Anda di halaman 1dari 22

PORTOFOLIO

KASUS MEDIS
Malaria Vivax

Disusun oleh: dr. Jhon Henry I Siregar


Pembimbing: dr. Yusdeny, Sp.PD
Pendamping: dr. Rasmono, M.MKes

RSUD dr.H. KOESNADI BONDOWOSO


2019

1
PORTOFOLIO KASUS MEDIK

Nama Peserta: dr. Jhon Henry I Siregar


Nama Wahana: RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso
Topik: Malaria Vivax
Tanggal (kasus): 9-09-2019
Nama Pasien: Tn. M No. RM: 72-28-74
Tanggal Presentasi: 22 Oktober 2019 Pendamping:
dr. Rasmono, M.MKes
dr. Moch Jasin, M.Kes
Tempat Presentasi: Ruang Komite Medik RSU Koesnadi Bondowoso
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa □Lansia Bumil
Deskripsi:
Deskripsi: Laki – laki usia 48 tahun datang dengan keluhan demam sejak 15 hari yang lalu. Demam
dirasakan hilang timbul dan tidak meningkat saat sore hari. Demam disertai menggigil tetapi tidak
berkeringat menggigil dirasakan dari malam hingga subuh. Pasien juga mengeluh pusing, mual muntah
sedikit tidak ada darah, buang air besar berwarna kehitaman, dan nyeri pada ulu hati. Tetapi buang air
kecil normal. Keluhan sempat diobati di tempat pasien bekerja Kalimantan mendapat suntik dan obat
lalu pasien merasa enakan dan bisa kembali bekerja lalu ketika pasien pulang ke Bondowoso pasien
mulai mengeluhan tentang penyakitnya lalu dibawa ke puskesmas dan mendapat perawatan di
puskesmas selama 5 hari karena tidak mendpatkan perbaikan pasien dirujuk ke rumah sakit
Tujuan:
Menegakkan diagnosis
Menetapkan manajemen Malaria Vivax.
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
Bahasan: Pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
membahas: diskusi
Data utama untuk bahan diskusi:
DATA PASIEN
Identitas
Nama : Tn. M
Usia : 48 thn
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Bendoarum 15/7 Wonosari
Pekerjaan : Buruh Tani
Agama : Islam
Suku : Madura
Tgl MRS : 9-09-2019
No. RM : 72-28-74
1. Anamnesis:
Keluhan Utama:
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 15 hari yang lalu. Demam dirasakan hilang timbul dan
tidak meningkat saat sore hari. Demam disertai menggigil tetapi tidak berkeringat menggigil
dirasakan dari malam hingga subuh. Pasien juga mengeluh pusing, mual muntah sedikit tidak ada
darah, buang air besar berwarna kehitaman, dan nyeri pada ulu hati. Tetapi buang air kecil normal.

2
Keluhan sempat diobati di tempat pasien bekerja di Kalimantan mendapat suntik dan obat lalu
pasien merasa enakan dan bisa kembali bekerja lalu ketika pasien pulang ke Bondowoso pasien
mulai mengeluhan tentang penyakitnya lalu dibawa ke puskesmas dan mendapat perawatan di
puskesmas selama 5 hari karena tidak mendpatkan perbaikan pasien dirujuk ke rumah sakit.
Pasien menceritakan bahwa sering berpergian bolak-balik ke Kalimantan Timur selama 1 bulan
untuk bekerja disana sebagai buruh tani. Pasien mengatakan setiap harinya banyak nyamuk dan
ketika tidur tidak memakai tirai tetapi memakai lotion anti nyamuk (autan).
Pada tahun 2016 pasien mengeluh badannya tiba-tiba menggigil dan demam. Sebelum demam
pasien mengeluh kepalanya terasa pusing tetapi tidak mual dan tidak muntah. Lalu pasien dibawa ke
rumah sakit terdekat. Pasien dirawat selama 1 minggu dan pasien didiagnosis menderita malaria.
2. Riwayat Pengobatan:
Disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama.
5. Riwayat Pekerjaan:
Pasien adalah seorang Petani.
III.PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan umum : lemah
• Kesadaran : compos mentis
• Vital sign
TD : 86/50 mmHg
Nadi : 97 x/mnt
RR : 24x/mnt
Suhu Axilla : 37,8 ˚ C

Kulit Turgor kulit normal,


tidak ada nodul,
ptekie (-), purpura (-), anemis (-), cyanosis (-) ikterik (-).

