Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU REPRODUKSI TERNAK


ACARA III
ANATOMI ORGAN REPRODUKSI BETINA

Disusun oleh:
Dhomas Indiwara Prana Jhouhanggir
18/430653/PT/07808
Kelompok XLIII

Asisten: Siti Aisyah

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK


DEPARTEMEN PEMULIAAN DAN REPRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
ANATOMI ORGAN REPRODUKSI BETINA

Tinjauan Pustaka
Ciri-ciri dari makhluk hidup salah satunya adalah reproduksi.
Reproduksi merupakan kemampuan makhluk hidup untuk menghasilkan
keturunan yang baru dengan tujuan untuk mempertahankan dan
melestarikan jenisnya agar tidak punah serta untukmenjaga
keseimbangan alam. Organ kelamin betina pada dasarnya dibagi menjadi
dua bagian yaitu organ kelamin dalam dan organ kelamin luar. Organ
kelamin dalam terdiri dari ovarium, oviduct, cornu uteri, corpus uteri,
cervix, dan vagina, sedangkan organ kelamin luar terdiri dari vulva, klitoris,
vestibulum dan kelenjar vestibula. Proses reproduksi pada ternak dimulai
setelah hewan betina dan hewan jantan mencapai dewasa kelamin atau
pubertas (Mondejar, 2012).
Estrus merupakan suatu kondisi saat ternak betina bersedia
dikawini ternak jantan. Periode estrus tersebut merupakan periode yang
paling penting dari siklus estrus atau periode estrus sebagai patokan
waktu dalam proses perkawinan terutama yang dilakukan melalui
inseminasi buatan. Ciri-ciri hewan ternak yang sedang mengalami estrus
bagian vulva akan berwarna merah,bengkak, dan hangat. Siklus estrus
terdiri dari empat tahap. Tahap pertama yaitu proestrus, pada tahap ini inti
terdapat dalam sel yang berbentuk parabasal. Tahap kedua yaitu estrus,
pada tahap ini pada vulva keluar lendir yang bening. Sel mulai lisis dan
berbentuk supervisial. Tahap ketiga yaitu metestrus, pada tahap ini sel
mengalami perubahan menjadi berbentuk intermediet. Inti sel masih
berada di luar sel. Tahap terakhir yaitu tahap diestrus, pada tahap ini sel
berbentuk intermediet, tetapi inti sel berada di dalam sel (Nurftriani et al.,
2015).
Materi dan Metode

Materi
Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum anatomi organ
reproduksi betina adalah pita ukur, alat tulis, dan lembar kerja.
Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum anatomi organ
reproduksi betina adalah preparat segar organ reproduksi sapi bangsa
Simmental betina dengan umur 2,5 tahun dan berat badan 200 kg.

Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum anatomi organ
reproduksi betina adalah organ-organ reproduksi betina diamati, diketahui
fungsinya, dibedakan, dan diukur dengan seksama menggunakan pita
ukur. Bagian-bagian organ reproduksi betina dijelaskan kembali setelah
diukur oleh praktikan. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan literatur.
Hasil dan Pembahasan

