Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kuda yang dikenal sebagai hewan herbivora-non ruminansia memiliki manfaat cukup
banyak bagi kehidupan manusia. Dalam sejarah tercatat bahwa kuda dapat digunakan
sebagai bahan pangan melalui pemanfaatan daging dan susu. Selain itu kuda juga
dapat dimanfaatkan untuk olahraga atau rekreasi, keperluan pertanian secara luas dan
sebagai alat pengangkutan.
Selain pengawinan secara alamiah, inseminasi buatan (IB) merupakan salah
satu teknologi reproduksi yang digunakan untuk peningkatan produksi dan perbaikan
mutu genetik ternak dan sebagai alat dalam pelaksanaan kebijakan pemuliaan secara
nasional. Di Indonesia IB pada kuda telah dilaksanakan sejak tahun 2000-
an,meskipun demikian sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang optimal,
dibandingkan dengan IB pada ternak lainnya.Tingkat keberhasilan pengawinan kuda
yang masih rendah baik secara inseminasi maupun kawin alam di Indonesia sudah
selayaknya menjadi suatu titik perhatian. Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya
tingkat keberhasilan pengawinan ini adalah minimnya informasi mengenai lama
siklus dan periode estrus pada kuda, sehingga peternak tidak mampu untuk
menentukan waktu optimal kawin pada kuda. Hal ini berbeda jika dibandingkan
dengan ternak lainnya seperti pada sapi, kambing, domba dan babi tingkat
keberhasilan pengawinannya relatif lebih tinggi.
Observasi mengenai lama siklus dan periode estrus secara intensif sangat
dibutuhkan untuk memperoleh tingkat efisiensi reproduksi. Hal ini dapat dicerminkan
melalui tingkat keberhasilan pengawinan yang tinggi. Detasemen Kavaleri Berkuda
merupakan satuan operasional dibawah pusat kesenjataan kavaleri yang
menyelenggarakan peternakan kuda serta menyelenggarakan tugas-tugas protokoler
dan pengembangan olah raga berkuda nasional. Hal ini dapat dijadikan dasar sebagai
suatu sarana untuk dilakukannya observasi mengenai lama siklus dan periode estrus
pada kuda.

1
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah iniadalah untuk mengetahui tentang diagnosa
kebuntingan dalam proses pemeriksaan kebuntingan pada hewan atau ternak
1.3 Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini selain dapat menambah wawasan bagi penulis
khususnya tentang pemeriksaan kebuntingan juga sebagai referensi bagi pembaca
tentang pemeriksaan kebuntingan pada hewan dan ternak

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Reproduksi
Organ genitalia kuda betina terdiri atas dua buah ovarium, dua buah tuba
fallopii, uterus, vagina dan vulva.
Organ reproduksi kuda betina

Gambar 1.

Ovarium adalah suatu organ primer reproduksi pada betina. Ovarium dapat
bersifat endokrin atau sitogenik karena mempunyai kemampuan menghasilkan
hormon yang akan disalurkan ke dalam peredaran darah, dan juga penghasil ovum
(sel telur) yang diovulasikan oleh ovarium. Ovarium berfungsi dalam pembentukan
dan pematangan folikel menjadi ovum, ovulasi (egg release) sintesis dan sekresi
hormon-hormon steroid (steroidogenesis) (Hafez dan Hafez, 2000a; Morel, 2008).
Pada saat musim kawin ovarium memiliki ukuran panjang 6-8 cm dan lebar 3-4 cm,
pada saat itu kondisi ovarium terasa lebih lembut hal ini terjadi karena adanya sekresi
cairan akibat perkembangan sel folikel.Lain halnya ketika bukan musim kawin ukuran
ovarium cenderung lebih kecil yaitu dengan panjang 2-4 cm dan lebar 2-3 cm, dalam
kondisi seperti ini ovarium akan terasa tidak lembut hal ini disebabkan tidak adanya
perkembangan folikel (Morel, 2008). Tuba falopii atau oviduct adalah saluran yang
berpasangan dan berkonvulasi yang berfungsi mengantarkan ovum yang diovulasikan
dari ovarium menuju cornua uteri. Ovum yang diovulasikan oleh ovarium akan
diterima oleh infundibulum menuju ampula tempat terjadinya proses pembuahan
(fertilisasi). Lapisan dalam tuba falopii merupakan membran mukosa yang berlipat-
lipat dilapisi oleh epitel silia kolumner sederhana. Selama masa estrus dan sebelum
kelahiran epitel bersilia tersebut bersifat sekretoris aktif (Manan, 2002). Panjang