Kelenjar limfe tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening

Otot Tidak terdapat tanda peradangan dan nyeri tekan

Tulang Tidak ada deformitas, tidak terdapat tanda radang

Sendi Tidak ada deformitas dan tidak terdapat tanda- tanda peradangan

3
Pemeriksaan Khusus

1. Kepala
– Bentuk : simetris
– Ukuran : normosephal
– Rambut : hitam,lurus, panjang 5 jari dibawah bahu
– Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/- , Reflek cahaya +/+
Diameter pupil 3mm/3mm; isokor
– Hidung : sekret (-), bau (-), perdarahan (-)
– Telinga : sekret (-), bau (-), perdarahan (-)
– Mulut : dbn
– Lidah : dbn

2. Leher

• Bentuk : simetris
• Kelenjar limfe : perbesaran (-)

Kesan terdapat anemis

3. Thorax
Jantung : Simetris fusiformis, Inspeksi ictus cordis tidak terlihat, palpasi ictus cordis
teraba di
ICS 6 linea midclavicularis sinistra, Auskultasi bunyi jantung I-
II (+/+) reguler, murmur (-), gallop (-), kesan : batas jantung
normal
Paru : Inspeksi paru simetris saat statis dan dinamis, palpasi paru
fremitus vokal dan taktil simetris, perkusi paru sonor (+/+),
Auskultasi vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
4. Abdomen
Inspeksi : Soepel , striae (-), bekas luka
operasi (-).
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien dbn, kandung kemih dbn
Perkusi : Nyeri ketuk (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Genitalia : Tidak dilakukan

5. Extremitas
Akral hangat, Edema kedua tangan (-/-), edema kedua tungkai (-/-), CRT< 2 detik.

4
1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Haemoglobin 12,4 gr/dl
Leukosit 2,6 /ul
Trombosit 63.000/ul
Hematokrit 37.2%
SGOT 31
SGPT 27

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan


Kreatinin 1,39
Urea 40
Malaria Ditemukan plasmodium vivax

RESUME

• Pasien datang dengan keluhan demam sejak 15 hari yang lalu. Demam disertai
menggigil dan pusing.
• Riwayat bepergian ke Kalimantan Timur . pernah mengalami hal yang sama dan
didiagnosis Malaria.
DIAGNOSIS
Malaria vivax
DIAGNOSIS BANDING
Demam Tifoid
DHF
PENATALAKSANAAN
Inf RL loading 1000 CC 20 tpm
Paracetamol inf 1gr IV
Inj omeprazole 1vial IV
Primaquin 1 X 15 mg
DHP 1X4 mg Tablet
PROGNOSIS
Dubia ad bonam

5
Follow up hari 2 MRS

S) pasien menggigil. Sesak kadang-kadang 5. Extremitas


O) KU : lemah Kes : composmentis Akral hangat + +
v/s TD : 77/48mmHg RR : 18x/mnt + +
N : 80x/mnt Tax : 37,6˚C Edema - -
K/L : a/i/c/d = -/-/-/+ - -
Thorax :COR A) Obs. Febris e.c Malaria
I: ictus cordis tidak tampak P) RL 20 TPM
P: ictus cordis tidak teraba Paracetamol PRN
P:redup di ICS VI MCL sinistra – ICS Omeprazole 2X40 mg
VII AAL sinistra Futrolit 7tpm
A: S1S2 tunggal, reguler, e/g/m : -/-/- Inj ondansentron 3X1 vial
Pulmo : Primaquin 1 X 15 mg
I : simetris, retraksi -/- DHP 1X4 mg Tablet
P: fremitus raba +/+
P: sonor +/+
A: Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
4. Abdomen:
I : flat
A: BU(+) N (7x/menit)
P: Tympani
P: Soepel, nyeri tekan (-), hepar tak teraba,
ren tak teraba

6
Follow up hari 3 MRS

S) pusing, menggigil 5. Extremitas


O) KU : cukup Kes : composmentis Akral hangat + +
v/s TD : 100/60 mmHg RR : 20x/mnt + +
N : 80x/mnt Tax : 38,1 ˚ C Edema - -
K/L : a/i/c/d = -/-/-/- - -
Thorax :COR A) Malaria
I: ictus cordis tidak tampak P) Infus hidromal 7tpm
P: ictus cordis tidak teraba Inj santagesic 3X1 amp
P:redup di ICS VI MCL sinistra – ICS Inj omeprazole 2X1 vial
VII AAL sinistra Inj ondansentron 3X1 amp
A: S1S2 tunggal, reguler, e/g/m : -/-/- Primaquin 1 X 15 mg
Pulmo : DHP 1X4 mg Tablet
I : simetris, retraksi -/-
P: fremitus raba +/+
P: sonor +/+
A: Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
4. Abdomen:
I : flat
A: BU(+) N (9x/menit)
P: Tympani
P: Soepel, nyeri tekan (-),ren tak teraba