Hasil pengukuran anatomi organ reproduksi betina sapi bangsa


sapi Simmental betina dengan umur 2,5 tahun dan berat badan 200 kg
yang dilakukan pada saat praktikum disajikan pada table berikut.
Tabel 1. Hasil pengukuran organ reproduksi betina
Nama organ Panjang Lebar Tinggi Keterangan
(cm) (cm) (cm)
Ovarium 4 2,5 1 -
Oviduct 10 - - -
Cornu uteri 21 - - -
Corpus uteri 12 - - -
Cervix 2 - - Membuka
Portio vaginalis cervices 11 - - -
Vestibulum 6 - - -
Vulva 12 - - -
Ovarium
Ovarium dalam praktikum diperoleh panjang, lebar dan tinggi dari
ovarium secara berurutan adalah 4 cm, 2,5 cm dan 1 cm. Jalaluddin
(2014) menyatakan bahwa sapi memiliki ovarium dengan ukuran panjang
sekitar 3,8 cm, lebar 2 cm, dan tinggi 1,5 cm. Hasil praktikum tidak sesuai
dengan literatur. Jalaluddin (2014) menyatakan bahwa struktur, bentuk,
dan ukuran ovarium masing-masing ternak bervariasi tergantung pada
spesies, umur, tahap siklus seksual, dan jumlah anak yang dilahirkan.
Berdasarkan praktikum, fungsi ovarium adalah untuk memproduksi
ovum, dan penghasil hormon estrogen, progesteron, dan inhibin.
Jalaluddin (2014) menyatakan bahwa ovarium pada ternak betina memiliki
dua fungsi, yaitu fungsi gametogenik sebagai penghasil sel telur dan
fungsi endokrin sebagai penghasil hormon reproduksi. Hasil praktikum
sesuai dengan literatur.
Ovarium pada organ reproduksi betina digantung oleh ligamentum
mesovarium. Bentuk ovarium dibagi menjadi dua, yaitu polytocous dan
monotocous. Polytocous merupakan golongan hewan yang melahirkan
beberapa anak dalam satu kebuntingan, ovariumnya berbentuk seperti
buah murbei, contoh hewan polytocous adalah babi dan anjing.
Monotocous merupakan golongan hewan yang melahirkan satu anak
dalam satu kebuntingan, ovariumnya berbentuk bulat panjang oval, contoh
hewan monotocous adalah sapi dan kerbau. Idfar (2017) menyatakan
bahwa ovarium digantung oleh ligamentum mesovarium. Apriliani (2012)
menyatakan bahwa bentuk ovarium pada hewan yang menghasilkan
banyak keturunan dalam sekali kebuntingan (polytocous) seperti anjing,
kucing, dan babi, memiliki beberapa folikel dan corpus luteum sehingga
bentuk yang dihasilkan mirip dengan buah anggur dengan berbagai
variasi ukuran. Bentuk ovarium yang permukaannya rata terdapat pada
hewan yang menghasilkan satu keturunan dalam sekali kebuntingan
(monotocous). Hasil praktikum sesuai dengan literatur.

Ovarium

Gambar 1. Anatomi ovarium


Oviduct
Oviduct dalam praktikum diperoleh panjang 10 cm. Apriliani (2012)
menyatakan bahwa panjang oviduct pada sapi sekitar 25 cm. Hasil
praktikum tidak sesuai dengan literatur. Prandika (2016) menyatakan
bahwa faktor yang mempengaruhi perbedaan ukuran dari oviduct adalah
umur, bobot badan, dan bangsa.
Oviduct pada organ reproduksi betina digantung oleh mesosalpink.
Oviduct terdiri dari tiga bagian, yaitu infundibulum, ampulla, dan isthmus.
Infundibulum berbentuk corong dan terdapat fimbria pada ujungnya,
berfungsi untuk menerima ovum yang telah diovulasikan oleh ovarium.
Ampulla berfungsi sebagai tempat pertemuan ovum dengan spermatozoa,
pada ampulla terdapat persimpangan antara ampulla dan isthmus yang
disebut ampulla-isthmus junction. Ampulla-isthmus junction berfungsi
sebagai tempat fertilisasi dan kapasitasi spermatozoa. Isthmus berfungsi
sebagai saluran yang menghubungkan ampulla dengan uterus, serta
menyaring spermatozoa yang motil dengan yang mati.
Oviduct digantung oleh ligamentum mesosalpink. Oviduct terdiri
dari infundibulum dengan fimbria di ujungnya, ampulla, dan isthmus.
Infundibulum berfungsi untuk menerima ovum yang telah matang yang
akan dilepaskan ovarium. Ampulla berfungsi sebagai tempat kapasitasi
spermatozoa dan tempat fertilisasi. Isthmus berfungsi sebagai saluran
transportasi spermatozoa dari uterus menuju ampulla. Pembelahan ovum
yang dibuahi berlangsung di daerah pertemuan ampulla dan isthmus di
oviduct yang disebut dengan ampulla-isthmus junction sampai mencapai
stadium morulla yang ditandai oleh masa sel luar dan dalam yang
berjumlah 16 sampai 32 sel (Idfar, 2017). Hasil praktikum sesuai dengan
literatur.

