Anda di halaman 1dari 15

Case Report Rotasi 2

ENTEROBIASIS

Oleh:
Wilma Venia R. 06923003
Prima 07120115

Preseptor:
dr. Taufik Hidayat

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2012

BAB I
1
TINJAUAN PUSTAKA

Kecacingan atau helmintiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya


 parasit (berupa cacing) ke dalam tubuh manusia. Parasit ini mempunyai tubuh yang
simestris bilateral dan tersusun dari banyak sel (multiseluler). Jenis cacing yang sering
ditemukan dapat menimbulkan infeksi adalah cacing ascaris lumbricoides (A.
lumbricoides), Trichuris trichiura (T. trichiura), cacing tambang Necator americanus (N.
americanus),  Ancylostoma duodenalle (A. duodenalle), Enterobius vermicularis (E.
vermicularis) dan Strongyloides stercoralis (S. stercoralis) dimana cara penularannya
dapat melalui tanah atau yang disebut dengan Soil Transmitted Helminths (STH) ataupun
tidak melalui tanah.

Di Indonesia kecacingan merupakan masalah kesehatan yang sering dijumpai.


Angka kejadian kecacingan yang tinggi tidak terlepas dari keadaan Indonesia yang
 beriklim tropis dengan kelembaban udara yang tinggi serta tanah yang subur. Kecacingan
 bisa menyebabkan morbiditas yang dapat menyerang semua golongan terutama golongan
 penduduk yang kurang mampu sehingga beresiko terinfeksi oleh cacing. Salah satunya
 banyak terjadi pada anak usia anak sekolah yang berpengaruh negatif terhadap
 pertumbuhan dan perkembangan mereka.

Pada umumnya penyakit kecacingan tersebut tidak merupakan penyakit akut dan
tidak berakibat fatal, tetapi penyakit infeksi ini mampu menyebabkan anemia, gangguan
gizi, gangguan pertumbuhan dan gangguan kecerdasan, dalam jangka panjang kecacingan
ini mampu menghambat absorbsi gizi serta nutrien-nutrien sebesar 3% dalam kondisi
ringan dan 25% jika infeksi berat.

1.1 Enterobiasis

Enterobiasis adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh


nematoda dari genus Enterobius, khususnya Enterobius vermicularis.

1.1.1 Epidemiologi

Enterobiasis tersebar luas di seluruh dunia terjadi pada semua golongan


sosial ekonomi dan di beberapa wilayah tingkat infeksinya sangat tinggi.
Prevalensi infeksi cacing paling tinggi pada anak-anak usia sekolah, pada
kelompok tertentu bisa mencapai 50%. Kemudian diikuti anak prasekolah, dan

2
 prevalensi infeksi rendah pada orang dewasa. Infeksi sering terjadi pada lebih dari
satu anggota keluarga.

1.1.2 Etiologi

Enterobiasis disebabkan oleh infeksi dari Enterobius vermicularis. Manusia


terinfeksi dengan menelan telur yang mengandung embrio, yang biasanya terbawa
 pada kuku jari, pakaian, seprai dan debu rumah.

1.1.3 Morfologi

Telur  E. vermicularis  berbentuk asimetris, tidak berwarna, mempunyai


dinding yang tembus sinar dan salah satu sisinya datar. Di dalam telur terdapat
 bentuk larvanya. Seekor cacing betina memproduksi telur sebanyak 11.000 butir 
setiap harinya selama 2 sampai 3 minggu, sesudah itu cacing betina akan mati.

Gambar 1. Telur cacing E. vermicularis

Cacing dewasa  E. vermicularis  berukuran kecil, berwarna putih, yang


 betina jauh lebih besar dari pada yang jantan. Ukuran cacing jantan adalah 2-5
mm, cacing jantan mempunyai sayap yang dan ekornya melingkar seperti tanda
tanya. Sedangkan ukuran cacing betina adalah 8-13 mm x 0,4 mm, cacing betina
mempunyai sayap, bulbus esofagus jelas sekali, ekornya panjang dan runcing.
Uterus cacing betina berbentuk gravid melebar dan penuh dengan telur.