7
Follow up hari 4 MRS

S) Pusing berkurang 5. Extremitas


O) KU : cukup Kes : composmentis Akral hangat + +
v/s TD : 100/70 mmHg RR : 16x/mnt + +
N : 62x/mnt Tax : 35,9˚C Edema - -
K/L : a/i/c/d = -/-/-/- - -
Thorax :COR A) Malaria
I: ictus cordis tidak tampak P) Omeprazole 2X4 mg
P: ictus cordis tidak teraba Futrolit 7tpm
P:redup di ICS VI MCL sinistra – ICS Inj ondansentron 3X4mg
VII AAL sinistra Infus hidromal 7tpm
A: S1S2 tunggal, reguler, e/g/m : -/-/- Inj santagesic 3X1 amp
Pulmo : Primaquin 1 X 15 mg
I : simetris, retraksi -/- DHP 1X4 mg Tablet
P: fremitus raba +/+
P: sonor +/+
A: Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
4. Abdomen:
I : flat
A: BU(+) N (7x/menit)
P: Tympani
P: Soepel, nyeri tekan (-), hepar tak teraba,
ren tak teraba

8
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh protozoa dari
genus plasmodium yang menyerang eritrosit melalui gigitan nyamuk anopheles
betina yang ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.1
Plasmodium yang menginfeksi manusia terdiri dari Plasmodium vivax,
Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, dan Plasmodium falciparum.
Plasmodium falciparum merupakan plasmodium yang paling berbahaya dibanding
plasmodium jenis yang lain karena merupakan jenis yang menyebabkan angka
kematian dan kesakitan paling tinggi pada manusia.2

II. Epidemiologi
Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang tersebar di seluruh
dunia terutama negara-negara beriklim tropis dan subtropis. Berdasarkan laporan
WHO (2005), terdapat lebih dari 1 milyar penduduk atau 40% dari penduduk
dunia tinggal di daerah endemis malaria. Sementara prevalensi penyakit malaria di
seluruh dunia diperkirakan antara 300-500 juta klinis setiap tahunnya. Dari 300-
500 juta kasus klinis malaria di dunia, terdapat sekitar 3 juta kasus malaria dengan
komplikasi malaria serebral. Angka kematian yang dilaporkan mencapai 1,5–2,7
juta penduduk per tahun, terutama terjadi pada anak-anak di Afrika, khususnya
daerah yang kurang terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Di Indonesia, sampai
saat ini angka kesakitan penyakit malaria masih cukup tinggi, yaitu kira-kira 30
juta/tahun, angka kematian 100.000/tahun, sementara berdasarkan hasil survei
kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria
dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Data Departemen Kesehatan
menunjukkan tahun 2007 jumlah populasi beresiko terjangkit malaria
diperkirakan sebanyak 116 juta orang sementara jumlah kasus malaria klinis yang
dilaporkan 1.775.845 kasus.3

9
III. Etiologi
Penyebab malaria adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh protozoa
parasit dari genus plasmodium yang menyerang eritrosit melalui gigitan nyamuk
anopheles yang ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah.
Siklus hidup malaria secara umum:
a. Siklus hidup pada manusia1
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia,
sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk kedalam
peredaran darah manusia selama lebih kurang ½ jam. Setelah itu sporozoit
akan masuk kedalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian
berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit
hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang
berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. Pada P.vivax dan P. ovale,
sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi
ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit
tersebutdapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun. Pada suatu saat, bila imunitas tubuh menurun, akan
menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps. Merozoit yang berasal
dari skizon hati yang pecah akan masuk keperedaran darah dan menginfeksi
sel darah merah. Didalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang
dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung
spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini di sebut skizogoni.
Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang
keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus
eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang
menginfeksi sel darah merah akan membentuk stadium seksual (gametosit
jantan dan betina).
Tabel 1. Lamanya siklus eksoeritrositik
Spesies Lama siklus Diameter skizon Jumlah merozoit
eksoeritrositik matur eksoeritrositik dalam skizon
(hari) (µm) eksoeritrositik
Plasmodium falciparum 5-7 60 30.000

