Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir pemeliharaan hewan kesayangan terutama kucing meningkat
dengan pesat. Kucing tidak hanya dijadikan sebagai penjaga rumah, namun juga sudah
dianggap sebagai bagian dari anggota keluarga. Mereka bisa dilatih, diajak bermain dan
menjadi salah satu teman yang sangat tepat untuk menghilangkan stres. Memiliki satu atau
dua ekor kucing tentu akan sangat menyenangkan, tapi apabila populasi mereka meningkat
secara tidak terkontrol akibat perkawinan yang tidak diinginkan tentu akan sangat
merepotkan.
Selain itu peningkatan populasi hewan dalam jumlah besar menjadi masalah tersendiri
bagi kesehatan manusia, terutama hewan kecil seperti anjing dan kucing karena hewan
hewan tersebut dapat menularkan dan membawa berbagai agen penyakit. Salah satu solusi
untuk memecahkan permasalahan diatas adalah dengan melakukan tindakan sterilisasi pada
kucing. Sterilisasi merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat atau menghilangkan
testis (jantan) atau ovarium (betina).
Menurut

Sariubang

dan

Qomariyah

(2010),

kastrasi

(pengebirian)

adalah

mengehentikan aktivitas testis, menyebabkan kelenjar aksesorius mundur aktivitasnya, sifat


khas jantan berangsur hilang dan kegiatan spermatogenesis terhenti. Hormon gonadotropin
akan terakumulasi pada pars distalis hipofisa, akibatnya sel basofil mengalami perubahan
identitasnya selanjutnya dikenal dengan castration cell. Kastrasi yang dilakukan sebelum
dewasa kelamin, tanda khas jantan tidak akan muncul. Bila kastrasi dilakukan setelah dewasa
kelamin, maka perubahan kehilangan tanda khas jantan akan berlangsung secara lambat.
1.2 Tujuan

Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan Orchiectomy ini adalah:


Untuk mengetahui pengertian orchiectomy
Untuk mengetahui persiapan dan penggunaan obat anestesi yang tepat
Untuk mengetahui macam-macam alat dan bahan
Untuk mengetahui teknik bedah Orchiectomy
Untuk mengetahui perawatan post operasi
Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian orchiectomy

1.3 Manfaat

Manfaat dari praktikum laparotomi ini adalah mahasiswa mampu mengaplikasikan


teknik pembedahan kastrasi yang baik dan benar dalam bidang kedokteran hewan serta
mengetahui cara dan persiapan yang baik dan benar dalam sebuah tindakan operasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kastrasi
Kastrasi atau orchidectomy adalah tindakan pembedahan yang dilakukan pada hewan
jantan untuk membuang testis dan spermatic cord (corda spermatica). Menurut Waluyo
(2009), testis merupakan organ primer hewan jantan yang menghasilkan spermatozoa dan
hormon-hormon reproduksi. Kastrasi dilakukan pada hewan jantan dalam keadaan tidak sadar
(anastesi umum). Metode kastrasi dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Metode terbuka
Sayatan atau incisi dilakukan sampai tunika vaginalis comunis, semua jaringan
skrotum diincisi, spermatic cord dibuang tanpa pembungkusnya (tunika vaginalis). Pada
metode ini tunica vaginalis terbuka sehingga berhubungan dengan rongga abdomen,
memungkinkan terjadinya hernia skrotalis yang utamanya berisi usus.Keuntungan metode ini
adalah ikatan pembuluh darahnya lebih pasti (terjamin), untuk anjing besar dan dewasa.
Teknik:
a) Skrotum ditekan di atas testis lalu didorong ke arah cranial skrotum
b) Incisi kulit skrotum, fascia spermatika lalu tunika vaginalis (di atas testis pada daerah raphe
median)
c) Incisi diperlebar sampai testis keluar dari lubang incisi
d) Testis dikeluarkan dan ditarik
e) Incisi mesorchium tipis penggantung testis dan epididimis, mulai dari spermatic cord
cranial dan ekor epididimis di caudal, spermatic cord dipotong dan diligasi dengan cutgut
chromic metode 3 forceps tie
f) Testis dipotong, pendarahan diligasi
g) Jaringan subkutan dijahit dengan benang cutgut plain 3.0 dengan jahitan sederhana terputus
dan benang non absorbable (Fossum, 2010)
2. Metode tertutup
Pada metode ini tindakan bedah dilakukan dengan mengincisi hanya sampai tunika
dartos dan tidak mencapai tunika vaginalis sehingga testis masih terbungkus. Metode ini
dilakukan pada anjing jenis kecil atau usia muda dan kucing. Keuntungan cara ini adalah
dengan tidak terbukanya tunika vaginalis, maka kemungkinan terjadinya hernia skrotalis
dapat dihindari.

Teknik:
a) Anestesi lokal (infiltrasi) di lokasi incisi, pada hewan dewasa dapat dengan anestesi
epidural atau general
b) Incisi 3 cm pada raphe medial (garis tengah) skrotum sedikit di belakang bulbus penis
c) Salah satu testis didorong keluar, incisi diperdalam sampai tunika dartos dan fascia,
dipreparasi tumpul
d) Testis ditarik keluar, ligamentum skrotum dan fascia dipotong
e) Sisa ligamentum dan fascia dimasukkan ke incisi
f) Arteri klem ditempatkan pada spermatic cord bagian bawah, dipotong sepanjang tepi arteri
klem
g) Ikatan fiksasi dibuat pada proksimal (bawah) arteri klem metode 3 forceps tie
h) Diperiksa apakah terjadi pendarahan dan stabilitas ikatan, arteri klem dilepas, potongan
dimasukkan ke lubang incisi
i) Incisi kulit ditutup dengan jahitan terputus sederhana dengan benang non absorable, jahitan
dibuka setelah 7 hari (Fossum, 2010)
2.2 Anatomi Organ Reproduksi Jantan

1. Ductus deferens:saluran sperma


2. Ureter : menghubungkan ginjal dengan kandung kemih/vesica urinaria
3. Vesica urinaria : kantung kemih/kantung urin
4. Colon : usus besar
5. Uretra : saluran pembuangan urin
6. Tulang kemaluan

7. Kelenjar prostat
8.Rektum
9. Kelenjar bulbo-uretralis
10. Preputium: kulit pembungkus penis
11. Penis
12.Testis : organ penghasil sperma

Anatomi Testis

Sistem reproduksi hewan jantan terdiri atas tiga komponen yaitu:


1. Organ kelamin primer yaitu dua buah testis yang terdapat di dalam skrotum. Testis
berfungsi untuk memproduksi spermatozoa dan menghasilkan testosteron (hormon
seksual jantan) dan scrotum berfungsi untuk menyediakan lingkungan yang
menguntungkan untuk produksi dan pematangan spermatozoa.
2. Organ asesoris (pelengkap) yaitu kelenjar yang terdiri atas vesikuler, prostat, dan
Cowper serta saluran yang terdiri atas epididimis dan vas deferens.
3. Alat kelamin luar atau organ kopulatoris yaitu penis. Kehadiran kelenjar asesoris,
orientasi testis, tipe penis, dan tempat sperma (semen) di letakkan pada organ
reproduksi betina berbeda-beda pada setiap spesies hewan, perbedaan tersebut dapat
dilihat pada Tabel 1. (Aspinal et.all , 2009)

