Anda di halaman 1dari 23

BAB III

FILUM PORIFERA

3.1 Pengertian
Porifera (latin: porus = membawa, tubuhnya
berpori, simetri radial, tersusun atas sel-sel yang bekerja
secara mandiri). Belim ada kordinasi antar sel yang satu
dengan sel-sel yang lainnya. Fase dewasa bersifat sesil
(memetap pada suatu menetap tanpa mengadakan
perpindahan dan berkoloni).
Habitat umumnya air laut dan ada yang air tawar
(family spongilidae). Bentuk tubuh: kipas, jambangan
bunga, batang globular, genta, teropet dan lain-lain.
Warna tubuh: kelabu, kuning, merah, biru, hitam,
putih, keruh, cokelat, jingga (sering berubah tergantung
tempat sinar). Mempunyai rongga sentral (spongocoel).
Porifera merupakan hewan multiseluler yang paling
sederhana. Porifera sudah terdapat pembagian tugas
kehidupan (diferensasi). Hal ini mencirikan organism
tersebut mempunyai tingkat lebbih tinggi dari filum
protozoa. Porifera hidup secara heterotrof. Makanannya
adalah bakteri dan plankton. Makanan yang masuk dalam
bentuk cairan sehingga porifera disebut juga sebagai
pemakan cairan (Rusyana 2011 hal 17).
3.2 Struktur Tubuh Porifera
Tubuhnya dipliblastik, tersusun atas:
a. Lapisan luar (epidermis = epithelium dermal) terdiri
pinakosit = pinako = dermal (berbentuk sel-sel
polygonal yang merapat).
b. Lapisan dalam terdiri atas jajaran sel berleher
(koanosit). Sel koanosit berfungsi sebagai organ
respirasi dan mengatur pergerakan air. Di antara
lapisan luar dan lapisan dalam terdapat mesophyl
(mesglea) didalam mesglea terdapat organel-organel:
1) Gelatin protein matrik
2) Amubasit (sifatnya mengembara). Sel amubasit
berfungsi untuk transportasi O2 dan zat-zat makanan,
ekskresi dan penghasil gelatin.
3) Arkeosit merupakan sel amubasit yang tumpul dan
dapat membentuk sel-sel reproduksit.
4) Porosity/miosit terletak di sekitar pori dan
berfungsi untuk mebuka dan menutup pori.
5) Skleroblast berfungsi membentuk spikula.
6) Spikula merupakan unsur pembentuk tubuh.
(Rusyana 2011).

