Anda di halaman 1dari 13

TUGAS FISILOGI REPRODUKSI

“Fisiologi Reproduksi Burung Merak (Pavo muticus)”

OLEH

Gilang Leonardo Owhen Putra


17032142

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2020
Fisiologi Reproduksi Burung Merak (Pavo muticus)

A. Latar Belakang

Makhluk hidup yang menghuni bumi terdiri dari berbagai jenis yang masing-masing
hidup pada tempat yang berbeda dan sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Makhluk hidup ada
yang uniseluler dan ada pula yang multiseluler.

Makhluk hidup secara garis besar dibagi menjadi 3 yaitu tumbuhan, hewan dan
mikroorganisme. Hewan terdiri dari 2 kelompok besar yaitu hewan yang bertulang belakang
(Vertebrata) dan hewan yang tidak memiliki tulang belakang (Avertebrata). Setiap makhluk
hidup punya cara untuk mempertahankan diri agar tetap lestari di alam salah satu cara agar
makhluk hidup tetap lestari di alam ini ialah dengan melakukan reproduksi.

Reproduksi adalah suatu proses biologis suatu individu organisme baru diproduksi.
Reproduksi merupakan cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan oleh semua bentuk
kehidupan oleh pendahulu setiap individu organisme untuk menghasilkan suatu generasi
selanjutnya. Cara reproduksi secara umum dibagi menjadi dua jenis, yakni seksual dan
aseksual. Reproduksi pada vertebrata khusunya kelas aves memiliki keunikan tersendiri.
khusunya burung merak. Burung merak bereproduksi secara seksual. Berdasarkan uraian di
atas maka dibuatlah makalah tentang reproduksi burung merak ini agar dapat menambah
pengetahuan kita khusunya tentang reproduksi pada aves yang salah satunya adalah burung
merak hijau (Pavo muticus).

B. Tinjauan Pustaka

1. Klasifikasi Burung Merak

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Aves

Ordo : Galliformes

Famili : Phasianidae

Genus : Pavo

Spesies : Pavo muticus


2. Sistem Reproduksi Burung Merak

a) Pengertian Reproduksi

Reproduksi adalah suatu proses biologis suatu individu organisme baru diproduksi.
Reproduksi merupakan cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan oleh semua bentuk
kehidupan oleh pendahulu setiap individu organisme untuk menghasilkan suatu generasi
selanjutnya. Cara reproduksi secara umum dibagi menjadi dua jenis, yakni seksual dan
aseksual. Reproduksi seksual membutuhkan keterlibatan dua individu yang biasanya
dilakukam jenis kelamin yang berbeda. Secara umum, organisme yang lebih kompleks
melakukan reproduksi secara seksual, sedangkan organisme yang lebih sederhana seperti
makhluk bersel satu melakukan reproduksi secara aseksual. Dalam reproduksi aseksual, suatu
individu dapat melakukan reproduksi tanpa keterlibatan individu lain dari spesies yang sama.
Pembelahan pada sel bakteri menjadi dua sel anak adalah contoh dari reproduksi aseksual.
Walaupun demikian, reproduksi aseksual tidak dibatasi kepada organisme bersel satu.
Kebanyakan tumbuhan juga memiliki kemampuan untuk melakukan reproduksi aseksual.

b) Organ reproduksi Burung merak hijau (Pavo muticus)

I. Burung Betina

Organ reproduksi betina terdiri dari ovarium dan oviduct. Pada ovarium terdapat
banyak folikel dan ovum. Oviduct terdiri dari infudibulum, magnum, ithmus, kelenjar
kerabang telur dan vagina.