Tabel 1 Perbedaan organ reproduksi jantan pada beberapa spesies hewan


Sapi,

Kuda

Babi

Anjing

Kucing

rusa dan
Orientasi

domba
Di bawah

testis

kauda

kauda

kauda

Ampula (vas

ventrikel
+

perineal

perineal

Horizontal Di atas

Horizontal

Di atas

diferens)
Seminal

vesicle
Bulbouretralis

++

(Cowper)
Prostat
Tipe penis

+
Sigmoid

+
Vaskular

+
Sigmoid

+
Vaskular

+
Vaskular

Deposisi

fibroelastis
Vagina

Uterus

fibroelastis
servik

Vagina

Vagina

semen

2.3 Stadium Anestesi


Pada anestesi total, sistem saraf pusat akan terdepresi. Beberapa stadium anestesi akan
menunjukkan efek dan respon fisiologis yang berbeda.
Stadium
1
2

Deskripsi
Induksi, hewan menjadi aktif, konstriksi pupil, otot sadar aktif
Penurunan refleks, diameter pupil mulai mengalami dilatasi, otot
Light

tidak sadar aktif


Reflek semakin menurun, pupil konstriksi, reflek palpebral dan
reflek kornea masih ada, reflek menelan hilang, lakrimasi, tidak ada

Medium

pergerakan otot tidak sadar


Saat tepat untuk melakukan tindakan invasif, pupil dilatasi,
kehilangan respon rasa sakit, kehilangan reflek palpebral, masih ada

Deep (hampir
overdosis)
4

reflek kornea
Depresi pernapasan, relaksasi otot, bradikardi, tidak ada reflek
(palpebrae, kornea), pupil dilatasi
Gangguan respirasi, depresi fungsi cardiovaskuler dan dapat
mencapai kematian
(Lee, 2010)

2.4 Penanganan Pre dan Post Operasi


Sebelum operasi:
a. Hewan dipuasakan 8-12 jam
b. Pencukuran di daerah skrotum setelah pemberian sedativa Acepromazine dosis 0,0050,025 ml/ kg berat badan secara intra muskuler untuk penenang
c. Pemberian pramedikasi Atropin Sulfat dosis 0,08-0,16 ml/ kg berat badan secara
subkutan atau intramuskuler bertujuan untuk mencegah hewan muntah saat operasi.
Atropin Sulfat memblokade reversibel kerja kolinomimetrik yang mempengaruhi
motilitas usus, bronkodilatator dan mencegah hipersalivasi (Katzung, 2001)
d. Induksi anastesi Ketamin HCl dosis 0,02-0,25 ml/ kg intravena atau intramuskuler
dikombinasikan xylazine perbandingan 1:1
e. Fiksasi hewan rebah dorsal atau lateral menggunakan tali
f. Pemasangan surgical drape pada lokasi incisi
g. Lokasi incisi diolesi antiseptik-alkohol dan povidone iodine
Setelah operasi:
a. Pasien ditempatkan dalam kandang yang bersih dan kering (diistirahatkan)
b. Luka bekas operasi diperiksa secara teratur dan dilakukan pengobatan pada bekas luka
selama 4-6 hari
c. Beri nutrisi yang baik dan antibiotik untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder
d. Jahitan di buka setelah bekas operasi kering.
(Katzung,2001)

BAB III
METODOLOGI
3.1. Alat dan Bahan
A. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kastrasi ini antara lain 2 duk clamp (towel
clamp), 1 pinset anatomis, 1 pinset chirrugis, 1 gagang scalpel, 1 blade, 4 hemostatic forceps,

1 silet, 1 needle holder, 1 gunting tajam-tumpul, 1 gunting tajam-tajam, needle, spuit, wadah
peralatan bedah. Thermometer, Stetoskop, Stopwatch.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain hewan coba yaitu kucing, duk, obat
premedikasi dan anastesi yang terdiri dari atropin sulfate, xylazine dan ketamine. Obat
analgesik yaitu asam tolfenamik. Alkohol 70%, povidone iodine, sabun, tampon bulat, tampon
kotak, kapas, benang catgut, benang silk, dan antibiotik inframox.
3.2. Prosedur
A. Pemeriksaan Hewan
Kucing
-

diperiksa apakah testis sudah turun atau belum

ditimbang berat badannya dan dicatat

dihitung pulsusnya dan dicatat

dihutung frekuensi respirasinya menggunakan stetoskop dan dicatat

diukur suhunya menggunakan thermometer dan dicatat

dilihat warna membrannya dan dicatat

dilihat CRT dan dicatat

dilihat apakah dalam keadaan dehidrasi atau tidak

dicatat keadaan integumen, otic, optalmic, musculoskeletal, nervus,


cardiovaskuler, respirasi, digesti, limpatik, reproduksi dan urinari

dicatat tanda khusus yang ada pada kucing

kucing yang layak untuk dilaparotomi dipuasakan selama 8-12 jam


sebelum operasi

Hasil

B. Persiapan Alat dan Bahan Operasi


Alat dan Bahan
-

diletakkan alat-alat dalam wadah peralatan

dibungkus koran untuk semua alat dan bahan, kecuali gunting

disterilisasi dengan autoclave 121C selama 60 menit (kecuali


gunting)

dikeluarkan dari autoclave

dibiarkan dingin

dibuka pembungkus koran

direndam alat-alat untuk operasi dalam campuran alkohol 70% dan


povidon iodine

Hasil
C. Persiapan Obat-obatan
Obat-obatan
-

dihitung dosisnya

dimasukkan ke spuit sesuai dosis

diberi etiket

diinduksikan ke hewannya

Hasil

D. Persiapan Hewan
Kucing
-

diukur suhu, pulsus dan frekuensi respirasi

diukur CRT

diinjeksikan amoxycilin sesuai dosis secara intramuskular (IM)

dibiarkan selama 30 menit

diinjeksikan atropin sulfat sesuai dosis secara sub cutan (SC)

dibiarkan selama 10 menit

diinjeksikan ketamin+xylazine sesuai dosis secara intramuskular (IM)

ditunggu hingga mulai hilang kesadaran

direstrain, diposisikan dorsal recumbency dan difiksasi ekstremitasnya


di meja operasi

dibasahi rambut disekitar area insisi (daerah testis) dengan air sabun

dicukur rambut disekitar area insisi dengan silet hingga bersih

diolesi alkohol 70% secara melingkar pada daerah yang akan diinsisi

ditutup dengan duk steril

dijepit duk dengan duk clamp

Hasil

E. Pelaksanaan Kastrasi
Kucing
-

ditahan mulut kucing dengan tampon untuk membantu pernapasan

diinsisi kulit skrotum pada bagian tengah skrotum

diserap dengan tampon darah yang keluar

dilanjutkan insisi sampai tunica vaginalis hingga testis terlihat jelas

ditekan hingga testis keluar dari skrotum

dijepit menggunakan forcep bagian spermatic cord

diligasi pada pembuluh darah dan spermatic cord pada bagian caudal
dari forcep menggunakan benang catgut

