Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

EMBRIOLOGI PADA MAMALIA

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Embriologi

Drs.Suharsono., M.Pd.
Egi Nuryadin., S.Pd., M.Si.

Disusun Oleh:

Kelompok 9

Indri Alpentina Apip 202154014


Salsa Melisa 202154018
Anita Rahmawati 202154058
Riyani Amaliah 202154066

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2022
A. Pengertian Mamalia
Mamalia memiliki kelenjar susu sebagai sumber makanan. Sebagian besar
mamalia berkembang biak dengan cara melahirkan anak-anaknya, namun
ada beberapa mamalia yang tidak melahirkan, atau bertelur. Mamalia jenis
ini disebut dengan monotremata memiliki kelenjar susu, namun tidak
memiliki puting. Maka dari itu monotremata ini masih digolongkan
mamalia.

B. Ciri-ciri
Berikut adalah ciri-ciri mamalia yang membedakannya dengan spesies
lainnya.

1. Mempunyai kelenjar susu.


2. Mempunyai tulang belakang (vertebrata).
3. Mempunyai anggota tubuh untuk bergerak seperti berenang, berlari
dan memegang sesuatu.
4. Mempunyai rambut untuk menutupi seluruh tubuhnya.
5. Mempunyai kuku atau cakar di bagian jarinya. Kuku atau cakar ini
berguna untuk memanjat atau memegang makanan.
6. Mempunyai jenis gigi berbeda, gigi taring, gigi seri dan gigi geraham.
7. Mempunyai alat pernapasan paru-paru.
8. Mempunyai organ jantung yang terbagi dengan dua serambi dan dua
bilik.
9. Kebanyakan berkembang biak dengan melahirkan (vivipar) ada juga
yang berkembang biak dengan bertelur (ovovivipar)
Mempunyai tempat untuk perkembangbuakkan embrio yaitu utrambu

C. Organ reproduksi mamalia


Reproduksi merupakan salah satu kemampuan hewan yang sangat penting.
Tanpa kemampuan tersebut, suatu jenis hewan akan punah. Oleh karena
itu, perlu dihasilkan sejumlah besar individu baru yang disebut reproduksi.
Reproduksi sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup makhluk
hidup yang berada di bumi. Karena jika makhluk hidup kerebadaannya
tidak seimbang, akan mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem.
Karena setiap hewan memiliki fase-fase reproduksi yang berbeda-beda dan
memiliki factor-faktor yang mempengaruhi system reproduksi hewan
tersebut.
Reproduksi dapat terjadi secara generative atau vegetative. Reproduksi
secara vegetative tidak melibatkan proses pembentukan gamet, sedangkan
reproduksi generative diawali dengan pembentukan gamet. Di dalam
gamet terkandung unit hereditas (factor yang diturunkan) yang disebut
gen. gen berisi sejumlah besar kode informasi hereditas yang sebenarnya,
yang terletak pada DNA.
Sistem reproduksi vertebrata jantan terdiri atas sepasang testis, saluran
reproduksi jantan, kelenjar seks asesoris (pada mamalia) dan organ
kopulatoris (pada hewan-hewan dengan fertilisasi internal). System
reproduksi betina terdiri atas sepasang ovarium pada beberapa hanya satu)
dan saluran reproduksi betina. Pada mamalia yang dilengkapi organ
kelamin luar (vulva) dan kelenjar susu.
Reproduksi vertebrata pada umumnya sama, tetapi karena tempat hidup,
perkembangan anatomi, dan cara hidup yang berbeda menyebabkan
adanya perbedaan pada proses fertilisas

1. Organ Reproduksi Betina


Pada betina terdiri dari sepasang induk telur dimana untuk
menghasilkan telur dan berbagai hormon, sepasang tuba fallopi (oviduk)
dimana bertugas sebagai saluran induk telur, uterus (tempat
berkembangnya embrio) pada mamalia berbeda-beda tergantung pada
ordonya, serviks dimana sebagai yang menyambungkan uterus dengan
vagina dan vagina sebagai gerbang dari sisi luar tubuh.
a) Ovarium berbentuk bulat telur. Ukurannya relatif kecil dibanding
dengan besar tubuhnya. Ovarium digantung oleh alat penggantung
mesovarium dan ligamentum utero ovarika. Ovarium tertinggal di
dalam cavum abdominalis. Ovarium mempunyai dua fungsi, sebagai
organ eksokrin yang menghasilkan sel telur atau ovum dan sebagai
organ endokrin yang mensekresikan hormon kelamin betina estrogen
dan progesterone.
b) Oviduct merupakan bagian yang berperan penting dalam peristiwa
kopulasi saat proses reproduksi. Oviduct terdapat sepasang (kiri dan
kanan) dan merupakan saluran kecil berkelok-kelok membentang
dari depan ovarium berlanjut ke tanduk uterus. Oviduct sendiri
terdiri dari tiga bagian yaitu infundibulum, ampula, dan isthmus.
Setiap sisi rahim memiliki tuba falopi yang membentang mencapai
ke ovarium pada sisi yang sesuai. Fungsi utama dari saluran tuba
adalah untuk menangkap telur yang dilepaskan dari ovarium setiap
bulan selama ovulasi, dan membimbing mereka ke dalam rahim
c) Uterus
Merupakan bagian saluran alat kelamin betina yang berbentuk buluh,
berurat daging licin, untuk menerima ova yang telah dibuahi atau
embrio dari tuba falopii. Uterus merupakan tempat implantasi
konseptus (zigot yang telah berkembang menjadi embrio). Fungsi
uterus adalah sebagai jalannya sperma pada saat kopulasi dan
motilitas (pergerakan) sperma ke tuba falopii dibantu dengan kerja
yang sifatnya kontraktil. Uterus juga berperan besra dalam
mendorong fetus serta membrannya pada saat kelahiran, dan fungsi
utama dari uterus adalah sebagai tempat pertumbuhan dan
perkembangan embrio hingga dilahirkan. Rahim berperan besar saat
menstruasi hingga melahirkan. Uterus memberikan nutrisi bagi janin,
yang tertanam dalam endometrium melalui pembuluh darah.
Uterus pada mamalia mempunyai variasi bentuk. Ada lima tipe
uterus yang ditemukan pada hewan mamalia yaitu:
- Uterus duplex = memiliki dua korpus uteri, dan cornua uterus
terpisah sempurna. Tipe uterus ini dimiliki oleh tikus, mencit,
kelinci, marmut dan hewan kecil lainnya.
- Uterus bicornua = Terdiri dari satu corpus-uterus yang kecil dan
pendek, dua cornua-uterus yang panjang berkelok-kelok, dan
satu cervix. Pertemuan antara kedua cornua uteri yang lebih
dekat pada corpus uteri, memberi kesan bahwa corpus uteri lebih
besar dar yang sesungguhnya, bahkan kadang-kadang uterusnya
terlihat seperti uterus bipartite. Tipe uterus ini dimiliki oleh babi
dan hewan insectivora.
- Uterus simplex = terdiri dari satu cervix, satu corpus-uterus yang
berukuran besar dan jelas tanpa cornua-uterus. Tipe uterus ini
dimiliki oleh hewan primata.
- Uterus bipartite = terdiri dari satu cervix dan satu corpus-uterus
yang jelas. Kecuali kuda,terdapat septum antara cornua kanan
dan cornua kiri. Tipe uterus ini dimilikioleh domba,sapi, kerbau,
kucing, anjing dan kuda.
- Uterus Delphia Uterus tipe ini dimiliki oleh hewan berkantung,
seperti opossum, kanguru, dan platypus. Semua saluran
kelaminnya terbagi dua yaitu dua kornua uteri, dua korpus uteri,
dua servik, dan dua vagina.
d) Vagina
Vagina adalah bagian saluran peranakan yang terletak di dalam
pelvis di antara uterus (arah kranial) dan vulva (kaudal). Vagina juga
berperan sebagai selaput yang menerima penis dari hewan jantan
pada saat kopulasi dan tempat keluarnya sang anak. Vagina
merupakan buluh berotot yang menjulur dari serviks sampai
vestibulum.

