetrik). Mempunyai ukuran 50 -60 mikron x 20 32 mikron. Dinding telur
bening dan agak lebih tebal dari dinding telur cacing tambang. Terdapat 3 lapisan dinding telur,
lapisan pertama (lapisan luar) berupa lapisan albuminous, tranclusent, bersifat sebagai mekanikal
protection, lapisan kedua berupa membran terdiri dari lemak, berfungsi sebagai chemical
protection, lapisan ketiga adalah lapisan dalam telur yang berisi larva.Telur menjadi matang
dalam waktu 6 jam setelah dikeluarkan. Telur resisten terhadap desinfektan dan udara dingin.
Dalam keadaan lembab telur dapat hidup dalam 13 hari. (Soejoto,dkk,1996) Gambar 2 : bentuk
telur cacing kremi (Jefri dan Leach, 1993) 4. Siklus Hidup Cacing Enterobius vermicularis
Siklus hidup dimulai dengan keluarnya cacing betina yang grafid bermigrasi kedaerah perianal
/anus pada waktu malam hari kemudian bertelur dengan cara kotraksi uterus dan melekat pada
daerah tersebut (migrasi ini disebut Nocturnal migration) Telur tersebut bisa menjadi larva
infektif terutama pada suhu 23 46 C. (Soejoto dkk, 1996). Telur cacing kremi dalam waktu 6
jam setelah dikeluarkan akan menjadi telur yang infektif dapat menetas menjadi larva dan masuk
kembali kedalam usus besar (retrofeksi). Telur cacing yang infektif dapat bertahan lama, dapat
mengkontaminasi lewat makanan, pakaian, tangan karena telur Enterobius vermicularis yang
infektif dapat diterbangkan bersama debu kemana-mana.Telur yang masuk ke mulut, di dalam
duodenum akan menetas menjadi larva kemudian dewasa di usus besar.(Sutanto I dkk, 2008)
Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang atau bila larva dari telur yang menetas di
daerah perianal berimigrasi kembali ke usus besar. Bila telur matang yang tertelan, telur menetas
di duodenum dan larva rabditiform berubah dua kali setelah menjadi dewasa di yeyunum dan
bagian atas ileum.(Gandahusada S.dkk,2004) Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai
dari tertelannya telur matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang berimigrasi ke daerah
perianal berlangsung 2 minggu sampai 2 bulan. Mungkin daurnya hanya berlangsung 1 bulan
karena telur cacing dapat ditemukan kembali pada anus paling cepat 5 minggu sesudah
pengobatan.Infeksi cacing kremi dapat sembuh sendiri (self limited). Bila tidak ada reinfeksi,
tanpa pengobatanpun infeksi dapat berakhir (Sutanto I.dkk,2008) Gambar 3 : Siklus hidup cacing
kremi (www.cdc.gov. 2011 ) B. Enterobiasis Enterobiasis atau penyakit cacing kremi adalah
infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis merupakan
infeksi cacing yang terbesar dan sangat luas dibandingkan dengan infeksi cacing lainnya. Hal ini
disebabkan karena adanya hubungan yang erat antara parasit ini dengan manusia dan lingkungan
sekitarnya. Parasit lebih banyak didapatkan diantara kelompok dengan tingkat sosial yang
rendah, tetapi tidak jarang ditemukan pada orang- orang dengan tingkat sosial yang tinggi.