dipotong tepat di bagian cranial forcep

dipastikan tidak terjadi kebocoran dengan menekan-nekan daerah


ligasi menggunakan tampon bulat

dimasukkan kembali ke skrotum

dilakukan prosedur yang sama pada testis sebelahnya

disemprotkan sampicillin

dijahit bagian sub kutan dengan benang catgut chromic

dijahit bagian kulit dengan pola simple interrupted menggunakan


benang silk

disemprotkan sampicillin

diinjeksikan Amoxycilin

diinjeksikan Biodin

diinjeksikan Hematopan

ditunggu hingga kucing sadar

diukur suhu dan pulsus setiap 15 menit

Hasil

F. Perawatan Post Operasi


Kucing
-

diberikan makan dan minum setiap hari

ditempatkan dikandang dan dibatasi geraknya

diukur suhu dan pulsus setiap hari

diberikan antibiotik amoxycilin secara per oral 2 kali sehari

diinjeksikan tolfenamik secara sub cutan 2 hari sekali

diperiksaan 1 minggu pasca operasi

dibuka jahitan

Hasil

BAB IV
HASIL
4.1 Anamnesa
Berdasarkan pemeriksaan fisik (Physical Examination) yang telah dilakukan,
kucing yang akan di kastrasi tidak mengalami kelainan apapun dan dinyatakan sehat.
Kucing memenuhi persyaratan untuk kastrasi, usia lebih dari satu tahun dan testis
sudah turun ke skrotum. Terdapat beberapa lesi di telinga dan ekor, namun hal ini
tidak mempengaruhi pelaksanaan kastrasi.
4.2 Perhitungan Dosis
Pre Operasi
Atropin Sulfat (SC)
Jumlah obat yang diberikan = Dosis obat (mg/kgBB) x Berat pasien (kg)
Konsentrasi (g/100ml)
= 0,04 x 3,5
0,25
= 0,56 ml
Ketamin (I.M)
Jumlah obat yang diberikan = Dosis obat (mg/kgBB) x Berat pasien (kg)
Konsentrasi (g/100ml)
= 10 x 3,5
100
= 0,35 ml
Xylazine
Jumlah obat yang diberikan = Dosis obat (mg/kgBB) x Berat pasien (kg)
Konsentrasi (g/100ml)
= 2 x 3,5
20
= 0,35 ml
Tolfenamic Acid (S.C)
Jumlah obat yang diberikan = Dosis obat (mg/kgBB) x Berat pasien (kg)
Konsentrasi (g/100ml)
= 4 x 3,5
40
= 0,35 ml

Amoxycilin
Jumlah obat yang diberikan = Dosis obat (mg/kgBB) x Berat pasien (kg)
Konsentrasi (g/100ml)
= 20 x 3,5
200
= 0,35 ml

Post Operasi

Amoxycilin
Jumlah obat yang diberikan = Dosis obat (mg/kgBB) x Berat pasien (kg)

Konsentrasi (g/100ml)
= 20 x 3,5
150
= 0,46 ml

Hematopan
Jumlah obat yang diberikan = Dosis obat (mg/kgBB) x Berat pasien (kg)
= 0,05 x 3,5
= 0,175 ml
Biodin
Jumlah obat yang diberikan = Dosis obat (mg/kgBB) x Berat pasien (kg)
= 0,05 x 3,5
= 0,175 ml

4.3 Data Yang Diperoleh


A. Pemeriksaan Hewan
SIGNALEMENT
Nama
Jenis hewan
Kelamin
Ras/breed
Warna bulu/kulit
Umur
Berat badan
Tanda kusus

: Juna
: Kucing
: Jantan
: Domestic
: Putih Coklat
: 1 tahun
: 4,4 kg
: Extremitas Cranial Sinister terdapat kutil berwarna hitam

Pemeriksaan Hewan
Hospital Name
: CLINIC VETERINARY OF BRAWIJAYA UNIVERSITY
Address
: JL. MT. HARYONO
City
: MALANG
Tanggal
: 03 Oktober 2016
Temp
: 36 0C
Pulse
: 92 / menit
Respirasi
: 13 / menit
Membrane color
: Pink
CRT
: < 2 detik
Hydration
: Normal
Body Weight : 3,5 kg
Color and consistency of feces:
Body condition : Underweight
Overweight
Normal
System Review
a. Integumentary
b. Otic
c. Optalmic
d. Muscoloskeletal
Normal
Normal
Normal
Normal
Abnormal
Abnormal
Abnormal
Abnormal
e. Nervus
f. Cardiovaskuler
g. Respiration
h. Digesty
Normal
Normal
Normal
Normal
Abnormal
Abnormal
Abnormal
Abnormal
Lympatic
j. Reproduction
k. Urinaria
Normal
Normal
Normal

Abnormal

Abnormal

Abnormal

B. Kontrol Anastesi
Obat

Golongan Obat

Amoxicilin
Atropin
sulfate
Ketamine
Xylazine
Tolfenamik
Nebacetin
Hematopan
Biodin

ANTIBIOTIK
PREMEDIKAS
I
ANESTESI
ANESTESI
ANALGESIK
ANTIBIOTIK

DOSIS
(mg/Kg
BB)
20

KOSENTRAS
I
(mg/ml)
200

0,04
10
2
4

Volume
Obat (ml)

Rute

Waktu

0,46

IM

13:10

0,25

0,56

SC

13:50

100
20
40

0,35
0,35
0,35

IM
IM
SC
Tabur
IM
IM

14:07
14:07
15:20
15:20
15:20
15:20

0,05
0,05

0,175
0,175

C. Kontrol Pemeriksaan
Menit
Pulsus(/menit)
Temp(0C)
Respirasi

0
120
38,4
25

15
88
38,2
20

30
108
38,0
24

45
96
37,9
36

60
112
37,7
36

75
92
37,0
36

90
88
36,6
44

105
104
36,5
36

Menit
Pulsus(/menit)
Temp(0C)
Respirasi

120
88
36,4
25

135
88
36,1
20

165
84
35,6
24

180
112
37,2
20

195

210

225

240

Mulai Operasi
Selesai Operasi
Mulai Anastesi

: 14:30
: 15:05
: 14:07

D. Monitoring Pasca Operasi


Tanggal
11 Okt
Suhu : 37,2C
2016
Pulsus : 112/menit
(Selasa)
CRT : < 2 detik
12 Okt
2016
(Rabu)

Suhu : 37,5 C
Pulsus : 120/menit
CRT : < 2 detik

13 Okt
2016
(Kamis)

Suhu : 37,6 C
Pulsus : 110/menit
CRT : < 2 detik

Pemeriksaan
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
Appetice
Defekasi
Urinasi

:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-+++ +
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++

Terapi
T/
NaCl
Nebacetin
T/
Tolfen
Intramox
T/
NaCl
Nebacetin

14 Okt
2016
(Jumat)

Suhu : 37,3 C
Pulsus : 110/menit
CRT : < 2 detik

15 Okt
2016
(Sabtu)

Suhu : 37,5 C
Pulsus : 110/menit
CRT : < 2 detik

16 Okt
2016
(Minggu
)
17 Okt
2016

Suhu : 38,1 C
Pulsus : 120/menit
CRT : < 2 detik
Suhu : 38,2 C
Pulsus : 115/menit
CRT : < 2 detik

