Anda di halaman 1dari 21

PENGAMATAN ORGAN REPRODUKSI TERNAK SAPI BETINA

LAPORAN PRAKTIKUM

OLEH KELOMPOK III:

1. MATILDE HOAR SERAN 13200003


2. LUDOWIKA JESSYE JELITA NINU 13200004
3. MARSELINA RIKA 13200007
4. CHRISTIN HELEN MORUK 13200008
5. FEBRIANTY TAMELAN 13200009
6. MARIA APRILIYANI HOAR 13200011
7. MARIA ANITA VONI ABUK KLAU 13200018
8. KRISTOFORUS DOS SANTOS 13170018
9. ALFRIDUS LEOLMIN 13200031
10. APRIANA BANO KLAU 13200032
11. MARIANUS L. TANU 13200035

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIMOR
KEFAMENANU
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan acara praktikum Ilmu Reproduksi Ternak ini
dengan baik. Laporan praktikum ini disusun sebagai syarat menempuh mata kuliah Ilmu
Reproduksi Ternak di Program Studi Peternakan, Universitas Timor. Kami mengucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa isi laporan ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
penyusun sangat menghargai kritik dan saran dari semua pihak. Semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.

Kefamenanu, 16 Juni 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ilmu Reproduksi adalah ilmu yang mempelajari tentang reproduksi organisme. Siklus
reproduksi, anatomi organ reproduksi, dan histologi organ reproduksi adalah hal yang
dibahas di dalam Ilmu Reproduksi. Ilmu Reproduksi Ternak adalah ilmu yang mempelajari
tentang reproduksi organisme, namun lebih terkhusus pada organisme ternak. Anatomi dan
histologi dari organ reproduksi jantan dan betina dipelajari berikut dengan proses
pembentukan sel-sel gamet. Ternak jantan memiliki organ primer dan sekunder. Organ
reproduksi ternak jantan primer adalah organ yang menghasilkan sel gamet milik pejantan
yakni sperma. Organ reproduksi jantan sekunder adalah organ yang membantu proses
pembentukan dan penyaluran sel gamet sehingga dapat diejakulasikan pada saat kopulasi.
Organ reproduksi primer jantan antara lain terdapat testis. Organ reproduksi sekunder jantan
antara lain terdapat epididimis, ductus deferens, urethra, penis, dan kelenjar tambahan.
Ternak betina memiliki organ primer dan sekunder. Organ reproduksi ternak betina
primer adalah organ yang menghasilkan sel gamet milik betina yakni ovum. Organ
reproduksi betina sekunder adalah organ yang membantu proses pembentukan dan
penyaluran sel gamet sehingga dapat dibuahi oleh sel gamet pejantan saat ternak betina
mengalami estrus. Organ reproduksi primer betina antara lain terdapat ovarium. Organ
reproduksi sekunder betina antara lain terdapat oviduct, uterus, vagina, vulva, dan clitoris.

1.2. Tujuan
Praktikum ilmu reproduksi ternak bertujuan agar dapat mengetahui bagian-bagian serta
fungsi dari alat reproduksi betina dan faktor yang mempengaruhi ukuran masing-masing alat
reproduksi ternak betina.
1.3. Manfaat
Manfaat dari praktikum ini adalah untuk mengamati secara langsung bagian-bagian organ
reproduksi ternak betina dan menambah wawasan pada mahasiswa.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Organ Reproduksi Ternak Sapi Betina