3
rataan dari tuba falopii ini adalah 25-30 cm (Morel, 2008). Uterus merupakan organ
yang berperan pada saat kebuntingan berfungsi sebagai tempat implantasi, retensi
(pemeliharaan) dan nutrisi konseptus. Uterus terdiri dari carpus uteri (badan uterus)
dan cornua uteri (tanduk uterus). Corpus uteri berfungsi sebagai tempat deposisi
semen pada saat IB, sedangkan cornua uteri berfungsi sebagai tempat menempelnya
zigot, lalu berkembang menjadi embrio dan fetus. Secara anatomis dan histologis,
cornua dan corpus uteri memiliki struktur yang sama yaitu terdiri dari myometrium
(otot), perimetrium (selaput serosa/peritonium), endometrium (mukosa/selaput lendir)
(Manan, 2002). Corpus uteri normalnya mempunyai rataan panjang 18-20 cm dengan
diameter 8-12 cm, sedangkan untuk cornua uteri memiliki panjang hingga 25 cm
dengan diameter 4-6 cm mengerucut hingga 1-2 cm mendekati tuba falopii. Uterus
pada kuda dinamakan dengan simplex bipartitus, hal ini disebabkan oleh ukuran
corpus uteri yang lebih besar dibandingkan dengan cornua uteri (Gambar 2), berbeda
dengan ternak lainnya dimana cornua uteri cenderung lebih besar dan mendominasi
(Morel, 2008).

Gambar 2.
Serviks atau leher uterus adalah suatu urat daging sphincter tubular yaitu otot
polos yang sangat kuat yang terletak antara uterus dan vagina.Serviks mempunyai
panjang antara 5-10 cm dengan diameter antara 1,5-1,7 cm. Saluran serviks dikenal
dengan nama Canalis cervicalis, mempunyai bentuk berkelok-belok karena dibentuk
oleh Annulus cervicalis. Annulus cervicalis yaitu suatu cincin yang melingkar di
Canalis cervicalis. Cairan mukus yang dikenal sebagai lendir serviks dapat menutupi
lumen pada saat hewan dalam keadaan bunting, tetapi akan kembali mencair pada saat

4
estrus atau saat proses kelahiran berlangsung. Adapun fungsi serviks adalah sebagai
gerbang yang kuat, melindungi uterus dari infeksi lingkungan luar (Manan, 2002).
Serviks dalam kondisi tidak estrus akan tertutup rapat dan kuat, berwarna pucat dan
mempunyai ukuran panjang rataan 6-8 cm dengan diameter 4-5 cm, sedangkan dalam
kondisi estrus otot serviks akan mengalami relaksasi yang akan memudahkan penis
masuk kedalamnya, selain itu serviks berwarna merah muda dan terlihat menonjol
sehingga vagina kuda yang sedang estrus akan terlihat lebih besar dan tidak terdapat
lipatan (Morel, 2008).Serviks adalah barier fisik bagi pergerakan mikroorganisme
kedalam saluran reproduksi. Fungsi serviks difasilitasi oleh sekresi lendir yang kental
dan dapat menutupi lumen serviks selama terjadi kebuntingan. Sekresi lendir pada
serviks ini juga mengandung bahan yang disebut lactoferin yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri (Lestari, 2006).

