Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hewan kesayangan merupakan hewan yang sangat menguntungkan untuk
dikembangbiakkan dengan berbagai tujuan dan dapat meningkatkan kesejahteraan
manusia. Salah satu hewan kesayangan yang perlu mendapat perhatian untuk dipelihara
dan dikembangbiakkan adalah kucing dan anjing. Kucing (Felis catus) merupakan salah
satu hewan kesayangan yang banyak diminati untuk dipelihara oleh masyarakat. Kucing
memiliki daya tarik tersendiri karena bentuk tubuh, mata dan warna bulu yang beraneka
ragam. Kucing merupakan salah satu hewan karnivora. Kucing telah berbaur dengan
manusia kurang lebih sejak 6000 tahun SM. Kucing menjadi hewan peliharaan paling
populer didunia saat ini. Kucing memiliki tingkat reproduksi yang tinggi, kucing betina
memasuki dewasa kelamin dimulai pada umur sekitar tujuh bulan, memiliki masa
kehamilan 63 hari dan melahirkan 1- 6 anak (Octaviana dan sumarmin, 2021). Anjing
merupakan binatang peliharaan yang mudah menyesuaikan diri sehingga banyak disukai,
memiliki ratusan ras. Berbagai jenis ras pada anjing ini yang membedakan ukuran, warna
bulu dan jenis bulu anjing. Sifat anjing yang ramah membuat anjing menjadi sahabat
terbaik manusia.
Populasi hewan kesayangan khususnya kucing dan anjing yang semakin banyak,
menyebabkan semakin banyak jenis penyakit yang diketahui. Jenis penyakit yang sering
menginfeksi pada hewan dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasite dan juga
penyebab yang lainnya. Salah satu penyakit reproduksi yang sering menyerang yaitu
penyakit yang terjadi pada sistem urogenital seperti kistik endometritis, kistik ovarium,
kanker servik dan pyometra (Azizah dan Batan, 2018).
Untuk mencegah adanya gangguan pada alat reproduksi perlu dilakukan sterilisasi
baik pada kucing maupun anjing. Pembedahan pada sistem reproduksi yang sering
dilakukan adalah kastrasi (orchiectomy) pada hewan jantan dan ovariohysterectomy pada
hewan betina (Sudisma, et al., 2006)
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui secara langsung dan
membahas kasus reproduksi yang terjadi di Greenzone dari etiologi penyebab kasus
reproduksi hewan kecil, gejala klinis, diagnosa kasus hingga pada tindakan terapi atau
pengobatannya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Reproduksi Hewan Kecil