Fungsi-fungsi reproduksi pada hewan betina dijalankan oleh organ-organ reproduksi
primer dan sekunder. Organ reproduksi primer tersebut yaitu ovarium. Ovarium
menghasilkan sel telur dan hormon-hormon kelamin betina. Organ-organ reproduksi
sekunder atau saluran reproduksi terdiri dari tuba fallopi (oviduct), uterus, cervix,vagina dan
vulva. Fungsi organ-organ reproduksi sekunder adalah menerima dan menyalurkan sel-sel
kelamin jantan dan betina, memberi makan dan melahirkan individu baru. Alat kelamin
dalam digantung oleh ligamentum lata. Ligamen ini terdiri dari mesovarium, mesosalpinx
dan mesometrium masing-masing pada ovarium, oviduct dan uterus.
1. Vulva. Vulva merupakan organ genitalia externa, yang terdiri dari vestibulum dan
labia. Vestibulum merupakan bagian dari saluran kelamin betina yang berfungsi
sebagai saluran reproduksi dan urinaria. Vestibula bergabung dengan vagina pada
external urethral orifice. Vulva dapat menjadi tegang karena bertambahnya volume
darah yang mengalir kedalamnya. Labia terdiri dari labia mayora (lipatan luar vulva)
dan labia minora (lipatan dalam vulva). Labia minora homolog dengan preptium pada
hewan jantan dan tidak menyolok pada hewan ternak. Labia mayora homolog dengan
skrotum pada hewan jantan (Widayati et al., 2008).
2. Klitoris. Frandson (1996) menyatakan bahwa komisura ventral (bagian paling bawah
dari vulva terdapat klitoris yang merupakan organ yang asal-usul embrionalnya sama
dengan penis pada hewan jantan. Widayati et al. (2008) menyatakan bahwa klitoris
homolog dengan gland penis pada hewan jantan, berlokasi pada sisi ventral, sekitar 1
cm di dalam labia. Klitoris mengandung erectile tissue sehingga dapat berereksi.
Klitoris mengandung ujung syaraf perasa, syaraf ini memegang peranan penting pada
waktu kopulasi.
3. Vagina. Vagina adalah saluran peranakan yang terletak di dalam pelvis di antara
uterus (arah cranial) dan vulva (arah caudal). Vagina juga berperan sebagai selaput
yang menerima penis dari hewan jantan pada saat kopulasi. Fornix vagina adalah
suatu sudut atau reflesi, yang dibentuk oleh proyeksi pelvis ke dalam vagina. Fornix
dapat berbentuk lingkaran lengkap disekitar cervix seperti pada kuda betina atau
dapat juga tidak ada sama sekali. Pada sapi hanya forniks dorsal yang nampak jelas
(Frandson, 1996). Vagina adalah organ kelamin betina dengan struktur selubung
muskuler yang terletak di dalam rongga pelvis dorsal dari vesica urinaria dan
berfungsi sebagai alat kopulatoris dan sebagai tempat berlalu bagi fetus
sewaktu partus. Legokan yang dibentuk oleh penonjolan cervix ke dalam vagina
disebut fornix (Feradis, 2010).
4. Cervix. Cervix terdiri dari dinding tebal dan bersifat inelastis. Saluran reproduksi
betina ini letaknya pada bagian depan berbatasan dengan bagian uterus dan bagian
belakang menonjol pada vagina. Cervix memiliki fungsi mencegah kontaminasi
mikroorganisme di dalam uterus. Fungsi lainnya adalah media tampungan sperma
dari proses perkawinan secara alami. Cervix terdiri dari saluran yang merupakan
pembukaan ke dalam uterus yang berfungsi untuk mencegah kontaminasi mikroba
terhadap uterus, namun juga dapat berfungsi sebagai reservoir sperma setelah
perkawinan (Yusuf, 2012).
5. Uterus. Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir, terletak di dalam
pelvis, antara rektum di belakang dan kandung kencing di depan (Pearce, 2009).
Ototnya disebut myometrium dan selaput lendir yang melapisi sebelah dalamnya
disebut endometrium. Fungsi uterus untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama
perkembangan. Bentuk morfologi uterus pada berbagai spesies hewan berbeda-beda
menurut derajat persenyawaan dari saluran muller pada periode embrional. Dinding
uterus terbagi menjadi 3 lapis yaitu lapisan serosa di sebelah luar, lapisan muscularis
di sebelah tengah (myometrium), dan lapisan mucosa di sebelah dalam. Lapisan
mucosa disebut juga endometrium mengelilingi lumen uterus (Hardjopranjoto, 1995).
Uterus merupakan tempat implantasi konseptus (zigot yang telah berkembang
menjadi embrio).
6. Oviduct. Oviduct adalah organ yang menghubungkan ovarium hingga ujung tanduk
uterus. Bentuknya seperti pipa tidak beraturan. Fungsi oviduct untuk mengangkut
ovum dan spermatozoa. Oviduct merupakan tempat terjadi pembuahan dan pertama
kalinya terjadi pembelahan sel dari embrio (Yulianto dan Saparinto, 2011).
7. Ovarium. Ovarium merupakan organ reproduksi vital. Organ ini memproduksi ovum
(gamet betina) dan hormon reproduksi betina (estrogen dan progesteron). Ovarium
yang matang pada sapi betina akan dilepas ke sistem saluran untuk memungkinkan
terjadi pembuahan. Sapi termasuk hewan monotocous sehingga terbentuk ovarium
yang muda pada setiap gestation period, yaitu satu ovum akan diproduksi setiap
siklus estrus atau birahi (Yulianto dan Saparinto, 2011).