SL
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL

:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++

T/
Tolfen
Intramox
T/
NaCl
Nebacetin
T/
NaCl
Nebacetin
T/

BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Analisa Prosedur
Pre operasi
a. Sterilisasi peralatan operasi
Cara untuk membasmi seluruh mikroba yang ada pada peralatan operasi dilakukan
sterilisasi pada alat-alat bedah sebelum operasi dilaksanakan . Peralatan bedah yang terbuat
dari kain seperti duk/drape dibersihkan dengan cara di cuci bersih, di keringkan dan di
bungkus dengan kertas bersih dalam posisi kain di lipat. Sedangkan masker, penutup kepala
dan glove yang di gunakan adalah baru sehingga benda-benda tersebut masih dalam keadaan
bersih.
Peralatan yang terbuat dari logam di bersihkan dengan mencuci bersih dan di sterilkan
dengan oven pada suhu 121C selama 60 menit. Hal ini berfungsi untuk menghilangkan
semua mikroba yang menempel pada alat. Setelah di panaskan dengan oven, dapat di rendam
dalam larutan alkohol dan iodine, perlakuan ini bertujuan untuk menjaga agar alat tetap pada
kondisi steril dan siap untuk di gunakan.
b. Persiapan dan preparasi hewan
Salah satu persiapan yang harus dilakukan sebelum operasi dilaksanakan adalah
preparasi hewan. Hewan yang akan dioperasi harus diperiksa status kesehatannya untuk
mengetahui layak tidaknya bila digunakan sebagai hewan pada operasi yang akan dilakukan.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan kondisi kesehatan hewan
menjadi bertambah buruk, karena dalam operasi, ada persyaratan yang harus dipenuhi atau
sesuai. Persiapan hewan sebelum operasi dimulai dengan melakukan pemeriksaan fisik
(physical examination) yang meliputi pemeriksaan suhu (oC), frekuensi nafas (kali/menit),
pulsus (kali/menit), berat badan (kg), selaput mukosa, dan diameter pupil (cm) serta
pemeriksaan limfonodus bila diperlukan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah evaluasi
hasil monitoring hewan saat di lakukan operasi. Setelah pemeriksaan kesehatan sudah
dilakukan maka hewan dipuasakan selama 12 jam sebelum tindakan operatif dilakukan. Hal
ini dilakukan untuk menghindari terjadinya muntah, urinasi ataupun defekasi saat operasi
berlangsung. Nilai fisiologis normal pada kucing dapat dilihat pada tabel berikut:
Keadaan Fisiologis

Nilai Fisiologis

Temperatur

37,5-39,5 C

Frekuensi Jantung

110-130 kali permenit

Frekuensi Pernafasan

16-30 kali permenit

Kucing dipuasakan selama 8-12 jam dan tidak diberi minum 2-6 jam sebelum operasi.
Tujuan dilakukannya pemuasaan pada kucing adalah agar kucing tidak muntah pada saat
dilakukan anestesi.Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk kegiatan operasi disiapkan. Alatalat seperti peralatan bedah dan duk disterilisasi menggunakan autoclave setelah dibungkus

menggunakan koran.Pemeriksaan dilakukan terhadap jumlah alat, kondisi alat dan bahan.
Meja bedah dan alas meja yang akan digunakan dibersihkan dengan desinfektan untuk
meminimalisir jumlah bakteri yang dapat menyebabkan kontaminasi pada pasien. Pemberian
pramedikasi atropin sulfat melalui subkutan dengan dosis 0,56 ml. Antikolinergik Atropin
sulfat diberikan sebagai pramedikasi untuk mengurangi efek samping yang dapat ditimbulkan
oleh penggunaan anestesi total Xylazin-Ketamin seperti muntah dan hipersalivasi. Efek
Atropin sulfat ditunggu hingga 10 - 15 menit hingga onset kerja tercapai. Setelah itu
dilakukan pemberian kombinasi Xylazin dan Ketamin dengan dosis masing-masing 0,35 ml
melalui intramuskuler sebagai anestesi total sehingga dapat dilakukan tindakan pembedahan.
Ketika efek anestesi stadium 2 akhir dimana hewan sudah mulai tenang dan kehilangan
kesadaran, dilakukan pencukuran rambut di sekitar lokasi yang akan diinsisi pada testis.
Pencukuran dilakukan setelah anestesi umum diberikan agar dapat memudahkan
proses, menghindari resiko hewan agresif dan terluka, menghindari resiko pelaksana terluka
dan efisiensi waktu dapat tercapai. Pencukuran dilakukan searah rambut setelah dibasahi
menggunakan air sabun. Rambut dicukur agar memudahkan insisi.Setelah rambut pada sekitar
testis bersih, kucing diletakkan rebah dorsal pada alas meja yang telah didesinfeksi kemudian
hewan difiksasi keempat ekstremitasnya dengan diikatkan menggunakan tali sumbu pada
meja operasi sehingga hewan terfiksasi dan tidak dapat bergerak. Tindakan ini dilakukan
untuk memudahkan posisi ventral tubuh dapat terlihat dan mencegah apabila hewan sadar dan
mengamuk. Daerah operasi yang telah dicukur bulunyadiolesi menggunakan antiseptik
povidon iodine yang diberikan secara melingkar. Hal ini dilakukan untuk mencegah
kontaminasi mikroorganisme. Setelah hewan terfiksasi, dilakukan pemasangan duk steril yang
kemudian difiksasi menggunakan towel clamp pada setiap sudutnya agar duk tidak bergerak.
Posisi daerah insisi yaitu pada daerah raphe median (garis tengah) testis.Kain duk berfungsi
menutupi tubuh pasien dan memfokuskan area operasi (Allen and Valerie, 2005).
Insisi dilakukan untuk membuka scrotum. Diincisi kulit scrotum hingga testis dapat
dikeluarkan. Testis yang sudah dikeluarkan dari scrotum diincisi pada tunika vaginalis hingga
testis menyembul keluar.Pada saat menyayat tunica vaginalis comunis, terjadi pendarahan
akibat pembuluh darah kecil tidak sengaja ikut terinsisi.Setelah testis menyembul keluar,
testis ditarik sampai terlihat spermatic cord (duktus deferens dan pembuluh darah). Kemudian
dilakukan ligasi menggunakan arteri clamp pada masing-masing duktus deferens dan
pembuluh darah. Kedua saluran tersebut lalu diligasi menggunakan cutgut chromic 3.0 sampai
dapat dipastikan aman dan tidak terjadi perdarahan saat pemotongan testis.Sesudah
dilakukannya ligasi, testis dipotong menggunakan blade scalpel, pemotongan dilakukan di
antara testis dan ligasi. Sisa potongan dikembalikan ke dalam rongga skrotum.Untuk testis
berikutnya juga dilakukan dengan metode yang sama dengan testis sebelumnya.Pemberian
normal saline fisiologik ampicilin untuk flushing dilakukan pada rongga dalam skrotum
setelah pemotongan dengan tujuan organ tercuci dan organ tidak lengket.
Skrotum yang sudah diincisi kemudian dijahit menggunakan benang silk non
absorable teknik jahitan terputus sederhana. Jahitan ini berguna untuk mempertautkan luka
pada kulit. Diberi antiseptik povidone iodine di daerah sekitar luka. Pemberian antiseptik
berguna untuk mencegah kontaminasi dari bakteri lingkungan luar. Setelah operasi selesai,
kucing disuntikkan Amox 0,46 ml melalui subcutan. Amox merupakan antibiotik dengan sifat
long acting yang berfungsi melindungi kucing dari infeksi bakeri.
Diberi analgesik tolfenamic acid secara subcutan dengan dosis 0,35 ml. Injeksi
Tolfenamid berguna untuk menghilangkan rasa nyeri dan inflamasi akibat operasi. Dipantau