Gambar 7. Struktur tubuh porifera


(tipe akson)(Barnes, 1994).
3.3 Fisiologi
a. Sistem Pencernaan Makanan Protozoa
Porifera bersifat holozoik dan sporozoik. Partikel-
partikel makanan menempel pada kolar. Pada saat itu
mikrovili-mikrovili koanosit brtindak sebagai filter
makanan dengan bantuan enzim-enzim pencernaan
(karbohidrase, protease dan lipase). Vakuola tadi
kemudian mengadakan gerakan siklosis (didalam
rangka mengedarkan sari-sari makanan didalam sel
koanosit itu sendiri). Setelah itu zat-zat makanan
diedarkan ke sel-sel tubuh secara difusi dan osmosis
oleh amoebasit (Rusyana, 2011).
Mikanisme digesti, distribusi, ingesti nutrient
adalah sebagai berikut: bila aliran yang membawa
partikel-partikel makanan itu melewati ruangan yang
bersifat koanosit, maka disitu terjadi proses
penyaringan dimana mikrovili-mikrovili sel leher akan
bertindak sebagai filter terhadap material yang
terbawa oleh arus aliran air. Selanjutnya partikel-
partikel makanan yang di maksud akan ditangkap oleh
sel koanosit untuk dimasukkan kedalam daerah
intervalnya yaitu vakuola makanan. Didalam vakuola
makanan partikel tersebut akan dikerjakan oleh enzim
karbohidrase, protease dan lipase. Semula suasana
dalam vakuola makanan bersifat asam tetapi bila
proses pencernaan telah berlangsung akan berubah
menjadi basa. Sambil mencernakan partikel makanan,
vakuola makanan akan mengadakan siklosis dalam
rangka mengedarkan sari-sari makanan didalam sel
koanosit itu sendiri. Selanjutnya partikel makanan
tersebut dari sel koanosit dipindahkan ke sel-sel
amoebosit yang berpangkatan di dekat sel leher. Oleh
sel-sel amoebosit partikel-partikel makanan akan
diedarkan keseluruh penjuru tubuh.
Partikel makanan yang belum mengalami proses
pencernaan secara tuntas ketika masih di dalam
vakuola sel leher, didalam sel amoebasit ini proses
pencernaan akan di selesaikan. Dengan begitu proses
pencernaan partikel makanan itu dapat berlangsung
secara intracellular. Proses pengedaran sari-sari
makanan itu dapat berlangsung scara difusi ataupun
osmosis dari sel ke sel lainnya (Jasin, 1992).
b. Sistem Pernapasan
Alat pernafasan terdiri atas sel-sel pinakosit
(bagian luar), dan koanosit (bagian dalam). Oksigen
yang telah ditangkap oleh kedua sel tersebut diedarkan
keseluruh tubuh oleh sel-sel amubosit (Rusyana,
2011).
Porifera tidak mempunyai alat atau organ
pernafasan khusus, walaupun demikian mereka dalam
hal pernafasan bersifat aerobik. Dalam hal ini yang
bertugas menangkap oksigen sel-sel epidermis (sel-sel
pinakosit), sedangkan pada jajaran dalam yang
bertugas adalah sel-sel koanosit. Selanjutnya oksigen
yang telah ditangkap oleh kedua jenis sel tersebut
diedarkan keseluruh bagian tubuh oleh sel-sel
amubosit. Berhubung porifera bersifat sesil artinya
tidak mengadakan perpindahan tempat sedangkan
hidupnya sepenuhnya tergantung akan kaya tidaknya
kandungan material (oksigen partikel makanan) dan
air yang merupakan medianya (Jasin, 1992).
c. Sistem Ekskresi
Pembungan sisa-sisa metabolism atau sampah
tubuh, hewan spons juga belum mempunyai alat
khusus. Dalam penelitian, ternyata zat-zat sampah
yang berupa butir-butir itu dikeluarkan dari
lingkungan internal tubuhnya oleh amoebosit.
Kemudian keluar bersama aliran air melewati oskulum
(Kastawi, 2005).
d. Sistem Respirasi
Spons tidak mempunyai alat atau organ
pernafasan khusus, kendati demikian mereka dalam
hal respirasi bersifat aerobic. Dalam hal ini yang
bertugas menangkap / mendifusikan oksigen yang
terlarut di dalam air medianya bila dijajrkan luar
adalah sel-sel epidermis (sel-sel pinakosit) sedangkan
pada jajaran dalam yang bertugas adalah sel-sel leher
(koanosit) selanjutnya oksigen yang telah berdifusi
kedalam kedua jenissel tersebut diedarkan keseluruh
tubuh oleh amoebosit (Kastawi 2005).
e. Sistem Gerak
Gerak pada porifera hamper tidak ada atau tidak
terlihat. Hewan dewasa hidup sebagai koloni yang
sesil atau menempati suatu substrat. Gerak aktif hanya
dilakukan pada saat masih larva (amphiblastula),
sedikit gerak pengkerutan tubuhnya karena bagian tepi
pinakosit yang dikontraksikan. Rangka sebagai
penyangga tubuh porifera berupa kristal-kristal kecil
seperti duri dan bintang (spikula-spikula) atau berupa
anyaman serabut-serabut fiber dari bahan protein /
sponging. Kerangka tubuh seperti ini dapat disebut
sebagai kerangka dalam atau endoskeleton (Jasin,
1992).

Gambar 8. Perkembangan Porifera (Barnes, 1994)