2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Alat Kelamin Betina
Ovarium berperan sebagai organ reproduksi primer untuk memproduksi sel
kelamin betina yaitu ovum dan hormon-hormon genital betina yakni progesteron dan
estrogen. Untuk menghasilkan sel telur atau telur yang siap dibuahi oleh sperma
jantan dan bertindak sebagai kelenjar endokrin, mengeluarkan hormon estrogen dan
progesterone. (Aspinall dan Cappello, 2015).Tuba fallopi merupakan saluran kecil
dan teraba lebih keras dari organ disekitarnya. Tuba fallopi memiliki penggantung
yang disebut mesosalping. Ujung terbuka berbentuk corong dan dikenal sebagai
infundibulum. Infundibulum dilengkapi dengan cilia dikenal sebagai fimbriae, yang
menyebar ke permukaan ovarium untuk menangkap sel telur saat dilepaskan
(diovulasikan). Sel telur melewati lumen tabung, yang dilapisi dengan epitel
kolumnar bersilia. Cilia mendorong sel telur di sepanjang tabung menuju cornua
uterus (Aspinall dan Cappello, 2015).
Uterus memiliki struktur berbentuk Y yang terletak di garis tengah perut bagian
punggung. Fungsi uterus adalah untuk menyediakan wadah dimana embrio dapat
berkembang menjadi fetus sampai cukup bulan, untuk menyediakan lingkungan yang
tepat untuk kelangsungan hidup embrio dan untuk menyediakan sarana agar embrio
yang sedang berkembang dapat menerima nutrisi melalui plasenta. Dinding rahim
memiliki tiga lapisan (Aspinall dan Cappello, 2015):
1. Endometrium adalah lapisan selaput lendir collumnar, jaringan kelenjar
dan pembuluh darah. Selama kebuntinga ini mengental untuk memberi
nutrisi bagi embrio sebelum implantasi dan untuk mendukung plasenta
yang sedang berkembang.
2. Miometrium, terdiri dari lapisan otot polos yang menghasilkan kontraksi
kuat selama proses kelahiran.
3. Mesometrium atau ligamentum latum adalah lipatan peritoneum viseral
yang menahan uterus dari dinding dorsal tubuh dan berlanjut dengan
mesovarium dan mesosalpinx.
4. Vagina adalah bagian dari saluran reproduksi yang terletak di dalam pelvis
antara uterus secara cranial dan vulva secara caudal. Vagina adalah jalan
lahir untuk melahirkan fetus dan termpat terjadinya kopulasi. Vulva
adalah genitalia eksterna betina. Vagina terdiri dari labia dexter dan
sinister, yang bertemu di garis tengah dorsal dan ventral di commisura
dorsal dan ventral, masing-masing (Aspinall dan Cappello, 2015).
5. Vulva adalah genitalia eksterna betina. Vagina terdiri dari labia dexter dan
sinister, yang bertemu di garis tengah dorsal dan ventral di commisura
dorsal dan ventral, masing-masing. Labia biasanya ditutup untuk
mencegah masuknya infeksi. Selama proestrus dan estrus pada kucing,
labia membesar, tapi ini tidak terlihat dalam siklus estrus queen. Klitoris
ditutupi oleh epitel skuamosa berlapis dan dilengkapi dengan ujung saraf
sensorik (Aspinall dan Cappello, 2015).

Gambar 2.1.1. Organ Reproduksi Betina (Reece and Rowe, 2017)


2.1.2 Anatomi Fisiologi Alat Kelamin Jantan
Sistem reproduksi pada kucing dan anjing jantan yang utama yaitu testis. Testis
berperan pada sistem reproduksi dan sistem endokrin, adapun fungsi testis yaitu
memproduksi sperma (spermatozoa), memproduksi hormon testosteron, serta
dipengaruhi dengan hormone gonadotropin dari kelenjar pituitari bagian anterior yaitu
luteinizing hormon (LH), follicle-stimulating hormone (Yusuf, 2015).
Alat kelamin jantan pada kucing seperti karnivora pada umumnya terbagi atas
empat sub bagian. Sub bagian pertama meliputi testis, epididimis, duktus deferens,
korda spermatikus, dan tunika. Sub bagian kedua terdiri dari kelenjar-kelenjar
asesoris, dan subbagian ketiga terdiri dari penis, dan yang terakhir uretra. Testis
kucing turun dan menempati skrotum antara minggu kedua dan ketiga setelah
kelahiran. Bentuk testis membulat dan beratnya 1/750 sampai 1/1850 dari bobot
badan. Panjang axis setiap testis berorientasi miring, kranioventral. Tunika albuginea
testis kucing tebal dan mediastinum testis terletak di tengah testis didalam tunika
albuginea terdapat arteri-arteri berjalan yang memberikan karakteristik pada
permukaan testis (Alifha, 2015).
Terdapat sepasang testis yang fungsi utamanya salah satunya adalah produksi
sperma (spermatogenesis) yang hanya terjadi di bawah suhu 40°C. Pada dewasa, testis
terletak di luar rongga tubuh dalam kantong kulit berpigmen dan berbulu jarang yang
disebut skrotum. Pada kucing letaknya ventral ke anus, dekat dengan arkus iskiadika.
Sebagian besar jaringan testis terdiri dari tubulus seminiferus melingkar dilapisi
oleh sel-sel spermatogenik yang bertanggung jawab untuk pembentukan sperma, dan
oleh sel sertoli yang mensekresi nutrisi untuk memperpanjang umur sperma dan kecil
jumlah hormon, estrogen. Diantara tubulus seminiferus adalah sel leydig atau sel
interstitial yang mengeluarkan testosteron (Aspinal, 2015).
Penis kucing memiliki bentuk kerucut dan berada di ventral skrotum. Penis
disusun oleh dua buah korpora kavernosa, satu pada tiap sisi dan sebuah korpus
spongiosum yang berada di tengah. Pejantan dewasa memiliki glans penis pada
bagian ujung penis dengan panjang 5 sampai 10 mm, berbentuk kerucut yang
mengarah ke kaudal dan memiliki 120 sampai 150 buah duri penis (penile spines)
tergantung kadar androgen setiap individu. Duri-duri penis dengan panjang dan
diameter dasarnya sebesar 0.1 sampai 0.7 mm ini berjejer membentuk 6 hingga 8
buah lingkaran (Alifha, 2015).