Infundibulum Isthmus
Dari segi Dari
kuantitatif,
Ampulla segi
bentuk kuantita
uterus dan tif,
Cervixs bentuk
Gambar 2. Anatomi Oviduct uterus
tampak
Uterus
paling rumit dan
hewan dalam praktikum diperoleh corpus uteri denganCervixs
pada Uterus panjang 21
beranak tampak
cm, cornu uteri memiliki panjang 12 cm, dan cervix uteri memiliki ukuran
banyak atau paling
panjang 2 cm. Koibur et al., (2011) menyatakan bahwa cornu rumituteri pada
politocous,
sapi pada Cervix
35 sampai 40 cm dan corpus uterinya 2 sampai 4 cm, panjang
sedangkan
hewan hewan
yang antara 5 sampai 10 cm. Hasil praktikum tidak sesuai
uteri berkisar dengan
terutama beranak
literatur. Prandika (2016) menyatakan bahwa ukuran uterusbanyak dipengaruhi
melahirkan
anak tunggal atau
atau politoco
monotocous us,
mempunyai sedang
penataan kan
oleh beberapa faktor, yaitu spesies, umur, dan masa (stadium) reproduksi
hewan betina.
Uterus berfungsi sebagai saluran spermatozoa menuju oviduct,
tempat implantasi embrio, dan sebagai tempat pertumbuhan dan
perkembangan embrio. Uterus terdiri dari tiga bagian, yaitu cervix uteri,
corpus uteri, dan cornu uteri. Cervix uteri merupakan otot sphincter yang
berfungsi untuk menyeleksi spermatozoa dan sebagai jalur partus. Corpus
uteri berfungsi sebagai tempat implantasi dan berkembangnya embrio.
Cornu uteri berbentuk seperti tanduk yang berfungsi sebagai tempat
implantasi dan perkembangan embrio. Uterus digantung oleh ligamentum
mesometrium. Apriliani (2012) menyatakan bahwa uterus merupakan
organ reproduksi betina yang berfungsi sebagai tempat implantasi embrio,
tempat tumbuh dan berkembangnya embrio, dan penyalur spermatozoa
untuk mencapai oviduct. Uterus dibagi atas tiga bagian yaitu cervix uteri,
corpus uteri, dan cornu uteri. Uterus digantung oleh broad ligamen
bernama mesometrium. Hasil praktikum sesuai dengan literatur. Prandika
(2016) menyatakan bahwa cervix uteri berfungsi sebagai gerbang
pelindung yang kuat, melindungi uterus dari infeksi luar, dan jalan lahir.
Corpus uteri berperan dalam perkembangan dan implanti embrio. Cornu
Uteri berfungsi sebagai tempat bermuara kedua tuba fallopi.

Cornu Uteri

Corpus Uteri

Gambar 3. Anatomi uterus


Cervix dalam praktikum diperoleh panjang 2 cm. Sumiati (2013)
menyatakan bahwa panjang cervix antara 5 sampai 10 cm dan
mempunyai diameter 2,0 sampai 6,5 cm. Hasil praktikum tidak sesuai
dengan literatur. Prandika (2016) menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi perbedaan ukuran cervix yaitu umur, ras, nutrien,
produktivitas, berat, dan genetik.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, cervix adalah otot
sphincter yang terletak di antara corpus uteri dan vagina yang berfungsi
sebagai pintu masuk uterus. Cervix juga berfungsi sebagai pelindung
lumen uterus dari mikroorganisme dan tempat reservoir spermatozoa.
Apriliani (2012) menyatakan bahwa cervix berfungsi untuk mencegah
benda-benda asing atau mikroorganisme memasuki lumen uterus. cervix
tertutup rapat kecuali selama estrus, waktu relaksasi, dan sperma
dimungkinkan memasuki uterus. Idfar (2017) menyatakan bahwa pada
saat estrus cervix akan terbuka sehingga memungkinkan sperma
memasuki uterus sehingga terjadi pembuahan serta menghasilkan cairan
mucus yang keluar melalui vagina. Cervix hewan yang sedang bunting
akan menghasilkan sejumlah besar mucus tebal yang dapat menutup atau
menyumbat. Hasil yang diperoleh sesuai dengan literatur.