2.2. Hubungan Reproduksi Ternak Betina

Reproduksi adalah suatu fungsi tubuh yang secara fisiologis tidak vital bagi
kehidupan suatu individu tapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau
bangsa hewan. Proses reproduksi ini baru dapat berlangsung setelah hewan mencapai
masa pubertas (dewasa kelamin), dimana kejadian ini diatur oleh sistem endokrin. Sisem
reproduksi hewan betina meliputi ovarium, oviduct, dan vagina (Hardjopranjoto, 1995).
Siklus birahi dibagi menjadi fase luteal dan fase folikuler, lama birahi dan waktu ovulasi.
Pengukuran konsentrasi progesteron, estrogen dan LH dalam darah tepi selama siklus
yang dirujuk dan diperoleh dari kajian pengikatan protein kompetitif. Setiap spesies
mempunyai ciri-ciri khas dari pola siklus berahinya, namun pada dasarnya adalah sama.
Frandson et al. (2009) menyatakan bahwa siklus estrus dibagi menjadi 4 fase, yaitu
proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu
dimana folikel de Graaf bertumbuh dibawah pengaruh FSH dan menghasilkan sejumlah
estradiol yang makin bertambah. Periode ini terjadi peningkatan dalam pertumbuhan sel-
sel dan lapisan bercilia pada tuba fallopi dalam vaskularisasi mucosa uteri. Akhir periode
proestrus hewan betina biasanya memperlihatkan perhatiannya pada hewan jantan.
Frandson et al. (2009) menyatakan bahwa fase proestrus ditunjukkan dengan dimulainya
proses pembesaran folikel ovarium terutama karena meningkatnya cairan folikel yang
berisi cairan estrogenic.

Estrus adalah periode yang ditandai oleh penerimaan pejantan oleh hewan betina
untuk berkopulasi, fase ini berlangsung selama 12 jam. Folikel de Graaf membesar dan
menjadi matang serta ovum mengalami perubahan-perubahan kearah pematangan. Fase
ini mempengaruhi peningkatan kadar estrogen sehingga terjadi perubahan tingkah laku
yaitu betina menjadi sedikit gelisah, alat kelamin bagian luar mulai memperlihatkan
tanda-tanda bahwa terjadi peningkatan peredaran darah didaerah ini, aktivitas hewan
menjadi tinggi, telinganya selalu bergerak-gerak, pangkal ekor terlihat sedikit, vulva pada
sapi membengkak, memerah, dan agak panasdan punggung lordosis. Ovulasi hanya
terjadi pada fase ini dan terjadi menjelang akhir siklus estrus. Pada vagina ditandai
dengan menghilangnya leukosit dan epitel berinti, yang ada hanya epitel bertanduk
dengan bentuk tidak beraturan dan berukuran besar (Akbar, 2010).

Metestrus atau postestrus adalah periode setelah estrus. Corpus luteum bertumbuh
cepat dari sel-sel granulosa folikel yang telah pecah dibawah pengaruh LH dari
adenohypophysis. Metestrus sebagian besar berada dibawah pengaruh progesteron yang
dihasilkan oleh corpus luteum. Progesteron menghambat sekresi FSH oleh
adenohypophysis sehingga menghambat pembentukan folikel de Graaf yang lain dan
mencegah terjadinya estrus. Selama metestrus uterus mengadakan persiapan-persiapan
seperlunya untuk menerima dan memberi makan pada embrio. Menjelang pertengahan
sampai akhir metesrus, uterus menjadi agak lunak karena pengendoran otot uterus. Fase
ini berlangsung selama 21 jam. Ciri yang tampak pada fase metestrus yaitu epitel berinti
dan leukosit terlihat lagi dan jumlah epitel menanduk makin lama makin sedikit (Akbar,
2010).

Diestrus adalah periode terakhir dan terlama dalam siklus birahi pada ternak
mamalia. Corpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron terhadap saluran
reproduksi menjadi nyata. Akhir periode ini corpus luteum memperlihatkan perubahan-
perubahan retrogresif dan vakuolisasi secara gradual dan mulai terjadi perkembangan
folikel-folikel primer dan sekunder dan akhirnya kembali ke proestrus (Toelihere, 2006).