Gambar 3 Serviks

Vagina termasuk kedalam organ reproduksi bagian luar dan merupakan


gerbang bagi mikroorganisme memasuki tubuh ternak betina. Vagina memiliki
diameter 10 -15 cm dan panjang rata-rata 18 - 23 cm. Dinding vagina yang elastis ini
merupakan otot yang dilapisi oleh mukosa dan dengan keelastisannya dapat
membantu dalam proses kelahiran. Vagina merupakan perlindungan pertama dalam
sistem dan saluran reproduksi yang memiliki pH asam sehingga dapat membunuh
bakteri (Morel, 2008). Vagina mempunyai fungsi sebagai tempat terjadinya
pengawinan, tempat peletakan semen pada pengawinan alam, dan juga sebagai tempat
penyimpanan vaginal pessary atau spons vaginal pada saat sinkronisasi estrus.
Vestibula adalah bagian tubular dari saluran reproduksi antara vagina dan labia vulva.
Vestibula vagina memiliki beberapa urat daging sirkuler atau serupa sphincter yang
menutup saluran kelamin dari lingkungan luar sehingga dapat memperkecil
kemungkinan masuknya mikroorganisme kedalam vagina (Lestari,2006). Vulva

5
berada kurang lebih tujuh cm dibawah anus termasuk ke dalam organ reproduksi
bagian luar, yang akan dilalui pada saat kopulasi sebelum vagina. Otot sphincter
vulva memperkecil kemungkinan masuknya mikroorganisme ke dalam vagina,
demikian pula otot sphincter vestibula memperkecil pergerakan mikroba menuju arah
anterior vagina (Lestari, 2006). Vulva terletak lurus secara vertikal terhadap anus dan
hal ini memberikan peluang untuk terjadinya kontaminasi yang berasal dari kotoran.
Vulva kuda yang normal tidak boleh memiliki kemiringan lebih dari 10º dari kondisi
vertikal yang sewajarnya (Gambar 4 dan 5), kondisi bibir vulva harus rapat dan
normal (England, 2004).

Gambar 4 Konformasi Vulva Normal dan Abnorma

Gambar 5 Vulva Kuda Normal dan Vulva Kuda Abnormal

Pada bagian dalam vulva terdapat klitoris dan tiga sinus yang menghasilkan
lingkungan yang tidak diinginkan oleh pertumbuhan bakteri yang menyebabkan
penyakit (Morel, 2008). Vulva terdiri dari dua labia (commissural dorsalis dan
ventralis). Klitoris terdiri dari dua krura atau akar, badan dan kepala (glans). Klitoris