3
Gambar 2. E. vermicularis jantan dewasa Gambar 3. E. vermicularis betina dewasa

1.1.4 Siklus hidup

Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif  E. vermicularis dan tidak 


diperlukan hospes perantara. Cacing dewasa betina mengandung banyak telur pada
malam hari dan akan melakukan migrasi keluar melalui anus ke daerah perianal
dan perinium. Migrasi ini disebut nocturnal migration. Di daerah perinium
tersebut cacing-cacing ini bertelur dengan cara kontraksi uterus, kemudian telur 
melekat di daerah tersebut. Telur dapat menjadi larva infektif dalam waktu 6 jam.

Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelan telur 
matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke daerah perianal,
 berlangsung kira-kira 2 minggu sampai 2 bulan. Mungkin daurnya hanya
 berlangsung kira-kira 1 bulan karena telur-telur cacing dapat ditemukan kembali
 pada anus paling cepat 5 minggu sesudah pengobatan. 1

Gambar 4. Siklus hidup Enterobius vermicularis.

4
1.1.5 Cara penularan penyakit

1. Penularan dari tangan ke mulut penderita sendiri (auto infection) atau pada
orang lain sesudah memegang benda yang tercemar telur infektif misalnya
alas tempat tidur atau pakaian dalam penderita.

2. Melalui pernafasan dengan menghisap udara yang tercemar telur yang infektif.

3. Penularan secara retroinfeksi yaitu penularan yang terjadi pada penderita


sendiri, oleh karena larva yang menetas di daerah perianal mengadakan
migrasi kembali ke usus penderita dan tumbuh menjadi cacing dewasa.

1.1.6 Patogenesis dan Manifestasi klinis

Enterobiasis relatif tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang berarti.


Gejala klinis yang menonjol disebabkan iritasi di sekitar anus, perineum dan
vagina oleh cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina
sehingga menyebabkan pruritus lokal. Oleh karena cacing bermigrasi ke daerah
anus dan menyebabkan  pruritus ani, maka penderita menggaruk daerah sekitar 
anus sehingga timbul luka garuk di sekitar daerah anus. Keadaan ini sering terjadi
 pada malam hari hingga penderita terganggu tidurnya dan menjadi lemah. 11

Kadang-kadang cacing dewasa muda dapat bergerak ke usus halus bagian


 proksimal sampai ke lambung, esofagus dan hidung sehingga menyebabkan
gangguan di daerah tersebut. Cacing betina gravid mengembara dan dapat
 bersarang di vagina dan di tuba fallopii sehingga menyebabkan radang di saluran
telur. Cacing sering ditemukan di apendiks tetapi jarang menyebabkan apendisitis. 1

1.1.7 Diagnosis

Infeksi cacing sering diduga pada anak yang meunjukkan rasa gatal di
sekitar anus pada waktu malam hari.

Diagnosis definitif ditegakkan dengan menemukan telur parasit atau


cacing. Identifikasi mikroskopis, telur dikumpulkan di daerah perianal adalah
metode pilihan untuk mendiagnosis enterobiasis. Hal ini harus dilakukan pada pagi
hari, sebelum buang air besar dan mandi, dengan menekan pita perekat transparan
( graham scotch method , cellulose-tape slide test ) pada kulit perianal dan kemudian
memeriksa pita yang ditempatkan pada slide (object glass).

1.1.8 Pengobatan penderita


5
1. Mebendazol

Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi hospes
yang baik. Diberikan satu tablet 100 mg 2 kali sehari selama tiga hari, untuk 
semua umur, atau 1 tablet 500 mg peroral satu kali pemberian.

2. Piperazine citrate

Obat ini bekerja dengan mengganggu permeabilitas membran sel


cacing terhadap ion-ion sehingga menyebabkan hiperpolarisasi yang disertai
 paralisis. Dosis Piperazine pada anak adalah 75 mg/kgBB (maksimum 3,5
gram) satu kali sehari. Obat diberikan dua hari berturut-turut. Pada infeksi
 berat, pemberian Piperazine dapat diulangi 1 minggu berikutnya.

3. Pirantel Pamoat

Dosis tunggal sebesar 10 mg/kgBB efektif untuk menyembuhkan lebih


dari 90 % kasus. Efek samping obat ringan dan dapat diterima. Sediaan
Pirantel Pamoat adalah tablet 125 mg dan 250 mg. Selain itu juga terdapat
sediaan sirup 125 mg/ 5 ml atau 250 mg/ 5 ml. Pirantel Pamoat mempunyai
keunggulan karena efektif terhadap cacing kremi dan cacing tambang. Obat
ini bekerja dengan menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan
meningkatkan frekuensi impuls, sehingga cacing mati dalam keadaan spastik.
Selain itu, Pirantel menghambat enzim kolinesterase sehingga meningkatkan
kontraksi otot Ascaris.

