KASUS MEDIS
IMA STEMI
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (24 Oktober 2017)
Hb : 13.7 mg/dL
Leukosit : 16.800 /mm
Hematokrit : 40 %
Trombosit : 251.000 /mm.
SGOT : 45 mgr %
SGPT : 17 U/l
Kreatinin : 1.16 mgr %
Urea : 34 mgr%
GDA : 150 mg/dL
Troponin I : (-) Negatif
3. Assessment
Initial Diagnosis:
Klinis: Nyeri dada sebelah kiri tembus ke punggung hingga menjalar ke
lengan kiri
Etiologis: IMA STEMI Inferior
4. Planning
Terapi :
Terapi IGD
O2 nasal 3 lpm
Infus RL 14 tpm
Aspilet 80mg 4 tab
Brilinta 2 tab
Injeksi Morphin 2 mg
Pro Primary PCI
Monitoring :
Tanda Vital
Keluhan
Planning Diagnosis:
1. Pemeriksaan laboratorium Cardiac Marker
2. Pemeriksaan ECG
3. Pemeriksaan foto rontgen thorax AP.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif
Laki – laki usia 49 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri dada sejak 1
bulan SMRS hilang timbul, keluhan dirasakan semakin memberat dan terus
menerus sejak tadi pagi ± 1 jam SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk – tusuk di
dada sebelah kiri hingga tembus ke punggung dan menjalar ke lengan kiri hingga
pasien pingsan di sawah. Keringat dingin (+), mual (-), muntah (-), sesak nafas di
sangkal. Menurut pasien keluhan nyeri dada hebat seperti ini baru pertama kali
dirasakan. Sebelumnya nyeri dada yang dirasakan 1 bulan lalu, tidak berat seperti
ini, pasien masih dapat beraktivitas seperti biasa, dan nyeri dada hilang-timbul.
BAK (+) warna kekuningan, nyeri disangkal. BAB (+) kekuningan, darah(-).Tidak
ada riwayat trauma sebelumnya. Riwayat merokok (+) baru berhenti ± 1 bulan
yang lalu.
2. Objektif
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran
composmentis, tampak kesakitan. Pemeriksaan tanda vital tekanan darah 100/60
mmHg, nadi 74 x/menit, temperatur 36 0C, respiration rate 22 x/menit, SpO2 96%.
Pada pemeriksaan kepala leher didapatkan pupil isokor, reflek cahaya positif, dan
ukuran 3 cm pada kedua pupil. Tidak ada kelainan pada cor, pulmo, abdomen dan
extremitas atas maupun bawah. Dari hasil ECG didapatkan ST elevasi di Lead II,III,
dan AVF.
3. Assessment
Definisi
Sindrom koroner akut adalah gabungan gejala klinik yang menandakan
iskemia miokard akut, yang terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen
ST (ST segment elevation myocardial infarction = STEMI), infark miokard akut tanpa
elevasi segmen ST (non ST segment elevation myocardial infarction = NSTEMI), dan
angina pectoris tidak stabil (unstable angina pectoris = UAP). Ketiga kondisi tersebut
berkaitan erat, hanya berbeda dalam derajat beratnya iskemia dan luasnya jaringan
miokardium yang mengalami nekrosis.
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-
faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardial infarction)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment
elevation myocardial infarction)
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
Patofisiologi
Infark mikard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya
banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi cedera vaskular, di mana cedera ini dicetuskan oleh faktor-
faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami
ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri
koroner. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus,
yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons terhadap
trombolitik.
Aterosklerosis
Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri
koronaria yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan
lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif
mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi
terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium.
Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan
pembuluh darah yang mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar. Dengan
demikian keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen menjadi tidak
seimbang sehingga membahayakan miokardium.
Lesi biasanya diklasifikasikan sebagai endapan lemak, plak fibrosa, dan lesi
komplikata:
1. Endapan lemak, yang terbentuk sebagai tanda awal aterosklerosis, dicirikan
dengan penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi lemak pada daerah
fokal tunika intima. Makrofag tersebut akan memfagosit lemak dan berubah
menjadi foam cell. Sebagian endapan lemak berkurang, tetapi yang lain
berkembang menjadi plak fibrosa.