Gambar 2.1.2. Organ Reproduksi Jantan (Reece and Rowe, 2017)


2.2 Partus
Partus adalah proses melahirkan janin yang telah tumbuh sempurna pada akhir masa
kehamilan normal. Partus atau persalinan adalah proses kompleks yang melibatkan
perubahan humoral, fisiologis, tingkat morfologis dan perilaku (Martines-Burnes dkk.,
2021).

Proses kelahiran dapat dibagi menjadi 3 tahapan. Tahap pertama, diawali dengan
dilatasi cervix dan diakhiri dengan masuknya fetus dalam cervix. Tahap kedua, kelahiran
ditandai dengan dilatasi yang sempurna dari cervix hingga fertus dilahirkan. Selama
tahapan ini kontraksi uterus terjadi secara regular dan kuat. Dan tahap ketiga yaitu
pengeluaran plasenta. Kontraksi uterus masih berlangsung pada tahap ini akan tetapi
intensitasnya semakin rendah dibandingkan tahap kedua (Harber, 2018).

Menurut Matemala et al. (2021), tahap persalinan pada kucing dibagi menadi tiga
tahap yaitu sebagai berikut:
1. Tahap I persalinan pada anjing dan kucing biasanya berlangsung 12-24 jam,
selama waktu kontraksi miometrium rahim meningkat frekuensi dan
kekuatannya dan serviks melebar. Tahap pertama, atau fase dilatasi, terdiri dari
pelebaran jaringan lunak jalan lahir (termasuk 31 ligamen panggul, serviks,
dan vulva), permulaan kontraksi miometrium, dan rotasi janin ke posisi
melahirkannya dan pergerakannya ke jalan lahir.
2. Tahap II persalinan normal ditandai dengan upaya perut yang terlihat, yang
disertai dengan kontraksi miometrium yang berujung pada persalinan
neonatus. Biasanya, upaya ini tidak boleh berlangsung >1–2 jam antara anak
anjing atau anak kucing, meskipun terdapat banyak variasi. Seluruh
pengiriman dapat memakan waktu 1 hingga >24 jam; namun, persalinan
normal dikaitkan dengan total waktu persalinan yang lebih pendek dan interval
(30-60 menit) antara neonatus. Keputihan bisa bening, serosa hingga
hemoragik, atau hijau (uteroverdin). Biasanya, anjing dan betina terus
bersarang di antara persalinan dan dapat merawat dan merawat neonatus
sesekali. Anoreksia, terengah-engah, dan gemetar adalah hal biasa.
3. Tahap III persalinan didefinisikan sebagai lahirnya plasenta. Anjing dan
kucing betina biasanya terombang-ambing antara tahap II dan III persalinan
sampai persalinan selesai. Selama persalinan normal, semua janin dan plasenta
dilahirkan secara pervagina, meskipun tidak selalu dapat dilahirkan bersamaan