10
Plasmodium vivax 6-8 45 10.000
Plasmodium ovale 9 60 15.000
Plasmodium malariae 14-16 55 15.000
b. Siklus hidup pada nyamuk Anopheles betina1
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah penderita yang
mengandung gametosit, didalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina
melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet
kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung
nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit.
Sporozoit bersifat infektif dan siap ditularkan kembali ke manusia. Dalam
kaitan dengan siklus hidup plasmodium ini, dikenal istilah masa inkubasi
yaitu rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala, klinis
yang ditandai dengan demam, dan masa prepaten. Masa inkubasi bervariasi
tergantung spesies plasmodium.

11
Gambar 1. Siklus hidup Plasmodium pada nyamuk dan manusia

IV. Klasifikasi
Secara parasitologi dikenal 4 genus Plasmodium dengan karakteristik klinis
yang berbeda bentuk demamnya, yaitu1:
1. Plasmodium vivax, secara klinis dikenal sebagai Malaria Tertiana disebabkan
serangan demamnya yang timbul setiap 3 hari sekali.
2. Plasmodium malaria, secara klinis juga dikenal juga sebagai Malaria Quartana
karena serangan demamnya yang timbul setiap 4 hari sekali.
3. Plasmodium ovale, secara klinis dikenal juga sebagai Malaria Ovale dengan
pola demam tidak khas setiap 1-2 hari sekali.
4. Plasmodium falciparum, secara klinis dikenal sebagai Malaria tropicana atau
Malaria tertiana maligna sebab serangan demamnya yang biasanya timbul
setiap 3 hari sekali dengan gejala yang lebih berat dibandingkan infeksi oleh
jenis plasmodium lainnya.
Secara epidemiologi, spesies yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah
plasmodium falciparum dan vivax.
Tabel 2. Lamanya siklus eritrositik
Lamanya daur Plasmodium Plasmodium Plasmodium Plasmodium
falciparum vivax ovale malariae
Masa prepaten 9-10 hari 11-13 hari 10-14 hari 15-16 hari
Masa inkubasi 9-14 hari 12-17 hari 16-18 hari 18-40 hari
Daur eritrositik 48 jam 48 jam 50 jam 72 jam
Merozoit skizon 20-30 hari 18-24 hari 8-14 hari 8-10 hari

V. Patogenesis1
Menurut pendapat ahli patogenesis malaria dipengaruhi oleh faktor parasit
dan faktor penjamu host. Yang termasuk ke dalam faktor parasit adalah intensitas
transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang termasuk ke
dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetik,
usia, status nutrisi, dan status imunologi. Setelah sporozoit dilepas sewaktu
nyamuk anopeles betina menggigit manusia, akan masuk kedalam sel hati dan
terjadi skizogoni ektra eritrosit. Skizon hati yang matang akan pecah dan
selanjutnya merozoit akan menginvasi sel eritrosit dan terjadi skizogoni intra

12
eritrosit, menyebabkan eritrosit mengalami perubahan seperti pembentukan knob,
sitoadherens, sekuestrasi, dan rosseting.
Parasit dalam eritrosit (EP) secara garis besar mengalami 2 stadium yaitu:
1. Stadium cincin pada 24 jam pertama : permukaan EP akan menampilkan
antigen ring-infected erythrocyte surface antigen (RESA) yang menghilang
setelah parasit masuk stadium matur.
2. Stadium matur pada 24 jam kedua : permukaan membran EP akan mengalami
penonjolan dan membentuk knob dengan histidin rich protein-1( HRP-1) sebagai
komponen utamanya.
Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni, akan dilepaskan toksin
malaria berupa GPI yaitu glikosil fosfatidil inositol yang merangsang pelepasan
sitokin seperti tumor nekrosis faktor alfa (TNFα) dan Interleukin 1 (IL-1) dari
makrofag. Penumpukan EP memulai proses patologik infeksi malaria falsiparum
dengan kemampuan adhesi dengan sel lain yaitu endotel vaskular, eritrosit dan
menyebabkan sel ini sulit melewati kapiler dan filtrasi limpa. Hal ini berpengaruh
terjadinya sitoadherens dan sekuestrasi. Sitoadherens adalah peristiwa perlekatan
eritrosit yang telah terinfeksi P.falsiparum pada reseptor di bagian endotelium
venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat. pada eritrosit yang tidak
terinfeksi sehingga terbentuk roset. Sitoadherensi menyebabkan eritrosit matur
tidak beredar kembali dalam sirkulasi. EP matur yang tinggal dalam jaringan
mikrovaskuler disebut eritrosit matur yang mengalami sekuestrasi. Sekuestrasi
terjadi pada organ-organ vital dan hampir semua jaringan dalam tubuh. Sekustrasi
tertinggi terdapat di otak, diikuti hepar, ginjal, paru, jantung dan usus. Sekuestrasi
ini memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria berat. Rosseting adalah
suatu fenomena perlekatan antara satu eritrosit yang mengandung merozoit
matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit sehingga
berbentuk seperti bunga. Rosseting menyebabkan obstruksi aliran darah lokal atau
dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadherens.