Cervix

Gambar 4. Anatomi Cervix


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan uterus dibagi menjadi
uterus simple, uterus duplex, uterus bipartitus, dan uterus bicornus. Uterus
bicornus adalah cornu uterus sangat panjang tetapi corpus sangat
pendek, contoh pada babi. Uterus bipartitus terdapat satu dinding
penyekat yang memisahkan kedua cornu dan corpus uteri cukup panjang.
Uterus duplex terdapat dinding penyekat pada cervixnya contohnya pada
tikus, kelinci, marmot dan binatang kecil lainnya. Uterus simplex berbentuk
seperti buah pir, contohnya pada manusia dan primata. Mondejar (2012)
menyatakan bahwa uterus memiliki bermacam-macam tipe. Uterus
duplexs terdiri dari cervix dua bush, corpus uteri tidak ada, dan kedua
cornu uteri terpisah sama sekali. Uterus tipe duplex dijumpai pada tikus,
mencit, dan kelinci. Tipe uterus selanjutnya adalah uterus bicornu terdiri
dari satu cervix, corpus uteri sangat pendek. Tipe uterus ini terdapat pada
babi. Uterus bipartite terdiri dari satu cervix, copus uteri jelas dan cukup
panjang, dan cornu uteri panjang selain itu pada kedua cornu uteri dan
sebagian corpus uteri dibatasi oleh selaput pemisah. Uterus tipe ini
terdapat pada kucing, anjing, sapi, dan domba. Tipe bipartite pada kuda
tidak terdapat selaput pemisah pada rongga corpus uteri. Uterus simples
terdiri dari corpus uteri besar, cornu uteri tidak ada, cervix hanya satu
buah. Tipe uterus ini terdapat pada golongan primata. Rongga uterus di
bagian dalam sedikit di belakang titik tengah terdapat suatu penyempitan
disebut os uteri internum (orificium uteri internum). Hasil yang diperoleh
sesuai dengan literatur. Melia et al. (2016) menyatakan bahwa jenis uterus
simplex dimiliki oleh primata dan manusia yang tidak memiliki sekat pada
corpus uterinya. Jenis duplex dimiliki oleh hewan primata. Jenis bipartite
dimiliki oleh kuda.

Gambar 5. Tipe uterus


(Melia et al., 2016)
Plasenta pada ternak ada 4 tipe, yaitu plasenta diffusa, plasenta
cotyledonaria, plasenta zonaria, dan plasenta discoidalis. Plasenta difusa
adalah plasenta yang villi corion nya halus terdapat pada babi. Plasenta
cotyledonaria adalah plasenta yang filikorionnya bergabung antara yang
satu dengan yang lain terdapat pada sapi. Plasenta zonaria adalah
plasenta yang villi corion nya terisi sepertiga bagian terdapat pada anjing.
Plasenta diskoidalis adalah plasenta yang villi corion nya pada bagian
tertentu terdapat pada oranghutan. Furukawa et al. (2014) menyatakan
bahwa berbagai bentuk plasenta yaitu plasenta difusa, plasenta
kotiledonaria, plasenta zonaria, dan plasenta diskodial. Plasenta difusa
atau disebut juga plasenta membaranosa diselubungi lapisan tipis villi
korionik, plasenta ini dapat ditemukan pada kuda dan babi. Plasenta
kotiledonaria berbentuk seperti gumpalan agak besar dan dapat
ditemukan pada ruminansia. Plasenta zonaria berbentuk mengikat seperti
ikat pinggang mengelilingi bagian tengah embrio dan dapat ditemukan
pada hewan karnivora. Plasenta diskodial berbentuk cakram, sebaran villi
terbatas pada suatu daerah korion tertentu, biasa ditemukan pada
manusia dan rodentisia.

Gambar 6. Tipe plasenta


(Furukawa et al., 2014)
Vagina
Vagina dalam praktikum diperoleh portio vaginalis cervices dengan
panjang 11 cm dan panjang vestibulum 6 cm. Apriliani (2012)
menyatakan bahwa panjang vagina berkisar antara 25 sampai 30 cm
pada sapi. Hasil praktikum tidak sesuai dengan literatur. Najamudin et al.,
(2010) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi perbedaan ukuran
tersebut adalah bangsa, berat tubuh, pakan, dan umur sangat
mempengaruhi panjang vagina, diduga karena pengaruh hormon estrogen
yang semakin meningkat. Vagina merupakan organ reproduksi bagian luar
pada betina yang terdiri atas sel kelenjar dan sillia. Vagina terdiri atas
portio vaginalis cervices. Vagina berfungsi sebagai organ kopulasi betina
dan saluran keluar sekresi cervix, uterus, dan oviduct. Apriliani (2012)
menyatakan bahwa vagina berfungsi sebagai alat kopulatoris dan sebagai
tempat berlalu bagi fetus sewaktu partus. Patrick (2016) menyatakan
bahwa portio vaginalis cervices adalah bagian yang berhubungan dengan
servix.