2. Organ Reproduksi Jantan


Pada hewan jantan, organ-organ reproduksi mempunyai pola dasar yang
sama. Organ reproduksi jantan dapat dibedakan menjadi organ
reproduksi internal dan eksternal. Namun secara umum organ-organ
reproduksi jantan terdiri atas testes, saluran pengeluaran yaitu epididimis,
duktus deferens, urethra, kelenjar-kelenjar asesoris (Vesikula seminalis,
prostat, dan kelenjar Cowper), duktus ejakulatorius, dan organ kopulasi
(Penis).
Fungsi utama dari sistem reproduksi jantan adalah menghasilkan
sel-sel gamet jantan (Spermatozoa) yang mempunyai sifat motilitas,
gerak progresif, aktif dan potensial untuk melakukan fertilisasi. Sistem
reproduksi jantan berkaitan erat dengan sistem urinari, sebagai contoh
urethra yang menjadi bagian penting pula di sistem urinari.
Meskipun mempunyai pola dasar yang sama pada tiap spesies
hewan, Namun, beberapa perbedaan orientasi dan kehadiran organ-organ
reproduksi nampak pada beberapa hewan. Sebagai contoh, Kedudukan
testis pada spesies hewan berbeda-beda. Demikian pula tipe penis dan
deposisi semennya.

a) Testis adalah organ reproduksi primer pada ternak jantan,


sebagaimana halnya ovarium pada ternak betina. Testis dikatakan
sebagai organ primer karena berfungsi menghasilkan gamet jantan
(spermatozoa)
b) Epididymis merupakan pipa panjang dan berkelok–kelok yang
menghubungkan vasa eferensia pada testis dengan ductus deferens.
Epididymis mempunyai empat fungsi utama, yaitu pengangkutan,
penyimpanan, pemasakan, dan pengentalan (konsentrasi) sperma
c) Vas deferens atau dikenal juga dengan sebutan ductus deferens
adalah sebuah tabung yang dimiliki oleh kebanyakan vertebrata
jantan yang berfungsi menyalurkan sperma dari epididimis saat
ejakulasi. Vas Deferens membentang dari epididimis ke uretra. Vas
deferens juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan sperma
sebelum dikeluarkan melalui penis. Saluran ini bermuara dari
epididimis. Saluran Vas Deferens menghubungkan testis dengan
kantong sperma. Kantong sperma ini berfungsi menampung sperma
yang dihasilkan oleh testis.
d) Penis adalah organ kopulasi pada hewan jantan, dapat dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu glans atau alat gerak bebas, bagian
utama atau badan dan krura atau akar yang melekat pada ischial
arch pada pelvis yang tertutup oleh otot ischiocavernosus. Fungsi
penis adalah untuk lewatnya urine dan menyemprotkan sperma ke
dalam alat reproduksi betina (alat kopulasi).
D. Gametogenesis Pada Hewan Mamalia
Gametogenesis adalah proses pembentukan gamet atau sel kelamin
yang terjadi di dalam gonade. Pada jantan, proses tersebut dinamakan
spermatogenesis yang terjadi di dalam testis, sedangkan pada betina
dinamakan oogenesis yang terjadi di dalam ovarium. Pembentukan sel
kelamin ini merupakan pembelahan pemasakan yang melalui proses meiosis
yang membuat sel kelamin yang terbentuk bersifat haploid.
Spermatogenesis berlangsung 2 tahap yaitu ada spermatositogenesis
dan spermiogenesis (metamorphosis). Spermatositogenesis diawali dengan
spermatogonium yang bersifat diploid kemudian memasuki fase meiosis I
sebagai spermatosit primer yang akan membentuk 2 spermatosit sekunder.
Spermatosit sekunder akan mengalami pembelahan meiosis II dan membentuk
dua spermatid. Spermatid tersebut akan menjadi spermatozoon dengan
diferensiasi yang disebut dengan spermiogenesis. Spermatogenesis terjadi
pada dinding tubulus seminiferus testis sehingga pada dinding tersebut dapat
diamati berbagai stadium perkembangan rnulai dan bagian penifer sampai ke
lumen. Selain terdapat sel spermatogenik juga dapat ditemukan sel Sertoli
yang berfungsi untuk memberi nutrisi bagi sperma yang terbentuk.
Sedangkan oogenesis berlangsung di dalam ovarium. Sel telur dilapisi
oleh selaput sel folikel sehingga membentuk folikel ovarium. Pembelahan
pada 1 oogonium hanya akan membentuk satu sel telur (ovum) sebab selama
pembelahan pada oogonium akan terbentuk badan polar (polosit).

Gambar 2.3 Gametogenesis Hewan Mamalia

Oosit primer dari oogonium sesudah meiosis I akan membentuk oosit


sekunder dan satu badan polar. Bersamaan dengan hal tersebut, terjadi
pertumbuhan folikel ovarium sehingga akan terbentuk folikel primer, folikel
sekunder, foliker tersier dan folikel masak (folikel graaf). Folikel graaf ini
akan mengalami ovulasi sehingga sel telur akan keluar dan ovarium menuju
ke oviduct. Folikel yang ditinggalkan akan membentuk corpus luteum yang
menghasilkan hormone progesterone. Selama pertumbuhan sel folikel, akan
menghasilkan hormone estrogen. Pertumbuhan dan perkembangan folikel
dirangsang oleh hormone FSH, sedangkan proses ovulasi oleh LH.

E. Kopulasi Pada Hewan Mamalia


Kopulasi adalah suatu tindakan yang dilakukan sepasang hewan
(termasuk manusia) dengan menggabungkan atau menyentuhkan alat
kelamin kepada alat kelamin pasangannya. Kopulasi merupakan bagian
paling penting dalam reproduksi seksual karena menjamin terjadnya
pembuahan di dalam tubuh (umumnya dengan memindahkan
semen/sperma). Individu yang terlibat (dapat melakukan kopulasi) dapat
berupa pasangan yang berbeda jenis kelamin (jantan dan betina) ataupun
hemaprodit (siput). Pada hewan mammalia alat kelamin jantan yang
digunakan untuk kopulasi berupa penis, sedangkanalat kelamin betina
yang digunakan untuk kopulasi berupa vagina. Pada hewan mammalia
kopulasi dilakukan secara vaginal yakni dengan memasukan penis ke
dalam vagina. Tujuan dari kopulasi adalah untuk menyalurkan sperma dari
alat kelamin jantan ke saluran reproduksi betina yang dilakukan untuk
berkembang biak atau memperbanyak keturunan.
Contoh kopulasi pada kuda :
1. kuda betina mau menerima pejantan 1-2 hari sebelum birahi berakhir,
sering mengangkat ekornya seolah olah akan jongkok dan kemudian
kencing.
2. Klitorisnya terlihat keluar dari vulvanya.
3. Bila kuda betina yang sedang birahi dilepaskan di lapangan ia akan
mencari kuda jantan, sedangkan bila kuda betina sedang tidak birahi dia
akan memandang dan meronta ronta bila didekatkan pada pejantan.

F. Fertilisasi Pada Hewan Mamalia


1. Pengertian Fertilisasi
Fertilisasi adalah proses penyatuan atau peleburan inti sel telur
(ovum) dengan inti Sel spermatozoa membentuk makhluk hidup baru
yang disebut zigot. Meskipun zigot Masih satu sel tetapi ia disebut
makhluk hidup baru, karena zigot adalah bentuk paling awal dari semua
makhluk hidup yang berkembang melalui proses fertilisasi. Dari zigot
dari satu sel inilah akan berkembang menjadi embrio tahap dua sel,
empat sel, morula, blastosis dan akan terus berkembang dan
berdiferensiasi membentuk organ-organ tubuh sampai .akhirnya menjadi
fetus dan lahir. Setelah mencapai dewasa kelamin (pubertas), maka
aktivitas reproduksi akan dimulai kembali melalui proses gametogenesis
dan fertilisasi sehingga membentuk suatu siklus yang saling berkaitan.
Ada dua fungsi utama fertilisasi yaitu :
- Fungsi Reproduksi
Fertilisasi memungkinkan pemindahan unsur-unsur genetik
dari para tetuanya. Jika pada gametogenesis terjadi reduksi
(pengurangan) unsur genetik dari 2n (diploid) menjadi n (haploid),
maka pada fertilisasi memungkinkan pemulihan kembali unsur
genetiknya, n dari tetua jantan dan n dari tetua betina sehingga
diperoleh individu normal 2n. Tanpa fertilisasi (kecuali pada kasus-
kasus tertentu), kesinambungan keturunan suatu spesies tidak akan
terjadi.
- Fungsi Perkembangan
Fertelisasi menyebabkan gertakan atau rangsangan pada sel
telur untuk menyelesaikan proses pembelahan meiosisnya, dan
membentuK pronukleus betina yang akan melebur (syngami)
dengan pronukleus jantan (berasal dari inti spermatozoa) membentuk
zigot dan seterusnya berkembang menjadi embrio, fetus, lahir dan
dewasa. Jika fertilisasi tidak terjadi maka sel telur tetap akan
bertahan pad a tahap metafase II yang selanjutnya akan
berdegenerasi tanpa mengalami proses perkembangan selanjutnya.
2. Sel yang terlibat dalam proses fertilisasi
- Sel Telur
Untuk dapat ikut dalam proses fertilisasi, sel telur harus telah
mengalami Pematangan (maturasi) dan ovulasi. Pematangan sel telur
terjadi selama perkembangan folikel (folikukogenesis) di dalam
ovarium yang meliputi pematangan sitoplasma dan pematangan inti.
Pematangan sitoplasma meliputi penambahan butir-butir kuning
telur di dalam sitoplasma, pembentukan selubung zona pelusida,
serta pembentukan granula-granula kortek. Pada kebanyakan
mamalia, pematangan inti tercapai sesaat sebelum sel telur
diovulasikan yaitu inti telah mencapai tahap metafase II dari
pembelahan meiosis II (kecuali pada anjing yang masih tetap berada
pada pembelahan meiosis I). Selanjutnya sel telur akan diovulasikan
bersama-sama dengan sel-sel kumulus (sel-sel folikel) yang
menyelubunginya.
- Spermatozoa
Spermatozoa setelah menyelesaikan spermatogenesis dalam
testes, harus terlebih dahulu mengalami pematangan di epididimis,
kapasitasi di saluran reproduksi betina dan reaksi akrosom saat
berikatan dengan sel telur agar fertilisasi dapat teljadi. Pematangan
pada epididimis meliputi penghilangan sisa-sisa sitoplasma
(cytoplasmic droplet), penambahan beberapa protein pada membran
plasma, serta memperoleh kemampuan cergerak (motilitas).
Kapasitasi merupakan proses fisiologis yang terjadi selama
spermatozoa melalui saluran reproduksi betina dimana terjadi
perubahan kestabilan membran plasma spermatozoa sehingga
memungkinkan terjadinya proses reaksi akrosom.
Perubahan itu meliputi pembuangan sebagian kolesterol
membran, perubahan glycosaminoglycan, dan perubahan ion-ion
sehingga membran fosfolipid spermatozoa menjadi tidak stabil.
Perubahan ini memungkinkan spermatozoa mengalami reaksi
akrosom, yaitu peleburan membran plasma dengan membran
akrosom yang memungkinkan pengeluaran enzim-enzim hidrolitik
yang terkandung didalam tudung akrosom. Enzim-enzim tersebut
diantaranya adalah hyaluronidase, proacrosin (bentuk inaktif dari
acrosin), esterase, fosfolipase, dan asam fosfatase. Enzim-enzim ini
berguna didalam proses penembusan selubung sel telur oleh
spermatozoa saat fertilisasi berlangsung.

