Anda di halaman 1dari 27

MODUL I

SEJARAH, KONSEP, DAN PERANAN AGRIBISNIS

1.1. Pendahuluan
Saudara sekalian, anda tentu sudah pernah mendengar istilah agribisnis.
Istilah ini mula-mula dicetuskan oleh Davis dan Goldberg pada tahun 1957. Di Asia,
agribisnis mulai dikembangkan di Filipina pada tahun 1962 namun perkembangan
agribisnis secara pesat terjadi di Thailand. Di Indonesia, topik/isu agribisnis sudah
muncul di awal tahun 1970-an namun kemudian meghilang lalu menjadi populer
pada akhir tahun 1990-an.
Saudara sekalian, dalam kehidupan kita sehari-hari, kita selalu bersentuhan
dengan aktivitas agribisnis bahkan menjadi bagian dari aktivitas sistem agribisnis
baik di tingkat lokal, nasional bahkan internasional. Dalam perkembangan ekonomi
global, agribisnis juga memiliki andil yang penting dalam memenuhi kepuasan
konsumen dan produsen. Oleh karena itu, untuk lebih mengetahui agribisnis, maka
anda dapat mempelajari materi Modul I ini.
Saudara sekalian, materi dalam Modul I ini membicarakan tentang sejarah
singkat perkembangan agribisnis, pengertian dan subsistem agribisnis beserta ruang
lingkupnya, usahatani dalam konsep agribisnis, bentuk dan corak agribisnis serta
peranan dan prospek agribisnis/agroindustri. Manfaat mempelajari Modul I ini
adalah bahwa anda dapat menjelaskan sejarah singkat perkembangan agribisnis;
membedakan usahatani dan konsep agribisnis; mengidentifikasi bentuk dan corak
agribisnis serta menguraikan peranan dan prospek agribisnis/agroindustri.
Saudara sekalian, relevansi dari materi dalam Modul I ini adalah bahwa anda
dapat memiliki cara pandang baru terhadap pertanian (agribusiness is a new way to
look agriculture). Selanjutnya dengan mengetahui sejarah, konsep agribisnis dan
peranannya, khususnya di bidang peternakan, anda dapat didorong untuk menjadi
pelaku agribisnis yang dapat bergerak pada sektor hulu, budidaya maupun hilir serta
lembaga jasa penunujang. Hal ini karena pada prinsipnya agribisnis merupakan
kegiatan pertanian secara keseluruhan yang mencakup bidang pertanian tanaman
pangan dan perkebunan, peternakan, perikanan serta kehutanan. Pelaku agribisnis
dapat berpartisipasi pada bidang-bidang tersebut di atas dan bergerak pada berbagai
subsistem agribisnis sehingga dapat berperan dalam pembangunan ekonomi nasional.
Dengan demikian, agribisnis perlu didorong kemajuannya, baik oleh pemerintah,
swasta maupun generasi muda demi mensejahterakan kehidupan masyarakat.
Saudara sekalian, tujuan pembelajaran/kompetensi dari Modul I ini adalah
bahwa anda diharapkan dapat dengan tepat: 1) menjelaskan sejarah singkat
perkembangan agribisnis; 2) menguraikan sistem agribisnis beserta subsistemnya,
termasuk sistem agribisnis dalam bidang peternakan; 3) membedakan usahatani dan
konsep agribisnis; 4) mengidentifikasi bentuk dan corak agribisnis; 5) menguraikan
peranan dan prospek agribisnis/agroindustri dalam pembangunan ekonomi nasional.
Untuk memudahkan anda mempelajari isi Modul I ini serta mengetahui kaitan antara
materi-materinya, maka berikut ini dikemukakan urutan materi tersebut, yakni:
sejarah singkat perkembangan agribisnis; serta peranan dan prospek agribisnis/
agroindustri yang disajikan berikut ini.

1.2. Penyajian
1.2.1. Sejarah Perkembangan Agribisnis
Saudara sekalian, pada tahap awal, pembangunan ekonomi didominasi oleh
pertanian yang subsistem, dimana segala kebutuhan baik barang maupun jasa
diproduksi oleh keluarga petani sendiri. Sistem pertanian seperti ini memiliki ciri
sebagai berikut:
 Tiap unit adalah self-sufficient (menckup kebutuhan sendiri) dan ditandai
adanya autarky dimana tidak ada pertukaran bagi suatu barang dengan barang
lainnya (produk pertanian) serta tidak ada pasar.
 Produktifitas yang rendah.
Selanjutnya, dengan bertambahnya populasi penduduk, bertambahnya
kebutuhan serta adanya pembangunan ekonomi, maka kegiatan produksi pertanian
mengalami perubahan yang dapat dilihat melalui empat hal berikut:
a. Peningkatan divisi tenaga kerja, dimana terjadi migrasi terhadap aktivitas lain di
luar sektor pertanian seperti industri alat-alat pertanian.
b. Penggunaan lebih banyak modal untuk tujuan peningkatan prduktivitas.
c. Spesialisasi produksi.
d. Peningkatan integrasi pasar dari unit-unit produksi.
Pada tahap ini, sistem agribisnis pun mulai berkembang, yang dapat dilihat dari
adanya:
- Input-input pertanian yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan khusus.
- Industri pengolahan yang dibangun.
- Sistem perdagangan yang dikembangkan.
Selain itu, adanya peningkatan pendapatan konsumen menyebabkan meningkatnya
permintaan terhadap: 1) produk-produk pertanian, 2) komoditas pertanian olahan dan
3) jasa-jasa (service).

1.2.2. Pengertian dan Dua Konsep Agribisnis beserta Subsistemnya


1.2.2.1. Pengertian, Konsep dan Subsistem Agribisnis
Menurut Davis dan Goldberg (1957) sebagai pencetus istilah
agribisnis, pengertian agribisnis dinyatakan sebagai berikut: “Agribusiness is the sum
total of all operations involved in the manufacturing and distribution of farm
supplies, production activities on the farm; and the storage, processing and
distribution of farm commodities and items mode from them” (Drillon, 1971).
Menurut pengertian tersebut agribisnis adalah suatu kegiatan yang berkaitan dengan
pertanian secara keseluruhan secara yang mencakup kegiatan industri dan distribusi
input-input pertanian; kegiatan proses produksi pertanian itu sendiri, dan
penyimpanan, pengolahan serta distribusi komoditas pertanian dan beraneka produk
yang dihasilkannya.
Beierlein, Schneeberger, dan Osburn (1997) menyatakan bahwa berdasarkan
definisi tersebut maka agribisnis sebagai suatu sistem mencakup tiga subsistem,
yaitu;
a. subsistem sarana produksi pertanian
b. subsistem produksi pertanian
c. subsistem pengolahan hasil-hasil pertanian dan pemasaran.