VI. Manifestasi Klinis


Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam menggigil, sefalgia,
anemia, dan menyebabkan perubahan-perubahan patofisiologis pada organ seperti
otak, hati, ginjal, dan limpa. Manifestasi klinis malaria sangat beragam. Gejala

13
klinis mulai tampak setelah 1 minggu hingga 4 minggu setelah infeksi dan
umumnya mencakup demam dan menggigil.2
Masa inkubasi Biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung pada spesies
parasit, beratnya infeksi dan ada pengobatan sebelumnya atau pada derajat
resistensi hospes. Masa prodromal Terjadi sebelum terjadinya demam, berupa
kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang
atauotot,anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadangkadang merasa
dingin di punggung. Gejala klasik Gejala klasik yaitu adanya trias malaria atau
malaria proxysm, terjadi secara berurutan, sebagai berikut :
a. Periode dingin Mulai menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering
berselimut, seluruh badan gemetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai
sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai
1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
b. Periode panas Muka penderita terlihat merah, kulit panas dan kering,
nadi cepat dan demam sampai 40°C atau lebih, penderita membukaselimutnya,
respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi
syok, kesadaran delirium sampaiterjadi kejang. Periode ini dapat berlangsung
sampai 2 jam atau lebih, diikuti keadaan berkeringat.
c. Periode berkeringat Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti
seluruh tubuhsampai basah,suhu turun, penderita merasa capek dan sering
tertidur.Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan
biasa.

VII. Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan mikroskopis4
i. Pemeriksaan sediaan apusan darah tebal
Pemeriksaan miroskopis dapat dilakukan dengan menggunakan sediaan
darah (SD) tebal dan tipis, dan apabila dilakukan dengan cara yang benar
mempunyai nilai sensitivitas dan spesifitas hampir 100%. National Institute
of Malaria Research juga mengatakan bahwa sediaan tebal dan tipis
merupakan gold standart untuk menegakkan suatu diagnosa malaria. Ini
menunjukkan pewarnaan Giemsa mampu mendeteksi parasit malaria
walaupun pada densitas yang rendah. Selain itu pewarnaan Giemsa juga
dapat menghitung kepadatan dan membedakan spesies malaria dan

14
stadiumnya. Untuk melihat adanya parasit aseksual dari plasmodium
malaria dapat dilakukan dengan mengambil darah kapiler kemudian
diletakkan pada dek gelas dan dibiarkan kering, kemudian diwarnai dengan
pewarnaan giemsa, lalu dicuci dengan hati- hati selama 1-2 detik dan
dikeringkankemudian diperiksa. Pemeriksaan dengan hapusan darah tebal
diperlukan untuk menghitung kepadatan parasit secara semi kuantitatif dan
kuantitatif.

Gambar 2. Plasmodium Sp. Pada sediaan hapusan darah tepi

Semi kuantitatif:
(-) : SD - atau tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB
(+) : SD +1 atau ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB
(++) : SD +2 atau ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB
(+++) : SD +3 atau ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB
(++++): SD +4 atau ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB
Kuantitatif:
Jumlah parasit dihitung permikro liter darah pada sediaan darah tebal
(leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).