Vaginal smear merupakan salah satu metode untuk mengamati tipe sel dan
proporsi masing-masing sel yang ditemukan pada asupan vagina. Metode ini didasarkan
pada kenyataan bahwa pada saat fase estrus, sel-sel epitel vagina mengalami kornifikasi
sebagai akibat dari kadar estrogen yang tinggi. Hewan yang ingin diketahui fase pada
siklus estrus-nya adalah hewan betina yang telah masak kelamin dan tidak sedang
mengalami kebuntingan. Siklus estrus merupakan jarak antara estrus yang satu sampai
pada estrus yang berikutnya. Daur atau siklus estrus terdiri dari empat fase, yaitu
proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Proporsi antara sel leukosit digunakan untuk
penentuan siklus estrus. Proestrus terdiri dari dominasi berinti sel epitel. Estrus terdiri
dari sel-sel yang bentuknya tidak beraturan. Metestrus terdiri dari proporsi antara
leukosit, conified dan sel epitel berinti. Diestrus terdiri dari dominasi leukosit. Vaginal
smear terdapat empat jenis, sel kecil dan basophilic yaitu parabasal sel. Sel yang lebih
besar, pucat, basophilic dengan inti gemuk adalah sel menengah atau intermediate,
sedangkan sel-sel stratum korneum bernoda merah muda karena adanya keratin
sitoplasma. Leukosit adalah sel yang kecil dengan inti tersegmentasi. Proestrus terdiri
dari parabasal dan sel intermediate. Estrus terdiri dari lapisan dangkal sel korneum, pada
saat metestrus susunan sel berubah, yaitu munculnya kembali sel intermediate dan
parabasal (Omar dan Samad, 2007).

2.3. Gangguan Terhadap Ternak Betina


Gangguan reproduksi pada ternak dibedakan menjadi dua, yaitu cacat secara anatomi
saluran reproduksi dan cacat kongenital. Cacat secara anatomi saluran reproduksi merupakan
cacat perolehan yang disebabkan karena adanya gangguan fungsional, kesalahan manajemen
dan infeksi organ reproduksi. Cacat kongenital merupakan gangguan bawaan lahir yang
terjadi pada ovarium. Gangguan pada ovarium meliputi agenesis ovaria (indung telur tidak
terbentuk) dan hipoplasia ovaria merupakan suatu keadaan indung telur tidak berkembang
karena keturunan. Gangguan reproduksi juga dapat diakibatkan oleh infeksi penyakit seperti
endometritis, brucellosis dan leptospirosis (Ratnawati, 2007). Vibriosis pada sapi disebabkan
oleh kuman campylobacter fetus veneralis yang mengakibatkan gangguan proses reproduksi.
Sapi yang terserang penyakit ini umumnya memperlihatkan rata-rata kawin berulang
sebanyak 5 kali kawin alam (antara 5 sampai 25 kali), siklus birahi menjadi lama dan tidak
teratur (25 sampai 55 hari), lendir pada saat birahi terlihat keruh karena pernanahan.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Brucella abortus ini seringkali menyebabkan
kejadian keguguran pada ternak yang bunting. Biasanya keguguran terjadi pada umur
kebuntingan 7 bulan. Angka kematian induk sangat kecil atau tidak terjadi, namun kerugian
ekonomi yang ditimbulkan sangat besar berupa keluron anak, anak lahir lemah dan kemudian
mati, dan gangguan alat reproduksi yang menyebabkan kemajiran, dan pada sapi perah sering
terjadi penurunan produksi susu. Spesies bakteri Brucella yang sering menjadi masalah
adalah Brucella melitensis menyerang kambing, Brucella abortus menyerang sapi, dan
Brucella suis menyerang babi. Brucellosis ini bisa juga menyerang manusia. Penularan
kepada manusia terjadi karena minum susu yang tidak dimasak sempurna, karena menolong
kelahiran sapi atau mengambil plasenta yang tertinggal (Santosa, 2014). Trikomoniasis
disebabkan oleh Trichomonas fetus, merupakan penyakit kelamin menular pada sapi yang
ditandai dengan penurunan kesuburan (S/C tinggi), abortus dini (4bulan
kebuntinga/trisemester pertama kebuntingan). Penularan dengan kawin alam maupun dengan
IB. Pengendaliannya dengan IB dengan pejantan sehat, istirahat kelamin, pemberian
antibiotik intra uterin pada betina terinfeksi, pemberian estrogen atau PGF2α, dan pejantan
kronis diberi bovoflavin/metronidazole atau dieliminasi (Santosa, 2014). Tuberkulosis
disebabkan oleh Mycobakterium bovis. Penyakit ini dapat menular melalui ekskresi, sputum
(riak), feses, susu, urin, semen, traktus genitalis (saluran kelamin), pernafasan, ingesti dan
perkawinan dengan hewan yang sakit. Gejala yang nampak diantaranya: abortus, retensi
plasenta, lesi uterus bilateral, salpingitis dan adhesi (perlekatan) antara uterus. Penanganan
dan pencegahan diantaranya dengan sanitasi kandang dan lingkungan, pengobatan dengan
antibiotika, isolasi hewan yang terinfeksi dan vaksinasi (Santosa, 2014).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu Dan Tempat