Kalau ditinjau dari bahan pembentuk
kerangkanya, maka porifera dapat dikelompokkan
menjadi tiga golongan:
1) Porifera lunak
Porifera jenis ini kerangka tubuhnya tersusun dari
bahan sponging (organis). Porifera jenis ini biasnya
bila telah mati tubuhnya dapat digunakan sebagai alat
penggosok tubuh pada waktu mandi, penggosok alat-
alat rumah tangga, misalnya meubelair dan lain-
lainnya, benda semacam ini biasanya disebut sponsa.
2) Porifera kapur
Porifera ini kerangka tubuhnya terbuat dari bahan
Kristal zat kapur atau CaCO3
3) Porifera silikat
Porifera jenis ini kerangka tubuhnya terbuat dari
Kristal silikat H2SI3O7. Kristal-kristal yang
membentuk seperti duri, bintang, mata kail, jangkar
dan lain-lain yang biasa disebut specula itu merupakan
hasil pembentukan atau sekresi dari sel-sel scleroblast.
Sedangkan sponging merupakan sekresi dari sel-sel
spongioblast, baik scleroblast maupun spongioblast
merupakan sel-sel khusus dari mesenchyme
(Maskoeri, 1992).
Menurut Minchin scleroblast yang merupakan
bentuk khusus dari sel dermal ephitelium. Yang
termasuk kedalam sesoglea dan membentuk spikula
dengan cara bersekresi spikula. Spikula yang bersifat
monakson (specula bersumbu satu) dubentuk oleh
sebuah sel scleroblast. Didalam sel sclereoblast
tersebut mula-mula terjadi seutas benang yang terbuat
dari benang organic, kemudian di sekitar benang itu
lah yang menjadi spikula. Setelah spikula terbantuk
maka sel sclereoblast lalu membelah diri menjadi dua.
Tangan satu di sebelah sel pembentuk atau founder
sedangkan yang lain disebut sel penabal atuthicknner.
Bila spikula telah terbentuk sempurna maka sel
sclereoblast akan meninggalkan spikula. Tetapi
spikula-spikula yang bersifat triakson, dibentuk oleh
tiga sel sclereoblast. Bila spikula-spikula tersebut telah
selesai terbentuk, selanjutnya akan bertemu atau
bergandengan satu dengan yang lain di ujung-ujung
cuatannya (Maskoeri 1984).
f. Sistem Reproduksi
Porifera ada yang bersifat monosious
(hemofrodit) dan ada juga yang bersifat sisious.
Perkembangan dilakukan secara seksual dan non
seksual:

1) Perkembangan seksual
Perkembangbiakan secara seksual belum
dilakukan dengan alat kelamin khusus, baik ovum
maupun spermatozoid berkembang dari sel-sel
amubasit khusus yang disebut arkeosit. Ovum yang
belum atau yang telah dibuahi oleh spermatozoid tetap
tinggal didalam tubuh induknya (masglea). Setelah
terjadi pembuahan, maka zigot akan mengadakan
pembuahan berulang kali, akhirnya terbentuk larva
berambut getar yang disebut amphiblastula dan
amphiblastula tiba dilingkungan eksternal dengan
rambut getarnya kemudian dia akan berenang-renang
mencari lingkungan yang bias menjamin
kelangsungan hidupnya (kaya dengan oksigen dan zat-
zat makanan).
Larva ini kemudian akan berubah menjadi
pharencymula. Bila telah menemukan tempat yang
sesuai, maka ia akan melatakkan diri pada suatu objek
tertentu dan selanjutnya tumbuh menjadi porifera
baru.

2) Perkembangbiakan non seksual


Perkembangan non seksual dilakukan dengan
cara:
1) Membentuk tunas atau kuncup ke arah luar yang
kemudian memisahkan diri dari induknya dan hidup
sebagai individu baru.
2) Dengan membentuk kuncup ke arah dalam (gemul
= butir benih). Cara ini terjadi sebagai penyesuaian
diri terhadap lingkungan yang kurang
menguntungkan. Gemul dibentuk dari sel arkeosit,
dikelilingi oleh dinding tebal dari kitin dan diperkuat
oleh spikula, serta dilengkapi oleh zat-zat makanan.
Cara reproduksi demikian umumnya ditemukan pada
porifera yang hidup di air tawar.
f. Sistem Saluran Air
Sistem saluran air dimulai dari pori dan diakhiri
pada lubang keluar utama yang disebut osculum.
Sebelum air dikeluarkan melalui osculum, air yang
keluar dari segala jurusan tubuh itu lebih dahulu
ditampung didalam rongga sentral (spongocoel).

1) Fungsi saluran ini adalah:


Sebagai saranan dalam penyelenggaraan
pertukaran zat partikel-partikel makanan O2, CO2
dan zat-zat sisa metabolisme dari daerah eksternal
ke daerah internal dan sebaliknya.
Sebagai sarana dalam pengeluaran benda
benda produktif dan penyebaran generasi. Sehubungan
dengan saluran air ini, porifera ukuran sedang
(10 cm) seharinya tidak kurang dari 2640 m3 air
keluar masuk melalui tubuhnya. Pada leuconia
(leucondra), bertipe leucon dengan tinggi 10 cm,
diameter 1 cm, dengan jumlah flagel 2,250.000,
ternyata dapat memompa air sebanyak 22,5 liter/hari,
dengan kecepatan air osculum sebesar 85 cm/detik
(Rusyana, 2011).
Koloni hewan spon yang menempel pada suatu
subtrat bila dipandang begitu saja nampak
memperlihatkan gejala seperti benda mati dalam arti
diam tanpa mengadakan aktivitas. Tetapi bila diamati
secara seksama, didalam tubuhnya terjadi kesibukan
yang luar biasa dimana flagella dari sel-sel lehernya
giat mengadakan gerak penyapuan untuk
menimbulkan aliran air, aliran dimana mempunyai arti
yang sangat vital di kehidupannya. Di samping gerak
flagel, porosity juga sangat menentukan percepatan
atau perlambatan aliran air dalam rongga berflagel
(Kastawi, 2005).
Berdasarkan tempat proses terjadinya
pengambilan zat-zat makanan atau sistem saluran air,
porifera dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Akson
Merupakan tipe yang paling sederhana. Proses
pengambilan zat-zat makanan terjadi didalam
spongocoel.
2. Sykon
Proses pengambilan makanan terjadi dalam
rongga berflagel.
3. Rhagon
Proses pengambilan zat-zat makanan terjadi di
kamar (ruang) kecil yang berflagel yang terdapat di
bagian tengah saluran. Flagel tersebut berasal dari
koanosit-koanosit yang melapisi dinding kamar / luar
tersebut.
Gambar 9. Tipe Akson, Syicon dan Rhagon
(Barnes, 1994).

Dalam tipe akson yang terbentuk jambangan


bunga yang merupakan tipe yang paling sederhana dapat
kita lihat suatu rongga sentral yang disebut spongocoel
atau para gaster. Ujung atas dari jambangan terdapat
lubang besar disebut osculum. Pada dinding tubuh hewan
ini terdapat lubang-lubang kecil yang disebut prosofil
atau pori yang disebut ositum. Lubang itu merupakan
pintu masuk aliran air yang menuju kedalam rongga
paragasites. Dinding itu tersusun atas dua lapis, yaitu:
1) Lapis luar yang disebut lapisan epidermis atau
epithelium dermal. Tetapi menurut Lamberfels sel-sel
itu bukan sel-sel epithelium sebenarnya dan sering
disebut pinakosit dan kadang-kadang mempunyai satu
flagellium.
2) Lapis dalam yang terdiri atas jaringan sel-sel
berleher yang disebut choanocyt yang berbentuk botol
yang memiliki flagellium. Di antara kedua lapisan itu
terdapat antara yang berubah gelatin. Didalam zat-zat
antara itu terdapat:
a. Amoebacyte yang berfungsi mengedarkan zat-
zat makanan ke sel lainnya dan menghasilkan
gelatin.
b. Porocyte (sel pori) atau myocit yang terletak di
sekitar pori, yang berfungsi membuka dan
manutup pori disebut myocit.
c. Scleroblast yang berfungsi membantu spikula
(kerangka tubuh).
d. Archeocyt merupakan sel amoebacit embrional
yang tumpul dan dapat membentuk sel-sel lainnya
misalnya sel-sel reproduktif.
e. Spicula yang merupakan unsure pembentuk
tubuh. Berhubungan dinding tubuh porifera hanya
terdiri dari dua lapis, yaitu lapis luar (ectodermal)
dan lapis dalam (endodermal). Maka ditinjau dari
sudut sejarah embrionalnya porifera termasuk
diploblastic (Maskoeri, 1992).
Dalam tubuh porifera ditemukan sistem
saluran air yang dimulai pori-pori atau porosotil
diakhiri pada lubang keluar utama yang disebut
osculum, maka air yang dari segala jurusan tubuh itu
lebih dahulu ditampung didalam rongga sentral atau
spongocoel. Pola saluran air dari berbagai jenis
porifera itu tidak sama, namun mempunyai fungsi
pokok yang sama yaitu untuk mengalirkan air dari
daerah eksternal kedalam daerah internal dan
dikeluarkan kembali ke arah eksternal. Aliran air
tersebut berfungsi sebagai alat transportasi zat
makanan dan zat-zat sisa metabolisme.
3.4 Klasifikasi
Filum porifera terdiri dari 4 kelas, yaitu: Calcarea,
Hexatinellida, Demospongiae dan Sclerospongiae.
1. Kelas Calcerae
Spikula kapur, manaxon, triakson atau tentrakson:
permukaan tubuh berbulu, warna suram, tinggi kurang
dari 15 cm. Kelas calcerae ini terdiri 2 ordo, yaitu:
a. Ordo Arconosa
Type Arconoid: dinding tubuh tipis, contohnya
Leucosolenia.
b. Ordo Syconosa
Type syconoid atau leuconoid: dinding tubuh
tebal. Contohnya Scypha.
Habitat kelas ini hidup di laut, pantai dangkal, bentuk
tubuhnya sederhana, kerangka tubuh tersusun atas CaCo3.
2. Kelas Hexactinellida (Hyalospongiae)
Spons kaca, spikula silikat, hexactinal, beberapa
bersambungan seperti pagar, beberapa terjalin seperti
kaca: tipe sykonoid; bentuk tubuh silindris, datar atau
bertangkai, tinggi 90 cm, di laut pada kedalaman 90 cm
sampai 5000 m.
Kelas Hexactinellida terdiri atas 2 ordo, yaitu:
a. Ordo Hexasterophora
Spikul kecil hexactinal; Euplectella aspergillum
(Venuuss flower basket).
b. Ordo Amphidiscophora
Spikul kecil dengan kait-kait pada kedua
ujungnya; Hyalonema.
3. Kelas Demospongiae
Porifera umumnya hidup di laut, tetapi ada
sementara jenis yang hidup di air tawar; kerangka
tubuhnya ada yang terbuat dari bahan silikat, ada juga
yang dari bahan sponging, ada juga yang campuran.
Kelas Demospongiae terdiri atas beberapa ordo,
yaitu:
a. Ordo Carnosa
Kerangka tubuhnya pada perinsionya atau
seluruhnya terbuat dari bahan organic yang terbentuk
seperti bubur atau klodial. Tetapi kadang-kadang
ditemukan spikula kecil.
b. Ordo Choristida
Pada prinsipnya kerangka tubuhnya tersusun atas
spikula-spikula yang berjajar 4 yang mencuat dari suatu
titik sentral.
c. Ordo Epipolastida
Merupakan porifera yang berbentuk sferikal,
spikulanya berbentuk monakson yang mencuat, menari
dari daerah sentral.
d. Ordo Haplosclarida
Spikul besar, biasanya tidak ada spikul kecil;
spons air tawar spongilah dan spons laut. Contohnya
spesies Heliclona.
e. Ordo Poecilosclerida
Spikul berukuran besar diikat oleh serat spons
seperti jala; cintohnya Microciona.
f. Ordo Hedromirena
Spikulanya berbentuk seperti pines; contohnya
Clivna.
g. Ordo Myxospongia
Tidak mempunyai spikul, bentuk tubuh
sederhana, tanpa kerangka. Contohnya Oscarela.
4. Kelas Sclerospongiae
Spons karang (Corraline sponges). Berbeda dari
spons kelas lainnya, spons kurang menghasilkan rangka
CaCO3 (aragonite) yang terjalin dengan serat-serat spons
hingga sepintas lalu mirip batu koral.
Spikula silikat, manaxon; jaringan yang hidup
berupa lapisan tipis yang menyelubungi rangka kapur,
dapat mencapai diameter 1 m, banyak ditemukan
didaerah terumbu karang pada continental slope di
jamaika, Caratoporella, Morila dan Stromatospongia
(Maskoeri, 1992).
3.5 Keunikan
Beberapa spons jenis laut seperti spons dari
berwarna orange, Axinella canabina, di perdagangkan
untuk menghias aquarium air laut; ada kalanya diekspor
ke Singapura dan Eropa. Jenis spons dari family
Clionidae mampu mengebor dan menembus batu karang
dan cangkang moluska yang berdasarkan di tepi pantai.
Ada pula spons yang tumbuh pada karang-karangan
tertentu dan mengganggu peternakan tiram (Maskoeri,
1992).
Tidak banyak hewan yang memakan spons karena
banyak spikulanya dan baunya tidak sedap. Musuh utama
spons laut ialah siput jenis Nudibrachia. Musuh spons air
tawar ialah larva serangga dari ordo Neuroptera. Spons
air tawar banyak kali mengotori jaringan apung,
mengganggu aliran air kedalam jaringan apung.
3.6 Manfaat Porifera
Di Indonesia porifera belum memiliki nilai
ekonomis, akan tetapi di Amerika telah terdapat pabrik
spons dari golongan Demospongia yang dapat
dimanfaatkan alat pembersih.
DAFTAR PUSTAKA

Jasin, Maskoeri. 1992. Zoology Invertebrata. Surabaya:


Sinar Wijaya.

Kastawi, Yusuf. 2005. Zoologi Avertebrata. Malang:


Universitas Negeri Malang.

Maskoeri, Jasin. 1984. Invertebrata dan Vertebrata.


Jakarta: Erlangga.

Rusyana Adun. 2011. Zoology Invertebrata (teori dan


praktik). Jakarta: ALFABETA.

Anda mungkin juga menyukai