6
terdiri dari jaringan erektil yang tertutup oleh ephitel dan dengan sempurna
memperoleh inervansi dari ujung-ujung saraf sensori (Manan, 2002).
2.2 Pubertas
Pubertas atau dewasa kelamin didefinisikan sebagai kondisi dimana organ organ
reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakan dapat terjadi. Menurut England
(2004) dan Morel (2002) pubertas pada kuda terjadi pada umur kurang lebih 18-24
bulan, sedangkan menurut Hafez dan Hafez (2000c) umur pubertas pada kuda dapat
dicapai antara 15 hingga 18 bulan. Pada hewan jantan, pubertas ditandai dengan
kesanggupannya berkopulasi dan menghasilkan spermatozoa yang motil diikuti
dengan perubahan-perubahan kelamin sekunder lainnya. Pubertas pada kuda betina
ditandai oleh terjadinya estrus (England, 2004) Kuda yang memiliki kerja berat,
dewasa kelaminnya akan tertunda hingga umur 3 – 4 tahun (Laing, 1979). Kuda
betina yang sudah mengalami pubertas sebaiknya tidak dikawinkan sebelum
mencapai umur dua tahun dan bahkan sebaiknya setelah berumur tiga tahun. Kuda
betina yang dikawinkan pada umur yang lebih muda, biasanya tingkat
kebuntingannya rendah (Blackely dan Bade, 1991).
2.3 Siklus Estrus
Siklus estrus merupakan satu periode dari satu estrus ke estrus berikutnya atau
interval antara timbulnya satu periode estrus ke permulaan periode estrus berikutnya
(Slusher et al., 2004). Kuda betina digolongkan kedalam "seasonally polyestrus"
yang berarti kuda betina mengalami siklus estrus dalam waktu yang tertentu setiap
tahunnya (pada musim semi dan panas). Hal ini bertujuan untuk menghindari
kelahiran anak kuda dalam kondisi cuaca yang tidak baik atau ekstrim (Mottershead,
2001). Lama siklus estrus kuda bervariasi yaitu antara 21 hingga 23 hari (Slusher et
al, 2004; England, 2004). Beberapa kuda memperlihatkan keinginan kawin yang
besar pada awal musim kawin selama periode estrus yang panjang tetapi tidak terjadi
ovulasi. Kuda ini mungkin tidak akan subur sampai periode estrusnya menjadi lebih
pendek dan lebih teratur. Kuda lain mungkin hanya mengalami estrus tenang atau
silent heat dimana terjadi ovulasi tetapi tidak memperlihatkan keinginan untuk kawin.
Banyak kuda semacam ini akan dapat bunting apabila saat estrus dapat diidentifikasi
melalui palpasi rektal serta diamati perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada
vulva, vagina dan serviksnya (Frandson, 1992).
Fase awal dari siklus estrus ini dianggap sebagai fase penumpukan atau pemantapan
dimana folikel ovarium yang berisi ovum membesar terutama karena meningkatnya
7
cairan folikel yang berisi cairan estrogenik. Estrogen yang diserap dari folikel
kedalam aliran darah merangsang peningkatam vaskularisasi dan pertumbuhan sel
gamet dalam persiapan untuk estrus dan kebuntingan yang terjadi (Frandson, 1992).
Siklus estrus pada kuda terdiri dari estrus dan diestrus. Diestrus adalah periode
terakhir dan terlama pada siklus estrus, yaitu suatu kondisi dimana sel-sel granulosa
dari folikel yang berovulasi pada akhir estrus berubah menjadi sel lutein dan
membentuk corpus luteum (CL). Selanjutnya CL menjadi matang dan
konsentrasi progesteron semakin meningkat. Progesteron ini menghambat sekeresi
Follicle stimulating hormone (FSH) oleh hipofisa anterior sehingga menghambat
pertumbuhan folikel ovarium dan mencegah terjadinya estrus. Jika kuda itu tidak
bunting, CL akan teregresi dan terjadi perkembangan folikel yang baru. Diestrus
biasanya berlangsung selama 15 sampai dengan 19 hari (Slusher et al., 2004).
Menurut Hafez dan Hafez (2000b) dan (England, 2004) diestrus pada kuda terjadi
masing-masing selama 14 hari dan 14-16 hari. Lama diestrus yang bervariasi ini,
dapat disebabkan oleh tiga hal yaitu, terjadinya ovulasi akan tetapi tidak terlihat gejala
estrus atau yang dinamakan dengan silent ovulasi, adanya keberadaan CL yang
persisten yang tidak dapat dilisis oleh PGF2a atau PGF2a yang dihasilkan tidak cukup
untuk melisis CL dan yang terakhir adalah adanya ovarium yang tidak aktif baik pada
masa transisi maupun bukan musim kawin. Beberapa hal tersebut dapat menyebabkan
perhitungan lama diestrus yang bervariasi (Morel, 2002). Siklus estrus terbagi
menjadi dua fase yaitu fase luteal dan fase folikuler. Fase luteal dapat disebut juga
dengan diestrus merupakan suatu kondisi dimana CL dominan, sedangkan fase
folikuler (estrus) adalah fase disaat terjadi perkembangan folikel dominan. Kuda
betina merupakan ternak yang efisien, dia dapat estrus selama laktasi, tidak seperti
ternak lainnya yaitu domba yang sama-sama tergolong kedalam seasonally polyestrus.
Kuda betina bahkan mampu bunting dan laktasi dalam satu waktu yang sama. Kuda
betina akan terlihat estrus 4-10 hari setelah beranak yang dinamakan dengan “foal
heat”. Setelah itu kuda betina akan kembali pada siklus estrus yang regular yaitu 21
hari (Morel, 2002). Kuda betina dapat dikawinkan kembali 2-3 minggu setelah
beranak (Reilas, 2001).