Ketiga subsistem agribisnis tersebut masing-masingnya dapat diuraikan sebagai


berikut:
a. Subsistem Sarana Produksi
 Mencakup bagian terbesar dalam sistem agribisnis.
 Menyediakan sarana produksi pertanian bagi petani untuk menjalankan
usahanya.
 Umumnya dirasakan bahwa peningkatan kualitas input merupakan sustu
sumber utama peningkatan produktivitas dalam cakupan sistem secara luas
dan menyeluruh.
 Peningkatan biaya tenaga kerja menyababkan perusahaan agribisnis
membuat peralihan untuk menekan penggunaan tenaga kerja manusia.
Contoh: Perusahaan yang menghasilkan pupuk, obat-obatan, khususnya zat-
zat kimia (pestisida, herbisida) dan mesin-mesin pertanian menggunakan
sistem produksi yang lebih efisisen dengan memanfaatkan tenaga computer.
Adanya pemakaian produl-produk tersebut menyebabkan petani lebih
efisien dalam memakai input sehingga produksi pun dapat lebih besar,
sekaligus biaya produksinya pun dapat ditekan.
 Di teingkat distribusi, sektor sarana produksi pertanian umumnya terdiri dari
banyak pengusaha kecil, independen dan bersifat local. Tetapi di tingkat
produksi, misalnya dalam industri input tertentu (pupuk, pestisida dan
mesin-mesin) hanya beberapa perusahaan tertentu yang menangani hamper
keseluruhan sistem dari usaha tersebut.
 Kecenderungan untuk menggunakan input tertentu yang diharapkan dapat
berlanjut dan menjadi salah satu sumber daya untuk meningkatkan
produktifitas di masa depan bagi sistem agribisnis.
 Pertumbuhan yang efisien dari manajemen produksi berkaitan dengan
produksi input. Pada akhirnya peningkatan penjualan input yang telah
menunjukkan nilai ekonomi bagi pelaksanaan kegiatan uasha tani (petani).
b. Subsistem Produksi Pertanian
 Merupakan inti agribisnis.
 Untuk Republik Indonesia (RI), sektor ini melibatkan hamper 80 %
penduduk yang hidup di pedesaan, bermatapencaharian sebagai petani dan
hidupnya tergantung pada pertanian.
 Semakin meluas dan lebih spesifik, ada yang bersifat
individu/proprietorship, partnership, family farm dan corporation.
 Spesialisasi yang luas menyababkan efisiensi produksi bertambah besar dan
pada akhirnya meningkat yang menyebabkan terjadinya peningkatan akan
produktifitas pertanian.
 Pendapatan bersih dari usaha tani cenderung tidak stabil, terjadi karena
dipengaruhi dua factor, yaitu: 1) harga jual bahan mentah berbeda cukup
besar dengan harga produk yang telah mengalami pengolahan (nilai tambah
meningkat/adanya added value) baik di tingkat permintaan maupun
penawaran, dan 2) harga input berubah dari tahun ke tahun yang juga
berpengaruh terhadap harga komoditas.
 Sektor produksi menjadi pusat dari banyak perubahan dalam agribisnis.
Dengan demikian, petani/peternak dapat berproduksi secara lebih efisien
dengan spesialisasi dan dapat membeli sendiri inputnya serta membiarkan
pihak lain mengolah produknya. Namun, bagi petani atau peternak harus
dapat mengevaluasi kebutuhan konsumennya dan memperhatikan kekuatan
pasar guna melanjutkan prospernya (melanjutkan usahanya dengan penuh
kesuksesan).
c. Subsistem Pengolahan dan manufaktur
 Meliputi semua individu dan perusahaan yang mengolah bahan baku
komoditas pertanian (misalnya pengolahan singkong menjadi tapioka, atau
susu segar menjadi susu bubuk atau susu cair yang dipasteurisasikan),
industri produk pangan (merubah tepung terigu, telur, mentega, dll., menjadi
roti), dan distribusi serta pedangan pengencer dari produk pangan ke
konsumen akhir.
 Diperkirakan sektor ini memperkerjakan banyak tenaga kerja dalam
beraneka perusahaan.
Contoh: Di Indonesia, jumlah tenaga kerja pada industri rokok dan industri
tekstil amat banyak; demikian pula di Amerika Serikat (AS)
jumlah tenaga kerja yang bekerja di industri pengolahan bisa
mencapai 4 juta orang. Misalnya pada industri cereal/biji-bijian
seperti gandum, ost (sejenis gandum) hingga industri pengolahan
buah dan sayuran ke supermarket maupun restaurant fast-food
(makanan siap santap), seperti perusahaan Kellog (cereal
crackers), Cocacola, Kentucky Fried Chicken (KFC), Chiquita
(pisang), dll.
 Sektor ini mengolah bahan baku dari produsen menjadi produk pangan yang
kenudian dijual kepada konsumen akhir. Biaya produksi tersebut merupakan
marketing bill.
 Sektor tersebut menjalankan usaha dengan memakai fasilitas berskala besar
sehingga dapat memperkecil biaya produksi per unit.
 Walaupun hanya beberapa perusahaan tetapi ada persaingan yang ketat dan
sangat responsive terhadap kebutuhan pasar. Konsumen menginginkan
produk yang tepat dan pengolahan yang efisien menyebabkan trend ini
meningkat.
 Sektor ini mengetahui lebih banyak tentang agribisnis.