15
Cara menghitung kepadatan parasit, yaitu:
Jumlah Parasit aseksual dalam 1ml = (X.Jumlah leukosit/ml) / 200
Ket.X = Jumlah parasit aseksual per 200 leukosit.
Bila dijumpai 1500 parasit per 200 leukosit, sedangkan jumlah leukosit
8000/µL maka hitung parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000 parasit
/µL
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut: a. Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu
diperiksa ulang setiap 6-12 jam sampai tiga hari berturut-turut. b. Bila hasil
pemeriksaan sediaan darah tebal selama tiga hari berturut-turut tidak
ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.
ii. Pemeriksaan sediaan darah tipis
Sediaan darah tipis berguna untuk mengindentifikasi jenis parasit malaria.
Cara pengecatan sama dengan pemeriksaan darah tebal namun sebelum di
cat sedian darah difiksasi dulu dengan metanol murni.
iii.Semi quantitative buffy coat (QBC)
QBC merupakan suatu metode mikroskopik alternatif di mana buffy coat
yang telah disentrifuge diwarnai dengan flurokrom sehingga parasit malaria
kelihatan terang apabila diperiksa di bawah mikroskop. Prinsip dasar tes
fluoresensi yaitu adanya protein plasmodium yang dapat mengikat akridine
orange akan mengidentifikasikan eritrosit terinfeksi plasmodium. Tes QBC
cepat tapi tidak dapat membedakan jenis plasmodium dan hitung parasit.
b. Pemeriksaan imunoserologi4
Rapid diagnostic test (RDT) merupakan alternatif terhadap diagnosa
yang ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, terutama pada tempat yang
tidak mempunyai sarana mikroskopis yang berkualitas. Walaupun terdapat
berbagai jenis RDT, tetapi prinsip kerjanya sama, yaitu dengan mendeteksi
antigen spesifik (protein) yang dihasilkan oleh parasit malaria dan berada
dalam sirkulasi darah orang yang terinfeksi. Keuntungan RDT adalah
pemeriksaan ini tidak memerlukan teknik yang tinggi dalam pelaksanaannya.
Walaupun begitu, biaya RDT mahal dan pemeriksaan tidak bersifat kuantitatif.
Merupakan cara mendeteksi antigen plasmodium dengan
menggunakan dipstick. Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen
parasit malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi, dalam

16
bentuk dipstik. RDT merupakan alternatif terhadap diagnosa yang ditegakkan
berdasarkan manifestasi klinis. Tes ini sangat bermanfaat pada instalasi rawat
darurat, saat terjadi out break, terutama pada tempat yang tidak mempunyai
sarana mikroskopis yang berkualitas atau di daerah terpencil yang tidak
tersedia fasilitas laboratorium, serta untuk survei tertentu. Tes yang tersedia di
pasaran saat ini mengandung:
a. HRP-2 (Histidine rich protein 2) yang diproduksi olehtrofozoit, skizon dan
gametosit muda P. Falciparum
b. Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang
diproduksi oleh parasit bentuk aseksual atau seksual P.falciparum, P.vivax,
P.ovale dan P.malariae.
Berdasarkan kemampuan mendeteksi plasmodium, RDT yang beredar pada
umumnya ada 2 jenis yaitu:
1. Single yang mampu mendiagnosis hanya infeksiP.falciparum;
2. Combo yang mampu mendiagnosis infeksi P .falciparum dan non
falciparum. Hal yang perlu di perhatikan pada RDT adalah kemampuan
minimal sensitivity 95% dan specificity 95%, dan penyimpanan sebaiknya
dalam lemari es tetapi bukan dalam frezer.
c. Pemeriksaan serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik
terhadapmalaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini
kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terbentuk
setelah beberapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru,
dan tes >1:20 dinyatakan positif.4
d. Pemeriksaan biomolekuler
Polymerase chain reaction (PCR) merupakan pemeriksaan
biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit plasmodium
dalam darah.PCR sangat berguna untuk menegakkan diagnosa malaria
berdasarkan spesiesnya dan sangat efektif untuk mendeteksi jenis plasmodium
penderita walaupun pada parasitemia, namun biaya pemeriksaan mahal.4
e. Pemeriksaan kimia darah
Pada pemeriksaan kimia didapatkan: leukositosis, PCV < 12%, Hb <5
g/dl, GDS<40 mg/dl, Ureum >60 mg/dl, Glukosa likuor serebrospinal rendah,
Kreatinin >3 mg/dl, laktat dalam likuor serebrospinal meningkat, SGOT

17
meningkat > 3 kali normal, antitrombin rendah, peningkatan kadar plasma 5’-
nukleotidas.4