portio vaginalis
cervices

Gambar 7. Anatomi vagina


Vulva
Vulva dalam praktikum diperoleh panjang 12 cm. Koibur et al.
(2011) menyatakan bahwa ukuran vulva mempunyai panjang kurang lebih
8 sampai 10 cm. Hasil praktikum tidak sesuai dengan literature. Khaton et
al. (2015) menyatakan bahwa ukuran organ reproduksi dipengaruhi oleh
hormon, umur, pakan, jenis ternak, dan status reproduksinya.
Vulva berfungsi sebagai indikator ketika sapi sedang estrus dengan
ciri-ciri vulva bengkak, berwarna kemerahan, dan hangat bila dipegang.
Vulva adalah organ genitalia luar yang terdiri atas labia mayora yang
homolog dengan skrotum pada organ reproduksi jantan, labia minora
yang homolog dengan praeputium pada organ reproduksi jantan, dan
vestibulum. Vestibulum adalah bagian di bawah portio vaginalis cervices
yang bertekstur kasar, fungsinya untuk melindungi vagina ketika kopulasi.
Vestibulum terdapat dua lubang, yaitu orificium urethra externa yang
merupakan lubang pengeluaran atau ekskresi dan diverticulum
suburethralis yang merupakan lubang buntu. Apriliani (2012) menyatakan
bahwa pada vulva terdapat kelenjar apokrin dan sebaceous. Kelenjar
tersebut menunjukkan bahwa vulva dapat dijadikan sebagai indikator
estrus untuk ternak. Vulva tertutup dalam keadaan normal untuk
mencegah masuknya infeksi. Idfar (2017) menyatakan bahwa pertemuan
antara vagina dan vestibulum ditandai oleh muara uretra eksterna
(orificium urethrae externa). Vagina terbagi menjadi dua bagian yaitu
vestibulum (bagian luar vagina) dan vagina posterior (dari muara uterus
sampai cervix). Hasil yang diperoleh sesuai dengan literatur.
Labia minora homolog dengan praeputium pada hewan jantan
sedangkan labia mayora homolog dengan skrotum pada hewan jantan
(Astiti, 2018). Apriliani (2012) menyatakan bahwa vestibulum merupakan
bagian yang menghubungkan saluran reproduksi bagian dalam ke bagian
luar. Vestibulum diawali orificium urethra externa sampai ke vulva. Hasil
praktikum sesuai dengan literatur.

Labia mayora

Labia minora

vestibulum

Gambar 8. Anatomi vulva


Klitoris
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, klitoris merupakan
homolog dengan glans penis. Letaknya di dalam labia. Klitoris berfungsi
sebagai pusat saraf-saraf perangsang organ reproduksi betina. Sumiati
(2013) menyatakan bahwa klitoris merupakan tonjolan kecil yang terletak
di depan vulva. Klitoris, vagina, dan labia minora terisi dengan darah dan
membesar bahkan selama estrus. Klitoris sebagian besar terdiri dari
jaringan erektil. Klitoris berfungsi seperti kepala penis pada jantan. Klitoris
dipenuhi oleh saraf sensorik dan pembuluh darah sehingga sangat sensitif
dan mudah dirangsang bila tersentuh. Hasil yang diperoleh sesuai dengan
literatur.

Klitoris

Gambar 9. Anatomi klitoris.


Siklus estrus
Estrus adalah saat dimana hewan betina bersedia menerima
pejantan untuk kopulasi. Siklus estrus merupakan jarak antara satu estrus
dengan estrus selanjutnya. Siklus estrus terdiri atas empat fase yaitu
proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Fase proestrus ternak betina
mulai gelisah tetapi belum ingin dinaiki oleh pejantan, sel epitel yang
terbentuk adalah intermediet yang bentuknya mulai tidak beraturan dan
intinya mengecil. Fase estrus ternak gelisah dan dapat menerima untuk
dikawini pejantan, sel epitel yang terbentuk adalah superficial yang
membentuk sisi tajam karena mengalami keratinisasi (sel tidak dapat
tumbuh lagi) dan bentuknya sudah tidak beraturan. Fase metestrus adalah
keadaan saat ternak betina sudah menolak penjantan untuk ativitas
kopulasi, sel epitel yang terbentuk adalah parabasal yang bentuknya
bulat, inti besar, dan beraturan, serta terdapat banyak leukosit. Fase
diestrus merupakan periode terakhir dan terlama pada siklus estrus,
ternak mulai tenang dan tidak minta kawin, sel epitel yang terbentuk
adalah parabasal.
Estrus merupakan suatu kondisi saat ternak betina bersedia
dikawini ternak jantan. Periode estrus tersebut merupakan periode yang
paling penting dari siklus estrus atau periode estrus sebagai patokan
waktu dalam proses perkawinan (Nurfitriani et al., 2015). Najamudin et al.
(2010) menyatakan bahwa kriteria fase estrus ditentukan berdasarkan
persentase gambaran morfologi sel epitel. Fase proestrus bila secara
progresif persentase sel-sel intermediet meningkat (sel bulat, lebih besar
dari sel parabasal dengan inti lebih kecil). Fase estrus ditemukan
persentase sel-sel superficial atau kornifikasi mencapai maksimum pada
ulasan epitel vagina pada hari pertama hormon esterogen mencapai
puncaknya dan kemudian menurun. Fase metestrus ditetapkan apabila
sudah muncul sel epitel parabasal (sel kecil, bulat dengan inti besar).
Fase diestrus ditetapkan bila sel-sel superficial tidak ditemukan pada
usapan vagina. Sel epitel disebut sel parabasal (sel kecil, bulat dengan inti
besar).
Fase proestrus tingkah laku betina menjadi sedikit gelisah,
memperdengarkan suara-suara yang biasa terdengar atau malah diam
saja. Fase estrus ditandai dengan betina yang berusaha dinaiki oleh
pejantan, keluarnya cairan bening dari vulva, dan peningkatan sirkulasi
darah sehingga tampak merah. Fase metestrus ditandai dengan
terhentinya birahi dan pengeluaran lendir berhenti. Fase diestrus
merupakan periode terakhir dan terlama pada siklus estrus ditandai
dengan ternak tidak minta kawin (Hasanah, 2015). Hasil praktikum sesuai
dengan literatur.