3. Proses Fertilisasi

Pada mamalia, proses fertilisasi berlangsung di dalam ampula


tuba Fallopii (1/3 bagian atas tuba Fallopii). Sebelum spermatozoa
menembus dan masuk ke dalam sitoplasma sel telur, spermatozoa harus
melalui beberapa lapisan selubung sel telur yaitu dari bagian paling luar
berturut-turut adalah sel-sel kumulus, zona pelusida dan membran plasma
(membran vitelin). Spermatozoa menembus lapisan sel-sel kumulus
dengan dikeluarkannya enzin hyaluronidase yang akan mencema asam
hialuronat yang terdapat diantara sel-sel kumulus. Asam hialuronat ini
dihasilkan oleh sel-sel granulosa selama perkembangannya di dalam
folikel di ovarium. Setelah menembus sel-sel kumulus, spermatozoa
berikatan dengan zona pelusida melalui semacam ikatan antigenreseptor
yang bersifat spesies-spesiflk. Dalam hal ini yang bertindak sebagai
antigen adalah protein-protein yang terdapat pada membran plasma
spermatozoa dan yang bertindak sebagai reseptor adalah glikoprotein
pada zona pelusida. Terdapat tiga jenis glikoprotein pada mamalia yaitu
glikoprotein ZPl, ZP2 dan ZP3. Glikoprotein ZPl berfungsi sebagai
"kerangka" berikatan dengan glikoprotein ZP2 dan ZP3. ZP3 bertindak
sebagai reseptor primer bagi ikatan sperma-zona pelussida.
Ikatansperma-ZP3 akan merangsang reaksi akrosom dan pengeluaran
enzim-enzim hidrolitiknya. Enzim-enzim ini akan berperan didalam
mencerna dan menembus zona pelusida. Meskipun enzim zona lisin yang
utama berperan mencerna zona adalah acrosin, akan tetapi enzimenzim
lain tetap berperan mencerna zor.a karena zona merupakan struktur yang
kompleks. Ikatan sperma-ZP3 bersifat sementara dan akan lepas setelah
terjadinya reaksi akrosom, yaitu saat membran piasma spermatozoa
melebur (hancur). Selanjutnya ikatan terjadi antara membran akrosom
sebelah dalam dengan ZP2 (reseptor sekunder) yang memungkinkan
ikatan sperma-zona selama proses penembusan zona oleh spermatozoa.
Setelah menembus zona, spermatozoa masuk ke ruang periviteiin (ruang
diantara membran vitelin dengan zona), kemudian menempel pada
membran vitelin. Kedua membran ini kemudian melebur dan
memungkinkan inti spermatozoa masuk ke sitoplasma. Akibat masuknya
spermatozoa, sel telur akan tcraktivasi menyelesaikan pembelahan
meiosis II dan melepaskan badan kutub II. Kemudian inti sel telur
berkondensasi membentuk pronukleus betina (n), sedangkan inti
spermatozoaberkondensasi membentuk pronukleus jantan (n). Kedua
pronukleus ini bergerak ke tengah melakukan pt!nyatuan (syngami). Sel
baru yang memiliki inti hasil peleburan inti spermatozoa dan inti sel telur
ini disebut zigot ( 2n).

4. Pencegahan polisperma
Selain aktivasi penyelesaian pembelahan meIosIs II sebagai
akibat rnasuknya spermatozoa ke dalam sitoplasma sel telur, sel telur
juga mengalami perubahan yang memungkinkan terjadinya suatu
mekanisme pencegahan terhadap masuknya spermatozoa yang lain
kedalam sel telur. Segera setelah spermatozoa masuk ke dalam
sitoplasma sel telur, potensial membran vitelin berubah menyebabkan
spermatoa lain yang berhasil menembus zona dan masuk ke ruang
perivitelin tidak dapat menembus membran vitelin. Selain itu granula-
granula kortek yang terletak di sepanjang pinggir (daerah kortek)
membran vitelin - yang terbentuk selama pematangan sel telur di dalam
folikel di ovarium - akan pecah dan mengeluarkan enzim-enzim
proteolitiknya ke ruang perivitelin. Enzim-enzim dari granula kortek ini
menyebabkan perubahan konfigurasi (struh.1ur) ZP3 yang berakibat pada
inaktivasi reseptor ZP3 dan perubahan struktur ZP2 yang berakibat pada
"pengerasan" zona pelusida sehingga spermatozoa lain tidak mampu
menembus zona pelusida. Perubahan potensial membran vitelin
(membran plasma) sel telur berlangsung sangat cepat akan tetapi bersifat
sementara karena potensial membran akan kembalikepada kondisi
semula. Sebaliknya reaksi kortek yang diikuti oleh perubahan pada zona
(reaksi zona) terjadi lebih lambat dibanding reaksi yang pertama dan
merupakan mekanisme pencegahan polispermia yang utama pada hewan
tingkat tinggi

G. Jenis Uterus dan Placenta Pada Mamalia


Setiap janin pada hewan mamalia akan membentuk alat yang
menghubungkan antara fetal dengan jaringan induk untuk pertukaran
fisiologis. Dimana jaringan tersebut dinamakan plasenta. Di dalam plasenta
terdapat Chorion yaitu bagian dari plasenta yang bersatu dengan jaringan
induk. Sedangkan Allantois adalah bagian dari sel telur yang akan
mengadakan kontak dengan Chorion bersama-sama melekatkan diri pada
mukosa uterus induk .

Gambar Struktur Rahim Manusia

Sebagai hasil dari persatuan antara induk dengan fetus maka akan
terbentuk vili. Berhubungan dengan bentuk dan tersebarnya vili pada
chorion plasenta dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu :
1. Plasenta difusa, Plasenta ini memiliki ciri vili tersebar merata pada seluruh
permukaan luar dari chorion. Dimana blastosis-nya terletak memanjang
didalam rongga uterus. Plasenta semacam ini terdapat pada babi dan kuda.

Gambar Plasenta Difusa

2. Plasenta kotiloedonaria, Pada plasenta ini vili tidak tersebar merata pada
chorion, tetapi berkelompok pada pemukaan luar chorion yang disebut
kotiledon. Di daerah tempat melekatnya kotiledon dinding uterus
membentuk penebalan-penebalan yang dinamakan karunkel. Plasenta
semacam ini dimiliki oleh Sapi.

Gambar Plasenta Kotiloedonaria


3. Plasenta Zonaria, plasenta ini vili berkelompok membentuk suatu pita
yang melingkari embrio pada permukaan luar dari chorion. Plasenta yang
seperti ini dimiliki oleh hewan carnivore dimana janinnya terletak
memanjang di dalam rongga uterus.