VIII. Tatalaksana5
Artemisinin merupakan obat antimalaria kelom- pok seskuiterpen lakton
yang bersifat skizontosida darah untuk P. falciparum dan P. vivax. Obat ini
berkembang dari obat tradisional Cina untuk penderita demam yang dibuat dari
ekstrak tumbuhan Artemesia annua L (qinghao) yang sudah dipakai sejak ribuan
tahun lalu dan ditemukan peneliti Cina tahun 1971. WHO (2006) memberikan
rekomendasi untuk penggunaan derivat artemisinin (ART) sebagai berikut;
1. Untuk pengobatan malaria berat
2. Untuk pengobatan malaria ringan/tanpa komplikasi
3. Untuk meningkatkan efikasi dan menghambat resistensi terhadap derivat
artemisinin harus dipakai kombinasi dengan obat malaria lain. Perkecualian bila
tidak bisa memakai obat lain/ kombinasi, artemisinin diberikan dalam waktu 7
hari. ACT merupakan kombinasi pengobatan yang unik, karena artemisinin
memiliki kemampuan; menurunkan biomass parasite dengan cepat,
menghilangkan simptom dengan cepat, efektif terhadap parasit resisten multi-
drug, semua bentuk/ stadium parasit dari bentuk muda sampai tua yang
berkuestrasi pada pembuluh kapiler, menurunkan pembawa gamet, menghambat
transmisi, belum ada resistensi terhadap artemisinin, dan efek samping minimal.
Derivat artemisinin dalam bentuk oral: arte- misinin, artesunate, artemether
dan dihydro- artemisinin; dalam bentuk injeksi : artemether i.m, arthe-ether im,
artesunate i.v,/i.m; dalam bentuk suppository: artemeter, artemisinin, arte- sunate,
dihydro-artemisinin. Pada kehamilan, belum ada data klinis muta- genik ataupun
teratogenik. Artemisinin dapat digunakan pada kehamilan trimester II & III;
belum dianjurkan dipakai pada trimester I, walaupun belum ada bukti teratogenik/
efek buruk pada kehamilan. Kombinasi ideal jika artemisinin digabung dengan
obat lain dengan half-life panjang dan belum timbul resistensi. Obat yang dikemas
sebagai fixed dose combination (FDC) lebih dianjurkan untuk menghindari non
compliance.

18
WHO merekomendasikan ACT yaitu :
1. Artesunate + Amodiquine (Artesdiaquine R, Arsuamoon R)
2. Artesunate + Sulfadoksin-pirimetamin
3. Artesunate + Mefloquine • Artemether - Lumefantrine (Coartem R)

Di Indonesia saat ini telah dipergunakan 3 jenis obat ACT yaitu :


1. Kombinasi Dihydroartemisinin- Piperaquine
2. Kombinasi Artemether – Lumefantrine
3. Kombinasi Artesunate + Amodiakuin
Pengobatan malaria ringan atau tanpa komplikasi untuk pengobatan radikal
malaria falciparum atau vivax:
1. Pilihan I : Obat pilihan ke 1 yaitu dihydroartemisinin + piperakuin (DHP) .
Kombinasi ini dipilih untuk mengatasi kegagalan kombinasi sebelumnya
yaitu artesunate + amodiakuin.
2. Pilihan II : Obat pilihan ke-2 ialah kombinasi Artemeter-lumefantrine
(CoartemR). Merupakan kombinasi tetap ( fixed dose combination ), dapat
dipakai untuk malaria falsiparum dan malaria vivaks. Di Papua respon
terhadap vivaks lebih rendah dibanding kombinasi lainnya.
Kecuali sebagai obat lini II, AL juga dapat dipakai sebagai obat pilihan
pertama pada kasus-kasus kegagalan artesunate + amodiakuin sudah cukup
tinggi seperti di Papua, Lampung dan Sulawesi Utara; atau di daerah dengan
kegagalan klorokuin cukup tinggi. Daerah yang resisten terhadap klorokuin,
mungkin juga resisten terhadap amodiakuin (cross resistance).
3. Pilihan III : Sebagai pilihan ke-3 dipakai ACT : Artesunate + Amodiakuin ( 1
tablet artesunate 50 mg dan 1 tablet amodiakuin 200 mg (~ 153 mg basa).
Dosis artesunate ialah 4 mg/kgbb. /hari selama 3 hari dan dosis amodiakuin
ialah 10 mg/kgbb./hari selama 3 hari. (tabel 3) Apabila ACT gagal, WHO
menganjurkan me- makai ACT lain yang diketahui mempunyai ektivitas
tinggi (ada 3 pilihan ACT), atau kombinasi Kina + Doksisiklin+ Primakuin
atau Kina +Tetrasiklin + Primakuin. Doksisiklin 1 tablet =100 mg, dosis 3 –
5 mg/kgbb. satu kali sehari selama 7 hari, dan tetrasiklin 250 mg atau 500
mg, dosis 4 mg/kgbb. 4 x sehari. Untuk wanita hamil dan anak-anak dibawah