suhu dan pulsus kucing sampai stabil dalam keadaan normal. Hal ini dilakukan untuk
memantau perubahan fisiologis tubuh kucing pasca operasi. Pengamatan kondisi fisiologis
hewan terus diamati selama 7 hari meliputi suhu tubuh, pulsus, CRT, nafsu makan, defekasi,
urinasi dan warna membran mukosa.
5.2 Analisa Hasil
5.2.1 Obat Yang Digunakan
5.2.1.1 Atropin Sulfat
Atropin adalah senyawa alam terdiri dari amine antimuscarinic tersier; Atropin adalah
antagonis reseptor kolinergik yang diisolasi dari Atropa belladona L, Datura stramonium L
dan tanaman lain keluarga Solanaceae. Serbuk kristal putih atau kristal putih seperti jarum ;
Larut dalam air (2500 mg/mL), alkohol (200 mg/mL) pada suhu 25 0C, gliserol (400 mg/mL)
atau metanol. Dalam perdagangan injeksi atropine berada dalam bentuk larutan steril dalam
pelarut water for injection atau larutan Na Cl 0,9 % dengan fungsi utama penggunaan sebagai
obat kardiovaskuler. Farmakodinamik/ Farmakokinetik; Aksi onset : IV : cepat; Absorpsi :
lengkap; Distribusi: Terdistribusi secara luas dalam tubuh , menembus plasenta; masuk dalam
air susu; menembus sawar darah otak. Metabolisme: hepatik; T eliminasi (half-life
elimination): 2-3 jam; Ekskresi: urin (30% hingga 50% dalam bentuk obat yang tidak berubah
dan metabolitnya). Atropin sulfat bekerja dengan cara memblokade aksi asetilkolin pada
reseptor muscarinic di ujung terminal dari sistem saraf parasimpatis, membalikkan efek
parasimpatis dan menyebabkan midriasis, takikardia, bronkodilatasi dan penghambatan umum
fungsi Pencernaan. Menyebabkan bradikardia yang tampak dengan jelas dan bradiaritmia,
menyebabkan dilatasi pupil, dalam pengelolaan organophospate dan cabamate toksisitas, dan
dalam hubungannya dengan obat antikolinesterase selama antagonisme blok neuromuskular
sehingga berkurangnya reflek (Katzung, 2001).
5.2.1.2 Xylazin
Xylazine merupakan salah satu golongan alpha2-adrenoceptor stimulant atau alpha-2
adrenergic receptor agonist. Alpha-2 agonist seperti xylazine dan medetomidin adalah
preanestetikum yang sering digunakan pada anjing dan kucing untuk menghasilkan sedasi,
analgesi, dan pelemas otot. Golongan alpha-2 agonist yang lain seperti romifidin sering
digunakan pada kuda, tetapi tidak direkomendasikan untuk anjing dan kucing. Xylazine HCl
mempunyai rumus kimia 2 (2,6 - dimethylphenylamino) - 4H 5,6 - dihydro 1,3 thiazine
hydrochloride. Xylazine bekerja melalui mekanisme yang menghambat tonus simpatik karena
xylazine mengaktivasi reseptor postsinap 2-adrenoseptor sehingga menyebabkan medriasis,

relaksasi otot, penurunan denyut jantung, penurunan peristaltik, relaksasi saluran cerna, dan
sedasi. Aktivitas xylazine pada susunan syaraf pusat adalah melalui aktivasi atau stimulasi
reseptor 2-adrenoseptor, menyebabkan penurunan pelepasan simpatis, mengurangi
pengeluaran norepineprin dan dopamin. Reseptor 2, Xylazine menghasilkan sedasi dan
hipnotis yang dalam dan lama, dengan dosis yang ditingkatkan mengakibatkan sedasi yang
lebih dalam dan lama serta durasi panjang. Xylazine diinjeksikan secara intramuskular
menyebabkan iritasi kecil pada daerah suntikan, tetapi tidak menyakitkan dan akan hilang
dalam waktu 24 48 jam. -adrenoseptor adalah reseptor yang mengatur penyimpanan dan atau
pelepasan dopamin dan norepineprin. Xylazine menyebabkan relaksasi otot melalui
penghambatan transmisi impuls intraneural pada susunan syaraf pusat dan dapat
menyebabkan muntah. Xylazine juga dapat menekan termoregulator.
Xylazine menyebabkan tertekannya sistem syaraf pusat, bermula dari sedasi,
kemudian dengan dosis yang lebih tinggi menyebabkan hypnosis, tidak sadar dan akhirnya
keadaan teranestesi.Pada sistem pernafasan, xylazine menekan pusat pernafasan. Xylazine
juga menyebabkan relaksasi otot yang bagus melalui imbibisi transmisi intraneural impuls
pada SSP. Penggunaan xylazine pada anjing menghasilkan efek samping merangsang muntah
tetapi dapat mengosongkan lambung pada anjing diberi makan sebelum dianestesi.Xylazine
biasa digunakan pada kucing sebagai agen sedatif untuk keperluan pembedahan minor dan
untuk menguasai hewan atau handling. Penggunaaan xylazine dengan dosis yang lebih tinggi
bukan saja untuk sedasi dan analgesi, tetapi juga menghasilkan immobilisasi. Xylazine bisa
digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan obat lain seperti benzodiazepin atau opioid
untuk menghasilkan sedasi. Xylazine juga dapat dikombinasikan dengan anestesi injeksi
seperti ketamine, tiopental, dan propofol atau anestesi inhalasi seperti halotan dan isofluran
untuk menghasilkan anestesi yang lebih baik.Xylazine biasanya digunakan sebagai
preanestesi, tetapi pada anjing akan menyebabkan muntah sehingga bersifat kontra-indikasi
untuk hewan yang menderita obstruksi gastro-intestinal. Waktu induksi dari suatu agen
anestesi bisa dikurangi sampai 50-75% dengan pemberian preanestesi xylazine untuk
menghindari overdosis.
Dalam anestesi hewan, xylazine sering digunakan dalam kombinasi dengan ketamin.
Xylazine adalah analoque clonidine. Obat ini bekerja pada reseptor presynaptic dan
postsynaptic dari sistem saraf pusat dan perifer sebagai agonis sebuah adrenergik. Obat
ini banyak digunakan dalam subtansi kedokteran hewan dan sering digunakan sebagai obat
penenang (sedatif), nyeri (analgesik) dan relaksasi otot rangka (relaksan otot). tetapi memiliki
efek farmakologis banyak lainnya. Sebagian besar terdiri dari efek bradikardia dan hipotensi.
Xylazine menghambat efek stimulasi saraf postganglionik. Xylazine dapat diberikan secara

intravena, intramuskular, subkutan. Xylazine mengandung 23,32 mg / ml hidroklorida