(Soedarto,1995) 1. Patologi dan gejala klinis Enterobiasis relatif tidak berbahaya, jarang
menimbulkan lesi yang berarti. Gejala klinis yang menonjol disebabkan iritasi di sekitar anus,
perineum dan vagina oleh cacing betina gravid yang berimigrasi ke daerah anus dan vagina
sehingga menyebabkaan pruritus lokal. Karena cacing berimigrasi ke daerah anus dan
menyebabkan pruritus ani, maka penderita menggaruk daerah sekitar anus sehingga timbul luka
garuk di sekitar anus. Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari hingga penderita
terganggu tidurnya dan menjadi lemah. Kadang kadang cacing dewasa mudah dapat bergerak ke
usus halus bagian proksimal sampai ke lambung, esofagus dan hidung sehingga menyebabkan
gangguan di daerah tersebut. cacing betina gravid mengembara dan dapat bersarang di vagina
dan di tuba fallopii sehingga menyebabkan radang di saluran telur. Cacing sering di temukan di
apendiks tetapi jarang menyebabkaan apendisitis.(Sutanto I dkk, 2008) Beberapa gejala infeksi
Enterobius vermikularis yaitu kurang nafsu makan, berat badan turun, aktivitas meninggi, cepat
marah, gigi menggeretak, insomnia dan masturbasi. .(Sutanto I dkk, 2008) 2. Epidemiologi
Penyebaran penyakit cacing kremi lebih luas dari pada penyakit cacing lain. Penularan dapat
terjadi pada keluarga atau kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama (asrama,
rumah piatu). Telur cacing dapat diisolasi dari debu di ruangan sekolah atau kafetaria sekolah
dan menjadi sumber infeksi bagi anak-anak sekolah. Diberbagai rumah tangga dengan beberapa
anggota keluarga yang mengandung cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan dilantai, meja
,kursi, bak mandi, alas kasur dan pakaian.(Soedarto,1995) Hasil penelitian menunjukkan angka
prevalensi pada berbagai golongan manusia 3% - 80%. Penelitian didaerah Jakarta Timur
melaporkan bahwa kelompok usia terbanyak yang menderita enterobiasis adalah kelompok usia
5 12 tahun yaitu pada 46 anak (54,1%) dari 85 anak yang diperiksa.(Gandahusada S dkk,2004)
Penularan dapat dipengaruhi oleh : a. Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah
perianal (autoinfeksi) atau tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain maupun pada diri
sendiri karena memegang benda-benda atau pakaian yang terkontaminasi. b. Debu merupakan
sumber infeksi karena mudah diterbangkan oleh angin sehingga telur melalui debu dapat tertelan.
c. Retrofeksi melalui anus, larva dari telur yang menetas disekitar anus kembali masuk ke usus.
Anjing dan kucing tidak mengandung cacing kremi tetapi dapat menjadi sumber infeksi oleh
yang berarti khususnya pada saat pengambilan spesimen pemeriksaan. Cara pemeriksaan
enterobiasis yaitu dengan menemukan cacing dewasa atau telur dari Enterobius vermicularis.
Adapun caranya sebagai berikut : a. Cacing Dewasa 1)Makroskopis Cacing kremi dapat dilihat
secara makroskopis atau dengan mata telanjang pada anus penderita,terutama dalam waktu 1-2
jam setelah anak tertidur pada malam hari. Cacing kremi berwarna putih dan setipis rambut
dengan syarat harus dilakukan enema terlebih dahulu, yaitu memasukan cairan kedalam rektum
agar cacing dewasa keluar dari rektum. (Soejoto dan Soebari,1996) Cacing dewasa yang
ditemukan dalam feses,dicuci dengan NaCl agak panas, kemudian dikocok sehingga cacing
menjadi lemas, selanjutnya diperiksa dalam keadaan segar atau dimatikan dengan larutan fiksasi
untuk mengawetkan. Nematoda kecil, seperti Enterobius vermicularis dapat juga difiksasi dan
diawetkan dengan alkohol 70% yang agak panas.(Brown H.W, 1983) b. Telur Cacing Telur
Enterobius vermicularis jarang ditemukan di dalam feses, hanya ditemukan 5% yang positif pada
orang-orang yang menderita infeksi ini.(Soejoto dkk,1996) Telur Enterobius vermicularis lebih
mudah ditemukan dengan tehnik pemeriksaan khusus, yaitu dengan menghapus daerah sekitar
anus dengan Scotch adhesive tape swab menurut Graham. (Lynne & David,1996) Pada
metode ini bahan yang diperiksa berupa perianal swab oleh karena cacing betina yang banyak
mengandung telur pada waktu malam hari melakukan migrasi ke daerah perianal. Dengan
pada ujung batang gelas dan diikat dengan karet gelang pada bagian sisi kertas selofan.