19
usia 11 tahun, TIDAK boleh memakai doksisiklin/ tetrasiklin dan diganti
dengan clindamycin 10 mg/ kgbb. 2 x sehari selama 7 hari. Primakuin tidak
boleh diberikan pada bayi, ibu hamil dan penderita dengan defisiensi enzim
G-6-PD. Dosis: 0,75 mg/kgbb. dosis tunggal untuk Plasmodium falciparum.
Untuk Plasmodium vivax dosis 0,25 mg/ kgbb. atau 1 tab pada orang dewasa
pada hari 1 – 14. Doksisiklin, Tetrasiklin atau Klindamisin diberikan pada
hari 1 – 7 tergantung kesediaan obat dan indikasinya.
Sebaiknya penggunaan kina dibatasi karena efek samping yang cukup
banyak dan serius, seperti demam kencing hitam, hipotensi, hipoglikemia dan
aritmia jantung. Selain itu juga bermanfaat mengurangi resistensi terhadap kina
sehingga masih ada obat yang bisa dipakai untuk pengobatan malaria.
Tabel 3. Dosis penggunaan DHP dan Primakuin
Jumlah tablet menurut kelompok umur
Hari Jenis obat 0-1 > 1-11 1-4 5-9 10-14
≥ 15 tahun
bulan bulan tahun tahun tahun
I-III DHP ¼ ½ 1 1½ 2 3-4
Falciparum : Hari I Primakuin - - ¾ 1½ 2 2-3
Vivax : Hari I-IV Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

IX. Komplikasi
Penyakit malaria dapat berlangsung akut maupun kronik dan tanpa
komplikasi atau disertai komplikasi sistemik atau malaria berat. Salah satu
komplikasi malaria adalah malaria serebral. Plasmodium falsiparum adalah jenis
yang paling sering memberi komplikasi malaria serebral dengan angka kematian
yang tinggi. Dalam kejadiannya ada beberapa penyebab yang menjadi faktor
penting, seperti faktor manusia, vektor, parasit, dan faktor lingkungan yang
mempengaruhi siklus biologi nyamuk. Patogenesis malaria komplikasi meliputi
sitoadherens pada mikrovaskular terhadap eritrosit terinfeksi parasit, adherens
antara eritrosit normal dengan eritrosit yang mengandung parasit (rosetting), dan
pengeluaran sitokin sebagai respons terhadap substansi toksik yang dikeluarkan
oleh Plasmodium falciparum yang menyebabkan kerusakan jaringan.2

20
X. Prognosis
Prognosis malaria tergantung dari4;
1. Jumlah densitas parasit. Semakin padat parasit semakin buruk
prognosisnya. Korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
Kepadatan parasit <100.000/µL, maka mortalitas <1%. Kepadatan parasit
>100.000/µL, maka mortalitas >1%. Kepadatan parasit >500.000/µL, maka
mortalitas >5%
2. Beratnya kegagalan fungsi organ. Semakin sedikit organ vital yang
terganggu semakin baik prognosisnya.

Kecepatan diagnosis dan ketepatan pengobatan. Makin cepat diagnosis dan pengobatan akan
memperbaiki prognosis.

21
DAFTAR PUSTAKA
1. Zulkarnain I. Malaria Berat. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta;2006:504-7.
2. Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA. Malaria Dari Molekuler ke Klinis. 2nd ed.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2009:1-250.
3. Epidemiologi Malaria Di Indonesia. Pusat Data dan Informasi. Direktorat Pengendalian
Penyakit. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta. 2011.
4. Robbins. Malaria. Dalam: Buku ajar patologi. 7th ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta;2007:458-9.
5. World Health Organization. Guidelines for the treatment of malaria. 3rd ed. Geneva:
WHO Library Cataloguing in Publication Data;2015.

22

Anda mungkin juga menyukai