4. Albendazole

Albendazole bekerja dengan cara menghambat polimerisasi mikrotubulus dan


memblok pengambilan glukosa oleh larva dan cacing dewasa sehingga
 pembentukan ATP pada cacing menurun dan mati. Obat ini dapat dipakai
untuk usia > 2 tahun dengan dosis 400 mg peroral, diberikan satu kali bersama
makanan. Pada kasus ascariasis berat, Albendazole diberikan selama 2-3 hari
dengan dosis 400 mg/hari.

1.1.9 Pencegahan

6
Secara umum, dilakukan penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang
 baik dan tepat guna serta higien keluarga seperti :

• Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.

• Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan


dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sabun.

• Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan,


hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.

Karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-
tahun, pencegahan dan pemberantasan di daerah endemik adalah sulit. Adapun
upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah sebagai
 berikut :

• Mengadakan kemoterapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah


endemik ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.

• Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.

• Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus


hidup cacing misalnya memakai jamban/ WC.

• Makan makanan yang dimasak saja.

Terhadap enterobiasis, harus diperhatikan itu kebersihan perorangan.


Perlu ditekankan pada anak-anak untuk memotong kuku, membersihkan
tangan sesudah buang air besar, dan membersihkan daerah perianal sebaik-
 baiknya serta cuci tangan sebelum makan.

Di samping itu kebersihan makanan juga perlu diperhatikan.


Hendaknya dihindarkan dari debu dan tangan yang terkontaminasi telur cacing
 E. vermicularis. Tempat tidur dibersihkan karena mudah sekali tercemar oleh
telur cacing infektif. Diusahakan sinar matahari bisa langsung masuk ke
kamar tidur, sehingga dengan udara yang panas serta ventilasi yang baik 
 pertumbuhan telur akan terhambat karena telur rusak pada temperatur lebih
tingi dari 46oC dalam waktu enam jam. Karena infeksi  Enterobius mudah
menular dan merupakan penyakit keluarga maka tidak hanya penderita saja
yang diobati tetapi juga seluruh anggota keluarganya secara bersama-sama.

1.1.10 Prognosis

7
Enterobiasis dapat sembuh sendiri ( self limited ). Bila tidak ada reinfeksi,
tanpa pengobatanpun infeksi dapat berakhir. Pengobatan secara periodik dapat
memberikan prognosa yang baik.

1.2 Ascariasis

1.2.1 Epidemiologi

Pada umumnya frekuensi tertinggi penyakit ini diderita oleh anak-anak 


sedangkan orang dewasa frekuensinya rendah. Anak-anak lebih mudah diinfeksi
oleh larva cacing Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit
akibat kontak langsung dengan tanah yang mengandung telur   Ascaris
lumbricoides. Pencemaran tanah oleh telur cacing lebih sering disebabkan oleh
tinja anak. Prevalensi tertinggi askariasis di daerah tropis pada usia 3 – 8 tahun.

1.2.2 Etiologi

Ascariasis disebabkan oleh nematoda  Ascaris lumbricoides.  A.


lumbricoides dewasa hidup dalam lumen usus halus dan memiliki masa hidup 10– 
24 bulan.  A. lumbricoides memiliki potensi reproduksi yang luar biasa, dimana
cacing betina dewasa dapat menghasilkan 200,000 telur per harinya.

1.2.3 Morfologi

Cacing betina dewasa mempunyai bentuk tubuh posterior yang membulat


(conical ), berwarna putih kemerah-merahan dan mempunyai ekor lurus tidak 
melengkung. Cacing betina mempunyai panjang 22 - 35 cm dan memiliki lebar 3 -
6 mm. Sementara cacing jantan dewasa mempunyai ukuran lebih kecil, dengan
 panjangnya 12 - 13 cm dan lebarnya 2 - 4 mm, juga mempunyai warna yang sama
dengan cacing betina, tetapi mempunyai ekor yang melengkung kearah ventral.

8
Gambar 5. Cacing Ascaris lumbricoides dewasa

Gambar 6. Telur  Ascaris lumbricoides

1.2.4 Siklus Hidup

Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif  Ascaris lumbricoides.