8
2.4 Periode Estrus
Periode estrus pada kuda rata-rata adalah tujuh hari dengan kisaran 4-8 hari.
Ovulasi biasanya terjadi secara spontan menjelang akhir estrus. Ovulasi akan terjadi
pada 24 hingga 48 jam menjelang akhir estrus dan sebaiknya kuda dikawinkan dua
hari menjelang akhir estrus dan diteruskan pada hari terakhir sebelum masa estrus
berakhir (Hafez dan Hafez, 2000c). Lamanya periode estrus bervariasi antara 4-7
hari (England, 2004) dan 5-6 hari (Malinowski, 2008) bahkan dapat mencapai 2-10
hari (Morel, 2002).Hafez dan Hafez (2000c), menyatakan lama dan siklus estrus
dapat berbeda antar individu kuda betina. Selama estrus vulva kuda betina terlihat
lebih besar dan lipatan pada vulva melonggar dan akan mudah jika ingin dilakukan
pemeriksaan. Selaput mukosa vulva membengkak, memerah, basah dan mengkilap
karena dilapisi oleh lendir yang transparan. Selain itu kuda yang sedang estrus selalu
berdiri dalam keadaan seperti akan urinasi, mengangkatkan ekornya dan terjadi
kontraksi pada klitoris. Kuda betina estrus pada saat didekati kuda jantan akan
urinasi, terdiam, ekor diangkat dan mengambil posisi siap untuk kawin dengan
kondisi vulva yang menutup dan membuka (Morel, 2008).
2.5 Peranan Hormon Selama Siklus Estrus
Hormon yang berperan dalam siklus estrus meliputi: gonadotropin releasing
hormone (GnRH), follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone
(LH), estrogen, progesteron, prostaglandin F2a, serta inhibin dan activin
(Mottershead,2001).

Gambar 6
memperlihatkan ovulasi terjadi pada hari ke-0 menunjukkan adanya peningkatan
LH.

9
Apabila tidak terjadi kebuntingan maka CL akan mulai teregresi. Corpus
luteum teregresi sempurna pada hari ke-18. Level progesteron akan menurun seiring
dengan teregresinya CL (hari ke-13). Level FSH akan meningkat yang akan
berperan penting dalam pertumbuhan folikel untuk mempersiapkan terjadinya
ovulasi kembali (hari ke 19-22 terhitung dari estrus sebelumnya) (Slusher et al.,
2004). Hormon FSH ini akan menurun setelah sel folikel matang, hal ini terjadi
karena adanya inhibin yang dihasilkan oleh sel folikel tersebut sebagai negatif
feedback (umpan balik negatif) terhadap produksi FSH melalui respon yang
disampaikan pada hipofisa anterior. Selain itu terdapat activin yang dihasilkan oleh
cairan folikel sebagai positif feedback (umpan balik positif) untuk dihasilkannya
FSH setelah terjadi ovulasi, untuk mempersiapkan perkembangan folikel berikutnya
(Morel, 2002). Gonadotropin releasing hormone (GnRH), disekresikan oleh
hipotalamus dan mempengaruhi kegiatan hormon reproduksi. Sekresi dari GnRH
akan merangsang produksi hormon lain (FSH, LH). Pada kuda yang sedang estrus
GnRH disekresikan secara terus-menerus setiap dua jam pada diestrus dan dua kali
per jam selama estrus (Mottershead, 2001). Gonadotropin releasing hormone
(GnRH) ini 20% nya berperan dalam mengatur tingkah laku kuda yang sedang estrus
dan 80% lainnya berperan dalam menstimulasi pelepesan FSH dan LH pada hipofisa
anterior (Morel, 2002). Hormon estrogen dihasilkan dari folikel yang berfungsi
mengatur tingkah laku yang ditimbulkan selama siklus estrus berlangsung. Hormon
estrogen ini akan meningkat menjelang estrus. Hal ini menyebabkan terjadinya
perubahan tingkah laku
kuda betina yang dapat menerima pejantan (Slusher et al, 2004). Hormon lainnya
seperti FSH dan LH, kedua hormon ini diproduksi dikelenjar hipofisa dan diatur
oleh GnRH. FSH berfungsi merangsang pematangan sel telur dan pembentukan
hormon estrogen dan LH berfungsi untuk merangsang terjadinya ovulasi
(Mottershead, 2001; Slusher et al, 2004). Menurut Slusher et al.(2004) konsentrasi
LH terendah adalah selama fase luteal dari pertengahan estrus, naik hanya beberapa
hari sebelum estrus atau segera setelah ovulasi, untuk kemudian kembali turun
ketingkat sebelumnya selama beberapa hari berikutnya.
Hormon progesteron yang dihasilkan oleh CL adalah hormon utama yang
bertanggungjawab terhadap kebuntingan (Mottershead, 2001). Progesteron berperan
dalam mempertahankan kebuntingan hingga menjelang 150 hari kebuntingan. Sejak