2.3 Distokia
Distokia pada kucing didefinisikan sebagai kesulitan dalam persalinan anak kucing
melalui jalan lahir pada saat (6-12 jam) persalinan. Penyebab distokia diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu disebabkan oleh induk, janin, dan dalam beberapa kasus kombinasi di
antara keduanya. Penyebab utama terjadinya distokia ditandai dengan dua jenis inersia
uterus; yang pertama disebut "primer" yang berarti kondisi di mana otot rahim tidak
berkontraksi, jenis inersia uterus lainnya adalah "sekunder" yang berarti hewan merejan
secara terus menerus yang menyebabkan kelelahan selama persalinan akibat adanya
obstruksi di dalam jalan lahir, penyebab hambatan lainnya adalah pelebaran serviks
sebagian atau tidak lengkap (Uday, 2021).
2.3.1 Teknik Caesar
Operasi caesar dilakukan sesuai prosedur, induk kucing diberikan injeksi pra-
anestetik, atropin sulfat. Setelah 10 menit, dilakukan pemberian anestesi umum,
diinduksi dengan injeksi ketamin hidroklorida. Anestesi dicapai dalam 15 menit.
Kucing kemudian dipindahkan ke meja operasi. Daerah operasi dibersihkan, dicukur
dan didesinfeksi dengan povidone iodine kemudian ditutup dengan drape steril. Insisi
sepanjang 5-6 cm dibuat pada midline abdominal ventral, 1 cm kearah caudal
umbilikus. Kulit, jaringan subkutan, lineaalba dan peritoneum diinsis secara
berurutan. Kemudian uterus diidentifikasi dan dikeluarkan melalui insisi. Insisi
longitudinal dibuat pada kelengkungan uterus yang lebih besar dekat dengan
bifokartio pada cornua uterus untuk menghindari pembuluh darah besar dan plasenta
(Satish et al., 2021).

Fetus pada cornua sebelah kiri diangkat terlebih dahulu. Tali pusar diikat dan
ditranseksi. Janin yang tersisa pada cornua kanan diangkat dengan cara yang sama,
selanjutnya ditutup dalam tiga lapisan. Uterus dijahit dengan pola lembert dan pola
jahitan cushing. Lineaalba dan fasia peritoneal dijahit dengan pola menerus
sederhana. Jaringan subkutan menggunakan pola subkutikular (intradermal) (Satish et
al., 2021).

2.4 Prolaps Uteri

Prolpas uterus adalah penyakit dengan insidensi rendah yang ditandai dengan eversi
organ uteri dalam posisi terbalik saat melewati serviks ke dalam vagina, bisa salah satu
atau kedua cornua uteri menonjol dari vulva pada periode postpartum. Prolaps uteri dapat
terjadi pada pada kucing setelah masa kebuntingan pertama atau 48 jam setelah kelahiran
terakhir, biasanya terjadi akibat mengejan yang berkepanjangan selama melahirkan
(Deroy et al. 2015; D’Oliveira et al. 2019).
Secara klinis prolapse uteri ditandai dengan vaginal discharge serta munculnya salah
satu atau kedua cornua uteri melalui vulva. Bagian uteri yang mengalami prolaps terlihat
kemerahan pada mukosanya. Jaringan yang menonjol telihat menebal seperti donat dan
mengalami perubahan warna akibat kongesti vena, trauma, dan kontaminasi kotoran
(Widyawati dan Apritya, 2019).
2.4.1 Penyebab Prolaps Uteri
Perejanan yang kuat saat melahirkan menjadi salah satu penyebab uteri
menyembul keluar hingga terlihat dari vulva. Tonus myometrium menenurun
sehingga memungkinkan uterus melipat dan sebagian dinding bergerak kearah pintu
masuk pelvis. Distokia dan peningkatan ketegangan (merejan), yang mungkin
disebabkan oleh antrian (fetus) yang berkepanjangan, pemisahan plasenta yang tidak
sempurna, nyeri pengeluaran plasenta yang tidak tuntas, kurangnya exercise sebelum
melahirkan, waktu melahirkan yang lama dapat menjadi penyebab lain dari prolapse
uteri. Dilatasi serviks dan ligament uteri akibat kebuntingan ganda hingga kontraksi
yang berlebihan akibat induksi oksitosin juga dapat menjadi prolaps uteri (Widyawati
dan Apritya, 2019 ; Deroy et al. 2015).

2.5 Pyometra

Pyometra dapat dideskripsikan sebagai patologi uterus yang merupakan penyakit


uterus paling umum pada anjing dan kucing betina dewasa yang belum disterilisasi.
Penyakit ini ditandai dengan infeksi bakteri supuratif akut atau kronis pada uterus pasca
estrus dengan akumulasi eksudat inflamasi di lumen uterus. Penyakit ini berkembang
selama fase luteal, dan progesteron memiliki peran penting dalam terjadinya peningkatan
infeksi bakteri oportunistik (Palupi dkk., 2022).