2. Plak fibrosa (atau plak ateromatosa) merupakan daerah penebalan tunika
intima yang meninggi dan dapat diraba yang mencerminkan lesi paling khas
aterosklerosis. Biasanya, plak fibrosa berbentuk kubah dengan permukaan
opak dan mengilat yang menyembul ke arah lumen sehingga menyebabkan
obstruksi. Plak fibrosa terdiri atas inti pusat lipid dan debris sel nekrotik yang
ditutupi oleh jaringan fibromuskular mengandung banyak sel-sel otot polos
dan kolagen. Sejalan dengan semakin matangnya lesi, terjadi pembatasan
aliran darah koroner dari ekspansi luminal, remodeling vaskular, dan stenosis
luminal. Setelah itu terjadi perbaikan plak dan disrupsi berulang yang
menyebabkan rentan timbulnya fenomena yang disebut "ruptur plak" dan
akhirnya trombosis vena.
3. Lesi lanjut atau komplikata terjadi bila suatu plak fibrosa rentan mengalami
gangguan akibat kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan, trombosis, atau ulserasi
dan dapat menyebabkan infark miokardium.
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi
dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi
karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak
dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun.
Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel
menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit.Keparahan dan
durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan
apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20
menit).Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard.
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner,
maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).Perkembangan perlahan
dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut
dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika
arteri koroner tersumbat cepat.
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak.Erosi dan ruptur plak
ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.Pada Non
STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh
lumen arteri koroner.
Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas
miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang),
distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel).
Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka
mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria
epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun
trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi
Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia,
tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada
pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.
Faktor Resiko
Faktor resiko meliputi faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak
dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain:
Usia
Jenis kelamin
Riwayat keluarga dengan penyakit koroner
Faktor yang dapat dimodifikasi meliputi:
Merokok
Hiperlipidemia
Hipertensi
Diabetes Melitus
Obesitas
Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera
dalam 10 menit sejak kedatangan ke Instalasi Gawat Darurat. Jika pemeriksaan
EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan
terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 10-20 menit atau
pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi
potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior,
EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada
ventrikel kanan.
Gambaran spesifik pada rekaman EKG
Daerah infark Peruba han EKG
Elevasi segmen ST pada lead V1 -V4, perubahan resiprokal
Anterior
(depresi ST) pada lead V7-V9
Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal
Inferior
(depresi ST) V2 , V3, I, aVL
Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6, perubahan
Lateral
resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF
Elevasi segmen ST V7,V8,V9, perubahan resiprokal (depresi
Posterior
ST) pada V1,V2, V3
Elevasi segmen ST V3R-V4R, perubahan resiprokal (depresi
Ventrikel kanan
ST) pada lead I, aVL
Elevasi segmen ST pada lead V1,V2, perubahan resiprokal
Septum
(depresi ST) pada lead V7, V8, V9
2) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK)MB dan cardiac
specific troponin cTn T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus
digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan
otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB, pada
pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera
mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai
enzim di atas dua kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung
(infark miokard). Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB.
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10- 24 jam dan kembali normal dalam 2- 4 hari. Operasi
jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
cTn: ada 2 jenis cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada
infark miokard dan mencapai puncak dalam 10- 24 jam dan cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5- 14 hari, sedangkan cTn I setelah 5- 10 hari.
Terapi reperfusi
Percutaneous Coronary Interventions (PCI)
Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului fibrinolitik
disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam mengembalikan perfusi pada
STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih
efektif dari fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan
dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik.
Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to needle
time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi. Tujuan utamanya adalah
merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam obat
fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase
(TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu konversi plasminogen menjadi
plasmin yang akan melisiskan trombus fibrin. Fibrinolitik dianggap berhasil jika
terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan elevasi segmen ST > 50% dalam 90 menit
pemberian fibrinolitik.