10
150 hari hingga masa akhir kebuntingan yang mempertahankan kebuntingan adalah
plasenta (Slusher et al.,2004). Level progesteron meningkat 24-48 jam setelah
ovulasi. Progesteron dapat menghambat pelepasan LH (Morel, 2002).
Prostaglandin F2a bertanggungjawab terhadap proses luteolisis dari CL
sehingga level progesteron akan turun hal ini dilakukan untuk melanjutkan proses
siklus estrus dan ovulasi. Hormon PGF2a ini dihasilkan pada sel-sel epithel uterus,
berperan dalam kontraksi otot uterus. Hormon PGF2a pada umumnya dihasilkan
pada hari ke-14 atau 17 setelah ovulasi, yaitu sesaat sebelum level progesteron turun
(Mottershead, 2001; Morel, 2002). Hormon lain yang terlibat dalam siklus estrus
adalah Oxytocin, ketika diketahui bahwa kuda betina tersebut tidak mengalami
kebuntingan maka hormon oxytocin ini akan dihasilkan dan diangkut melalui sistem
sirkulasi menuju uterus yang dapat menstimulasi peningkatan pelepasan PGF2a
(Morel, 2002). Secara umum skema dari siklus estrus dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Skema Umum Siklus Estrus


Kontrol endokrin dalam siklus estrus sangat dipengaruhi oleh photoperiod (lamanya
pencahayaan). Menurunnya lama pencahayaan akan menyebabkan tidak terjadinya
estrus. Adanya cahaya akan dirasakan oleh gland pineal pada pusat otak yang
berperan dalam pembentukan hormon melatonin. Melatonin ini banyak diproduksi
saat kondisi gelap oleh gland pineal, dalam kondisi pencahayaan yang cukup
konsentrasi melatonin ini sangat rendah. Adanya melatonin akan menghambat
pelepasan hormon GnRH sehingga tidak dihasilkannya hormon FSH dan LH.

11
Melatonin dibentuk dalam dua fase yaitu photophase (siang hari) dan scotophase
(malam hari), konsentrasi tertinggi berada pada malam hari (Morel, 2002).
Deteksi estrus perlu dilakukan, karena dalam kondisi estrus kuda dipersiapkan
untuk bunting dan memperoleh anak. Pendeteksian estrus padadasarnya dapat
dilakukan dengan tiga metode yaitu melaui teasing system,ultrasonography (USG)
dan menggunakan metode palpasi rektal. Teasing system adalah metode deteksi
estrus menggunakan kuda teaser dengan melihat respon dari kuda betina terhadap
kuda pejantan. Metode USG adalah deteksi estrus dengan melihat ukuran folikel dan
metode palpasi rektal adalah deteksi estrus melalui pemeriksaan dan perabaan pada
bagian foosa ovulatori yang akan menonjol sesaat sebelum ovulasi (Slusher et al.,
2004). Meadows et al. (2003) menyatakan bahwa pendeteksian estrus menggunakan
kuda teaser (kuda pejantan penggoda) yang dilewatkan pada kumpulan kuda betina
akan dapat mengetahui kuda betina yang sedang estrus, karena kuda betina yang
sedang estrus akan menghampiri kuda teaser tersebut. Metode teasing system ini
terdiri dari pen teasing, paddock teasing, pasture teasing, teasing chute, stall door
teasing, teasing rail, dan teasing mill. Pen teasing (Gambar 8) merupakan salah satu
metode pendeteksian estrus dimana kuda teaser dilewatkan diantara kuda betina.
Kuda teaser dapat dilepas di kandang untuk menghampiri kuda betina dengan
sendirinya atau kuda teaser dapat dikendalikan oleh peternak. Kandang yang
digunakan harus terbuat dari bahan-bahan yang aman untuk menghindari atau
meminimalisir terjadinya kecelakaan (Meadows et al., 2003).