Kemudian batang gelas p pada ujung lainnya dimasukkan kedalam tutup karet yang sudah ada
lubang dibagian tengahnya. Bagian batang gelas yang mengandung selofan dimasukkan kedalam
tabung reaksi yang kemudian ditutup karet. Hal ini dimaksudkan agar bahan pemeriksaan tidak
hilang dan tidak mudah terkontaminasi.(Hadidjaja P. 1994) b. Metode pita plastik perekat
(cellophane tape atau adhesive tape) (Brooke & Melvin,1969) Pengambilan spesimen
menggunakan alat berupa spatel lidah atau batang gelas yang ujungnya dilekatkan adhesive tape,
kemudian ditempelkan di daerah perianal. Adhesive tape diratakan dikaca objek dan bagian yang
berperekat menghadap kebawah. Pada waktu pemeriksaan mikroskopis, salah satu ujung
adhesive tape ditambahkan sedikit toluol atau xylen pada perbesaran rendah dan cahayanya di
kurangi (Gracia & Brackner,1996) c. Metode anal swab (Melvin & Brooke,1974) Pengambilan
spesimen menggunakan swab yang pada ujungnya terdapat kapas yang telah dicelupkan pada
campuran minyak dengan parafin yanng telah dipanaskan hingga cair. Kemudian swab disimpan
dalam tabung berukuran 100x13 mm dan disimpan dalam lemari es. Jika akan di gunakan untuk
pengambilan spesimen, swab diusapkan didaerah permukaan dan lipatan perianal, swab
diletakkan kembali dalam tabung. Pada saat pemeriksaan, tabung yang berisi swab diisi dengan
xylen dan dibiarkan 3 5 menit, kemudian di centripuge pada kecepatan 500 rpm selama 1
menit. Ambil sedimen lalu periksa dalam mikroskop (Gracia & Brackner, 1996) d. Graham
Scotch tape Alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada ujungnya dilekatkan adhesive tape
(Gandahusada S, 1998). Teknik penggunaan alat ini ditemukan oleh Graham (1941). Teknik alat
sebelum pasien defekasi atau mandi, pengambilan spesimen dapat dilakukan di rumah.
sedikit penambahan toluen atau xylen (Craig & Fausts,1970). D. Waktu Pengambilan Spesimen
Apusan perianal yang diambil dari penderita mempersyaratkan kondisi tertentu sehingga bahan
apusan yang diambil layak dan diyakini akan memberikan hasil pemeriksaan laboaratorium yang
sebenarnya. Bahan apusan perianal yang diambil dari penderita saat pagi hari selepas bangun
tidur saratnya sebelum mandi, buang air besar dan aktifitas lain yang dapat menghilangkan atau
membersihkan telur cacing dari daerah perianal, (Srisari, 2004). Waktu Pengambilan spesimen
yang sering dilakukan dalam pemeriksaan telur cacing E, vermicularis dengan menggunakan
teknik graham Scotch Tape adalah pagi hari sebelum penderita buang air besar dan mencuci
pantat (cebok) (Sutanto I dkk, 2008) Selain itu waktu pengambilan juga dapat dilakukan pada
malam hari yaitu sebelum tidur terutama saat gejala rasa gatal muncul disekitar anus. Karena
pada saat itu cacing betina bermigrasi kedaerah perianal tempat telur diletakkan.(Soedarto,1995)
Menurut Bertinna B Wentworth, Phd bahan perianal sebaiknya dikumpulkan antara jam 9 malam
sampai tengah malam dan dikumpulkan beberapa hari karena cacing kremi betina tidak
bermigrasi tiap hari. Pemeriksaan dengan swab hanya menemukan kira-kira 50% dan
pemeriksaan 7 hari berturut-turut diperlukan untuk dapat menyatakan seseorang bebas dari
infeksi cacing kremi, (Brown, HW 1989) kemudian pemeriksaan dilakukan dibawah mikroskop