xylazine dalam larutan air injeksi berbasis. Xylazine dapat diperoleh juga sebagai bubuk
kristal murni. Dosis intramuskular hingga 0,3 mg / kg untuk ternak telah. Untuk menginduksi
muntah pada kucing, xylazine adalah dosis pada 0,2 sampai 0,5 mg per pon (0,44-1 mg / kg)
intramuskular. Untuk anjing dosis bahkan bisa lebih tinggi. Xylazine tersedia dalam 20 mg /
ml dalam konsentrasi 20 botol ml dan 100 mg / ml pada konsentrasi 50ml botol.Sebagai efek
samping dari xylazine adalah mengalami penurunan setelah kenaikan awal pada tekanan
darah dalam perjalanan efeknya vasodilatasi tekanan darah dan juga dapat menyebabkan
bradikardi. Pengaruh xylazine dapat dibatalkan dengan menggunakan antagonis reseptor
adrenergik seperti atipamezole, yohimbine dan tolazoline.Khusus pada kucing xylazine juga
merangsang pusat muntah, sehingga obat tersebut digunakan sebagai emetik. Peningkatan
buang air kecil kadang-kadang terjadi pada kucing. Anjing cenderung menelan udara
berlebih.Tindakan pencegahan dan efek samping: xylazine tidak boleh digunakan pada hewan
dengan hipersensitivitas atau alergi terhadap obat tersebut, xylazine tidak dianjurkan pada
hewan yang menerima epinefrin,penyakit jantung,darah rendah,penyakit ginjal dengan atau
jika hewan ini sangat lemah.
5.2.1.3 Ketamin
Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki
struktur mirip dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis tahun 1962, dimana
awalnya obat ini disintesis untuk menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine)
yang lebih sering menyebabkan halusinasi dan kejang. Ketamin hidroklorida adalah golongan
fenil sikloheksilamin, merupakan rapid acting non barbiturate general anesthesia. Ketalar
sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965
yang digunakan sebagai anestesi umum. Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia,
karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anasthesi
dapat menimbulkan muntah muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk. Ketamin juga
sering menyebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan mimpi gembira
yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena.
Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa blok terhadap reseptor opiat dalam otak
dan medulla spinalis yang memberikan efek analgesik, sedangkan interaksi terhadap reseptor
metilaspartat dapat menyebakan anastesi umum dan juga efek analgesik. Pemberian ketamin
dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular Ketamin lebih larut dalam lemak
sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 60

detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15
20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15 menit. Ketamin
mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi beberapa metabolit yang
masih aktif. Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal.
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami
perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata terbuka
spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang tidak disadari
(cataleptic appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Itu
merupakan efek anestesi dissosiatif yang merupakan tanda khas setelah pemberian Ketamin.
Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering
mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga pasien
mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah
intrakranial. Ketamin merupakan suatu reseptor antagonis N-Metil-D-aspartat (NMDA) yang
non kompetitif yang menyebabkan penghambatan aktivasi reseptor NMDA oleh glutamat,
mengurangi pembebasan presinaps glutamat, efek potensial Gamma-aminobutyric acid
(GABA).
Pemberian induksi kombinasi xylazine dan ketamine sangat baik dan efektif karena
memiliki rentang keamanan yang luas. Kombinasi obat ini juga dapat meningkatkan kerja
masing-masing obat, dimana xylazine memberikan efek relaksasi otot yang baik sedangkan
ketamin memberikan efek analgesik yang baik. Makin tinggi dosis anestesi kombinasi antara
xylazine dan ketamin yang digunakan maka makin panjang pula waktu pemulihan anestesinya
(Tranquilli et al., 2007).
5.2.1.4 Amoxicillin
Amoxicillin

(alpha-amino-p-hydoxy-benzyl-penicillin)

adalah

derivat

dari

aminopenicillonic acid, merupakan antibiotika berspektrum luas yang mempunyai daya kerja
bakterisida akni mencegah pembentukan membrane sel bakteri sehingga semua materi gentik
yang berada di dalam sel bakteri terurai keluar dan menyebabkan sel bakteri mengalami
kematian. Amoxicillin, aktif terhadap bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif.
Bakteri gram positif: Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridan, Streptococcus faecalis,
Diplococcus pnemoniae, Corynebacterium sp, Staphylococcus aureus, Clostridium sp,
Bacillus anthracis. Bakteri gram negatif: Neisseira gonorrhoeae, Neisseriameningitidis,
Haemophillus influenzae, Bordetella pertussis, Escherichia coli, Salmonella sp, Proteus

mirabillis, Brucella sp. Amoxicillin diserap secara baik sekali oleh saluran pencernaan.
Kadar bermakna didalam serum darah dicapai 1 jam setelah pemberian per-oral. Kadar
puncak didalam serum darah 5,3 mg/ml dicapai 1,5-2 jam setelah pemberian per-oral. Kurang
lebih 60% pemberian per-oral akan diekskresikan melalui urin dalam 6 jam. Amoxocollin
tidak dapat diberikan pada hewan yang mengalami hipersensitivitas terhadap Penicillin. Efek
samping

yang dapat muncul pada penggunaan amoxicillin adalah reaksi alergi berupa

urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian
per oral. Indikasi:
1.Infeksi saluran pernafasan atas: tonsillitis, pharyngitis (kecuali pharyngitis gonorrhoae),
sinusitis,laryngitis,otitis
2.Infeksi saluran pernafasan bawah: acute dan chronic bronchitis, bronchiectasis, pneumonia
3.Infeksi saluran kemih dan kelamin: gonorrhoeae yang tidak terkomplikasi, cystitis,
pyelonephritis
4.Infeksi kulit dan selapu lendir: cellulitis, wounds, carbuncles, furunculosis
5.2.1.5 Normal Saline
Normal saline merupakan cairan non toksik yang dapat digunakan untuk mencuci
karena sifatnya yang sama seperti cairan fisiologis tubuh. Normal Saline/Water merupakan
cairan pembersih yang secara umum diterima karena tersedia bebas, tidak mahal dan tidak
berbahaya bagi permukaan luka. Keuntungan lain adalah cairan ini bersifat isotonis terhadap
jaringan tubuh sehingga tidak memiliki efek yang merusak pada jaringan yang hidup. Normal
saline dapat digunakan untuk mengirigasi rongga tubuh. Kekurangan: tidak memiliki
kandungan antiseptik (Martini et al., 2013).
5.2.1.6 Asam Tolfenamik
Asam Tolfenamic (N - (2 - metil - 3 - klorofenil) Asam antranilat ) adalah steroid agen
anti - inflamasi non (NSAID), yang termasuk dalam kelompok fenamate. Aktivitas anti inflamasi asam Tolfenamic dievaluasi dalam berbagai model binatang peradangan. Ditemukan
bahwa itu adalah 4 kali lebih kuat dari fenilbutazon dalam model pembelajaran tikus.
Tolfedine menunjukkan sifat analgesik dan anti - piretik. Setelah pemberian oral , kadar darah
yang efisien dengan cepat tercapai (Cmax tercapai dalam 1 sampai 2 jam pada hewan
berpuasa , atau 2 sampai 4 jam bila diberikan dengan makanan) dan berada cukup tinggi
untuk mengerahkan aksi anti - inflamasi yang memuaskan selama minimal 24 sampai 36 jam.
Tolfenamic bekerja dengan cara menghambat pada proses cyclo-oxygenasase (COX) dan