Siklus hidup cacing  Ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan
sejak infeksi pertama terjadi. Seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan
100.000 – 200.000 butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3 – 4
minggu untuk tumbuh menjadi bentuk infektif. 1,6

Siklus hidup  Ascaris lumbricoides dimulai sejak dikeluarkannya telur oleh


cacing betina di usus halus dan kemudian dikeluarkan bersama tinja. Dengan
kondisi yang menguntungkan seperti udara yang hangat, lembab, tanah yang
terlindung matahari, embrio akan berubah di dalam telur menjadi larva yang

infektif, disebut second-stage larva (berlangsung ± 3 minggu).

9
Jika tertelan telur yang infektif, maka di dalam usus halus bagian atas telur 
akan pecah dan melepaskan larva infektif dan menembus dinding usus masuk ke
dalam vena porta hati yang kemudian bersama dengan aliran darah menuju jantung
kanan dan selanjutnya melalui arteri pulmonalis ke paru-paru dengan masa migrasi
 berlangsung selama sekitar 15 hari.

Dalam paru-paru larva tumbuh dan berganti kulit sebanyak 2 kali,


kemudian keluar dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk 
sampai ke bronkus, trakhea, laring dan kemudian ke faring, berpindah ke esofagus
dan tertelan bersama saliva. Di dalam usus halus bagian atas, larva berganti kulit
lagi menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa kira-kira satu tahun, dan
kemudian keluar secara spontan. Siklus hidup ini berlangsung sekitar 65-70 hari.

Gambar 3. Siklus hidup Ascaris lumbricoides

10
1.2.5 Cara penularan

Penularan Ascariasis dapat terjadi melalui beberapa jalan yaitu masuknya


telur yang infektif ke dalam mulut bersama makanan atau minuman yang tercemar,
tertelan telur melalui tangan yang kotor atau terhirupnya telur infektif bersama
debu udara.

1.2.6 Aspek klinik 

Gejala yang terjadi dapat disebabkan oleh:

1. Migrasi larva

Semua larva  Ascaris lumbricoides harus melalui paru-paru sebelum


menjadi cacing dewasa di usus. Hal ini terjadi sewaktu larva menembus pembuluh
darah untuk masuk ke dalam alveoli paru. Pada infeksi yang ringan, trauma yang
terjadi bisa berupa perdarahan ( petechial hemorrhage), sedangkan pada infeksi
yang berat, kerusakan jaringan paru dapat terjadi.

2. Cacing dewasa

Cacing dewasa biasanya hidup di usus halus. Gejala klinis yang paling
menonjol adalah rasa tidak enak di perut, kolik akut pada daerah epigastrium,
gangguan selera makan, mencret. Ini biasanya terjadi pada saat proses peradangan
 pada dinding usus. Pada anak kejadian ini bisa diikuti demam. Cacing dewasa
dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti obstruksi usus, perforasi
ulkus di usus. Oleh karena adanya migrasi cacing ke organ-organ misalnya ke
lambung, esofagus, mulut, hidung dan bronkus dapat menyumbat pernapasan
 penderita.

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tinja. Bila dijumpai telur atau


cacing dewasa di dalam tinja, diagnosis telah dapat ditegakkan.

BAB II
11
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

 Nama :F

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan :-

Umur : 4 tahun 3 bulan

Alamat : Ujung Tanah, Lubuk Begalung, Padang.

2. Latar belakang sosial – ekonomi – demografi – lingkungan keluarga

a. Status perkawinan : belum menikah

 b. Jumlah anak / Saudara : anak pertama dari 1 bersaudara

c. Status ekonomi keluarga :

Keluarga pasien termasuk keluarga mampu. Ayah pasien bekerja


sebagai PNS dengan penghasilan kira-kira Rp 2.500.000/bulan. Ibu pasien
adalah seorang ibu rumah tangga.

d. KB : Saat ini, ibu pasien menggunakan kontrasepsi pil KB

e. Kondisi rumah :

Tinggal di rumah permanen, mempunyai 3 kamar, dan 1 kamar mandi.