Selain memperhatikan ketiga subsistem tersbut di atas, perlu pula diperhatikan


sistem agribisnis di masa depan. Adanya perubahan menyebabkan trend dalam
agribisnis akan berlanjut di masa depan, karena beberapa factor, yaitu:
 Hanya ada beberapa perusahaan sarana produksi pertanian yang menghasilkan
berbagai fasilitas dalam semua bagian (adanya perusahaan-perusahaan
monopoli dan oligipoli). Di Indonesia, misalnya PT. pupuk Sriwijaya, PT.
Pupuk Kaltim, dsb.
 Agribisnis memanfaatkan computer dan teknologi yang dapat meningkatkan
efisiensi dan menekan biaya produksi, artinya, jumlah tenaga kerja akan
berkurang karena lebih dibutuhkan tenaga kerja terampil dan terdidik.
 Agribisnis merupakan area utama untuk penerapan bioteknologi dan teknologi
lainnya.
 Perusahaan akan menerima pendekatan pasar (berdasarkan komoditas atau
seluruhnya) terhadap konsumen.
 Untuk menghasilkannya maka perusahaan agribisnis perlu mengembangkan
produk yang bersifat niche marketing (produk yang khas dan berkualitas baik
atau dirancang dengan baik sesuai kebutuhan konsumen, misalnya coca-cola
kaleng yang dijual di stasiun-stasiun kereta api, terminal bus atau tempat umum
lainnya), daging segar yang dijual di kios-kios daging serta melayani jasa
layan-antar, dsb.
Dari uraian tadi dapat diketahui bahwa bahwa dalam pengertian di atas,
produksi dari komoditas pertanian dalam suatu perekonomian modern bukan hanya
hasil dari sektor lainnya yang berkaitan dengan pertanian. Artinya, agribisnis
merupakan suatu sistem yang memiliki kaitan ke belakang dan kaitan ke depan
(backward and forward sectors linked to agriculture).
Dengan demikian sektor produksi pertanian dalam konsep agribisnis dapat
menunjang timbulnya industri (up-stream agribusiness), dan industri hilir (down-
stream agribusiness) (Seragih, 1998a dan 1998b). misalnya di bidang peternakan,
kegiatan produksi sapi bibit dapat mendukung timbulnya usaha pakan atau hijauan
makanan ternak maupun usaha baru lainnya seperti industri yang mengolah daging
siap masak (ready to cook product) ataupun daging siap santap (ready to eat
product).
Kartasapoetra, dkk., (1986) menerjemahkan pengertian agribisnis dari
pencetusnya Goldberg dan Davis (1957) sedagai suatu kegiatan yang dilakukan
sacara terintegrasi dan saling tunjang menunjang yang dimulai dari penyediaan
prasarana dan masukkan-masukkan untuk produksi, pengolahan, penyimpanan, dan
penyaluran produk pertanian kepada konsumen. Selanjutnya Downey dan Erickson
(1989) membedakan pengertian agribisnis atas dua macam, yaitu:
 Definisi dalam arti sempit (tradisional)
Agribisnis sebagai kegiatan yang hanya merujuk pada produsen (petani) dan
pembuat bahan masukan untuk produk pertanian (termasuk penyalur pupuk,
pakan, mesin, dan lembaga keuangan yang melayani sektor produksi).
 Definisi dalam arti luas (modern)
Agribisnis mencakup sektor input, usahatani, produk pemasuk input usahatani,
terlibat dalam proses produksi; dan pada akhirnya menangani pengolahan,
penyebaran, penjualan secara boronga dan enceran kepada konsumen akhir.
Atau, agribisnis mencakup keseluruhan perusahaan yang terkait dengan
berbagai kegiatan.
Berdasarkan pengertian yang kedua di atas dapat dinyatakan bahwa agribisnis
mempunyai pandangan yang lebih luas, mencakup saluran sistem produksi atau
distribusi bahan pangan. Dengan kata lain, secara keseluruhan sistem agribisnis
meliputi:
a. Sektor sarana produksi pendukung pertanian, terdiri dari input-input, jasa-jasa,
penelitian, penyuluhan, perbaikan (maintenance) dan konstruksi.
b. Sektor pertanian: pertanian, petrenakan, kehutanan dan perikanan.
c. Sektor pemasaran dan distribusi: restaurant, supermarket, dll.
Seragih dan Krisnamurthi (1994) menyatakan bahwa agribisnis adalah segala
kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan tumbuhan dan hewan (komoditas
pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan) yang berorientasi pasar (bukan
hanya untuk pemenuhan kebutuhan sendiri) dan perolehan nilai tambah atau added
value.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa dalam agribisnis terdapat dua konsep pokok.
Pertama, agribisnis merupakan konsep dari suatu sistem yang integrative dan terdiri
dari beberapa subsistem, yaitu:
a. Subsistem pengadaan sarana produksi pertanian.
b. Subsistem produksi usahatani.
c. Subsistem pengolahan dan industri hasil-hasil pertanian (agroindustria).
d. Subsistem pemasaran hasil pertanian.
e. Subsistem kelembagaan penunjang kegiatan pertanian.
Subsistem ke dua dan sebagian subsistem pertama dan ke tiga di atas merupakan on-
farm agribusiness (sektor petanian), sedangkan subsistem lainnya merupakan off-
farm agribusiness (di luar pertanian).
Menurut pengertian kedua, agribisnis merupakan suatu kosep yang
menempatkan kegiatan pertanian sebagai suatu kegiatan yang utuh dan komprehensif,
sekaligus sebagai suatu konsep untuk menelaah dan menjawab berbagai masalah,
tantangan dan kandala yang dihadapi pembengunan pertanian serta pengeruhnya
terhadap pembangunan nasional secara lebih cepat.
Kegiatan pertanian “dipandang” sebagai suatu kegiatan agribisnis dinilai
merupakan cara yang tepat dalam menghadapi berbagai perkembangan yang terjadi
saat ini dan dimasa yang akan datang. Jedi, agribisnis merupakan suatu cara baru
memandang pertanian (agribusiness is a new way to look agriculture)., sehingga
dalam kaitannya denga struktur perekonomian kiranya perlu dilihat peran
intersektoral dalam sistem sgribisnis (khususnya pertanian, perdagangan, industri dan
lembaga keuangan), untuk mendapatkan gambaran mengenai sektor pertanian.
Dengan demikian, melalui pendekatan agribisnis terjadi reorientasi dari
penanganan sektoral menjadi lintas sektoral dan dari orientasi produksi
menjadi orientasi bisnis.
Suprapto (1991) menyatakan bahwa agribisnis meliputi semua aktifiatas mulai
dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai kepada pemasaran produk-
produk yang dihasilkan oleh usahatani atau komoditi olahan. Hal ini sejalan dengan
pandangan Seragih (1998a) bahwa sistem agribisnis mencakup empat subsistem,
yaitu: 1) subsistem hulu (up-stream agribusiness), 2) subsistem produksi/usaha
budidaya (on-farm agribusiness), 3) subsistem agribisnis hilir (down-stream
agribusiness), serta 4) subsistem lembaga dan jasa penunjang (supporting
institutions services).
Saragih (1998b) menyatakan bahwa dalam bidang peternakan, misalnya,
subsistem pertama yakni subsistem agribisnis hulu peternakan merupakan kegiatan
ekonomi menghasilkan sarana produksi peternakan (sapronak), seperti industri
pembibitan, industri pakan, industri obat-obatan dan vaksin. Kedua, subsistem
agribisnis usaha/budidaya peternakan adalah kegiatan ekonomi yamg
menggunakan sarana produksi peternakan untuk menghasilkan komoditas peternakan
primer, dalam bentuk ternak hibup, daging, susu, telur. Ke tiga, subsistem agribisnis
hilir yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas peternakan menjadi produk
olahan (industri pengolahan: daging, susu, telur, kulit; industri restoran dan
makanan/Food Services Industries (FSI) serta perdagangannya). Subsistem keempat
yaitu subsistem lembaga dan jasa penunjang, sebagai kegiatan ekonomi oleh
lenbaga/institusi tertentu yang menyediakan jasa yang dibutuhkdn ketiga subsistem
lainnya. Beberapa contoh dari subsistem jasa penunjang tersebut adalah trannsportasi,
penyuluhan dan pendidikan, penelitian dan pengembangan, perbankan dan koperasi
serta kebijakan pemerintah.
Dijelaskan pula bahwa dalam keseluruhan sistem agribisnis, nilai tambah
(addedvalue) yang paling besar terjadi dan terdapat pada subsistem agribisnis hulu
dan hilir. Sedangkan nilai tambah di subsistem agribisnis budidaya peterbakan relatif
kecil. Oleh karena itu, peternakan kecil (rakyat) yang berada pada agribisnis budidaya
akan selalu menerima pendapatan yang relatif kecil, sehingga kehidupan ekonominya
juga tidak mengalami perubahan yang cukup berarti. Sementara meraka yang
menguasai subsistem agribisnis peternakan hulu dan hilir menerima pendapatan yang
relatif besar, dan dewasa ini menjadi kelompokmasyarakan yang berpendapat
menengah ke atas. Kenyataan ini perlu dibenahi agar petani dapat memeperoleh
bagiannya (farmer share) dalam jumlah yang wajar.
Untuk memahami lebih baik tentang agribisnis sebagai suatu sistem yamg
memiliki empat subsistem yamg saling berkaitan satu dengan yang lainnya, berikut
ini dikemukakan sebuah contoh tentang sistem agribisnis usaha penggemukan sapi
potong di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Contoh:
Usaha penggemukan sapi potong merupakan subsistem produksi sebagai
pusat sistem agribisnis. Subsistem tersebut yang oleh Seragih (1998a) dikategorikan
sebagai on-farm agribusiness, member kesempatan untuk timbulnya usaha lain baik
sebagai industri hulu (up-stream agribusiness), industri hilir (down-stream
agribusiness) serta kegiatan yang dilaksanakan subsistem lembaga dan jasa
penunjang (supporting institutions and services). Jadi, dalam agribisnis sapi potong,
industri hulu dapat berupa usaha kebun pakan dan usahasapi bibit; sedangkan industri
hilir misalnya industri pengolahan daging sapi seperti dendeng, se’i (daging asap
khas tomor), abon, pabrik penyamakan kulit, industri sepatu dan kerajinan kulit,
tulang atau berupa pabrik makanan ternak seperti pabrik tepung tulang, tepung darah,
dll. Dapat pula dalam bentuk makanan siap santap seperti bakso, soto, dan gulai.
Untuk subsistem lembaga dan jasa penunjang, unsure-unsur seperti transportasi,
penyuluhan, penelitian dan pengembangan, koperasi, perbankan, dan kebijakan
pemerintah.
Dengan model seperti ini, maka dapat dinyatakan bahwa kegiatan produksi
penggemukan sapi potong mempunyai kaitan ke belakang (dengan industri hulu) dan
kaitan ke depan (dengan industri hilir) serta memerlukan partisipasi aktif dari
beraneka lembaga dan jasa penunjang, tanpa mengurangi bagian yang sepantasnya
harus diterima petani. Saragih (1998b) menambahkan pula bahwa dengan
memandang peternakan sebagai sistem agribisnis, maka pendekatan agribisnis
berbasis peternakan perlu lebih terintegrasi, simultan, komprehensif, dan terarah.
Dengan pendekatan pembangunan agribisnis, kebijakan dan penanganan perlu
diarahkan untuk mengelola keempat subsistem di atas secara bersamaan dan terkait.