menghambat COX - 2 terhadap COX - 1 . Penghambatan COX membatasi produksi


prostaglandin yang terlibat pada proses peradangan atau inflamasi. Diketahui pula bahwa
Tolfenamic juga berperan dalam penghambatan pada reseptor prostaglanding sehingga tidak
dapat berikatan dengan substansi prostaglanding, dan bagi hewan dapat menekan rasa sakit
yang dialami pasca operasi dan selama perawatan post-operatif.Mekanisme kerja: Asam
Tolfenamic merupakan inhibitor poten enzim siklooksigenase, sehingga menghambat sintesis
mediator inflamasi penting seperti tromboksan (Tx) B2 dan prostaglandin ( PG ) E2. Kerjanya
tidak hanya oleh sintesis prostaglandin, tetapi juga memiliki tindakan antagonis langsung
pada reseptor. Sediaan injeski dalam botol 50 ml, 100 ml, 250 ml.
5.2.1.7 Biodin
Biodin mempunyai kandungan anti septik natural yang terbuat dari bahan alam.Biodin
selain digunakan sebagai obat semprot pada penyakit jamur,scabies dan penyakit kulit lainnya
juga dapat digunakan sebagai perawatan pada saaat mandi jamur atau pun mandi biasa untuk
mencegah jamur dan bakteri lainnya pada hewan.
5.2.1.7 Hematopan
Hematopan merupakan obat anti anemia, indikasi dari Hemtopan yaitu untuk
meningkatkan nafsu makan, semua gangguan Hematopoietika, anemia akibat kekurangan
makan atau akibat infeksi, anemia pada anak babi yang mendapa susu induk, anemia akibat
pendarahan, sebagai komplemen pada pengobatan anti piroplasma, asthenia dan purpura,
pada proses penyembuhan (convalescence) setelah penyakit menular dan intoksikasi,
pertumbuhan pada ayam, anak babi dan anak kuda diberikan secara sistematis, diare pada
hewan muda, kebuntingan,untuk meningkatkan kondisi dan stamina, untuk pertumbuhan bulu
anjing.
5.2.2 Stadium Anestesi yang Dipakai
a. Stadium I : stadium induksi
Pada stadium ini hewan masih sadar dan kadang-kadang hewan masih berusaha melawan.
Respirasi masih teratur dan spontan, dapat terjadi pengeluaran feses dan urin.
b. Stadium II : stadium eksitasi
Pada stadium ini kesadaran mulai hilang, respirasi lebih dalam, refleks laring hilang dan dapat
terjadi gerakan-gerakan ekstremitas yang tidak terkendali.Stadium I dan II menyulitkan para
ahli anestesi dan juga beresiko besar pada hewan, sehingga diupayakan untuk melalaui
stadium I dan II ini untuk secepatnya mencapai stadium III.
c. Stadium III : stadium anestesi
Stadium ini terbagi 4 tahap yaitu :

Tahap I : Respirasi mulai teratur dan bersifat thoracoabdominal; terjadi nystagmus; reflek
cahaya positif; tonus muskulus mulai menurun; reflex palpebral, konjuctiva dan kornea
menghilang.
Tahap II : Respirasi tertaur dan bersifat abdominothoracal; frekuensi respirasi meningkat;
pupil midriasis; reflek cahaya menurun dan reflex kornea negatif.
Tahap III : Respirasi teratur dan tipenya abdominal karena terjadi kelumpuhan saraf
intercostalis, dilatasi pupil, tonus muskulus makin menurun(Muir et al., 2005)

5.2.3 Physical Examination


Temperatur tubuh internal diukur melalui rektal menggunakan termometer. Suhu
tubuh menunjukkan adanya variasi sepanjang hari dan dapat dipengaruhi oleh berbagai hal
seperti penyakit, status hormonal dan aktivitas hewan. Produksi panas dapat meningkat
bilamana terjadi peningkatan aktivitas otot dan metabolisme dibawah pengaruh hormon
seperti hormon tiroid dan katekolamin.Pada hewan sehat yang mengalami latihan berat suhu
yang meningkat akan segera kembali lagi kebatasan normal dalam waktu 10-20 menit, sedang
pada hewan yang sakit latihan akan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh yang lebih besar
dan diikuti penurunan temperatur yang lambat. Temperatur tubuh hewan pasca operasi
cenderung menunjukkan gambaran yang sangat baik dan merata. Hanya pada waktu 3-4 jam
pasca operasi, pengamat mencatat suhu hewan yang turun hingga mencapai 35,1C. Keadaan
hipothermia seperti ini diduga akibat efek samping dari obat bius yang masih tersisa.Suhu
normal tubuh kucing adalah 100 - 102.5F (37.7 - 39.1C).
Pemeriksaan pulsus pada kucing dilakukan melalui arteri yang terletak dibawah kulit.
kucing, pulsus dapat diraba pada arteria femoralis pada paha bagian dalam. Pada umumnya
hewan muda, kecil, bunting dan betina memiliki frekuensi yang lebih besar dibanding hewan
tua, besar, jantan dan tidak bunting. Pulsus meningkat dapat terjadi secara fisiologis pada saat
bekerja, gerak dan terkejut akibat adanya simpatikotoni. Pada keadaan patologis, pulsus
meningkat dapat ditemukan pada kasus demam, keracunan, anemia serta penyakit jantung.
Sedangkan frekuensi pulsus yang menurun dapat terjadi pada kasus penurunan aktivitas
jantung.Frekuensi pulsus normal kucing antara 110130 kali/menit (Fossum, 2007).
Secara fisiologis frekuensi nafas dapat dipengaruhi oleh umur, stimuli, kerja. Bila
terjadi hecheln yakni bernafas pendek, dangkal dengan lidah terjulur maka frekuensi nafas
tidak dapat dihitung dan dievaluasi. Frekuensi nafas yang meningkat terjadi pada keadaan
stress, kerja, demam dan adanya rasa sakit. Sebaliknya juga dapat terjadi penurunan frekuensi
nafas pada depresi kepekaan pusat nafas pada kasus seperti peningkatan tekanan dalam otak,

hilang kesadaran, uremia dan tekanan oksigen yang meningkat. Pada masa penyembuhan atau
post operasi, kucing menunjukkan grafik pernapasan yang cukup baik. Kucing nomal
memiliki frekuensi napas 25-30 kali per menit.
Pemeriksaan CRT dilakukan dengan mengamati karakter dan warna membran mukosa
dan gingiva.Membran mukosa yang tampak anemia (warna pucat) dan lembek merupakan
indikasi anemia. Intensitas warna conjunctiva dapat menunjukkan kondisi peradangan akut
seperti enteritis, encephalonitis dan kongesti pulmo akut. Cyanosis (warna abu- abu kebiruan)
dikarenakan kekurangan oksigen dalam darah, kasusnya berhubungan dengan pulmo atau
sistem respirasi. Jaundice (warna kuning) karena terdapatnya pigmen bilirubin yang
menandakan terdapatnya gangguan pada hepar. Hiperemi (warna pink terang) adanya
hemoragi petechial menyebabkan hemoragi purpura. Pengamatan dilakukan dengan
mengamati warna membran mukosa (SL) pada gusi, warna bervariasi antara lain merah muda,
merah pucat. Merah pucat tampak pada gusi kucing sesaatn setelah operasi akibat kondisi
fisiologis yang belum stabil.Setelah 24 jam, kondisi warna mukosa sudah kembali merah
muda dan tidak pucat.
Pemeriksaan dan pengamatan lain yang dilakukan pre maupun pasca operasi adalah
nafsu makan, frekuensi dan kualitas defekasi dan urinasi hewan. Pada kucing Messy, nafsu
makan tidak mengalami gangguan apapun pasca operasi dan hewan tidak memerlukan
bantuan untuk dapat makan.Namun defekasi baru terjadi pada hari kedua pasca operasi yang
frekuensinya secara bertahap meningkat sampai akhirnya normal pada hari ketiga.Hal ini
diakibatkan oleh penggunaan anestesi umum dan prosedur pembedahan yang dilakukan
menyebabkan terjadinya penurunan pergerakan kolon melalui penghambatan stimulus
parasimpatik otot kolon (Siregar, 2004).Urinasi secara umum lancar dan tidak mengalami
gangguan.
5.2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesembuhan Luka
Perawatan post operasi adalah perawatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
setelah tindakan operasi sebagai tindak lanjut. Sedangkan luka operasi adalah luka yang
disebabkan karena tindakan operasi. Biasanya luka tipe ini lebih kecil hanya berupa sayatan
dan sudah dilakukan penjahitan jaringan, sehingga biasanya luka tidak dalam kondisi
terbuka . Untuk kondisi ini luka berada pada kondisi luka bersih sehingga yang harus
ditekankan adalah perawatan luka selanjutnya juga harus mempertahankan kebersihannya/
sterilitasnya, karena itu adalah hal yang penting yang harus diperhatikan luka segara sembuh.
Selain perawatan yang baik, nutrisi juga merupakan faktor penting yang dapat mempercepat
proses penyembuhan luka, disarankan agar makan makanan yang mengandung protein yang
tinggi karena protein sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka. Luka operasi secara