i. Ovarium

Ovarium terletak pada daerah kranial ginjal diantara rongga dada dan rongga perut pada
garis punggung sebagai penghasil ovum. Ovarium sangat kaya akan kuning telur atau yang
disebut yolk. Yolk merupakan tempat disimpannya sel benih (discus germinalis) yang
posisinya padapermukaan dipertahankan oleh latebra. Yolk dibungkus oleh suatu lapisan
membran folikuler yang kaya akan kapiler darah, yang berguna untuk menyuplai komponen
penyusun yolk melalui aliran darah menuju discus germinalis. Bagian yolk juga mempunyai
suatu lapisan yang tidak mengandung pembuluh kapiler darah yang disebut stigma. Pada
bagian stigma inilah akan terjadi perobekan selaput folikel kuning telur, sehingga telur akan
jatuh dan masuk ke dalam ostium yang merupakan mulut dari infundibulum. Ovarium
biasanya terdiri dari 5-6 folikel yang sedang berkembang, berwarna kuning besar (yolk) dan
sejumlah besar folikel putih kecil yang menunjukkan sebagai kuning telur yang belum
dewasa (Suprijatna, 2005). Pertumbuahan kelenjar telur dirangsang oleh Follicle Stimulating
Hormon (FSH) yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari anterior. Hormon ini menyebabkan
ovarium berkembang dan folikel mengalami pertumbuhan. Produksi FSH secara normal
dirangsang oleh peningkatan periode pencahayaan. Secara alami, peningkatan FSH
disebabkan oleh pertambahan periode siang hari pada musim semi (Hartanto, 2010). Ovarium
menskresikan hormon estrogen dan progesteron. Hormon estrogen menyebabkan terjadinya 1)
perkembangan oviduk; 2) peningkatan kadar kalsium darah, protein, lemak, vitamin dan
bahan-bahan lain yang diperlukan dalam proses pembentukan telur; 3) merangsang
peregangan tulang pulbis untuk mempersiapkan dalam proses bertelur (Suprijatna, 2005).

ii. Oviduk

Oviduk terdapat sepasang dan merupakan saluran penghubung antara ovarium dan
uterus. Pada unggas oviduk hanya satu yang berkembang baik dan satunya mengalami
rudimeter. Bentuknya panjang dan berkelok-kelok yang merupakan bagian dari ductus Muller.
Oviduk terdiri dari lima bagian yaitu: infundibulum atau funnel, magnum, ithmus, uterus atau
shell gland dan vagina.

 Infundibulum

Infundibulum adalah bagian teratas dari oviduk dan mempunyai panjang sekitar 9 cm.
Infundibulum berbentuk seperti corong atau fimbria dan menerima telur yang telah
diovulasikan. Pada bagian leher infundibulum yang merupakan bagian kalasiferos juga
merupakan tempat penyimpanan sperma, sperma juga tersimpan pada bagian pertemuan
antara uterus dan vagina. Penyimpanan ini terjadi pada saat kopulasi hingga saat fertilisasi.
Infundibulum selain tempat ovulasi juga merupakan tempat terjadinya fertilasi. Setelah
fertilasi, ovum akan mengalami pemasakkan setelah 15 menit di dalam infundibulum, dan
dengan gerak peristaltik ovum yang terdapat pada yolk akan masuk ke bagian magnum.

 Magnum

Magnum merupakan saluran kelanjutan dari oviduk dan merupakan bagian terpanjang
dari oviduk. Batas antara infundibulum dengan magnum tidak dapat terlihat dari luar.
Magnum mempunyai panjang sekitar 33 cm dan tempat disekresikan albumen telur. Proses
perkembangan telur dalam magnum sekitar 3 jam. Albumen padat yang kaya akan mucin
disekresikan oleh sel goblet yang terletak pada permukaan mukosa magnum dan jumlah
albumen yang disekresikan sekitar 40 sampai 50% total albumen telur.

 Ithmus

Setelah melewati infundibulum telur masuk ke dalam Ithmus. Antara ithmus dan
magnum terdapat garis pemisah yang nampak jelas yang disebut garis penghubung ithmus
magnum.

 Uterus

Uterus merupakan bagian oviduk yang melebar dan berdinding kuat. Di dalam uterus
telur mendapatkan kerabang keras yang terbentuk dari garam-garam kalsium. Selain
pembentukan kerabang pada uterus juga terjadi penyempurnaan telur dengan disekresikannya
albumen cair, mineral, vitamin dan air melalui dinding uterus dan secara osmosis masuk ke
dalam membran sel. Pembentukan kerabang juga diikuti dengan pewarnaan kerabang. Warna
dominan dari kerabang telur adalah putih dan coklat, yang pewarnaannya tergantung pada
genetik setiap individu. Pigmen kerabang (oopirin) dibawa oleh darah (50 –70%) dan
disekresikan saat 5 jam sebelum peneluran. Pembentukan kerabang berakhir dengan
terbentuknya kutikula yang disekresikan sel mukosa uterus berupa material organik dan juga
mukus untuk membentuk lapisan selubung menyelimuti telur yang akan mempermudah
perputaran telur masuk ke vagina. Pada kutikula terdapat lapisan porus yang berguna untuk
sirkulasi air dan udara.