Kontraindikasi terapi fibrinolitik :
Kontraindikasi absolut
1) Setiap riwayat perdarahan intraserebral
2) Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi AV)
3) Terdapat neoplasia ganas intrakranial
4) Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam
5) Dicurigai diseksi aorta
6) Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali menstruasi)
7) Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan
Kontraindikasi relatif
1) Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
2) Hipertensi berat tak terkendali saat masuk (TDS >180 mmHg atau
TDS>110 mmHg)
3) Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau diketahui
patologi intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi
4) Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi besar
(<3 minggu)
5) Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu
6) Pungsi vaskular yang tak terkompresi
7) Untuk streptase / anisreplase: riwayat penggunaan >5 hari sebelumnya atau
reaksi alergi sebelumnya terhadap obat ini
8) Kehamilan
9) Ulkus peptikum aktif
10) Penggunaan antikoagulan baru: makin tinggi INR makin tinggi risiko
perdarahan.
Algoritma terapi reperfusi menurut ESC Guidelines 2017
Rekomendasi terapi reperfusi menurut ESC Guidelines 2017 :
Terapi antitrombotik selama dan sesudah prosedur primary PCI menurut ESC
Guidelines 2017
Dosis terapi antiplatelet dan antikoagulan pada pasien yang menjalani primary PCI
atau yang tidak menjalani terapi reperfusi menurut ESC Guidelines 2017
Strategi terapi pemeliharaan antitrombotik setelah IMA STEMI menurut ESC
Guidelines 2017
Terapi rutin lainnya pasca IMA STEMI menurut ESC Guidelines 2017
Prognosis
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis paska IMA :
a. Berdasarkan kelas Killip
Brady W. et al. 2012, Acute Coronary Syndrome : 2010 American Heart Association
Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care, AHA
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana
Sindrom Koroner Akut. Centra Communications. 2015
2017 ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients
presenting with ST-segment elevation. Europian Heart Journal. 2017
FOLLOW UP
a. 25-10-2017
Subyektif
Keluhan Utama : nyeri dada kiri (-), nyeri pinggang (+)
Obyektif
Status General
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 122/68 mmHg
Respirasi : 22x/menit
Nadi : 63x/menit, regular
Suhu : 36,5 C
K/L a/i/c/d : -/-/-/-
Tho C/P : S1S2 tunggal, M(-), G(-)
Ves +/+, Rh-/-, Wh-/-
Abd : I : flat
A: BU + normal
P: soepel
P: tympani
Ext : Akral Hangat +, Oedem –
Assesment
IMA Stemi Inferior post Primary PCI
Planning
Infus RL 7 tpm
Heparin maintenance
Inj. Ceftriaxone 2x1gram
Inj. Omeprazole 1x40mg
P/O : Aspilet 1x1 tab
Brilinta 2x1 tab
Angintris MR 2x1 tab
Atorvastatin 20mg 0-0-1
Amiodaron 1x1 tab
b. 26-10-2017
Subyektif
Keluhan Utama : Nyeri dada (-), nyeri pinggang (-), batuk (+)
Obyektif
Status General
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Respirasi : 21 x/menit
Nadi : 61 x/menit, regular
Suhu : 36,4 C
K/L a/i/c/d : -/-/-/-
Tho C/P : S1S2 tunggal, M(-), G(-)
Ves +/+, Rh-/-, Wh-/-
Abd : I : flat
A: BU + normal
P: soepel
P: tympani
Ext : Akral Hangat +, Oedem –
Assesment
IMA Stemi Inferior Post Primary PCI
Planning
Infus RL 21 tpm
P/O : Aspilet 1x1 tab
Brilinta 1x1 tab
Angintris MR 2x1 tab
Atorvastatin 20mg 0-0-1
Amiodaron 1x1 tab
Pindah ruangan
c. 27-10-2017
Subyektif
Keluhan Utama : Nyeri dada (-), nyeri pinggang (-)
Obyektif
Status General
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Respirasi : 20 x/menit
Nadi : 65 x/menit, regular
Suhu : 36 C
K/L a/i/c/d : -/-/-/-
Tho C/P : S1S2 tunggal, M(-), G(-)
Ves +/+, Rh-/-, Wh-/-
Abd : I : flat
A: BU + normal
P: soepel
P: tympani
Ext : Akral Hangat +, Oedem –
Assesment
IMA Stemi Inferior Post Primary PCI
Planning
KRS
Terapi KRS
Aspilet tab 1x1
Brilinta tab 1x1
Atorvastatin 20 mg 0-0-1
Amiodaron tab 1x1
Angintriz MR tab 2x1