normal akan mengalami penyembuhan luka setidaknya dalam waktu 3 minggu, jika dalam
kurung waktu tersebut luka tidak mengalamu penyembuhan, maka luka sedang mengalami
masalah (Long, 1996).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan luka antara lain adalah :
1. Usia
Semakin tua seekor hewan maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan.
2. Infeksi
Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga
menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran
dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.
3. Hipovolemia
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya
ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
4. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap
diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar
hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat
proses penyembuhan luka.
5. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu
abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel
mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang
disebut dengan nanah (Pus).
6. Iskemia
Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian
tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada
luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada
pembuluh darah itu sendiri.
7. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi
tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan proteinkalori tubuh.
8. Pengobatan(Shaw, 2013)
9. Anemia, memperlambat

proses

penyembuhan

luka

mengingat

perbaikan

sel

membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebab itu, hewan yang mengalami
kekurangan kadar hemoglobin dalam darah akan mengalami proses penyembuhan lama.
10. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel, terutama karena
kandungan zat gizi yang terdapat didalamnya. Sebagai contoh, vitamin A diperlukan
untuk membantu proses epitelisasi atau penutupan luka dan sintesis kolagen; vitamin B
kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengukur metabolisme protein,

karbohidrat, dan lemak; vitamin C dapat berfungsi dalam proses pembentukan fibroblas,
dan mencegah adanya infeksi, serta membentuk kapiler-kapiler darah; dan vitamin K
yang membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagaizat pada proses pembekuan
darah.
5.2.5 Hasil
Analisa Hasil
Status Present
Adapun status present selama operasi berlangsung, status present berupa nadi, nafas
dan suhu diamati setiap 15 menit. Suhu tubuh normal kucing berkisar antara 36,5 38 0C.
Pulsus normal kucing berkisar 80 - 120x/menit. Sesaat setelah pemberian anestesi, suhu
tubuh frekuensi nafas, dan pulsus masih dalam keadaan normal. dalam pelaksanan operasi
suhu tetap normal dan pulsus tetap normal. Operasi ini berlangsung selama 35 menit.
Tabel diatas menunjukkan bahwa setelah atau post operasi kucing dalam keadaan
fisiologis yang sehat atau normal. Dengan pertimbangan luka jahitan yang telah mengering
dan pertaulan luka yang telah sempurna, jahitan dibuka pada hari ketujuh post operasi yaitu
tanggal 17 Oktober 2016. Fisiologis yang sehat atau normal dapat diamati juga pada nafsu
makan, defekasi dan urinasi kucing normal.

BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kastrasi telah diakui sebagai salah satu metode yang paling efektif untuk mensterilkan
hewan jantan secara permanen.Kastrasi (pengebirian) artinya menghentikan aktivitas testis,
menyebabkan kelenjar aksesorius mundur aktivitasnya, sifat khas jantan berangsur hilang dan
kegiatan spermatogenesis terhenti.Metode kastrasi yang dilakukan pada hewan kesayangan
seperti kucing haruslah dalam keadaan sehat.Sebagian besar kucing dikebiri ketika berumur
5-8 bulan. Metode kastrasi dibagi menjadi dua yaitu metode terbuka dan tertutup. Selain itu
kastrasi dapat memperbaiki temperamen hewan jantan agar lebih jinak/mudah dikuasai, terapi
suatu penyakit seperti tumor skrotum, serta permintaan pemilik untuk tujuan tertentu. Tujuan
dilakukannya kastrasi adalah untuk mengambil testis atau mendisfungsikan testis dengan
tindakan bedah agar hewan tersebut steril dan tidak dapat membuahi. Terdapat dua jenis
kastrasi yaitu kastrasi terbuka dan tertutup. Kastrasi tertutup adalah tindakan bedah dimana
testis dan spermatic cord dibuang tanpa membuka tunica vaginalis, sedangkan kastrasi
terbuka adalah membuang testis beserta tunica vaginalis. Keuntungan dilakukannya kastrasi
antara lain, mencegah kelahiran anak kucing yang tidak diinginkan, memperbaiki temperamen
dan penggemukan. Sedangkan kelemahan dari kastrasi adalah resiko terjadinya obesitas lebih
tinggi hilangnya testosteron berdampak pada sifat maskulin dari kucing jantan dan komposisi
otot.

6.2 Saran
Saran pada praktikum kali ini adalah untuk pemberian obat kepada praktikan dan
asisten yang bertugas lebih koordinasi. Agar dalam pemberian obat dapat dilakukan tepat
waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Aulanniam dan Pratiwi Trisunuwati.2013. Instruksi Kerja Kastrasi Klinik Hewan


Pendidikan Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.Malang: UB Press
Allen, Connie and Valerie Harper. 2003. Cat Dissection a Laboratory Guide. USA: John
Wiley & Son Inc.
Aspinall V, Cappelllo M, Bowden S. 2009. Introduction to Veterinary Anatomy and
Physiology Revision Aid. UK: ELSEVIER.
Concannon, P. W., G. England and J. Verstegen. 2001. Canine and Feline Cryptorchidism.
USA: Department of Veterinary Clinical Sciences, College of Veterinary Medicine,
Washington State University
Fossum, T.W. 2010. Small Animal Surgery: Third Edition.Missouri: Saunders Elsevier
Ixwantoro, Yance dan Aris Juanidi. 2002. The Effect of GnRH Agonust Deslorelin on the
Histological Changes of Testes and Epydydymis in Male Dog. JSain Vet. Vol. XX
No.1
Katzung, B.G. 2001.Bedah Veteriner. Jakarta: Salemba Medika
Lee, Lyon. 2010. Anesthetic Monitoring Depth. Veterinary Surgery I, VMED 7412
Martini, et al. 2013.Comparisons of normal saline and lactated Ringers resuscitation on
hemodynamics, metabolic responses, and coagulation in pigs after severe
hemorrhagic shock. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency
Medicine 2013, 21:86
Muir, W.W., Hubbell, J.A.E., Skarda, R.T., and Bednarski, R.M. 2005. Handbook of
Veterinary Anesthesia. Ed ke-3. Missouri: Mosby Inc.
Sardajana, I Komang Wiarsa. 2011. Bedah Veteriner. Surabaya: Unair Press
Sariubang, Matheus dan N. Qomariyah.2010. Kajian Pengaruh Kastrasi terhadap Tingkat
Kandungan Kolesterol Daging Kambing Marica di Kabupaten Jeneponto Provinsi
Sulawesi Selatan. Seminar Nasional Peternakan Teknologi dan Veteriner
Shaw, SP, Rozanski, EA, Rush, JE. 2013.Traumatic Body Wall Herniation in 36 Dogs and
Cats. J Am Anim Hosp Assoc. 39, 2013, 35
Tranquilli WJ et al. 2007. Veterinary Anesthesia and Analgesia, Edisi ke-4. Ames: Blackwell
Waluyo. 2009. Pengantar Ilmu Bedah Veteriner. Aceh: Syiah Kuala.

Anda mungkin juga menyukai