 Vagina

Bagian akhir dari oviduk adalah vagina dengan panjang sekitar 12 cm. Telur masuk ke
bagian vagina setelah pembentukan oleh kelenjar kerabang sempurna (di dalam uterus). Pada
vagina telur hanya dalam waktu singkat dan dilapisi oleh mucus yang berguna untuk
menyumbat pori-pori kerabang sehingga invasi bakteri dapat dicegah. Kemudian telur dari
vagina keluar melalui kloaka.

c) Hormon reproduksi betina

Umur unggas akan berpengaruh pada jumlah ovum yang dihasilkan sehingga akan
mempengaruhi kerja organ reproduksi dan produksi. Fungsi organ reproduksi dipengaruhi
oleh hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisa anterior yang terdiri dari Follicle
Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Hormon FSH berfungsi untuk
merangsang folikel ovarium sehingga ovarium berkembang dan ukuran folikel bertambah.
Hormon LH berperan pada ovulasi pada folikel yang sudah masak serta merangsang sekresi
androgen yaitu hormon yang mempengaruhi sekresi albumen oleh oviduk. Semakin
bertambahnya umur ternak maka kemampuan fisiologis alat reproduksi juga akan menurun
(Istinganah dkk., 2013). Perkembangan organ reproduksi dipengaruhi oleh hormon-hormon
reproduksi. Hormon reproduksi yang berperan dalam sistem reproduksi unggas diantaranya
adalah FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) yang
disekresikan oleh kelenjar hipofisa. Pelepasan FSH dan LH oleh kelenjar hipofisa distimulasi
oleh GnRH (Gonadotrophin Releasing Hormone) yang disekresikan oleh hipotalamus. FSH
merupakan hormon yang menstimulasi pemasakan ovarium, sedangkan LH menginduksi
ovulasi ovum yang telah masak. Siklus ovulasi diatur oleh mekanisme hormonal. Hormon
estrogen merupakan salah satu hormon steroid reproduksi. Sintesis hormon estrogen terjadi di
dalam sel theka dan sel-sel granulosa ovarium. Prekursor hormon steroid adalah kolesterol,
yang pembentukannya melalui serangkaian reaksi enzimatik (Ramadhan, 2009). Semakin
bertambahnya umur dan status reproduksi burung maka akan membuat ukuran setiap folikel
serta berat ovarium lebih besar dan jumlah folikel yang lebih banyak (Masyud, 2007).

Gbr 2. Saluran reproduksi Betina


II. Burung Merak Jantan

Organ reproduksi ayam jantan terdiri dari sepasang testis (T), epididimis (Ep), duktus
deferens (D.d.) dan organ kopulasi pada kloaka (Cl), secara lengkap ditunjukkan pada
gambar berikut:

i. Testis

Testis berjumlah sepasang terletak pada bagian atas di abdominal kearah punggung
pada bagian anterior akhir dari ginjal dan berwarna kuning terang. Pada unggas testis tidak
seperti hewan lainnya yang terletak di dalam skrotum. Fungsi testis menghasilkan hormon
kelamin jantan disebut androgen dan sel gamet jantan disebut sperma. Testis terbungkus oleh
dua lapisan tipis transparan, lapisan albughin yang lunak. Bagian dalam testis terdiri atas
tubuli seminiferi (85-95% dari volume testis), yang merupakan tempat terjadinya
spermatogenesis, dan jaringan inertitial yang terdiri atas sel glanduler (sel leydig) tempet
disekresikannya hormone steroid, androgen, dan testosterone. Besarnya testis bergantung
pada umur, strain, musim dan pakan (Purwaningsih, 2012).

ii. Epididimis

Epididimis berjumlah sepasang dan terletak pada bagian sebelah dorsal testis. Berfungsi
sebagai jalannya cairan sperma ke arah kaudal menuju ductus deferens.