Pyometra terdiri dari 2 jenis yaitu pyometra terbuka dan juga pyometra tertutup,
pyometra terbuka ditandai dengan adanya leleran pada vagina sedangkan pyometra
tertutup tidak terlihat adanya leleran pada vagina. Kucing dengan pyomtra tertutup harus
segera dilakukan penanganan untuk mencegah adanya kematian pada pasien, hal ini
dikarenakan adanya akumulasi pus di dalam uterus yang tidak dapat keluar sehingga
dapat menyababkan terjadinya sepsis dan juga kematian (Rahayu dkk., 2021). Pyometra
terbuka menunjukkan gejala klinis berupa keluarnya nanah dari dalam uterus sehingga
meleleh hingga keluar vagina (Anindya dkk., 2023).

2.5.1 Penyebab Pyometra


Hormon ovarium dianggap sebagai faktor utama dalam perkembangan pyometra
dan hormon progesteron asal ovarium dianggap sebagai faktor utama patogenesisnya.
Progesteron berperan penting dalam patogenesis infeksi, maka dari itu penyakit ini
umumnya berkembang pada fase luteal atau selama kebuntingan semu. Hal tersebut
merupakan fase dominasi progesteron yang berlangsung kurang lebih 40 hari.
Progesteron juga memiliki peran penting dalam terjadinya peningkatan infeksi uterus
oleh bakteri oportunistik. Bakteri Escherichia coli adalah yang paling sering
dilaporkan diisolasi dari patogen penyebab pyometra (Anindya dkk., 2023).

2.6 Ovariohisterectomy

Ovariohysterectomy merupakan metode sterilisasi bedah merupakan solusi yang


paling efektif dan umum dilakukan oleh praktisi dokter hewan. Sterilisasi reproduksi
melalui pembedahan dapat dilakukan dengan tujuan terapi penyakit reproduksi,
mengurangi perilaku yang tidak diinginkan pemilik hewan terkait dengan aktivitas
hormonal serta pengendalian populasi kucing. Ovariohysterectomy mengurangi resiko
terjadinya gangguan reproduksi, serta merupakan solusi pada kejadian pyometra, cystic
endometrial hyperplasia, kebuntingan semu (pseudo-pregnancy) dan kondisi
patologis pada uterus lainnya (prayoga dkk., 2021).

2.6.1 Teknik operasi

Sebelum operasi kucing dipuasakan selama 12 jam. Dilakukan pemberian


premedikasi dengan Atropin Sulfat secara subkutan dan Acepromazine secara
intramuskuler, selanjutnya anestesi diinduksi dengan injeksi Ketamin secara
intramuskuler. Setelah anestesi bekerja kucing diposisikan pada dorsal recumbency,
dan semua ekstremitas diikat. Daerah ventral abdomen dipersiapkan untuk daerah
operasi yakni area caudal midline. Daerah umbilikus ke arah caudal dicukur bersih
bulunya kemudian kulit dipersiapkan secara aseptik untuk pembedahan dengan
pemberian alkohol 70% dan povidone iodine, selanjutnya dilakukan pemasangan
drape steril (Prayoga dkk., 2021).

Insisi dilakukan sekitar 1-2 cm caudal dari umbilikus pada kulit dan subkutan
sepanjang 5 cm dan linea alba akan terlihat. Linea alba dipegang dan diangkat sedikit
untuk dilakukan insisi. Dinding abdomen kanan dikuakkan dan dilakukan eksplorasi
rongga abdomen untuk mendapatkan kornua uteri menggunakan spay hook.
Selanjutnya kornua uteri ditarik keluar insisi dan ditelusuri sampai ovarium
ditemukan. Setelah ovarium ditemukan, lebih lanjut ligamentum suspensorium dicari
pada ujung proksimal ovarium dan dilakukan pemutusan ligamentum suspensorium
agar ovarium dapat dikeluarkan. Kompleks pembuluh darah ovarium diligasi dan
dipotong dengan metode three forceps (Prayoga dkk., 2021).