Gambar 8 Pen Teasing


Paddock teasing dilakukan menggunakan kuda teaser yang diletakkan di
tengah dan dikelilingi oleh kuda betina yang berada didalam kandang. Metode ini
efektif untuk mengetahui kuda mana yang sedang estrus (Gambar 9).

12
Gambar 9 Paddock Teasing

Metode Pasture teasing sudah banyak digunakan dalam melakukan pendeteksian


estrus akhir-akhir ini. Melalui metode ini peternak hanya membawa kuda baik
jantan maupun betina ke padang pastura atau padang rumput, dalam kondisi seperti
ini akan terlihat tingkah laku kuda betina yang sedang estrus, kuda betina yang
sedang estrus tidak akan menolak jika dinaiki oleh pejantan ataupun teaser. Biaya
yang dikeluarkan melalui metode ini pun cukup murah, walaupun dalam
pelaksanaannya metode ini biasanya terdapat kecelakaan baik pada peternak ataupun
kudanya. Kelemahan dari metode ini adalah pada kuda betina yang pemalu
dia akan cenderung tidak memperlihatkan keinginan untuk kawin, bahkan dapat
menghindar dari kuda pejantan maupun peternaknya (Meadows et al., 2003).
Teasing chute merupakan metode pendeteksian estrus yang menggunakan kandang
dengan ukuran panjang 2,44 m, lebar 0,76 m dan tinggi 1,22 m. Ukuran inihanya
untuk satu ekor kuda betina. Kuda betina yang akan dideteksi dibawa masuk
kedalam kandang tersebut beserta kuda teaser dan kemudian akan dikeluarkan
kembali jika telah diketahui apakah kuda betina tersebut sedang estrus atau tidak
(Meadows et al., 2003). Stall door teasing merupakan suatu metode dimana kuda
betina yang dikandangkan secara individu didatangi satu persatu oleh kuda teaser,
sehingga akan diketahui kuda betina mana yang sedang estrus. Hal ini hampir sama
dengan teasing rail yang digunakan untuk mendeteksi kuda betina secara individu
dengan adanya pembatas yang memisahkan antara kuda pejantan dan betina, dalam
hal ini baik kuda betina maupun pejantan masing-masing dibawa oleh peternak
untuk didekatkan atau dipertemukan. Pembatas yang digunakan harus terbuat dari
bahan yang aman dengan ketinggian sekitar 1,22 meter dan panjang 2,44 meter
13
(Gambar 10) (Meadows et al.,2003). Menurut Morel (2002) hal yang demikian
dinamakan dengan Trying board (Gambar 11)

Gambar 10. Teasing Rails

Gambar 11. Trying Board


Teasing mill merupakan suatu variasi yang menarik dalam pendeteksian
estrus. Digunakan kandang yang berbentuk melingkar, pada pusat kandang
merupakan tempat kuda pejantan yang berfungsi sebagai teaser, kuda teaser terlebih
dahulu dimasukkan kedalam kandang kemudian diikuti oleh kuda betina yang
dikandangkan secara individu dengan kondisi melingkar mengelilingi kuda pejantan
(Gambar 12). Kuda teaser akan menghampiri kuda betina satu per satu untuk
diketahui estrus atau tidaknya. Apabila pendeteksian ini sudah selesai, maka kuda
betina lainnya dapat dimasukkan segera menggantikan kuda betina sebelumnya.
(Meadows et al., 2003).

14
Grambar 12. Teasing Mill

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Lama Siklus dan Periode Estrus