Praktikum pengamatan organ reproduksi ternak dilaksanakan pada senin, 14 juni 2021
dan bertempat di Laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas Timor.

3.2. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum ini dengan cara pengamatan (observasi)
terhadap organ reproduksi ternak sapi betina yang sebelumnya telah disiapkan dan kemudian
dibedah untuk diamati setiap bagian-bagian organ reproduksi ternak sapi betina mulai dari
bagian luar hingga bagian dalam organ reproduksi.

3.3. Alat Dan Bahan


1. Alat yang digunakan dalam praktikum pengamatan organ reproduksi ternak sapi
betina berupa; gunting, pisau bedah, sarung tangan,
2. Bahan yang digunakan dalam praktikum berupa bagian organ reproduksi ternak sapi
betina yang didapatkan dari rumah potong hewan (RPH).
BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL

4.1. Vulva
Vulva merupakan alat kelamin sapi betina yang paling luar. Berfungsi sebagai sistem
reproduksi dan sebagai sistem urinari. Vulva berbentuk lipatan-lipatan dan ada yang
tertutup rambut halus. Labia atau bibir vulva pada berbagai jenis ternak adalah sederhana
saja dan tidak terdiri dari labia mayor dan minor (Frandson, 1996).Vulva adalah bagian
eksternal dari alat kelamin betina. Vulva berfungsi untuk melindungi organ reproduksi
terhadap kontaminasi dan untuk menjaga jaringan internal yang sensitif kering. Vulva
biasanya berwarna abu-abu atau merah muda. Vulva mengarah ke vagina, yang
merupakan sebuah organ tubular dengan struktur halus, lembab, dan memiliki lapisan
mengkilap. Vulva ditutupi dengan lendir untuk menahan kemungkinan cedera dan
kontaminasi bakteri yang dihasilkan pada saat kawin alami (North, 2007). Ball dan portio
vaginalis cervices vestibulum. Peters (2004) menyatakan bahwa vulva atau yang bisa
disebut dengan bibir dibentuk oleh pintu eksterior pada saluran reproduksi dan
memberikan pintu masuk pada penis saat perkawinan dan untuk pengeluaran anak sapi
saat kelahiran. Ternak sapi, organ berupa vulva juga merupakan bentuk yang digunakan
sebagai tempat pengeluaran urin dari tubuh.
Gambar 1. Anatomi Vulva.

4.2. Klitoris
Klitoris merupakan lubang kecil setelah vulva. Klitoris kaya akan pembuluh darah
dan saraf. Klitoris merupakan tonjolan kecil jaringan erectil yang terletak pada titik temu
labia minora di sebelah anterior. Klitoris mempunyai persamaan dengan penis hewan jantan
yaitu sebagai perangsang (Feradis, 2010). Klitoris merupakan organ yang bersifat erektil,
memiliki syaraf perasa dan banyak mengandung pembuluh. Alat reproduksi bagian luar ini
mengandung banyak ujung syaraf perasa yang berperan penting pada saat terjadi kopulasi.
Safitri et al. (2012) menyatakan bahwa proses terjadinya birahi diawali dengan adanya
rangsang di hipotalamus pada sistem saraf pusat dimana dihasilkan enzim dopamin sebagai
neurotransmiter dan neurohormon yang mempengaruhi perilaku dan aktivitas seksual pada
ternak. Guyton (1997) dan Sakka (2002) dalam Safitri et al.(2012) menyatakan bahwa
rangsangan yang diterima oleh saraf sensori memicu asetikoline dalam merangsang sel
endotelial mensekresi nitrit oksida guna mengaktifkan cGMP. Aktifnya akan menyebabkan
otot pada corpus cavernosus klitoris menjadi rileks yang menyebabkan terjadinya dilatasi
arteriole klitoris sehingga darah akan deras mengalir masuk.