Selanjutnya kornua uteri ditarik keluar insisi dan ditelusuri sampai ovarium
ditemukan. Setelah ovarium ditemukan, lebih lanjut ligamentum suspensorium dicari
pada ujung proksimal ovarium dan dilakukan pemutusan ligamentum suspensorium
agar ovarium dapat dikeluarkan. Kompleks pembuluh darah ovarium diligasi dan
dipotong dengan metode three forceps menggunakan klem arteri sebanyak 3 buah dan
ligasi. Prosedur yang sama dilakukan pada ovarium disisi lainnya, selanjutnya
ligamentum Lata dipisahkan dari kornua uteri, diklem, diligasi kemudian dipotong.
Korpus uteri dipotong dekat serviks uteri menggunakan metode three forceps. Ligasi
pada korpus uteri dilakukan jahitan angka-8. Penutupan abdomen dilakukan dengan
penjahitan pada linea alba dan peritonium dengan pola jahitan terputus sederhana dan
jaringan subkutan dijahit dengan pola subkutikuler menerus sederhana (Prayoga dkk.,
2021).

2.7 Orchiectomy (Kastrasi)

Kastrasi atau orchiectomy merupakan sebuah prosedur operasi/bedah dengan tujuan


membuang testis hewan, kastrasi ini dilakukan pada hewan jantan dalam keadaan tidak
sadar (anastesi umum). Kastrasi pada kucing peliharaan diharapkan dapat memperbaiki
sifat buruk dan mengubah tempramen pada kucing terutama kucing muda (Ibrahim,
2000), hal lain mengapa kastrasi perlu dilakukan pada kucing peliharaan adalah untuk
penampilan fisik dari kucing tersebut, karena kucing yang dikastrasi sebelum pubertas
(rata-rata usia 6 bulan) tidak akan mengalami perubahan sekunder (Saunders, 2003),
kastrasi juga berdampak positif bagi kesehatan kucing seperti tidak memiliki resiko
terkena penyakit Kanker Testis, mengurangi resiko terkena penyakit Feline Lower
Urinary Tract (FLUTD) yang disebabkan oleh stress akibat berkelahi ataupun tidak bisa
menyalurkan hasrat kawin.

2.7.1 Teknik Operasi


Kastrasi pada anjing dapat dilakukan melalui pendekatan prescrotalis, perinealis
dan scrotalis. Pendekatan melalui insisi prescrotalis adalah paling umum dilakukan
dan lebih mudah untuk dikerjakan. Testis sangat sukar dikeluarkan melalui
pendekatan perineal, tetapi pendekatan perinealis dilakukan apabila sangat diperlukan
seperti pada kasus hernia perineal. Sedangkan kastrasi melalui pendekatan scrotalis
juga umum dilakukan yaitu melakukan insisi pada kulit skrotum diatas raphe scrotalis
(Sudisma et al., 2006).
Hewan diberikan premedikasi sebelum dilakukan anastesi, setelah anastesi
bereaksi hewan ditempatkan di atas meja operasi dengan posisi dorsal recumbency
dan ke-4 kaki diikat. Kemudian dilakukan pencukuran bulu di daerah skrotum yaitu di
daerah raphae scrotum. Desinfektan daerah skrotum dengan alkohol 70%. Kemudian
pemasangan dook steril pada daerah skrotum yang sudah dibersihkan. Selanjutnya
dilakukan incisi kulit tepat di sebelah cranial raphae scrotum, salah satu testis di
dorong ke depan sampai pada raphae scrotum. Dibuat irisan melalui fascia
spermatica. Testis ditekan keluar melalui irisan dengan tangan kiri tarik ke luar.
Selanjutnya ligamentum scrotum dipotong dan tunika vaginalis communis dibuka
sampai ke depan. Ligasi spermatic cord yang ada di dalamnya sejauh mungkin
dengan menggunakan mosquito forceps, lalu jepit spermatic cord searah yang menuju
ke arah testis dengan menggunakan scalpel kemudian spermatic cord dipotong searah
yang menuju ke arah testis. Untuk testis yang satunya dikerjakan dengan cara yang
sama, yaitu melewati satu irisan melalui septum scrotum (Amirudin dkk., 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Alifha, R.R. (2015). Pengaruh Pemberian Bisphenol-A Terhadap Kualitas Sperma Kucing
Domestik Jantan. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin
Amirudin, Syafruddin , Zuraidawati , R. Desky , T.N. Siregar , A. Sayuti , dan A. Harris.
(2015). Pengaruh pemberian getah buah pepaya (carica papaya l.) Dan povidone
iodine terhadap kesembuhan luka kastrasi pada kucing (felis domestica) jantan.
Jurnal Medika Veterinaria. 9(1):44-47.
Anindya, A.L., Pemayun, I.G.A.G.P., dan Wandia, I.N. 2023. Laporan Kasus: Penanganan
Pyometra Terbuka pada Kucing Kampung. Indonesia Medicus Veterinus, 12(1): 126-139