Faktor-faktor yang mempengaruhi lama siklus dan periode estrus ini adalah
faktor iklim, pencahayaan (fotoperioditas), pakan dan umur. Kuda yang berada di
negara empat musim bersifat seasonally polyestrus (estrus yang berulang pada musim
kawinnya) yang terjadi pada akhir musim semi, panas hingga awal musim gugur
sekitar bulan Mei hingga Oktober (England, 2004). Terjadinya musim kawin pada
kuda di daerah subtropis terkait dengan pembentukan hormon melatonin yang
dibentuk pada saat gelap, dikarenakan pada musim gugur dan musim dingin kondisi
gelap jauh lebih panjang dibandingkan dengan terang, hal ini mengakibatkan
konsentrasi melatonin yang terbentuk tinggi, sehingga menekan pelepasan GnRH dari
hipothalamus. Dengan tidak disekresikannya GnRH, maka FSH dan LH tidak
dihasilkan oleh hipofisa, padahal FSH dan LH adalah hormon yang berperan dalam
perkembangan folikel dan ovulasi. Kondisi ini disebut dengan anestrus dimana kuda
tidak mengalami estrus (England, 2004).
Kuda di negara empat musim akan mengalami beberapa fase menuju siklus estrus
yang normal yaitu terdiri dari kondisi anestrus, masa transisi, dan fase ovulatori (masa
estrus) (Gambar 13). Pada musim dingin pertengahan November hingga pertengahan
Februari kuda pada umumnya berada dalam kondisi anestrus. Masa transisi dimulai
pada saat menjelang musim semi pertengahan Februari hingga Mei, folikel pada
kondisi ini berukuran kecil dan tidak memiliki kemampuan untuk berovulasi,

15
sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama sampai folikel tersebut matang dan
mampu berovulasi yang ditandai sebagai awal dimulainya siklus estrus secara normal.

Gambar 13. Fase Siklus Estrus Kuda Betina pada Iklim Subtropis

Lamanya estrus pada kuda betina dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: (1) ovarium
kebanyakan dikelilingi oleh sebuah lapisan serosa dan beberapa folikel bermigrasi
untuk mencapai foosa ovulatoris sehingga terjadi ovulasi; (2) ovarium kurang sensitif
terhadap hormon FSH daripada spesies lain (unggas dan domba), sehingga proses
sebelum ovulasi (pre ovulatory) dalam perkembangan folikelnya memerlukan waktu
yang lama untuk mencapai ukuran yang maksimal; dan (3) kadar LH yang rendah
dibandingkan dengan kadar FSH dan hal tersebut menyebabkan tertundanya ovulasi
(Hafez dan Hafez, 2000c). Kuda atau pun ternak lain dapat mengalami keterlambatan
ovulasi. Ovulasi yang tidak sempurna atau ovulasi yang tertunda dapat terjadi akibat
adanya kekurangan nutrisi yang dibutuhkan. Kekurangan nutrisi pada ternak dapat
menyebabkan penurunan perkembangan folikel ovarium (Gil, 2003; Robinson,1996).
Schillo et al. (1992) menyatakan bahwa energi tubuh yang cukup diperlukan untuk
memproduksi LH. Selain itu dinyatakan pula bahwa pengaruh nutrisi dan musim
lebih menentukan mekanisme fisologis reproduksi pada ternak dibandingkan dengan
manajemen, terutama dalam pencapaian umur pubertas. Menurut Carnevale (2008)
umur akan mempengaruhi fungsi dari ovarium dinyatakan pula bahwa kuda betina
yang berumur 17-19 tahun akan menunjukkan siklus estrus yang lebih panjang jika
dibandingkan dengan kuda umur 5-7 tahun. Pada kuda betina umur 17-19 tahun fase
folikuler semakin pendek dengan laju pertumbuhan folikel yang lambat. Hal ini
disebabkan konsentrasi FSH yang tinggi pada saat fase luteal sehingga terdapat folikel
dominan pada akhir fase luteal, tanpa diiringi aleh peningkatan LH, dan pada saat fase
folikuler konsentrasi hormon estrogen yang dihasilkan rendah. Lama fase luteal
(diestrus) tidak terjadi perbedaan diantara kuda yang berumur 17-19 tahun dengan
kuda yang berumur 5-7 tahun. Selain itu ukuran folikel yang diovulasikan oleh kuda
betina yang tua cenderung memiliki ukuran yang lebih kecil.

16
BAB III
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Harvey, Richard.A dan Champe, Pamela.C. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Departemen Farmakologi Dan Terapeutik. 2007. Farmakologi Dan Terapi. Edisi 5. Jakarta:
FKUI.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi 3. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
NN. 2013. Anestesi Umum. (online). http://www.academia.edu. Diakses Pada Hari Rabu
Tanggal 01 April 2015.
https://journal.uny.ac.id/index.php/cp/article/view/8894

17

Anda mungkin juga menyukai