Gambar 2. Anatomi Klitoris


4.3. Vagina
Vagina adalah alat kopulasi dan tempat sperma dideposisikan, berperan sebagai saluran
keluarnya sekresi cervix , uterus dan oviduct, dan sebagai jalan peranakan saat proses
beranak. Vagina terdiri dari 2 bagian, yaitu vestibulum dan portio vaginalis cervices.
Frandson (1996) menyatakan bahwa vagina adalah saluran peranakan yang terletaak di dalam
pelvis di antara uterus (arah cranial) dan vulva (arah caudal). Vagina juga berperan sebagai
selaput yang menerima penis dari hewan jantan pada saat kopulasi. Hardjopranjoto (1995)
menyatakan bahwa vagina terdiri dari 2 bagian yaitu vestibulum yang letaknya dekat dengan
vulva serta merupakan saluran reproduksi dan saluran keluarnya urin dan yang kedua adalah
portio vaginalis cervices yang letaknya dari batas antara keduanya hingga cervix.
Vestibulum dan portio vaginalis cervices dibatasi oleh suatu selaput pembatas yang disebut
hymen.

Gambar 3. Anatomi Vagina

4.4. Cervix
Cervix merupakan bagain alat reproduksi tempat sambungan dengan uterus ke arah
belakang yang berkesinambungan dengan vagina yang berdinding tipis. Frandson (1996)
menyatakan bahwa cervix merupakan sphincter otot polos yang kuat, dan tertutup rapat,
kecuali pada saat terjadi birahi atau memungkinkan spermatozoa memasuki uterus.
Cervix berfungsi sebagai penutu lumen uterus sehingga tidak memberi kemungkinan untuk
masuknya jasad renik ke dalam uterus. Cervix juga berfungsi menutup lumen uterus, lumen
akan terbuka apabila sedang estrus dan melahirkan (Yusuf dan Ulum, 2017). Cervix pada
sapi, rusa, dan domba memiliki lekukan saling melintang yang dikenal sebagai cincin
melingkar yang membantu menutup uterus dari kontaminan (Yusuf, 2012).
Gambar 4. Anatomi Cervix

4.5. Uterus
Uterus merupakan struktur saluran otot yang diperlukan untuk menerima ovum yang
telah dibuahi dan perkembangan zigot. Uterus digantung oleh ligamentum yaitu
mesometrium. Uterus merupakan bagian saluran berfungsi untuk menerima ovum yang telah
dibuahi atau embrio dari tuba falopii, dan pemberian makanan dan perlindungan bagi fetus,
serta mendorong fetus ke arah luar pada saat kelahiran (Hardjopranjoto, 1995). Sallisbury
dan Demark (2011) menyatakan bahwa uterus memiliki dua buah tanduk (cornue uterus),
satu buah tubuh (corpus uterus), dan satu buah leher rahim (cervix uteri). Yusuf dan Ulum
(2017) menyatakan bahwa penggantung uterus adalah mesometrium. Berdasarkan hasil dari
pengamatan yang telah dilakukan, uterus terbagi menjadi tiga bagian yaitu corpus uterus, dua
buah cornue uterus, Isthmus Infundibulum  Ampulla dan cervix uterus. Corpus uterus
memiliki panjang 8 cm. Cornue uterus merupakan bagian dari uterus yang berbentuk seperti
tanduk yang memiliki panjang 19 cm. Cervix uterus menutup dengan panjang 5 cm. Ball dan
Peters (2004) menyatakan bahwa corpus uterus panjangnya mencapai 5 cm dan cornue uterus
mencapai 20 sampai 40 cm. Perbedaan panjang uterus saat praktikum dengan literatur
menurut Feradis (2010) dikarenakan adanya perbedaan spesies, umur, bangsa dan faktor
lingkungan.
Uterus tipe simplex dimiliki oleh primata
dan mamalia sejenis. Uterus tipe ini
mempunyai cervix uterus, corpus uterus nya
jelas dan tidak memiliki cornue uterus.
Uterus tipe bicornue ini dimiliki oleh babi.
Corpus uterus sangat pendek, sebuah
cervix dan cornue uterus panjang serta
berkelok-kelok.
Gambar 5. Anatomi Uterus

Uterus bipartite mempunyai satu cervix, corpus uterus terutama pada kuda,


mempunyai cornue uteri, dan terdapat sebuah septum pemisah kedua cornue uterus.
Uterus tipe duplex ini dimiliki oleh tikus, mencit, kelinci, dan marmot. Uterus tipe ini
memiliki dua corpus uterus, dan dua cervix.