iii. Duktus deferens

Jumlahnya sepasang, pada ayam jantan muda kelihatan lurus dan pada puyuh jantan tua
tampak berkelok-kelok. Letak ke arah kaudal, menyilang ureter dan bermuara pada kloaka
sebelah lateral urodeum. Di dalam saluran deferens, sperma mengalami pemasakan dan
penyimpanan sebelum diejakulasikan. Pemasakan dan penyimpanan sperma terjadi pada 65%
bagian distal saluran deferens.

iv. Organ kopulasi

Pada unggas duktus deferens berakhir pada suatu lubang papila kecil yang terletak pada
dinding dorsal kloaka. Papila kecil ini merupakan rudimeter dari organ kopulasi.

a) Hormon Reproduksi Jantan

Perkembangan organ reproduksi burung untuk mencapai tahap fungsional ditandai oleh
adanya produksi sperma dan aktivitas perkawinan yang dipengaruhi oleh banyak faktor baik
faktor internal maupun eksternal. Faktor internal adalah adanya kerja hormon LH dalam
proses spermatogenesis, sedangkan faktor eksternal antara lain adalah faktor asupan pakan
dengan kualitas dan keseimbangan gizi yang cukup.

Bertambahnya umur akan berpengaruh pada meningkatnya hormon androgen yang membuat
aktivitas seksual terutama pembentukan sperma akan meningkat. Hormon androgen
(testosteron) berfungsi dalam proses spermatogenesis. Kadar hormon testosteron yang
meningkat dapat mempengaruhi tanda-tanda berahi. Unggas jantan akan lebih sering bersuara
merdu, frekuensi mendekati unggas betina lebih tinggi dan warna bulu semakin mengkilat.
Testosteron merupakan hormon terpenting dalam perkembangan organ reproduksi hewan
jantan. Testosteron berfungsi dalam proses spermatogenesis, selain itu juga mampu
memperpanjang daya hidup spermatozoa di dalam epididimis, mempengaruhi perkembangan
alat reproduksi luar dan memelihara perkembangan alat kelamin sekunder pada hewan jantan.
Hormon testosteron disintesis dari kolesterol, dan prosesnya berlangsung dalam sel Leydig
dan kelenjar adrenal (Wood, 1974).

Rontoknya bulu pada ternak unggas jantan adalah akibat dari berkurangnya hormon tiroksin
yang diikuti dengan organ reproduksi yang mengalami penurunan. Hormon tiroksin yang
menurun tersebut akan membuat aktivitas metabolisme meningkat. Peningkatan aktivitas
metabolisme dipacu oleh pengaruh rontok bulu, melalui aktivitas metabolisme energi yang
dihasilkan sebagian besar digunakan untuk menjaga suhu tubuh yang seimbang (Masyud,
2007).

3. Tingkah Laku Reproduksi Burung Merak


a) Display

Tingkah laku merak hijau jantan memperlihatkan aktivitas display yang banyak
dilakukan pada saat pagi hari disela-sela aktivitas merak hijau makan. Beauchamp (2013)
menyatakan frekuensi merak jantan melakukan display lebih banyak dilakukan pada pagi hari,
sedangkan berjalan dan makan lebih banyak dilakukan pada saat sore hari. Frekuensi display
pada pola tingkah laku perkawinan merak hijau dilakukan merak hijau jantan untuk menarik
perhatian merak hijau betina sebagai salah satu upaya merak jantan membujuk merak hijau
betina sebelum akhirnya terjadinya perkawinan.

b) Mendekat

Purwaningsih (2012) menyatakan salah satu pola perkawinan pada merak hijau adalah
adanya gerakan pada merak hijau jantan yang melakukan gerakan membalik secara tiba-tiba
dengan memiringkan tubuhnya melirik ke arah betina secara berulang-ulang dan merak hijau
jantan sesekali akan mendekati betina sambil bulu hiasnya digetarkan.

c) Mounting

Tingkah laku saat burung merak hendak melaksanakan proses pembiakan dengan cara
burung merak jantan menaiki punggung dari burung merak betina.