1.2.2.2. Pengertian Agroindustri dan Hubungannya dengan Agribisnis


Bila kita berbicara tentang agribisnis, tentu perlu pula membicarakan
agroindustri, karena keduanya saling berkaitan satu sama lain. Agroindustri
merupakan salah satu subsistem agribisnis, yang kegiatannya adalah memproduksi
dan mendistribusi sarana produksi pertanian serta mengolah bahan baku yang berasal
dari tanaman atau hewan (Seragih dan Krisnamurthi, 1994). Dengan kata lain,
agroindustri merupakan suatu kegiatan ekonomi yang menggunakan hasil-hasil
pertanian sabagai bahan baku atau yang mengolah hasil-hasil pertanian menjadi
produk baru (Seragih, 1998a). agroindustri yang mencakup kegiatan industri yang
memproduksi dan mendistribusi sarana produksi disebut agroindustrihulu/industri
hulu, sedangkan agroindustri yang mengolah produk-produk primer beserta
penyimpanan dan pemasarannya disebut agroindustri hilir/industri hilir.
Agroindustri hulu misalnya industri yang menyediakan input pertanian,
seperti pupuk, mesin-mesin dan peralatan pertanian, pakan, obat-obatan, dsb;
sedangkan agroindustri hilir misalnya usaha jasa makanan, pengolahan daging, dsb.
Sebagai salah satu subsistem agribisnis, agroindustri tidak dapat hidup dan
berkembang tanpa dukungan dan ketersediaan bahan baku yang memadai, dengan
kata lain, jika berada dalam tatanan sistem agribisnis.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dalam kegiatan agroindustri,
pengolahan dapat mencakup berbagai bentuk transformasi dan preservasi
(pengawetan) melalui perlakuan fisik dan kimia, penyimpanan, pengemasan dan
distribusi. Dengan demikian, agroindustri dapat mencakup kegiatan pengolahan dan
pengubahan bentuk dari hanya sekedar pemilihan dan pembersihan, pengepakan,
pendinginan, pemasakan, pencampuran hingga perlakuan fisik dan kimia yang
kompleks. Dengan perkataan lain, agroindustri berada dalam spectrum yang luas dan
beragam.
Ciri lain agroindustri adalah banyhak agroindustri merupakan industri, yaitu
dalam arti keberlangsungannya yang tidak tergantung waktu (musim), memiliki
perhatian yang tinggi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan manajemen modern,
pencapaian skala usaha optimal dan efisien, serta suatu kegiatan usaha yang
menekankan pada pencapaian nilai tambah yang lebih tinggi. Dengan demikian
pengertian agroindustri setara dengan kegiatan industri dan mempunyai potensi
yang sama pula dalam kemampuannya untuk memiliki tingkat pertumbuhan yang
tinggi.
Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa kegiatan agribisnis merupakan:
- kegiatan yanmg berbasis pada keunggulan sumber daya alam (on-farm
agribusiness) yang berkaitan erat dengan penerapan teknologi dan keunggulan
sumberdaya manusia bagi perolehan nilai tambah yang lebih besar (off-farm
agribusiness).
- merupakan kegiatan yang memiliki ragam kegiatan dengan spectrum yang
sangat luas, dari skala kecil dan rumah tangga hingga yang paling canggih, yang
kesemuannya itu saling terkait dan saling mempengaruhi.

Dengan demikian, agribisnis dan argoindustri bisa dibicarakan bersama-sama,


alasannya:
a. Agribisnis dapat mengalami suatu perubahan yang berkelanjutan
(sustainable) jika didukung oleh unit-unit pengolahan hasil pertanian.
b. Usahatani modern yang memproduksi secara missal dan berorientasi pasar
adalah juga suatu industri, yakni industri primer, sehingga pengertian
agribisnis dapat disamaartikan sebagai agroindustri. Berdasarkan alas an
tersebut para ahli agribisnis menyatakan bahwa agroindustri dapat
mendorong pertumbuhan produksi pertanian dan sektor pertanian
sacara keseluruhan, yang menjadi jembatan antar sektor pertanian dengan
sektor-sektor di luar pertanian.
Kegiatan agroindustri dapat dilakukan pada tiga tempat yakni rumah
tangga, bangunan yang sama atau terpisah dari tempat tinggal, dalam usaha
skala kecil, menengah atau besar. Salah satu bentuk agroindustri adalah
Industri Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP) yang mengolah produk-produk
hasil tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.
Pembangunan IPHP di desa bertujuan untuk: 1) meningkatkan produk rakyat
di pedesaan, 2) membuka hubungan antar desa dan antar desa denga kota, 3)
mengurangi kemiskinan, 4) mengurangi pengangguran, 5) meningkatkan
pendapatan rakyat dan mendorong tumbuhnya industri lain.

1.2.2.3. Usahatani dalam Konsep Agribisnis


Berdasarkan konsep dasarnya yang dicetuskan oleh Davis dan Goldberg
(1957) sebagaimana yang disitir Drillon (1971) dan juga diuraikan oleh Downey dan
Ericksonn (1987) dalam Hermanto (1994), dimana agribisnis digambarkan sebagai
sistem yang terdiri dari beberapa subsitem yang memiliki pelakunya masing-masing.
Misalnya, dalam subsistem pembuatan dan penyaluran sarana produksi pertanian
(farm supplies), pelaku kegiatannya adalah pengusaha swasta, koperasi, lembaga
pemerintahan, bank, dan perorangan. Selanjutnya, dalam subsistem kegiatan produksi
usahatani menghasilkan beraneka produk pertanian (bahan pangan, hasil perkebunan,
daging, telur, ikan, dll.). di lain pihak, usahatani mencakup semua bentuk organisasi
produk, mulai dari yang berskala kecil (usahatani keluarga) sampai dengan yang
berskala besar (perkebunan, peternakan), termasuk budidaya pertanian yang
menggunakan bahan secara intensif (aquakultur, florikultur). Pelakunya, adalah
petani, pengusaha swasta, dan lembaga pemerintah; sedangkan corak usahataninya
pun berbeda-beda (subsistence atau komersial).
Pada subsistem pengolahan dan manufaktur, konsumennya berada di tingkat
lokal bahkan internasional. Sedangkan pelaku dari sektor ke tiga tersebut adalah
perorangan, pengusaha swasta, lembaga pemerintah dan koperasi.
Hadirnya pelaku dari luar subsistem penghasil produk pertanian (disebut
outside linkage) dianggap mempunyai arti positif apabila mengurangi pemusatan
kekuatan ekonomi di satu tangan, dan negating apabila menghambat kegiatan
kelompok produsen pertanian. Banyak rumusan kebijaksanaan pemerintah yang
menghendaki agar produsen pertanian tertentu juga memegang posisi sebagai
pengolah dan penyalur produk tersebut memperoleh kenaikan pendapatan.
Kaitan antara satu subsistem dengan subsistem lainnya sangat erat dan
penting, sehingga gangguan pada salah satu subsistem dapat menyebabkan seluruh
subsistem terganggu. Oleh karena itu, kita perlu memahami kaitan-kaitan ini
(backward dan forward linkages) dan peranan lembaga-lembaga penunjangnya
(bank, koperasi, Peraturan Pemerintah, pasar, dll). Demikian pula kita pun perlu
mengenal siapa pelakunya dalam setiap subsistem (inside dan outside linkages) dan
teknologi yang dipakai (mekanis, biologi-kimia, padat modal atau padat karya).
Dalam agribisnis yang masih sederhana bentuknya, kegiatan dalam ke tiga
subsistem ini dilakukan seorang pelaku (one person agribusiness); sarana produksi
yang digunakan berasal dari hasil-hasil pertanian (kompos, pupuk kandang),
sedangkan proses pengolahan hasil uasahatani masih sederhana dan penjualannya
terbatas ke pasar di sekitarnya. Sedangkan dalam agribisnis yang telah berkembang
hingga mencapai tahap yang komersial, terdapat pembagian tugas yang mendasar
antara berbagai fungsi karena corak dan sifat pertanian yang makin kompleks.
Pembagian tugas ini sejalan dengan penemuan dan penerapan teknologi baru serta
meningkatkan pendapatan konsumen. Di bidang peternakan misalnya, adanya
perubahan selera (preferensi) konsumen merupakan informasi pasar yang cukup
penting bagi pelaku agribisnis untuk melakukan berbagai perbaikan atau
pengembangan dalam keseluruhan subsistem agribisnisnya. Untuk itu dibutuhkan
suatu bentuk kerjasama tim yang harmonis yang selain memerlukan keterampilan
kerja (on-job skill) juga dibutuhkan wawasan yang luas tentang perilaku agribisnis
berbasis peternakan baik aspek, mikso, makro, maupun global (micro-macro-global
behavior).
Keberhasilan agribisnis untuk mencapai tujuannya sangat ditentukan oleh
faktor manajemen. Fungsi-fungsi manajemen yaitu perencanaan, pelaksanaan,
organisasi, pengarahan, dan pengontrolan (Planning, Organization, Actuating,
Directing dan Controlling yang dikenal sebagai POADC) terdapat dalam kegiatan di
setiap subsistem dan merupakan penghubung antara seorang manejer dengan tujuan
yang akan dicapai. Karena itu dengan memahami fungsi-fungsi tersebut sebagai satu
kesatuan merupakan tujuan lain dari kurikulum agribisnis. Aspek manajemen/
pengolahan agribisnis, akan dibahas secara mendalam pada Modul II.
Selain itu, menurut Kartasapoetra, dkk. (1986) masih ada dua faktor lagi yang
berpengaruh terhadap keberhasilan agribisnis, yaitu:
a. Faktor alam atau pengaruh iklim.
Keadaan alam seperti iklim (dengan unsure-unsur seperti sinar matahari, suhu,
curah hujan, pergerakan angin) dan bencana alam, wabah atau hama penyakit,
dapat berpengaruh terhadap keberhasilan usaha. Untuk menanggulangi
pengaruh alam, petani dapat memanfaatkan ilmu dan teknologi serta
pengalamannya.
b. Faktor ekonomi atau penagruh ekonnomi.
Berhasil tidaknya usaha ditentukan oleh tingkat harga yang berlaku di pasar
(konsumen) serta tingkat harga dari sarana produksi pertanian. Faktor ekonomi
yang mempengaruhi agribisnis ini senantiasa berubah-ubah baik sifat maupun
bentuknya, antara lain meningkatkan harga produk yang dan merosotnya harga
produk.
Meningkatkan harga produk terjadi karena: 1) permintaan bentuk meningkat,
namun produk yang tersedia terbatas, 2) adanya penemuan-penemuan di bidang
industri, dimana bahan bakunya terdiri dari produk pertanian, 3) adanya kegoncangan
ekonomi, sehingga orang melakukan pembelian serba banyak akan produk tersebut,
dan 4) meningkatkan pendapatan konsumen, sehingga daya belinya pun meningkat.
Di pihak lain, merosotnya harga produk terjadi karena: 1) permintaan produk sedikit,
namun persediaan produk melebihi kebutuhan konsumen, 2) merosotnya pendapatan
konsumen sehingga daya belinya pun menurun, 3) kualitas produk berubah
(menurun). Hal ini, berkaitan erat dengan kemanfaatan produk sebagai pemuas
kebutuhannya akan diperhitungkannya oleh konsumen.
Masalah ekonomi ini dapat diatasi dengan aktifitas ekonomi yang baik,
misalnya:
 Melakukan studi awal terhadap jenis produk yang banyak diminta pasar,
kemampuan daya beli konsumen, dan tingginya harga produk tresebut.
 Perbandingan antara biaya produksi dan harga produk.
 Kondisi produk sejak awal proses produksi hingga saat panen.
 Cara penjualan dan atau penyampaiannya kepada konsumen dapat dilakukan
secara mudah, cepat, tepat, dan aman.
 Cara pengawetan produk yang baik hingga tidak terjadi kerusakan saat tiba di
tangan konsumen.

1.2.3. Bentuk dan Corak Agribisnis


1.2.3.1. Bentuk Perusahaan Agribisnis
Berdasarkan bentuk proyak pertaniannya, Kartasapoetra dkk (1987)
membedakan agribisnis dalam dua bentuk, yaitu estate dan family farm, sebagaimana
yang diuraikan berikut ini.
a) State
Merupakan proyek pertanian besar berbentuk Perseroan Terbatas (PT)
atau Limited (Ltd), dimana dalam organisasinya dibedakan antara staf
pimpinan dan pekerja. Perbedaan ini sehubungan dengan pemisahan tugas-
tugasnya. Misalnya, pimpinan bertanggungjawab terhadap penyediaan sarana
produksi pertanian, pemasaran, administrasi, dan keuangan; sedangkan pekerja
membantu kelancaran tugas di bidang-bidang tersbut. Tugas yang terbanyak
adalah pekerja di bidang produksi baik sebagai tenaga kerja tetap maupun
sebagai tenaga lepas (part-time job).
b) Family Farm/Usaha Keluarga
Merupakan proyek pertanian yang dilakukan oleh kelompok keluarga,
dimana yang memegang peranan di dalamnya adalah anggota keluarga.
Namun, jika proyeknya luas, maka sering dibantu oleh tenaga upahan. Dalam
family farm anvestornya adalah anggota keluarga sendiri. Hasil usaha
diutamakan untuk kesejahteraan anggota keluarganya sendiri. Contoh:
Agribisnis kelapa di Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku; agribisnis lada dan
karet di Sumatera Selatan. Tak jarang pula family farm yang berbentuk CV,
seperti pada perkebunan tebu dan pabrik gula di Jawa.
Sumberdaya keluarga yang tersedia dapat dialokasikan untuk berbagai
sektor, yaitu: a) produksi rumah tangga, b) lahan usahatani yang dimiliki, c)
perusahaan atau usahatani lainnya (baik sebagai tenaga kerja, penyewa,
penyakap), d) rekreasi dan aktifitas social serta keagamaan. Dari hasil
pendayagunaan sumberdaya-sumberdaya tersebut, maka rumah tangga
menerima pendapatan sebagai balas jasa dimana pendapatan tadi dapat
dipakai untuk membeli kebutuhan-kebutuhan anggotanya. Dengan demikian,
dapat dinyatakan bahwa rumah tangga dapat juga dinyatakan sebagai unit-unit
konsumsi. Dalam sistem usahatani keluarga, keputusan-keputusan dibuat
secara terus-menerus berdasarkan pengalokasian sumber-sumberdaya yang
tersedia, jenis produksi, volume usahatani, dan produksi rumah tangga serta
konsumsi dan investasi.

Menurut Manig (1977), perusahaan agribisnis di pedesaan umumnya


merupakan usaha agribisnis berskala kecil yang dibentuk dalam cara yang sama
dengan usahatani di pedesaan, tetapi dengan satu perbedaan penting, yaitu:
 Petani kecil di pedesaan berorientasi pada produksi yang subsitance/untuk
memenuhi kebutuhan sendiri.
 Perusahaan agribisnis umumnya berintegrasi dengan pasar atau merupakan
suatu siklus bisnis.
 Tujuan-tujuan kegiatan anggota keluarga dalam sebuah rumah tangga harus
dikaitkan dengan tujuan usaha keluarga (anggota keluarga adalah actor dari
usaha keluarganya). Tujuan-tujuan dibutuhkan untuk mengarahkan keputusan-
keputusan perusahaan dalam proses manajemen, dan hendaknya berorientasi
jangka panjang serta bersifat fleksibel.adapun tujuan-tujuan dari sebuah
perusahaan agribisnis adalah untuk: 1) memperoleh keuntungan, 2)
pertumbuhan ekonomi keluarga, 3) perluasan lapangan kerja, 4) standar pasar,
dan 5) pengembalian investasi, dan lain-lain.
Jenis-jenis organisasi perusahaan:
Secara umum, organisasi perusahaan dapat dibedakan atas empat macam,
(masing-masing dengan keunggulan dan kelemahannya), yaitu:
a. Perusahaan individu/keluarga (sole/family propriotership)
Keunggulannya:
 Modal awal yang relatif kecil.
 Bebas dari regulasi.
 Dikontrol langsung oleh pemilik.
 Membutuhkan modal kerja yang sedikit.
 Mendapat keringanan pajak.
 Semua keuntungan adalah hak pemilik.
Kelemahannya:
 Utang-piutang yang tidak terbatas (jika tak dikontrol dengan baik).
 Keberlanjutan tidak terjamin.
 Sulit untuk meningkatkan modal.
b. Partnership
Keungulannya:
 Bentuknya tidak terikat.
 Modal awal relatif sedikit.
 Mempunyai sumber lain jika menghadapi masalah modal.
 Dasar manajemen yang lebih luas.
 Mempunyai kemungkinan memperoleh keringanan pajak.
 Regulasi/Peraturan dari luar bersifat terbatas.
Kelemahannya:
 Utang-piutang tidak terbatas (jika tidak dikontrol dengan baik).
 Keberlanjutan tak dapat dijamin.
 Sulit untuk menemukan partner kerja yang cocok.
 Sukar untuk meningkatkan modal dalam jumlah besar.
c. Korporasi
Keunggulannya:
 Utang-piutang dibatasi.
 Manajemennya terspesialisasi.
 Kepemilikan dapat dialihkan.
 Dapat berlanjut.
 Merupakan perusahaan resmi (bernomor ijin usaha).
 Mempunyai kemungkinan untuk memperoleh keringanan pajak.
 Lebih mudah meningkatkan modal.
Kelemahannya:
 Peraturannya bersifat tertutup.
 Lebih mahal dalam mengorganisirnya.
 Dapat terkena larangan yang berkaitan dengan pencarteran perusahaan.
 Pajaknya bersifat ganda.
 Manajemennya bersifat lebih rumit.
d. Koperasi
Keunggulannya:
 Utang-piutang yang terbatas.
 Manajemen khusus.
 Dapat berkesinambungan.
 Berbentuk resmi (berijin).
 Pajaknya bersifat substansial.
 Mempunyai sanksi dan peraturan-peraturan yang jelas.
Kelemahannya:
 Status kerjasama kelompoknya cukup ketat/terbatas.
 Kerjasama antar anggotanya sukar untuk dibina.
 Lambat dalam pembentukan dan proses kerja awal.
 Para anggota sering kurang menyadari tanggungjawab akan
kepemilikannya.
 Adanya perbedaan kepentingan masyarakat bisnis yang sering
menentang koperasi.

1.2.3.2. Corak Agribisnis


Corak pertanian (agribisnis) ditentukan oleh jenis usaha yang dilakukan, luas
usaha dan cara pengelolaannya serta tergantung pada:
1. Faktor fisis
Perbedaan faktor (iklim, tanah, topografi, persediaan air) akan menentukan jenis
usaha agribisnis.
2. Sumber yang digunakan
Perbedaan sumber yang digunakan di dalam produksi pada berbagai usaha
agribisnis yang berlangsung di daerah yang berlainan akan dapat menentukan
corak agribisnis tersebut.
3. Kedudukan proyek pertanian terhadap pasar
Dalam agribisnis, lokasi/kedudukan yang berbeda-beda dari proyek pertanian itu
terhadap pasar dapat menentukan jenis produksi. Misalnya palawija dan sayuran
sebaiknya dekat dengan pasar; sedangkan untuk produk yang tahan lama lebih
cocok untuk diusahakan di daerah yang sulit tempuh. Hal ini penting untuk
mencegah kerusakan saat penyampaiannya kepada konsumen.
4. Faktor biologis
Contoh:
Adanya gulma dan hama penyakit yang sulit diberantas dapat
menentukan corak pertanian disuatu daerah.
1.2.4. Peranan dan Prospek Agribisnis / Agroindustri
Secara relatif maupun mutlak, peranan sektor agribisnis bervariasi antara
suatu Negara dengan Negara lainnya karena sangat bergantung pada tingkat
pembangunan ekonomi. Sebagai contoh, dua negara dipilih untuk membahas tentang
peranan agribisnis tersebut, yaitu Amerika Serikat (AS) dan Indonesia. Secara ringkas
dapat diketahui bahwa di Amerika Serikat nilai yang dibayar konsumen untuk suatu
produk meliputi pembayaran untuk usahatani dengan share (bagian) yang lebih kecil,
sedangkan bagian terbesar adalah untuk pengolahannya (termasuk biaya tenaga
kerja).