4.6. Oviduck
Oviduct adalah organ sebagai transpor ovum dan spermatozoa yang melaluinya dari arah
yang berlawanan. Oviduct dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, yakni infundibulum,
ampulla, dan isthmus. Oviduct terdapat sepasang (kiri dan kanan) dan digantung oleh
ligamentum (mesosalpink). Hardjopranjoto (1995) menyatakan bahwa oviduct adalah organ
yang berfungsi untuk menerima sel telur yang diovulasikan oleh ovarium, transport
spermatozoa dari uterus menuju tempat pembuahan, tempat pertemuan antara ovum dan
spermatozoa (fertilisasi). Ifanasari (2012) menyatakan bahwa tubektomi adalah suatu
kontrasepsi permanen untuk mencegah keluarnya ovum dengan cara tindakan mengikat dan
memotong pada kedua saluran tuba. Ball dan Peters (2004) menyatakan bahwa tuba fallopi
atau oviduct menjalankan transportasi ovum atau sel telur yang tidak difertilisasi dari
ovarium ke uterus dan diteruskan secara berlebih melalui bagian ligamen yang luas, disebut
mesosalphink. Oviduct terbagi menjadi tiga yaitu infundibulum dengan fimbrae, ampulla,
dan isthmus. Infundibulum berhubungan langsung dengan ampulla, yaitu bagian dari oviduct
yang menebal. Ampulla dan isthmus membentuk ampulla-isthmus junction yang merupakan
tempat terjadinya fertilisasi dan mengkontrol ovum melewati isthmus menuju uterus. Isthmus
berhubungan langsung dengan cornue uterus dan memiliki diameter lebih kecil dibandingkan
ampulla. Frandson (1996) menyatakan bahwa panjang tuba uterin (oviduct) berkisar 25 cm.
Feradis (2010) menyatakan perbedaan panjang oviduct berbeda-beda menurut umur, bangsa,
paritas, dan tingkatan makanan.
Gambar 6. Anatomi Oviduct.

4.7. Ovarium
Ovarium yaitu merupakan organ reproduksi betina yang menghasilkan ovum dan sebagai
organ endokrin yang mengekskresikan hormon-hormon kelamin betina, estrogen dan
progesteron. Widayati et al. (2008) menyatakan bahwa ovarium merupakan organ reproduksi
yang berfungsi untuk memproduksi ovum, dan menghasilkan hormon estrogen dan
progesteron. Hafez dan Hafez (2000); Hamny (2006) dalam Jalaluddin (2014) menyatakan
bahwa ovarium terletak di dalam cavum abdominalis, menggantung, dan bertaut melalui
mesovarium ke uterus. Mesovarium yang didapat memiliki panjang 2 cm. Fungsi dari
mesovarium adalah untuk mempertahankan posisi ovarium agar tidak bergeser atau jatuh
Feradis (2010) menyatakan bahwa ovarium dibedakan menjadi dua golongan, yaitu
monotocous dan polytocous. Monotocous adalah golongan hewan yang melahirkan satu anak
dalam satu periode kebuntingan, misalnya sapi, kuda, dan kerbau. Polytocous adalah
golongan hewan yang mampu menghasilkan beberapa anak dalam satu periode kebuntingan.

Blakely dan Bade (1998) menyatakan bahwa


ovarium seekor sapi betina bentuknya menyerupai
biji buah almond dengan berat rata-rata 10 sampai
20 gram. Jumlah ova yang ada pada dua ovarium
sebanyak 75.000 namun hanya sedikit saja yang
yang akan dilepaskan selama hidup seekor sapi
yaitu 20 sampai 30 ova. Bearden dan Fuquay (2004)
menyatakan bahwa rata-rata ukuran ovarium adalah
panjang 3,5 cm. Feradis (2010) menyatakan bahwa
ukuran ovarium berbeda beda dan dipengaruhi
spesies dan fase siklus estrus.