4. Aplikasi Reproduksi Burung Merak

a) Breeding

Merak normalnya mencapai tahap dewa dan siap kawin pada usia 2 tahun. sedangkan
jantan minimal pada usia 3 tahun. Mereka akan bersama 1 tahun sebelum akhirnya betina
bertelur. Merak jantan pada pada kondisi yang pria dapat dikawinkan dengan 5 ekor betina.
Tingkat kesuburan telur untuk setiap pejantan seharusnya di monitoring untuk menentukan
berapa banyak betina yang dapat kawin dengan sukses dari masing- masing pejantan. ketika
menseleksi merak untuk tujuan breeding, pejantan dan betina yang tidak terkait harus
diseleksi. Inbreeding dapat menimbulkan banyak masalah pada telur maupun anaknya. Tidak
peduli berapa usia merak yang dieli atau untuk tujuan breeding, merak harusla sehat. merak
yang sehat akan aktif, mempunyai kualitas bulu yang baik, kaki lurus dan mata bersih. Betina
akan meletakkan telur pada bulan April dan akan bertelur setiap hari sampai clutch ke tujuh
hingga sepuluh tercapai. jika telur dikoleksi dari sarang untuk inkubasi buatan, seekor betina
mungkin bertelur banyak hingga 30 telur. Betina yang diperbolehkan untuk berkeliaran bebas
disekitar peternakan, akan menyembunyikan sarang mereka di rumput yang tinggi, sekitar
semak bahkan ditumpukan sikat. Betina yang dipelihara dalam kandang akan menggunakan
ban bekas, koak sarang kayu dan tong kosong untuk situs sarang. struktur ini harus diisi
rumput kering atau jerami untuk menyediakan bahan bersarang. Ada beberapa metode
inkuasi telur merak. metode pertama adalah inkubasi buatan. Telur diinkubasi pada suhu 99-
100 derajat Fahrenheit. Telur akan menetas setelah 27-30 hari inkuasi. Telur harus dilakukan
candling setelah 10 hari inkubasi untuk melihat kesuburannya. Jika telur tidak fertil, harus di
uang dari inkubator sehingga tidak merusak dan mungkin mencemari telur lain yang ada di
inkubator. Telur harus ditempatkan di inkuator sesegera mungkin setelah mereka diletakkan
dan tidak ada telur yang dipegang selama sebelum 10 hari seelum inkubasi dimulai. Inkubasi
alami dari telur merak dapat dilakukan dengan beberapa cara. pertama menyerahkan kepada
betina untuk mengatur telurnya dan menetaskannya. Peahens biasanya melakukan inkubasi
dengan baik tetapi metode ini akan memproduksi jumlah telur yang terbatas setiap tahunnya.
Sekali dia mengatur jumlah clutch yang keluar, dia tidak akan bertelur lagi untuk musim itu.
Metode kedua dari inkubasi alami yang akan menghasilkan produksi telur maksimum dengan
menggunakan ayam atau bebek. Telur merak yang dikeluarkan dikoleksi dan kemudian
ditetapkan sebagai clutch dibawah ayam atau bebek. Ukuran clutch ditentukan dari ukuran
ayam atau bebek yang digunakan untuk inkubasi. Telur yang berada dibawah ayam/ bebek
diletakkan hingga dua hari sebelum menetas normal.Telur dipidahkan dari sarang dan ditaruh
di mesin penetas. clutch baru dari telur diletakkan dibawah ayam betina kemudian proses
diulang. jika telur dibiarkan menetas dibawah ayam, resiko penyakit dari ayam lebih besar
dan seringkali ayam betina tidak memperbolehkan eberapa telur untuk ditaruh dibawahnya.

b) Brooding

Pengaturan brooding yang baik untuk anak merak dimulai dari suhu 95 derajat fahrenheit
dan temperautr ini diturunkan 5 derajat setiap minggu. Brooder dapat dibuat di rumah atau
dibeli secara komersial. Brooder harus menyediakan sumber panas yang kosisten sehinggan
anakan tidak kedinginan atau kepanasan. Area pemanas harus cukup besar sehingga anak-
anak ayam tidak harus menumpuk diatas satu sama lain agar tetap hangat. Brooder harus
memiliki lantai kawat sehingga kotoran dan pakan terbuang jatuh. Anakan biasanya
meninggalkan penetasan setelah mereka menetas. ini memberi mereka banyak waktu untuk
mengeringkan dan memdapatkan kekuatan yang cukup untuk berdiri. Anakan tersebut
kemudian ditempatkan dalam brooder kayu keil dengan menggunakan lampu panas untuk
menghangatkan. Anakan dibawah umur seminggu seharusnya dipelihara di grup kecil
sehingga mereka dapat belajar makan dan minum tanpa adanya kompetisi datu dengan lain.
Anakan kadang- kadang harus diajarkan untuk makan dan minum. hal ini dapat dilakukan
dengan menempatkan guru dengan umur 3-4 hari lebih tua darinya, anak ayam atau anak
burung dapat juga digunakan sebagai guru anakan.

c) Inseminasi Buatan

Inseminasi buatan (IB) adalah salah satu bioteknologi dalam bidang reproduksi ternak
yang memungkinkan manusia mengawinkan ternak betina tanpa perlu seekor pejantan.
Inseminasi Buatan merupakan suatu rangkain proses terencana dan terpogram karena
menyangkut kualitas genetik ternak di masa yang akan datang. Pelaksanaan dan penerapan
teknologi Inseminasi Buatan di lapangan dimulai dengan langkah pemilihan pejantan unggul
sehingga akan lahir anak yang kualitasnya lebih baik dari induknya selanjutnya dari pejantan
tersebut dilakukan penampungan semen, penilaian kelayakan semen, pengelolahan dan
pengawetan semen dalam bentuk cair dan beku, serta teknik inseminasi ke dalam saluran
reproduksi ternak betina (Ahmad, 2009).
C. Kesimpulan

Berdasarkan uraian tentang reproduksi merak hijau maka dapat disimpulkan bahwa
reproduksi burung merak merupakan reproduksi yang unik. Hal tersebut terletak dari cara
kawin burung merak hijau. Selain itu Sistem reproduksi burung merak betina terdiri dari
ovarium dan oviduck. Sedangkan sistem reproduksi burung puyuh jantan terdiri dari testis,
epididimis, duktus deferns, organ kopulasi, jumlahTelur 3-5 butir dan menetas setelah
dierami selama 28 hari.

D. Saran

Sebaiknya pembaca jangan hanya mencari satu sumber dalam mencari info tentang
reproduksi burung merak, tapi carilah info dari berbagai sumber agar pengetahuan kita
tentang reproduksi khususnya reproduksi pada burung merak lebih baik dan akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Intan. 2009. Pemanfaatan Inseminasi Buatan (Ib) Untuk Peningkatan Produktivitas
Sapi . Sekolah Ilmu Dan Teknologi Hayati Institute Teknologi Bogor. Bogor
Beauchamp, A. J. 2013. Breeding and behavior records of peafowl (Pavo cristatus) at
Mansion House Historic Reserve, Kawau Island, New Zealand, 1992-
2010.Notornis. 60: 224-232
Istinganah, L., S. Mugiyono dan N. Iriyanti. 2013. Penggunaan berbagai jenis probiotik
dalam ransum terhadap produksi dan bobot telur ayam Arab. Jurnal Ilmiah
Peternakan. 1 (1): 338-346
Kartasudjana Ruhyat , 2001 .Teknik Inseminasi Buatan Pada Ternak. Proyek Pengembangan
Sistem Dan Standar Pengelolaan Smk Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
Jakarta.

Masyud, B. 2007.Pola reproduksi burung tekukur (Streptopelia chinensis) dan puter


(Streptopelia risoria) di penangkaran.Media Konservasi. 12 (2): 80-88
Nitsan, Z., I. Ptichi and I. Nir. 1984. The Effect of Meal-Feeding and Food Restriction on
Body composition, Food Utilization and Intestinal Adaptation in Light Breed
Chicks. British Journal of Nutrition 51: 101-109.
Pinchasov,Y.,I. Nir and Z. Nitsan. 1992. Metabolic and Anatomical Adaptation of Heavy
Bodied Chicks to Intermitten Feeding. Pancreatic Digestive Enzyme. British
Poultry Science 31: 769 -777.

Purwaningsih, D. A. 2012. Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penangkaran Merak Hijau


Jawa (Pavo muticus) di Taman Margasatwa Ragunan dan Taman Burung Taman
Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi)
Ramadhan, G. F. 2009. Ekologi Perilaku Berbiak Merak Hijau (Pavo muticus, Linnaeus,
1766) di Taman Nasional Alas Purwo dan Baluran Propinsi Jawa Timur.
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi)
Suprijatna, Edjeng. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Depok: Penebar Swadaya.
Wood, D. W. 1974. Principles of Animal Physiology.2nd Edition. Edward Arnold Publishers
Ltd, London.

Anda mungkin juga menyukai