Gambar Plasenta Zonari


4. Plasenta diskoidal, Plasenta tipe ini dimiliki oleh primate dan manusia.
emrio tertanam didalam dinding uterus. Pada permulaan, pertumbuhan vili
dibentuk diseluruh permukaan blastosis. Pada pertumbuhan selanjutnya
blastosis tersebut akan menonjol dari dinding uterus kedalam rongga
uterus. Dan jaringan dinding uterus yang menonjol akan terus tumbuh dan
membungkus blastosis
Gambar Plasenta Diskoidal

H. Periode Pembelahan Sel Zigot Mammalia


Embriogenesis pada kuda  adalah proses pembentukan dan
perkembangan embrio. Proses ini merupakan tahapan perkembangan sel
setelah mengalami pembuahan atau fertilisasi. Embriogenesis meliputi
pembelahan sel dan pengaturan di tingkat sel. Sel pada embriogenesis disebut
sebagai sel embriogenik.
Periode Embrio merupakan suatu periode ketika sel-sel berada dalam
proses pembentukan organ-organ spesifik dalam tubuh embrio. Merupakan
periode dimulainya implantasi sampai saat dimulainya pembentukan organ
tubuh bagian dalam. Pada sapi berkisar hari ke 12-45, kucing 6-24, dan kuda
12-50 setelah fertilisasi. Selama periode ini akan terbentuk lamina
germinativa selaput embrionik dan organ tubuh . Tahapan embrio
dikelompokkan menjadi berbagai fase, yaitu fase morula, blastula, fase
gastrulasi, fase tubulasi dan fase diferensiasi dan organogenesis.
1. Fase Pembelahan dan Morula
Pembelahan pada embrio mamamlia termasuk ke dalam pembelaha
holoblastik rotasional. Pola pembelahan zigot pada mammalia berbeda
dengan pola pembelahan pada embrio hewan yang lain. Pada waktu
fertilisasi berlangsung meiosis disempurnakan dan zigot membelah kira-
kira satu hari setelah fertilisasi.
Ada beberapa ciri pembelahan embrio mammalia yang
membedakannya dengan tipe pembelahan embrio lain, diantaranya; (1)
relatif lambat, (2) orientasi pembelahan blastomer termasuk unik dalam
hubungan blastomer satu sama lainnya, dan (3) pembelahan awal tidak
serempak (asynchrony) artinya blastomer pada mammalia tidak membelah
pada waktu yang sama, sehingga jumlahnya tidak beraturan
Pembelahan pertama terjadi secara meridional, tapi pada
pembelahan kedua, satu dari blastomer membelah secara meridional
sedangkan yang satu lagi membelah secara equatorial. Tipe pembelahan
ini disebut rotasional. Pembelahan ketiga blastomer mengalami suatu
perubahan hebat. Blastomer-blastomer tiba-tiba berkumpul (berdempet)
bersama, berhubungan satu sama lain membentuk suatu bulatan sel-sel
yang kompak. Terbentuknya hubungan yang kompak diantara sel-sel
karena adanya penghubung (junction). Pembelahan tetap berlanjut
membentuk sel yang kompak dan disebut dengan morula.

Gambar Proses Pembelahan dan Morula

2. Fase Blastula
Blastula dari bahasa Yunani blastos yang berarti “tumbuh” adalah
sebuah bola berongga dari sel-sel yang terbentuk selama tahap awal
perkembangan embrio. Blastula ini terbentuk ketika zigot mengalami
pembelahan sel. Blastula didahului oleh proses morula dan diikuti proses
gastrula dalam urutan perkembangannya. Blastula ditandai dengan adanya
rongga (blastocoel) ditengah-tengah kumpulan sel padat hasil morulasi.
Proses pembentukan blastula disebut blastulasi.
Blastula pada mammalia disebut dengan blastocysta. Blastula ini
terbentuk dari tipe telur isolesital dimana yolk nya sedikit dan tersebar
merata. Penyebaran ini membuat pembelahan terjadi secara sempurna.
Setelah morula mensekresikan cairan sehingga membentuk rongga
blastula, maka embrio berada pada stadium blastosis.
Blastocysta memiliki sebuah rongga yang berisi cairan yang
dikelilingi oleh selapis sel pada bagian tepi yang disebut tropoblast atau
tropoektoderm yang kelak akan membentuk korion dan turut serta dalam
pembentukan plasenta. Adanya rongga pada blastula memungkinkan untuk
terjadinya gerakan-gerakan morfogenik untuk reorganisasi sel embrio pada
tahap selanjutnya. Pada bagian dalam embrio terdapat sel-sel dalam (Inner
Cell Mass) yang akan berkembang menjadi embrio sesungguhnya.
Pada stadium blastula, embrio siap mengalami implantasi. Sambil
terimplantasi blastula akan berkembang, dan terjadi plasentasi pada
jaringan tropoektoderm dan jaringan endometrium induk. Pada fase
blastula terjadi pembagian sitoplasma ke dalam dua kutub yang dibentuk
pada fase morula. Konsentasi sitoplasma pada kedua kutub berbeda. Pada
kutub fungsional terdapat sitoplasma yang lebih sedikit, dibandingakan
dengan kutub vegetal. Konsterasi sitoplasma yang berbeda menentukan
arah pertumbuhan dan perkembangan hewan selanjutnya. Pada fase ini
kutub animal dan kutub vegetal telah selesai dibentuk. Dua daerah utama
blastula, yaitu:
a. Epiblast, bagi blastomere yang terletak sebelah atas atau daerah kutub
animalus. Sebagian besar akan menumbuhkan ectoderm.
b. Hypoblast, bagi blastomere yang terletak sebelah bawah atau daerah
kutub vegetativus. Sebagian besar menumbuhkan endoderm.
Blastula memiliki daerah-daerah sel yang akan menjadi bakal
pembentuk alat. Pada embryogenesis berikutnya daerah-daerah itu akan
bergerak menyusun diri untuk menjadi lapisan-lapisan atau jejeran sel
tersendiri. Dikenal lima daerah bakal pembentuk alat, yaitu:
1) Bakal ectoderm epidermis,
2) Bakal ectoderm saraf,
3) Bakal notochord,
4) Bakal mesoderm, dan
5) Bakal endoderm (entoderm).

Gambar Blastula pada embrio mamalia


Gambar Fase Blastulasi
Pada tahap blastulasi ini, blastosis akan mengalami proses implantasi
atau nidasi yaitu proses penempelan blastosis pada dinding rahim atau
endometrium. Berdasarkan proses perlekatan sel tropoblast dengan sel epitel
endometrium induk, implantasi dibedakan menjadi:
a. Implantasi invasive, dimana blastosis segera melakukan perlekatan
dengan endometrium. Terjadi pada manusia dan rodensia.
b. Implantasi non-invasive, blstosis melakukan ekspansi terlebih dahulu
lalu melekat di endometrium induk. Terjadi pada babi, kuda, dan
ruminansia.
Berdasarkan kedalaman proses implantasi dibedakan menjadi:

1. Implantasi interstisial/ profundal, dimana embrio merusak stroma


jaringan uterus, lalu masuk dan menutup kembali stroma. Terjadi pada
manusia, simpanse, marmut.
2. Implantasi eksentrik, dimana kerusakan hanya pada sebagian dan embrio
masih menempel dengan lumen endometrium. Terjadi pada monyet,
anjing, dan tikus.
3. Implantasi superfisial/ sentral, perlekatan pada uterus tanpa melakukan
penetrasi. Terjadi pada kuda, babi, sapi, dan domba.
Gambar Proses Implantasi

Gambar Implantasi Interstisial

Gambar Implantasi Eksentrik


Gambar Implantasi Superfisial
4. Fase Gastrulasi
Gastrula adalah tahapan perkembangan embrio dimana pada tahapan
ini terbentuk lapisan benih (germ layer) yang dicirikan adanya gastrocoel
(archenteron). Pada tahap ini juga terjadi diferensiasi pertama dimana pada
tahap sebelumnya tidak terjadi diferensiasi karena sel-sel berpotensi sama.
Sel-sel pada kutub fungsional akan membelah dengan cepat. Akibatnya
pada bagian kutub vegetal membentuk lekukan ke arah dalam atau
invaginasi. Pada gastrula akan terbentuk tiga lapisan: ectoderm, endoderm,
dan mesoderm. Dalam proses gastrulasi disamping terus terjadi pembelahan
dan perbanyakan sel terjadi pula berbagai macam gerakan sel dalam usaha
untuk mengatur dan menderetkan sesuai dengan bentuk dan susunan tubuh
individu dari spesies yang bersangkutan. Ada dua kelompok gerakan, yaiu:
a. Epiboli, gerakan melingkup, terjadi di sebelah luar embrio.
Berlangsung pada bakal ectoderm epidermis dan saraf. Sementara
bakal endoderm dan mesoderm bergerak, epiboli menyesuaikan diri
sehinggak ectoderm terus menyelaputi seluruh embrio.
b. Emboli, Gerakan menyusup, terjadi di sebelah dalam embrio.
Berlangsung pada daerah-daerah bakal mesoderm, notochord, pre-
chorda, dan endoderm. Daerah-daerah itu bergerak ke arah
blastocoel. Dibagi atas tujuh macam, yaitu:
- Involusi, gerakan membelok ke dalam,
- Konvergensi, gerakan menyempit,
- Invaginasi, gerakan melipat suatu lapisan,
- Evaginasi, gerakan menjulur suatu lapisan,
- Delaminasi, gerakan memisahkan diri sekelmpok sel dari
kelompok utama atau lapiasan asal,
- Divergensi, gerakan memencar,
-  Extensi, gerakan meluas.
Gambar Fase Gastrulasi

5. Fase Tubulasi
Pertumbuhan mengiringi pembentukan gastrula ialah tubulasi atau
pembumbungan. Daerah-daerah bakal pembentuk alat atau ketiga lapis
benih yaitu ektoderm, endoderm, mesoderm menyusun sehingga berupa
bumbung berongga. Tubulasi terjadi mulai dari daerah kepala sampai ekor.
Kecuali mesoderm, hanya berlangsung di daerah truncus embryo.
Sementara tubulasi berlangsung embrio pun bertambah besar dan bertambah
panjang, menghasilkan tubuh bentuk batang sebagai ciri chordata.
Mengiringi proses tubulasi terjadi proses diferensiasi setempat pada
tiap bumbung ketiga lapis benih, yang pada pertumbuhan berikutnya akan
menumbuhkan alat (organ) bentuk definitif. Ketika tubulasi ektoderm saraf
berlangsung, terjadi pula differensiasi awal pada daerah-daerah bumbung
itu, bagian depan tumbuh jadi encephalon (otak) dan bagian belakang jadi
medulla spinalis bagi bumbung neural (saraf). Pada bumbung endoderm
terjadi diferensiasi awal saluran itu atas bagian depan, tengah dan belakang.
Pada bumbung mesoderm terjadi differensiasi awal untuk menumbuhkan
otot rangka bagian dermis kulit dan jaringan pengikat lain, oto viscera,
rangka dan alat urogentilia. Adapaun 3 proses yang berlangsung dalam
tubulasi adalah invaginasi, evaginasi, delaminasi.
H. Tahap Neurulasi
Neurulasi adalah proses awal membentuk sistem saraf, jaringan ini
berasal dari diferensiasi ektoderm, sehingga disebut ektoderm neural,
neurulasi dapat juga diartikan dengan proses awal pembentukan sistem saraf
yang melibatkan perubahan sel-sel ektoderm bakal neural, dimulai dengan
pembentukan keping neural (neural plate), lipatan neural (neural folds) serta
penutupan lipatan ini untuk membentuk neural tube, yang terbenam dalam
dinding tubuh dan berdiferensiasi menjadi otak dan korda spinalis dan
berakhir dengan terbentuknya bumbung neural.
Tahapan-tahapan Neurulasi Proses neurulasi diawali dari
pembentukan lamina neuralis kemudian mengalami invaginasi menjadi
sulkus neuralis dan tebentuk tubulus neuralis. Neurulasi sangat berhubungan
erat dengan gastrulasi. Pada akhir gastrulasi terbentuklah nerve cord dan
notochord. Nerve cord sendiri berasal dari ektoderm sedangkan notochord
berasal dari lempengan ektoderm bagian dorsal. Pada manusia khususnya,
proses ini dimulai pada minggu ketiga setelah pembuahan. Secara terperinci
tahapan-tahapan proses neurulasi sangatlah kompleks, berdasarkan
perkembangan nya neurulasi melakukan beberap tahapan diantaranya:
a. Pembentukan Neural Plate Setelah fase gastrulasi selesai, kemudian
perkembangan embrio berlanjut pada fase neurulasi.Pada tahap awal
notokord( sumbu primitive embrio dan bakal tempat kolumna –
vertebralis ) menginduksi ectoderm yang berada di atasnya. Sel – sel
ectoderm berubah menjadi panjang dan tebal dari pada sel di sekitar nya
atau disebut proses poliferasisel – sel membentuk lempeng saraf( neural
plate ). Pembentukan ini terjadi pada bagian dorsal embrio, tepatnya di
daerah kutub animal.
b. Pembentukan Neural Fold Setelah neural plate terbentuk, maka akan di
ikuti dengan penebalan bagian neural plate itu sendiri. Karena
pertumbuhan dan perbanyakan sel ectoderm epidermis lebih cepat
dibandingkan dengan pertumbuhan ectoedrm neural, mengakibatkan
lapisan neural plate menjadi tertekan dan mengalami pelekukan
kebagian dalam (invaginasi) .Bagian Peleku kan ini lah yang disebut
sebagai neural fold.
c. Pembentukan Neural Groove Terbentuk nya neural fold atau lebih
sederhana nya adalah pematangan neural yang merupakan lipatan dari
kedua sisi lempeng neural secara bersama anakan diiringi dengan
terbentuknya neural groove. Neuralgroove atauparit neural adalah
bagian paling dasar dari lipatan ektoderm neural itu sendiri yang
mengalami pelekukan kebagian dalam embrio.
d. Pembentukan Neural Tube Karena pertumbuhan ectoderm epidermis
lebih cepat, maka akan semakin mendorong lipatan neural yang telah
terbentuk, mengakibatkan fusi antara neural fold bagian kanan dengan
neural fold bagian kiri. Pada akhirnya terbentuk tabung atau bumbung
saraf ( neural tube ) dengan lubangnya disebut neural canal atau
neurocoel. Pada perkembangan selanjutnya, neural tube akan
berdiferensiasi menjadi organ berikutini : a. Otak dan sumsum tulang
belakang b. Saraf tepi otak dan tulang belakang c. Bagian persarafan
indra mata, hidung, dankulit d. Chromatophore kulit dan organ tubuh
yang berpigmen Pada saat awal terbentuknya, neural tube masih
memiliki dua ujung yang belum menutup, yang dinamakan neurophore.
a. Neurophore anterior, yang akan membentuk otak dan bagian –
bagiannya. b. Nerophore posterior, yang akan membentuk fleksura atau
lipatan yang terdapat dalam otak, dan berperan dalam menentukan
daerah otak. Terbentuknya Neural Crest Pada awa terbentuknya neural
tube, bagain dorsal tube yang dekat dengan kutub animal, masih
menempel pada sel-sel ectoderm epidermis. Pada bagian yang
menempel tersebut terdapat sel-sel ectoderm neural yang tidak ikut serta
membentuk neural tube, sel ini lah yang dimaksud dengan neural
crest.Saat pembentukan tabung saraf (neural tube), sel-sel neural crest
akan terpisah dan akan bermigrasi jauh dari ectoderm neural. Neural
crest akan menjadi lokasi yang dituju kemudian berdiferensiasi menjadi
sel-sel ganglia spinalis dan otot otonom,dan sebagainya. Mesensim yang
berasal dari neural crest disebu tektomesensim.
Macam-macam Neurulasi 1) Neurulasi ini dibagi menjadi dua jenis
berdasarkan bagaimana neural tube terbentuk antara lain: a. Neurulasi
Primer Pada neurulasi primer ini, dimana neural tube terbentuk akibat
adanya proses pelekukan atau invaginasi dari lapisan ektoderm neural yang
diinisiasi oleh nothocord. Cara ini paling umum ditemukan pada kelompok
hewan antara lain: amphibi, reptile, aves dan mamalia termasuk manusia.
Selama proses neurulasi primer, ectoderm dibagi menjadi tiga area
peruntukan sel yaitu: Bagian ectoderm yang di tempat kan pada bagian
internal neural tube, yang akan membentuk otak dan sumsum tulang
belakang. Bagian ectoderm yang diposisikan eksternal untuk membentuk
epidermis kulit. Dorsal Root Ganglia akan menghubungkan tabung saraf
dan Neurulasi Mamalia Proses neurulasi diawali dengan adanya induksi
dari notochord sebagai inductor terhadap ektoderm neural yang terletak di
atasnya, yang berperan sebagai jaringan. Induks paling awal oleh induksi
dan disebut sebagai induksi primer sedangkan induksi-induksi selanjutnya
di sebut induksi sekunder. Tanpa ada nya induksi neural, induksi-induksi
selanjutnya, terutama yang terjadi pada tahap organogenesis, tidak dapat
berlangsung dan embrio tidakkan berkembang lanjut secara sempurna.
Kebanyakan proses induksi ini bersifat instruktif dan sisa nya permisif.
2) Fase Diferesnsiasi dan Organogenesis
Pada fase ini mulai terjadi diferensiasi dan organogenesis pada
struktur dan fungsi sel untuk menjadi jaringan yang lebih spesifik. Proses ini
dikendalikan oleh faktor hereditas (gen) yang dibawa pada saat
pembentukan kutub fungsional dan kutub vegetatif. Pada akhirnya masing-
masing bagian ektoderm, mesoderm dan endoderm akan mengalami
diferrensiasi menjadi organ-organ sebagai berikut:
a. Ektoderm, akan berdiferensiasi menjadi epidermis, rambut, kelenjar
minyak, kelenjar keringat, email gigi, sistem saraf dan sistem reseftor.
b. Mesoderm, akan berdiferensiasi menjadi tulang, jaringan ikat, otot,
sistem peredaran darah, sistem ekskresi misalnya duktus deferens, dan
sistem reproduksi.
c. Endoderm, akan berdiferensiasi menjadi jaringan epitel pencernaan,
sistem pernafasan, pankreas dan hati serta kelenjar gondok.

I. Periode Perkembangan Janin Mammalia


Pada Kuda

1. Hari ke-9

Gambar 2.17

Janin Kuda Hari Ke 9


Gambar di atas terlihat vesikel embrio yang terlihat seperti berkilauan,
berbentuk seperti gelembung, dengan diameter kurang dari ¼ inci. Dapat
terlihat seperti lingkaran hitam. embrio tidak lebih besar dari sebuah titik .
2. Hari ke-24

Gambar 2.18

Periode perkembangan janin kuda hari ke 24

Pada hari ke-24 vesikel telah berkembang dengan berdiameter 1 inci.


Berstektur lembek, gelembung tembus dengan titik merah gelap (embrio) di
salah satu ujung. Sebuah jaringan pembuluh darah terbentuk yang berasal dari
titik. Pada tahapan ini belum bisa melihat awal dari bentuk binatang seperti:
kepala, benjolan kecil yang akan menjadi mata; ekor inti berdaging; dan empat
tunas kecil yang akhirnya akan menjadi kaki. Vesikel akan terlihat seperti tidak
teratur. Umumnya, hati embrio cukup besar, akan terlihat noda putih,
berdiameter ½ inci dan ini adalah embrio. Dalam noda itu, titik hitam kecil,
kira-kira berukuran seperti titik, akan berkedap-kedip. Ini adalah jantung yang
berdetak berukuran seperti kacang.

3. Hari ke-40
Gambar 2.19

Periode perkembangan janin kuda hari ke 40

Vesikel tersebut telah berkembang dengan ukuran diameter 2 ½ inci,


berstektur kasar berbentuk bulat , dan agak runtuh . ¾ inci bentuk embrio
sudah dikenali sebagai anak kuda. Kepala berbentuk seperti kubah, terdapat
kelopak mata , telinga belum sempurna , sudah terlihat bentuk lubang hidung ,
siku dan sendi sudah mulai menyatu . Vesikel terlihat seperti gumpalan bulat
yang berwarna hitam. Terjadi Pergeseran posisi yang di sebut " naik turunnya
embrio “ yang akan membentuk tali pusat .
4. Hari ke-55

Gambar 2.20

Periode perkembangan janin kuda hari ke 55

Embrio berkembang menjadi lebih panjang satu inci , berdiam dalam


batas-batas vesikel. Terlihat tulang rusuk kecil di bawah kulitnya, kubah
kepalanya tampak seperti Chihuahua , dan bentuk tengkoraknya telah berbeda.
Telinga berbentuk seperti segitiga kecil, sendi telah dikembangkan. Pada tahap ini
, embrio akan menjadi janin dan janin kembali ke vesikel, karena perpanjangan
tali pusat .
5. Hari ke-60

Gambar 2.21

Periode perkembangan janin kuda hari ke 60

Vesikel sekarang lembek dan tak berbentuk , sesuai dengan


dinding rahim. Panjang janin berukuran sekitar 2 1/2 inci. Sudah terlihat
jelas seperti kuda karena perkembangan kukunya terlihat. Kepala dan leher
masih melengkum dan belum sejajar dengan tulang belakang. Janin berbulu
dengan ukuran seperti hamster.
6. Hari ke-80

Gambar 2.22

Periode perkembangan janin kuda hari ke 80

Kepala dan leher janin sudah sejajar dengan tulang belakang dan
sudah berposisi normal seperti kuda pada umumnya. Kelamin seks sudah
terbentuk, terlihat ada benjolan kecil dibentuk untuk skrotum (jantan) dan
ambing (betina). Janin sudah berukuran seperti tupai .
7. Hari ke-100

Gambar 2.23

Periode perkembangan janin kuda hari ke 100

Hari ke-100 panjang janin berkisar 7 - inch berukuran seperti anak


kucing berusia 6 minggu . Terlihat sedikit rambut di bibirnya, telinga yang
membentangkan dari kepalanya . Panjang telinga sekarang hampir 1/2 inci
dan melengkung ke depan . Band koroner terlihat seperti garis mengangkat
melingkari puncak kuku.
8. Hari ke-150

Gambar 2.24

Periode perkembangan janin kuda hari ke 150

Setiap 10 hari berat badan bertambah 1 pound, janin sekarang


berukuran seperti kelinci. Terlihat Rambut dagu , moncong , dan kelopak
mata . Jika di lihat lebih dekat , maka akan terlihat bulu mata yang telah
tumbuh.
9. Hari ke-180
Gambar 2.25

Periode perkembangan janin kuda hari ke 180

Dalam 30 hari janin telah tumbuh beratnya sekitar empat kali lipat
dari sebelumnya. Surai dan ekor rambut telah muncul. Janin tersebut
berukuran seperti anjing Beagle .
10. Hari ke-240

Gambar 2.26

Periode perkembangan janin kuda hari ke 240

Sekarang berukuran seperti domba kecil , janin memiliki rambut


kumis seperti di dagu nya , tenggorokan dan moncong .
11. Hari ke-270

Gambar 2.27
Periode perkembangan janin kuda hari ke 270

Janin sudah terlihat seperti anak kuda : rambut halus menutupi


tubuhnya , dan sekarang memiliki rambut di ekornya.
12. Hari ke-320

Gambar 2.27

Periode perkembangan janin kuda hari ke 320

Pada minggu terakhir ini , paru-paru janin ini telah berkembang


dan dapat berfungsi langsung pada saat mereka lahir. Kakinya sudah dapat
menyokong berat badannya, dan bulunya telah merata, tekstur halus seperti
rambut janin. Kehamilan kuda normal dapat berkisar 320-365 hari.

Gambar 2.28

Anak Kuda

J. Kelainan reproduksi Mammalia


Gangguan reproduksi, selain dapat diidentifikasi melalui metode
palpasi rektal dan ultrasonografi, namun juga dapat mengakibatkan hasil
diagnosis positif palsu jika tidak dilakukan dengan cermat.
1. Kista Ovarium
Kista ovarium diidentifikasi berupa struktur folikel berdiameter
minimal 2,5 cm (sekitar 1 inci) yang hadir selama 10 hari atau lebih pada
ovarium tanpa adanya fungsional korpus luteum (CL). Diduga bahwa
kejadian kista ovarium mencapai 20% di sebagian besar ternak sapi
(Allrich, 2001). Dikategorikan diantaranya kista folikular dan kista luteal.
Kista folikular terjadi karena rendahnya hormon LH, akibatnya
terjadi kegagalan ovulasi dan luteinasi pada folikel yang matang. Pada
pemeriksaan per rektal teraba ovarium berdiameter lebih dari 2,5 cm,
biasanya ditemukan dalam jumlah yang banyak, permukaan halus, dinding
tipis, jika ditekan terdapat fluktuasi (Bearden et al., 2004).
Kista luteal adalah folikel matang yang gagal mengalami ovulasi
namun mengalami luteinasi oleh tingginya hormon LH. Karena berbeda
tingkatan luteinasi, kista luteal teraba lebih kenyal/tidak sepadat korpus
luteum. Gejala yang ditimbulkan adalah terjadi anestrus. Pada
pemeriksaan per rektal teraba ovarium berdiameter lebih dari 2,5 cm,
biasanya ditemukan dalam jumlah tunggal, permukaan halus, dinding
tebal, jika ditekan kenyal (Bearden et al., 2004).
2. Kompleks Metritis
Infeksi uterus biasanya timbul sebagai bagian dari suatu kompleks
penyakit yang disebut sebagai “kompleks metritis” yaitu metritis,
endometritis dan pyometra. Ketiga penyakit tersebut umumnya berasal
dari penyebab yang sama, terkadang saling memicu satu sama lain serta
membutuhkan penanganan yang sama (Laven, 2013).
Metritis adalah peradangan yang terjadi pada sejumlah lapisan uterus
yang biasanya mencakup selaput lendir pada lapisan dinding uterus
(endometrium) hingga lapisan otot polos pada dinding uterus
(miometrium). Perbedaan metritis dengan endometritis adalah bahwa
endometritis hanya melibatkan endometrium, namun seringkali penamaan
metritis merujuk pada kedua kondisi tersebut (metritis dan endometritis)
(Manspeaker, 1996). Metritis klinis dapat dideteksi dengan palpasi rektal,
yakni terjadinya peningkatan ukuran dan ketebalan dinding uterus,
sedangkan melalui ultrasonografi akan ditemukan dinding uterus menebal
dan badan uterus membuncit serta sejumlah sejumlah besar cairan
anechoic hadir dalam lumen bersama dengan partikel echogenic.
3. Endometritis
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa endometritis
merupakan peradangan pada endometrium. Gejalanya ditandai dengan
leleran berwarna jernih keputihan sampai purulen (kekuningan) yang
berlebihan. Dengan palpasi rektal, dapat diketahui kondisi uterus
mengalami peningkatan ukuran sebab tertimbun cairan ditemukan adanya
involusi uterus yang terasa seperti adonan (doughy feel). Pada lumen
ditemukan cairan anechoic dengan jumlah sedang hingga besar bersama
dengan partikel echogenic yang tampak seperti "bersalju". Dinding uterus
menebal.
Pyometra merupakan bentuk khusus dari endometritis kronis,
ditandai dengan pengumpulan eksudat purulen (nanah) dalam lumen
uterus, serviks tidak berdilatasi sehingga leleran nanah tidak keluar.
Menurut Sayuti dkk (2012) uterus berada di bawah pengaruh hormon
progesteron yang menekan aktivitas fagositosis oleh sel-sel leukosit,
sehingga serviks tertutup dan membuat nanah berakumulasi dan
terhambat pengeluarannya. Cairan nanah yang mengisi penuh uterus
dapat ditemukan dengan palpasi rektal, namun seringkali membingungkan
palpator untuk dibedakan dengan kebuntingan (diagnosa positif palsu).
Perbedaan pyometra dengan kebuntingan normal adalah bahwa pada
pyometra dinding uterus lebih tebal, kenyal dan tidak memiliki tonisitas.
Selain itu, nanah biasanya lebih kental dibandingkan vesikel amnion dan
sering dapat dipindahkan dari satu tanduk yang lain, tidak ada fetus teraba,
fremitus tidak teraba serta ukuran kornua uteri tidak meningkat seiring
waktu seperti yang terjadi pada kebuntingan. Temuan pyometra dengan
ultrasonografi ditandai oleh citra uterus membuncit dengan dinding
menebal. Cairan kental yang terkandung dalam lumen menyebar, partikel
echogenic mengambang di dalamnya.
4. Servisitis dan Vaginitis
Kedua gangguan reproduksi ini biasanya merupakan dampak lebih
lanjut dari penyakit-penyakit kompleks metritis atau juga dapat disebabkan
oleh tindakan penanganan gangguan reproduksi yang tidak tepat seperti
efek samping dari fetotomi. Penamaan servisitis dipakai jika peradangan
terjadi pada serviks sedangkan vaginitis untuk peradangan pada vagina.
Tanda-tanda servisitis dan vaginitis keduanya sama mulai dari leleran
lendir keruh dan hyperemia mukosa (mukosa kemerahan) sampai nekrosis
mukosa (kematian jaringan mukosa) disertai pengejanan terus-menerus
hingga terjadinya septicemia (multiplikasi bakteri dalam darah) (Affandhy
dkk., 2007). Baik melalui metode palpasi rektal maupun ultrasonografi,
temuan servisitis dan vaginitis akan menunjukkan hasil yang sama dengan
temuan pada penyakit penyakit kompleks metritis, sehingga sangat penting
untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut melalui metode vaginoskopi
untuk diagnosis positif kedua penyakit tersebut.
5. Kelainan Kebuntingan
Keberhasilan suatu individu baru tergantung pada ada tidaknya
gangguan atau kelainan selama masa kebuntingan. Kelainan-kelainan atau
gangguan dapat saja terjadi mulai dari fertilisasi sampai menjelang
kelahiran. Gangguan atau penyakit pada masa kebuntingan dapat terjadi
pada masa embrio (disebut kematian embrio dini), pada masa fetus
(menyebabkan Abortus, Mummifikasi fetus, Maserasi fetus dll) atau
menyebabkan kelainan perkembangan fetus. Kematian embrio dini pada
hewan Sapi umumnya terjadi pada usia kebuntingan 8-6 hari, Domba 9-15
hari, Babi 8-16 hari dan Kuda 30-36 hari.
Gejalanya yang nampak adalah kawin berulang atau siklus estrus
yang panjang. Penyebabnya adalah
1) Genetik: inbreeding, kelainan kromosom,
2) Laktasi: produksi susu tinggi,
3) Kualitas semen yang jelek,
4) Infeksi,
5) Lingkungan dan pakan,
Kelainan perkembangan umumnya terjadi terjadi pada masa/ periode
tertentu, misalnya pada;
a). Periode ovum : (0 - 14 hari kebuntingan)
1) Sangat mudah dipengaruhi faktor 2 yang merugikan
2) Mutasi genetik
b) Periode embrio (14 - 35 hari kebuntingan), merupakan periode kritis
karena;
1) Merupakan periode pertumbuhan dan differensiasi organ yang
dikontrol oleh beberapa gen
2) Jika salah satu reaksi biokimia gagal/ tentunda menyebabkan
kelainan, dapat karena defect genetik, keturunan dan mutasi
3) Akibat teratogen/ virus yang akan merusak perkembangan
jaringan
c) Periode Fetal : Palate, cerebellum, urogenetal
Gangguan atau penyakit selama kebuntingan yang paling sering
menyerang ternak dapat berupa;
a. Abortus
Abortus adalah pengeluaran fetus sebelum akhir kebuntingan dimana
fetus belum sanggup hidup.
Penyebab: infeksi: (bakterial, viral, protozoa, jamur) dan non infeksi:
kimia, obat, keracunan, hormonal, nutrisi
Faktor penyebab abortus dapat menentukan derajat kerusakan
plasenta, endometrium, frekuensi retensi plasenta dan sterilitas post
abortus
1) Abortus Karena Infeksi Bakterial
a) Brucellosis
 Brucellosis pada sapi (Contagious abortion, Bang ‘s disease)
Penyebab: B. abortus. Pada kambing dan domba disebabkan karena
B. melitensis. B.abortus berbentuk batang kecil, gram negatif, tumbuh
di dalam sel. Sifatnya: zoonosis pada manusia karena dapat
menimbulkan demam undulan jika minum air susu dan sapi yang sakit
atau tercemar exudat vagina. Dapat menular ke hewan lain seperti
domba, babi, kambing, anjing dan kuda. Mikroorganisme (m.o)
mudah mati karena desinfektan, sinar, pasteurisasi dan pengeringan,
tetapi dapat survive sampai beberapa bulan pada lingkungan basah
dan dingin. Pada hewan jantan m.o ditemukan di testis, epididimis,
vas deferent dan kelenjar testikularis.
Penularan: lewat exudat alat kelamin, selaput lendir mata, makanan
& air yang tercemar, lB dan semen terinfeksi.
Gejala: Umumnya menyebabkan abortus, terjadi pada usia
kebuntingan 6-9 bulan. Kejadian abortus tergantung berat ringannya
infeksi, virulensi mo dan daya tahan induk. Pada selaput fetus yang
diabortuskan terjadi perubahan patologis seperti oedema, haemorhagi,
nekrotik, dan adanya exudat kental. Biasanya disertai retensi plasenta,
metritis dan keluar kotoran dan vagina sehingga menyebabkan
infertilitas. Hewan yang sakit dapat sembuh setelah mengalami
abortus 2-3 x tanpa reinfeksi. Pada hewan yang tertular, pedet yang
dilahirkan mungkin dapat hidup tetapi kondisinya lemah/ prematur
kemudian mati beberapa jam kemudian. Pada fetus yang mati akan
terlihat autolisis, udema dan haemoraghi
Penanggulangan dan pencegahan. Pencegahan dengan sanitasi dan
kebersihan harus terpelihara; melakukan vaksinasi dengan strain 19
atau RB 51 pada usia 3 - 7 bulan (pada sapi dara), kekebalan pada sapi
yang divaksinasi akan berlangsung sampai kebuntingan ke 5;
Pemberian antiseptik & antibiotika pada hewan yang sakit;
Penyingkiran reaktor; Sapi yang tertular dijual, dipotong atau
diisolasi; Fetus & plasenta yang digugurkan dibakar atau dikubur;
Hewan yang baru datang diperiksa, diuji, dan dikarantina selama 4
mg.
 Brucellosis pada kambing. Penyebab: Bruceila inelitensis. Cara
penularan: lewat ingesti. Gejala mirip dengan gejala pada sapi.
Abortus terjadi pada usia kebuntingan 4 bulan, dapat menyebabkan
arthritis dan orchitis. Diagnosa, isolasi bakteri dan air susu, fetus yang
diabortuskan, atau dengan tes aglutinasi. Pencegahan dan
pengendalian, hewan yang sakit dipotong atau dikeluarkan dari
kelompok, atau vaksinasi dengan Rev.I stain.
 Brucellosis pada kuda . Penyebab: Brucelia abortus or B. suis. Dapat
menyebabkan suppurative bursitis atau dikenal sebagai fitulaous
wither or poll evil. Kadang-kadang menyebabkan abortus.
 Brucellosis pada babi. Gejala klinisnya bervariasi tetapi hampir sama
dengan pada sapi dan kambing. Penyebab: Brucelia suis. Cara
penularan lewat ingesti, pakan tercemar, perkawinan dengan pejantan
terinfeksi, Gejala: bakterimia.
2) Abortus Karena Protozoa
a) Trikomoniasis adalah penyakit kelamin menular pada sapi yang
ditandai dengan penurunan kesuburan, abortus dini dan pyometra.
Penyebab. Tritrichornonas fetus, sudah menyebar keseluruh dunia.
Gejala pada hewan yang bunting dapat menyebabkan abortus pada
tri semester pertama atau pada usia 4 bulan kebuntingan (muda).
Yang spesifik adalah: 1.meningkatnya kasus kemajiran, 2.s/c yang
tinggi (5 x Iebih), 3.angka kebuntingan rendah, 4 adanya leleran
mucopurulent yang profuse dari vulva, 5. abortus dini dan 6.
pyometra.
Penularan. Lewat perkawinan alam atau lB
Pengendalian. Lakukan lB dengan pejantan yang sehat, istirahat
kelamin, betina yang abortus diberi antibiotik intra-uterin, betina
yang pyometra diberi estrogen/ PGF2 alfa, pejantan yang sakit
kronis dieliminasi, pejantan yang sakit ringan diberi salep
bovoflavin/ metronidazol 50 mg/kg berat badan peroral setiap hari
selama 5 hari atau intravena dosis tunggal memberikan hasil yang
cukup baik.
b) Toxoplasmosis
Dapat mengganggu reproduksi hewan betina Penyebab.
Toxoplasma gondii, sifatnya zoonosis karena dapat menyerang
manusia.
Gejala. Secara umum menyebabkan deman, gangguan nafas dan
syaraf. Pada hewan yang bunting dapat menyebabkan abortus,
premature atau fetus lahir dalam kondisi lemah. Kejadian abortus
biasanya terjadi pada usia kebuntingan 4-6 bulan. Penularan.
Lewat kucing sebagai induk semang devinitif atau secara oral lewat
daging, makanan dan minuman yang tercemar ookista.
Pencegahan. Hindari dari pencemaran ookista.
3) Abortus Karena Viral
a) IBR-IPV
Infectious bovine rhinotraechitis dan infectious pustular vulvo-
vaginitis (IBRWV) adalah penyebab abortus yang umum pada sapi.
Penyebab adalah bovine herves virus (BHV-l), menyebabkan
penyakit respiratorik akut pada sapi dengan gejala konjunctivitis,
juga menyebabkan penyakit pada organ kelamin jantan atau betina.
Penyakit pada sistim genital ini disebut IPV, dapat menyebabkan
kematian prenatal & neonatal yang cukup tinggi.
Penularan sangat cepat, dapat melalui air, makanan, kontak
langsung/ tidak langsung dengan masa inkubasi: 72 Jam.
Gejala ada beberapa bentuk gejata klinis misalnya;
 bentuk respiratorik bagian atas,
 bentuk konjunktival,
 bentuk digestif,
 bentuk meningo-encepalitis,
 bentuk vulva vagina,
 bentuk preputial,
 bentuk abortus dan prenatal,
 bentuk intra-uterine.
Pengendalian dan pengobatan. Vaksinasi : Kombinasi (1BR. IPV
dan BVD- MD), hewan bunting tidak boleh divaksin. Vaksinasi
pada umur 6-8 bulan kekebalan dicapai sampai 3 tahun lebih.
Hewan yang sakit diisolasi, istirahat kelamin selama 3- 4 mg, diberi
antibiotik.
b) BVD - M.D
Bovine virus diarrhe mucosal disease, umumnya menyerang sapi
dan rnenyebabkan infertilitas. Pada sapi bunting yang terinfeksi
dapat menyebabkan abortus. Abortus dapat terjadi pada usia
kebuntingan 2- 9 bulan dan sangat menular.
Penularan, lewat oral atau parental, urin, feses.
Gejala. Demam tinggi, depresi, anoreksia dan diare, serta produksi
susu turun, ada lesi pada mukosa mulut dan pada sistem
pencernaan serta repeat breeder. Penanggulangan dan
pengobatan : Vaksinasi umur 9-10 bln, hewan sakit diberi
antibiotik
4) Abortus Karena Jamur
Penyebab utama abortus karena jamur adalah Aspergillus
fumigatus (60-80 %), sisanya adalah jenis Mucorales. Aspergilius
terdapat dimana-mana dan bersifat saprofit.
Penyebab : A. fumigatus, Mucorales
Penularan : Inhalasi atau ingesti
Gejala - Abortus 5 - 7 bln, Fetus biasanya mati dan mengalami
autolisis, jika fetus hidup maka kondisinya lemah
Ada perubahan membran fetus seperti; Korion tebal, bengkak dan
nekrotik, Adanya lesi pada plasentom, dan Karunkula induk dan
kotiledon fetal sangat besar, bengkak, nekrotik
Diagnosa : Isolasi jamur dari plasenta fetus yang diabortuskan
Pencegahan : Hindari pakan berjamur (disimpan terlalu lama)
5) Abortus Karena Non Infeksi
Karena keracunan; Nitrat yang berasal dan tanaman, Naftalen ber
chlor & arsen, Daun cemara
Akibat pemberian atau kekurangan; Estrogen, Glukokortikoid &
Hydrokortison , Defisiensi progesteron, Def Nutnsi (Vit. A, iodin,
selenium), Benturan fisik
b. Maserasi fetus
Macerasi Fetus adalah suatu kondisi hewan bunting yang mengalami
gangguan/ infeksi sehingga fetusnya mati, hancur, cairannya diserap,
yang tinggal hanya tulang belulang.
Penyebab. Trichomonas fetus (sapi), bakteri dan jamur. Kejadiannya
setiap periode kebuntingan.
Gejala: Dengan perrektal teraba adanya tulang belulang dalam uterus
Sering merejan, keluar exudat busuk, produksi susu turun
c. Mummifikasi fetus
Mummifikasi Fetus adalah suatu kondisi hewan bunting yang
mengalami gangguan sehingga fetusnya mati tanpa pencemaran
mikroorganisme, tidak diabortuskan, fetus mengalami autolisis, terjadi
penyerapan oleh uterus dan akhirnya mengeras seperti batu. Biasanya
terjadi pada umur kebuntingan 3 - 8 bulan, yang paling sering umur 4,
5, 6 bulan.
Penyebab. Kematian fetus karena non infeksi, misal karena; Genetic,
pelilitan atau penyempitan tali pusat dan torsi uteri.
Gejala. Dengan per-rektal teraba fetus yang mengeras seperti batu,
adanya CLP, tidak ada perkembangan fetus dan anestrus, anoreksia,
sulit defekasi serta sering merejan. Ada 2 tipe mummifikasi yaitu
hematic (pada sapi), fetus nampak coklat kemerahan dan lengket dan
papyraceous (berminyak, kuda, anjing, kucing dan babi) fetus yang
mati terbungkus oleh selubung yang mengkilat seperti minyak.
Terapi. Pada sapi dan kuda: injeksi 50 - 80 mg stilbestrol atau PGF2
alfa. Fetus akan keluar dalam waktu 32 - 72 jam kemudian.
d. Kebuntingan di luar kandungan
Kebuntingan di Luar Kandungan adalah kebuntingan diluar uterus
atau extra uterine pragnancy ditandai dengan adanya perkembangan
embrio diluar rongga uterus. Penyebab: Adanya gangguan anatomi /
fungsi fisiologik (terutama oviduk/uterus) Macamnya :
1) Graviditas ovarika : embrio berkembang dalam tenunan ovarium
2) Graviditas tubana :embrio berkembang dan mengalami inpiantasi
di dalam oviduk
3) Graviditas abdominalis : kebutuntingan di rongga perut dan fetus
mati
4) Graviditas vaginalis : fetus berkembang dalam rongga vagina
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Idalisa, S.Si., M.Pd. (2021). Modul Perkembangan Hewan.


Gofur, A., Handayani, N. Lestari, U., Tenzer, A., 2017. Perkembangan Embrio
Vertebrata.
Jurusan Biologi. FMIPA. Universitas Negeri Malang. Diakses dari :
https://pdfcoffee.com/perkembangan-hewan-22-pdf-free.html
Power point villee, Claude A. 1988. Zoologi Umum. Jakarta: Erlangga.
https://id.scribd.com/document/327987823/Makalah-Perkembangan-Embrio-
Mamalia-Ariadna
Partodihahardjo, S., 1992. Ilmu Reproduksi hewan.
Sudarwati, Sri.dkk. 1990. Dasar-Dasar Struktur dan Perkembangan Hewan. Bandung:
Penerbit ITB.
Yatim, W. 1982. Reproduksi dan Embriologi. Bandung. Tarsito.

Anda mungkin juga menyukai