Gambar 7. Anatomi Ovarium

BAB IV

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diketahui alat reproduksi betina
terdiri dari ovarium, oviduct, uterus, cervix, vagina, dan vulva. Fungsi dari ovarium adalah
memproduksi ovum dan menghasilkan hormon esterogen, progesteron dan inhibin. Fungsi
dari oviduct adalah tempat terjadinya fertilisasi, dan tempat trejadinya proses kapasitasi
spermatozoa. Fungsi dari uterus adalah tempat implantasi embrio. Fungsi dari cervix adalah
tempat reservoir spermatozoa dan melindungi dari mikrobia. Fungsi dari vagina sebagai jalan
peranakan. Ukuran yang sesuai adalah mesovarium, cornue uterus, cervix uterus, vulva dan
yang tidak sesuai adalah ovarium, oviduct, corpus uterus, dan vestibulum. Ukuran tiap organ
reproduksi dapat dipengaruhi oleh umur, jenis, pakan, dan keadaan sapi apakah bunting atau
tidak.
5.2. Saran
Perlu adanya evaluasi terhadap reproduksi termasuk ukuran masing-masing organ
reproduksi sapi betina dalam praktikum dan pentingnya praktikum secara berkala guna
menambah wawasan secara lengkap terhadap mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, B. 2010. Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif Yang Berpotensi Sebagai Bahan
Antifertilitas, Adabia Press, Jakarta.
Ball, P.J.H dan A.R. Peters. 2004. Reproduction in Cattle. Edisi 3. Blackwell Publishing. UK.

Bearden, J. dan J.W. Fuquay. 1997. Applied Animal Reproductoin Fourth Edition. Prentice Hall,
Inc. USA.
Blakely, J. dan D. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Pearce, E.C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis. PT Gramedia. Jakarta.
Farrer, H. 1999. Perawatan marternitas. EGC. Jakarta.
Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. ALFABETA. Bandung.
Frandson, R.D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi 4. Gadjah Mada University Press.
Jogjakarta.
Frandson, R.D., W.L. Wilke, dan A.D. Fails. 2009. Anatomy and Physiology of Farm Animals.
Edisi 7.
Wiley-Blackwell. United State of America. Giellespie, J.R. 1998. Animal Science. Delmar
Publishers. New York.
Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya
Ifanasari, G. 2012. Asuhan kebidanan akseptor KB suntik triclofem pada Ny  A P1 A0 umur 28
tahun dengan peningkatan berat badan di PKD Wahyu sehat Wonorejo Karanganyar.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada. Surakarta.
Jalaluddin, M. 2014. Morfometri dan karakteristik histologi ovarium sapi  Aceh (Bos indicus)
selama siklus estrus. Jurnal Medika Veterinaria, 8(1).

North, R. 2004. Anatomy and Physiology of The Goat. Edisi 2. Agfacts  A7.0.3. NSW
Department of Primary Industry.
Ratnawati, D., C.P. Wulan, dan A.S. Lukman. 2007. Penunjuk Teknis Penanganan Gangguan
Reproduksi pada Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Safitri, E., T. Hernawati, S. Utama, S. Mulyati, dan D. Legowo. 2012. Penurunan estrus dan
gambaran histopatologis ovarium mencit (Mus musculus) betina kondisi malnutrisi.
Veterinaria Medika, 5(3).
Sallisbury, G.W. dan N.L.V. Demark. 2011. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada
Sapi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Santosa, B. 2014. Penanggulangan
Penyakit Gangguan Reproduksi pada Sapi Potong. Kementrian Pertanian. Balai Veteriner
Bukittinggi.
Toelihere, M.R. 2006. Insiminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.
Omar, S.M.M. dan A.A.E. Samad. 2007. Modified vaginal smear cytology for the determination
of the rat estrous cycle phases, versus ordinary papanicolaou technique, verified by light
and scanning electron microscopic examination of the endometrium. The Egyptian
Journal Of Histology, 30(20): 397-408.
Widayati, D.T., Kustono, Ismaya, dan S. Bintara. 2008. Bahan Ajar Ilmu Reproduksi Ternak.
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Yulianto, P. dan C.
Saparinto. 2011. Beternak Sapi Limousin. Penebar Swadaya. Jakarta.
Yusuf, M. 2012. Ilmu Reproduksi Ternak. Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Yusuf, T.L. dan M.F. Ulum. 2017. Anatomi dan Fungsi Organ Reproduksi betina. Departemen
Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
GAMBAR-GAMBAR PRAKTIKUM
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai