Nama lain cacing ini adalah Oxyuris vermicularis, dan dikenal secara umum sebagai cacing
keremi, cacing jarum (pinworm), atau seatworm. Infeksi cacing ini (oksiuriasis atau
enterobiosis) tersebar luas di seluruh dunia, baik di daerah tropis maupun subtropis. Infeksi
Enterobius lebih banyak dijumpai di daerah beriklim dingin karena orang jarang mandi dan tidak
sering berganti pakaian dalam.
Oxyuris dewasa hidup di dalam sekum dan sekitar apendiks usus manusia, yang
merupakan satu-satunya hospes definitif cacing ini. Cacing betina akan mengadakan migrasi ke
daerah sekitar anus (perianal) untuk meletakkan telurnya di daerah tersebut.
Telur.
Telur Enterobius bentuknya asimetris, tidak berwarna, mempunyai dinding telur yang tipis dan
tembus sinar. Telur berukuran sekitar 50-60 mikron x 30 mikron. Dalam waktu sekitar 6 jam
sesudah dikeluarkan di daerah perianal oleh induknya, di dalam telur cacing sudah terbentuk
larva yang hidup. Seekor cacing betina Enterobius mampu memproduksi telur sebanyak 11.000
butir per hari.
Daur hidup.
Hospes definitif satu-satunya cacing ini adalah manusia. Untuk melengkapi daur hidup
Enterobius tidak diperlukan hospes perantara. Di daerah sekitar perianal dan perineal penderita,
telur yang diletakkan oleh cacing betina dalam waktu 6 jam sudah tumbuh menjadi telur infektif
karena telah mengandung larva cacing.
Infeksi enterobiosis dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu penularan melalui mulut, penularan
melalui pernapasan dan terjadinya retrofeksi. Penularan terjadi melalui mulut jika telur yang
infektif terbawa dari tangan ke mulut penderita sendiri (autoinfection) atau terjadi karena
memegang benda yang tercemar telur infektif, misalnya alas tidur, bantal atau pakaian dalam
penderita. Penularan melalui pernapasan, terjadi karena telur infektif yang beterbangan di udara
terhirup oleh penderita.
Penularan secara retrofeksi adalah penularan yang terjadi karena larva cacing yang
menetas di daerah perianal masuk kembali ke dalam usus penderita, lalu berkembang menjadi
cacing dewasa. Mudahnya terjadi penularan, menyebabkan enterobiosis merupakan penyakit
infeksi yang sering menjangkiti seluruh anggota keluarga, penghuni-penghuni panti asuhan atau
panti jompo, di asrama-asrama, dan di tempat-tempat berkumpulnya banyak orang dalam waktu
yang lama.
Sesudah masuk ke dalam mulut atau melalui jalan napas karena menghirup udara yang tercemar,
telur cacing akan masuk ke dalam usus dan di dalam duodenum telur akan menetas. Larva
rabditiform yang terbentuk akan tumbuh menjadi cacing dewasa di jejunum dan di bagian atas
dari ileum. Dibutuhkan waktu 2 sampai 8 minggu lamanya agar daur hidup cacing ini dapat
berlangsung secara lengkap.
Diagnosis enterobiosis.
Anak-anak yang mengalami gatal-gatal malam hari menjelang pagi di sekitar anus, apalagi jika
disertai enuresis, mungkin ia menderita enterobiasis. Untuk menetapkan diagnosis pasti, telur
cacing atau cacing dewasa harus dapat ditemukan.
Anal swab. Hapusan anus ini yaitu menempelkan selotape transparan di daerah sekitar anus
penderita memudahkan ditemukannya telur cacing. Anal swab dilakukan segera sesudah bangun
tidur pagi hari, sebelum mandi dan sebelum buang air besar. Dengan memeriksa selotape yang
ditetesi toluen di bawah mikroskop akan memudahkan ditemukannya telur cacing.
Pengobatan enterobiosis.
Karena penularan enterobiasis sangat mudah terjadi pada seluruh anggota keluarga yang hidup
dalam satu rumah, maka pengobatan infeksi cacing ini harus ditujukan terhadap seluruh anggota
keluarga dalam waktu yang bersamaan, dan sebaiknya sering diulang. Obat-obat cacing pilihan
untuk mengobati enterobiosis adalah Pirantel pamoat, Mebendazol dan Albendazol. Obat cacing
yang juga dapat digunakan adalah Piperazin sitrat.
Pemberian dan dosis obat-obat cacing tersebut adalah sebagai berikut:
Pirantel pamoate. Obat cacing untuk dewasa maupun anak ini diberikan dalam bentuk
dosis tunggal dengan takaran 10 mg/kg berat badan (base), dengan pemberian
maksimum 1.0 g. Pengobatan harus diulang 2 minggu kemudian terhadap seluruh
keluarga serumah penderita.
Mebendazol. Diberikan sebanyak 100 mg (dewasa dan anak) dalam bentuk dosis
tunggal, dan diulang 2 minggu kemudian.
Albendazol. Obat ini diberikan sebanyak 400 mg (dewasa dan anak) dalam bentuk dosis
tunggal, dan diulang sesudah 2 minggu.
Piperazin sitrat. Dengan takaran 50 mg/kg berat badan/hari obat ini diberikan selama 7
hari, kemudian diulang sesudah 2-4 minggu. Pengobatan sebaiknya diberikan pada
seluruh keluarga penderita atau yang serumah.
Pencegahan enterobiosis.
Dengan mengobati penderita dan keluarganya atau orang yang hidup di dalam satu rumah,
berarti memberantas sumber infeksi. Untuk mencegah penularan, kebersihan perorangan dan
lingkungan harus dijaga terutama di lingkungan kamar tidur, dan diupayakan agar sinar matahari
dapat masuk secara langsung ke dalam kamar tidur. Sinar matahari langsung akan mengurangi
jumlah telur cacing yang infektif, baik yang ada di perlengkapan kamar tidur maupun yang
beterbangan di udara.
Cutaneous larva migrans
Larva migrans kutan disebabkan oleh larva cacing Ancylostoma braziliensis atau Ancylostoma
caninum yang masuk ke dalam tubuh penderita melalui kulit dan menimbulkan gatal-gatal pada
kulit tempatnya masuk. Dua hari kemudian larva sudah membentuk lorong berliku-liku di dalam
stratum germinativum. Akibat migrasi larva di dalam kulit akan terjadi rasa gatal yang
menyebabkan terjadinya infeksi sekunder karena garukan penderita. Migrasi larva dapat
berlangsung sampai beberapa bulan dan menimbulkan gambaran khas yang disebut creeping
eruption.
Cutaneous larva migrans yang disebabkan oleh Gnathostoma spinigerum terjadi sesudah
penderita makan ikan mentah yang mengandung larva stadium III cacing ini.
Ancylostoma braziliensis.
Ukuran panjang cacing jantan adalah 4,7- 8,5 mm dan cacing betina berukuran panjang 6,1-10,5
mm. Cacing ini mempunyai rongga mulut dengan dua pasang gigi yang tidak sama ukurannya.
Bursa kopulatriks cacing jantan berukuran kecil dengan rays yang pendek.
Ancylostoma caninum.
Ukuran panjang cacing jantan adalah sekitar 10 mm, sedangkan cacing betina berukuran panjang
sekitar 14 mm. Di dalam rongga mulut cacing ini terdapat tiga pasang gigi. Bursa kopulatriks
cacing jantan mempunyai ukuran yang besar
dengan rays yang panjang dan langsing.
Gambar. Kepala dan bursa kopulatriks
(A). Ancylostoma braziliensis (B) A.caninum.
1. Dua pasang gigi terpisah, tidak sama ukurannya.
2. Tiga pasang gigi.
3. Batang-batang bursa (rays ) tebal, pendek ukurannya.
4. Rays langsing, panjang.
Gambar. Buccal capsule dan bursa copulatrix cacing tambang
(URL:http:www.atlas.or.kr/- dan http://www.nematode.net/images)
Gnathostoma spinigerum
Cacing dewasa.
Gnathostoma spinigerum dewasa panjang badannya sekitar 31 mm. Cacing ini mempunyai bibir
besar dan berlobus tiga dengan permukaan medialnya bergerigi. Bulbus kepala cacing
mempunyai 4 rongga submedian yang dilengkapi dengan 6-11 baris kait-kait yang melintang.
Dua pertiga tubuh bagian anterior cacing mempunyai spina-spina kutikula yang besar dan pipih
dengan tepi posterior yang bergerigi. Di bagian kaudal cacing jantan terdapat spina-spina kecil
dan 4 pasang papil besar yang bertangkai. Cacing jantan mempunyai spikulum yang tidak sama
panjang. Vulva cacing betina membuka 4-8 mm dari ujung posterior badan cacing.
Telur.
Telur Gnathostoma spinigerum lonjong seperti telur Ascaris dan mempunyai sumbat di salah
satu kutubnya.
Gambar. Struktur Gnathostoma spinigerum
(a) cacing betina (b) cacing jantan c. larva stadium tiga d. Telur
1. bibir 2. bulbus kepala 3. kait 4. spina 5. kelenjar ludah
6. esofagus 7. usus 8. anus 9.sumbat 10. dinding telur
Gambar. Gnathostoma spinigerum.
A.Cacing dewasa B. Kepala cacing dewasa khas bentuknya.
(Sumber: Stanford University)
Diagnosis.
Secara klinis diagnosis creeping eruption oleh cacing tambang mudah ditentukan.. Terjadinya
creeping eruption yang khas disertai leukositosis dan eosinofilia menunjukkan diagnosis
cutaneous larva migrans. Uji intradermal menggunakan antigen berasal dari larva atau cacing
Gnathostoma spinigerum menegakkan diagnosis cutaneous larva migrans oleh cacing ini.
Diagnosis pasti cutaneous larva migrans dapat ditetapkan melalui biopsi kulit dengan
ditemukannya larva cacing tambang yang menjadi penyebabnya.
Larva migran kutan dapat diobati dengan Albendazol, Ivermectin atau Tiabendazol untuk
memberantas larva yang mengadakan migrasi intrakutan dan beredar di bawah kulit..
Albendazol diberikan dengan dosis 400 mg/hari selama 3 hari, atau diobati dengan Ivermectin
dengan dosis 200 mcg/kg berat badan/hari selama 1- 2 hari. Tiabendazol per oral dengan dosis
25 mg/kg berat badan/hari yang diberikan selama 3 hari atau lebih.
Terhadap cutaneous larva migrans oleh Gnathostoma spinigerum belum ada obat yang efektif
untuk mengatasinya sehingga harus dilakukan tindakan operatif untuk mengeluarkan cacing ini.
Untuk mencegah terjadinya cutaneous larva migrans yang disebabkan oleh Gnathostoma
spinigerum makanan dan minuman harus dimasak dengan baik.
Anjing dan kucing yang menderita ankilostomiasis harus diobati karena merupakan sumber
infeksi.
Visceral larva migrans
Larva migran viseral terjadi sesudah tertelan telur infektif cacing Toxocara melalui makanan
atau minuman. Telur menetas di dalam usus halus, kemudian larva menembus dinding usus lalu
masuk ke dalam aliran darah dan mencapai organ-organ tubuh. Larva yang berada di dalam
organ terutama hati akan menyebabkan terbentuknya granuloma. Gejala klinis yang terjadi
berupa hepatomegali, demam, disertai gejala alergi, misalnya asma bronkiale
Toxocara
Cacing dewasa.
Cacing Toxocara dewasa panjangnya dapat mencapai 10 cm pada Toxocara cati dan 18 cm pada
Toxocara canis. Cacing ini mempunyai sayap leher yang berukuran besar yang bentuknya sempit
memanjang pada Toxocara canis dan pendek melebar pada Toxocara cati. Ekor cacing jantan
mempunyai tonjolan terminal dan sayap kaudal. Spikulum cacing jantan panjangnya dapat
mencapai 2 cm pada Toxocara cati, dan 1 mm pada Toxocara canis.
Telur.
Telur Toxocara mirip telur Ascaris dengan gerigi pada kulit telur yang lebih kecil