Listrik ada, ventilasi dan pencahayaan cukup. Sumber air minum berasal dari
air kemasan isi ulang, buang air besar di jamban di dalam rumah, pekarangan
sempit, sampah rumah tangga dibuang ke tempat pembuangan sampah umum.

f. Kondisi lingkungan keluarga :

Pasien tinggal di perumahan yang agak padat dengan lingkungan sekitar 


yang cukup bersih.

g. Aspek psikologis di keluarga

- Pasien disayang oleh kedua orang tuanya.


12
3. Keluhan Utama

Keluar cacing saat BAB sejak 1 hari yang lalu

4. Riwayat Penyakit Sekarang

• Keluar cacing pada saat BAB sejak 1 hari yang lalu, berwarna putih, ukuran + 1
cm, jumlah + 3 ekor, bergerak.

• Gatal di daerah anus terutama pada malam hari (+) sejak + 1 minggu yang lalu.

• BAB frekuensi 1 kali sehari, konsistensi lunak, tidak berlendir, tidak berdarah.

• Pasien suka bermain di tanah dan pasir dan kadang tidak menggunakan sandal.

• Riwayat demam sebelumnya disangkal.

• Riwayat keluar cacing dari mulut atau hidung disangkal.

•  Nafsu makan menurun disangkal

• Berat badan turun tidak ada, tapi dari hasil penimbangan 2 bulan yang lalu
dengan saat ini, tidak ada kenaikan.

• Riwayat mual dan muntah disangkal.

•  Nyeri di daerah ulu hati (-), perut terasa kembung (-)

5. Riwayat Penyakit Dahulu/ Penyakit Keluarga

• Pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini.

• Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama seperti pasien.

6. Pemeriksaan Fisik  

Keadaan umum : tidak tampak sakit Tinggi badan : 102 cm

Kesadaran : CMC Berat badan : 15 kg

 Nadi : 90 x/menit Status gizi : baik 

 Nafas : 22 x/menit

13
Suhu : 36,7 0C

• Kepala : normocephal, rambut hitam

• Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik 

• Telinga : liang telinga lapang, membran timpani putih, reflex cahaya (+)

• Mulut : mukosa basah, tonsil T1-T1, tidak hiperemis

• Tenggorok : tidak hiperemis

• Toraks :

• Paru : normochest, pernafasan simetris kiri dan kanan, retraksi (-), suara
nafas vesikuler di kedua lapangan paru

• Jantung : iktus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V, irama teratur, bising
tidak ada

• Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal

• Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik 

• KGB : tidak ditemukan pembesaran KGB

7. Pemeriksaan Penunjang

Anjuran : Swab anal + pemeriksaan dibawah mikroskop

8. Diagnosis Kerja

 Kecacingan, susp. Enterobiasis

9. Diagnosis Banding

---

10. Manajemen

14
Promotif 

• Memberikan edukasi kepada orang tua pasien untuk terapi pencegahan dengan
memberikan obat cacing satu kali setiap 6 bulan

• Memberikan edukasi kepada orang tua pasien tentang menjaga kebersihan kuku
dengan secara teratur memotong kuku.

• Edukasi tentang mencuci tangan setiap selesai bermain dan akan makan dengan
menggunakan sabun dan selalu menggunakan alas kaki setiap keluar rumah.

• Menyarankan kepada ibu pasien untuk selalu memasak makanan sampai matang
dan sudah dicuci bersih sebelumnya.
Preventif 

• Melakukan terapi pencegahan dengan memberikan obat cacing satu kali setiap 6
 bulan

• Menjaga kebersihan kuku dengan cara memotong kuku secara teratur.

• Mencuci tangan setiap selesai bermain dan akan makan dengan menggunakan
sabun serta selalu menggunakan alas kaki setiap keluar rumah.

• Selalu memasak makanan sampai matang dan sudah dicuci bersih sebelumnya.

• Usahakan agar tidak jajan sembarangan apalagi di pinggir jalan.

Kuratif 

• Pirantel pamoat 1 x 150 mg ( single dose)

Rehabilitatif 

• Kontrol ulang seminggu lagi.

DINAS KESEHATAN KOTA PADANG

PUSKESMAS LUBUK BEGALUNG


 Nama Dokter : Wilma
Tanggal : 19 November 2012

R/ Pirantel pamoat tab No. 1 ½


m. pulv No.I
S 1dd pulv I

Pro : F (4 3/12 tahun)


Alamat : Ujung Tanah, Lubeg

15

Anda mungkin juga menyukai