a. Indonesia (Peranan dan Prospek Agribisnis/Agroindustri dalam Pembangunan


Nasional.
Pertumbuhan rata-rata hasil pertanian sekitar 3,6 % dalam periode 1969-1995
dengan perluasan seluruh sektor ekonomi mendekati 7 %. Komposisi GDP (Gross
Domestic Product) dan tenaga kerja mengalami perubahan antara tahun 1969 dan
tahun 1995 dapat dilihat pada Tabel 1.
Table 1. Komposisi GDP dan tenaga Kerja Indonesia Periode 1969-1995
Sektor Asli GDP Tenaga Kerja (%)
Sektor
1969 1995 1971 1994
Pertanian 39 16 66 46
Industri 28 42 7 13
Perdagangan 14 17 10 17
Restaurant, Trnsportasi, Jasa-jasa 19 25 17 24
Sumber : Biro Pusat Statistik, Tahun Bervariasi dalam Manig, 1997 p.11
Sebagai negara yang kaya dengan sumberdaya hayati, peran sentral sektor
pertanian dalam pembangunan nasional dirasakan masih cukup strategis. Hal ini
dapat terjadi mengingat sebagian besar masyarakat berada di daerah pedesaan,
bekerja, dan mendapat nafka dari sektor pertanian. Dampak dari globalisasi
sekonomiyang semakin meluas dan adanya gejala di negara-negara industri maju
yang mulai meninggalkan industri pengolahan bahan baku pertanian misalnya, akan
membuka peluang bagi kita untuk mengembangkan agroindustri beberapa jenis
komoditas pertanian di Indonesia.
Untuk dapat memanfaatkan peluang di atas secra optimal, pemerintah telah
bertekad menempatkan pengembangan sektor agribisnis/agroindustri pada posisi
sentral dalam pembangunan pertanian dengan tetap berbasis di daerah pedesaan, baik
yang sudah maupun yang masih harus memanfaatkan dorongan aktivitas lebih lanjut.
Hal ini tercermin dengan terbentuknya Komisi Kerja Tetap Departemen Pertanian
Perindustrian pada tahun 1989 (Suprapto, 1991).
Lebih lanjut sumber yang sama menegaskan pula bahwa di dalam stuktur
perekonomian di Indonesia dewasa ini, bidang agribisnis pada hakekatnya memiliki
yang spectrum sangat luas, mulai dari usahatani yang dikelola oleh mayoritas
keluarga-keluarga dengan sumberdaya yang sangat terbatas, sampai dengan tingkatan
perusahaan yang bersifat multi nasional.
Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah ”sudah tepatkah kita
menempatkan kegiatan pengembangan agribisnis/agroindustri sebagai sektor
yang memimpin/the leading sector dalam pembangunan pertanian di masa yang
akan datang?” Apabila disimak secara saksama, sebenarnya ada beberapa alas an
pokok untuk meletakkan harapan kita pada kegiatan agroindustri/agribisnis dalam
kerangka pembangunan ekonomi nasional sekarang ini, yaitu:
1. Kita harus mencari sumber pertumbuhan kegiatan ekonomi yang mampu
memanfaatkan keterkaitan pertumbuhan antar sektor.
2. Secara nasional kita membutuhkan keperluan yang mendesak untuk
menyiapkan lapangan kerja baru dalam menghadapi peningkatan angkatan
kerja setiap tahun.
3. Agribisnis merupakan landasan pokok bagi perluasan ekspor non migas
yang berakar pada keunggulan komparatif yang kita miliki.
4. Sektor pertanian penting sebagai produsen bahan mentah terutama bagi
petani sebagai sumber pendapatan.
5. Kegiatan agribisnis sangat mengandalkan sumberdaya alam pertanian yang
bersifat dapat diperbaharui (renewable resource).
6. Tanggungjawab sektor pertanian sebagai penyedia bahan baku bagi
masyarakat dan industri secara berkesinambungan dengan harga yang
terjangkau.
Selain itu, dengan kegoncangan ekonomiakibat krisis moneter yang
berkepanjangan pada periode 1997-1999 yang baru mulai normal pada akhir
Desember 2001, maka peluang untuk mengembangkan atau membangun pertanian
dengan konsep agribisnis akan terbuka luas. Rendahnya nilai tukar Rupiah terhadap
US$ yang hingga mencapai Rp 16.000,-/ US$1,- amat berpengaruh terhadap kegiatan
bisnis di hamper seluruh sektor ekonomi di negeri ini. Industri-industri yang
mengandalkan bahan baku impor saat itu berjatuhan karena ketidakmampuannya
dalam membeli bahan baku tersebut, sebab harus dibayar dengan nilai US$.
Menyadari akan kondisi ini, maka perlu ditata kembali arah pembangunan
yang telah terjadi selama lebih dari tiga dasawarsa. Pembangunan pertanian dengan
konsep agribisnis, misalnya, dapat memacu kembali pertumbuhan ekonomi. Hal ini
karena kegiatan di sektor pertanian dapat mendukung timbulnya usaha baru di bidang
sarana produksi maupun kegiatan agroindustri dan pemasaran produk pertanian
beserta hasil-hasil olahannya.
Contoh: kegiatan penggemukan sapi potong dapat menunjang timbulnya
usaha sapi bibit, kebun pakan serta bahan baku impor. Industri tekstil mengimpor
kapas, industri terigu, mie, kue, mengandalkan bahan baku utama gandum yang tidak
kita hasilkan secara domestic (harus impor), dimana impor empat juta ton gandum
sebelum krisis tahun 1997 (Seragih, 1999b); dan industri pakan unggas yang
mengimpor bahan bakunya 800.000 ton termasuk untuk dikonsumsi manusia dan
jagung 1,2 juta ton. Di lain pihak, industri yang mengandalkan bahan baku lokal
relative kurang maju dibandingkan yang menggunakan bahan baku impor. Contoh:
industri kue yang mengandalkan bahan baku lokal seperti beras atau sagu.
Dengan demikian, kita perlu memberdayakan ekonomi rakyat agar rakyat
kecil yang umumnya adalah petani bisa keluar dari kemelaratannya (Saragih, 1999a).
Hal ini karena perbaikan kesejahteraan petani yang mendominasi penduduk Indonesia
(80%) berarti akan terjadi perbaikan pula bagi kehidupan masyarakat seluruhnya.
Dengan kata lain, adanya perbaikan kesejahteraan petani dapat menyababkan
tercapainaya tujuan pembangunan ekonomi nasional untuk mensejahterakan rakyat.

1.3. Penutup
1.3.1. Rangkuman
Agribisnis adalah suatu kegiatan yang berkaitan dengan pertanian secara
keseluruhan yang mencakup kegiatan industri dan distribusi input-input pertanian;
kegiatan proses produksi pertanian itu sendiri; dan penyimpanan, pengolahan serta
distribusi komoditas pertanian dan beraneka produk yang dihasilkannya. Agribisnis
sebagai suatu cara pandang baru terhadap pertanian meliputi empat subsistem sarana
produksi; subsistem produksi; subsistem pengolahan, penyimpanan, namufaktur dan
distribusi; serta subsistem lembaga dan jasa penunjang.
Untuk Indonesia, pembangunan sektor pertanian hendaknya didasarkan pada
pembangunan agribisnis sebagai the leading sector (sektor yang memimpin).
DAFTAR PUSTAKA

Beierlein, J.G., K.C. Schneeberger, D.D. Osburn, 1997. Introduction to


Agribusiness Management. Second Edition. Waveland Press Inc., Illinois USA.

Downey, W.D., S.P. Erickson, 1989. Manajemen Agribisnis. Edisi kedua


(terjemahan). Penerbit Erlangga, Surabaya.

Hernanto, F., 1994. Ilmu Usahatani. Penerbit Penerbar Swadya, Jakarta.

Kartasapoetra, G., R.G. Kartasapoetra dan A.G. Kartasapoetra, 1986. Manajemen


Pertanian (Agribisnis). Penerbit PT. bina Aksara, Jakarta.

Saragih, B., Y.B. Krisnamurthi, 1994. Pengembangan Agribisnis di Kawasan


Timur Indonesia. Makalah, disampaikan pada Dies Natalis Uiversitas Nusa
Cendana (Undana), Kupang.

Saragih, B., 1998a. Agribisnis Berbasis Peternakan (Kumpulan Pemikiran). Pusat


Studi Pembangunan (PSP) – Institut Pertanian (IPB), Bogor.

----------------, 1998b. Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis


Pertanian (Kumpulan Pemikiran).

---------------, 1998b. Interview TVRI, 31 Maret 1999 dalam Acara Persepsi.

Manig, W., 1997. Economics of Agribusiness I. Lecture Notes. Institute of Ural


Development. University of Goettingen, Germany.

Anda mungkin juga menyukai