Aspinal, Victoria. (2015). Reproductive system of the dog and cat Part 2 -the male
system. Veterinary Nursing Journal, 26(3):89-91.
Aspinall V dan Cappello M. 2015. Introduction to Veterinary Anatomy and Physiology.
Azizah, H., dan Batan, I.W. 2018. Laporan Kasus: Kistik Endometritis pada Kucing Persia.
Indonesia Medicus Veterinus, 7(2): 177-184.

D’Oliveira,K.S. Veiga, G.A.L, Barbosa,A. Brito,C. Kitahara, F. Bernardes,J.P. Carramenha,


C.P. 2009. Bicornual Uterine Prolapse in Cat. World Small Animal Veterinary
Association World Congress Proceedings

Deroy,C. Bismuth,C. Carozzo,C. 2015. Management of a Complete Uterine Prolapse in a Cat.


Journal of Feline Medicine and Surgery Open Reports.

Octaviana, F., dan Sumarmin, R. 2021. Profil Reproduksi Kucing Betina Ras Persia (Fellis
catus) di Kecamatan Air Manjuto, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu. Serambi biologi
6(1):28-32.
Palupi, T.D.W., Suprayogi, T.W., dan Ismudion. 2022. Medis untuk Pyometra pada Kucing
Medical Treatment for Pyometra in Cat. Jurnal Medik Veteriner, 5(1):124-130.

Prayoga, S.F., Neneng, I.M., Eko, M.Z.A., Lianny, N. 2021. Ovariohysterectomy pada
Kucing Liar. Ovozoa. 10(3): 98-103.
Rahayu, N.K., Nurmaningdyah, A.A., Fitria, R.I., Anggraeni, R., dan Prabawan, R. 2021.
Laporan Kasus: Pyometra pada Kucing Domestic Short Hair Case Report: Pyometra on
Domestic Short Hair Cats. MKH, 1-11 .

Reece, O.W., and Rowe, E.W. 2017. Functional and physiology of domestic animals fifth
edition, 419 & 440.
Satish, Purohit, G.N., Kumar, D., Parkash, B., Singh, N., Saharan, A.J., and Meltha, J.S.
2021. Cesarean Section For Dystocia Due To Primary Partial Uterine Inertia In
Cat- A Case Report. Journal Of Canine Development & Research 16: 87-90.
Sudisma, I.G.N., Pemayun, I.G.A.G.P., Wardhita, A.A.G.J., dan Gorda, I.W. 2006. Ilmu
Bedah Veteriner dan Teknik Operasi.Denpasar: Penerbit Universitas Udayana.

Uday, T. Naoman. 2021. Causes and Treatment of Feline Dystocia. Journal of Applied
Veterinary Sciences, 6 (4): 28 -31.

Widyawati, Ratna dan Desty Apritya. 2019. Prolapsus Uteri Pasca Melahirkan pada Kucing
Mix. Jurnal Vitek Bidang Kedokteran Hewan Vol.9. Surabaya.

Yusuf. 2015. Ilmu Bedah Khusus Veteriner. Banda Aceh: Syiah Kuala University

Anda mungkin juga menyukai