Proestrus Estrus Metestrus Diestrus


Gambar 10. Vaginal smear
(Najamudin et al., 2010)
Gangguan Organ Reproduksi Betina
Gangguan-gangguan pada organ reproduksi betina beberapa di
antaranya adalah distokia, retensi plasenta, dan prolapsus uteri. Distokia
merupakan gangguan saat induk sulit melahirkan, penyebabnya adalah
fetus terlalu besar karena perkawinan silang lewat inseminasi buatan
dengan pejantan yang lebih besar, penanganannya adalah fetus ditarik
sesuai irama kontraksi dan disuntik hormon oksitosin untuk memperkuat
induk dan melunakkan fetus. Matli (2014) menyatakan bahwa distokia
merupakan gangguan dar suatu proses kelahiran, dimana hewan sulit
atau mengalami perpanjangan waktu partus dibandingkan secara normal.
Distokia biasanya menyerang pada sapi dara yang baru melahirkan
pertama kali. Kasus dapat berasal dari induk maupun fetus. Faktor dari
induk dikarenakan adanya ketidak sesuaian pada jalan kelahiran,
sedangkan faktor fetus adalah ukuran dari fetus maupun posisi fetus yang
yang abnormal. Penanganan yang dapat dilakukan untuk penyakit distokia
adalah mutasi, penarikan paksa, pemotongan janin, dan operasi caesar.
Hasil praktikum sesuai dengan literatur.
Retensi plasenta merupakan gangguan saat plasenta tertinggal di
dalam tubuh, penyebabnya adalah terjadi infeksi bakteri pada saat fetus
berada di dalam uterus, penanganannya adalah dengan diambil secara
manual. Syarif (2017) menyatakan bahwa retensi plasenta merupakan
suatu kondisi dimana keluarnya leleran yang bercampur dengan darah
dari vulva ternak yang berlangsung lebih dari 24 jam setelah partus.
Penyebabnya adalah infeksi (yang menyebabkan uterus lemah untuk
berkontraksi), pakan (kekurangan karotin, vitamin A) dan kurangnya
exercise (sapi diumbar) sehingga otot uterus tidak kuat untuk bekontraksi.
Budiman dan Mayasari (2017) menyatakan bahwa penanganan retensi
plasenta adalah dengan mengambil plasenta secara manual. Hasil
praktikum sesuai dengan literatur.
Prolapsus uteri adalah gangguan saat uterus ikut keluar ketika
partus, penyebabnya adalah kondisi kandang yang terlalu miring,
penanganannya adalah dengan dimasukkan kembali uterus ke rongga
abdomen. Hardianti dan Pramono (2015) menyatakan bahwa prolapsus
uteri merupakan salah satu bentuk prolapsus organ panggul dan
merupakan suatu kondisi jatuh atau tergelincirnya uterus (rahim) ke dalam
atau keluar melalui vagina sebagai akibat dari kegagalan ligamen dan
fasia yang dalam keadaan normal menyangganya. Asri (2017)
menyatakan bahwa penyebab prolapsus uteri adalah cedera atau iritasi
pada saluran reproduksi bagian eksternal, mengejan berlebihan selama
persalinan atau adanya tekanan yang berlebihan pada saat menarik fetus
keluar. Penanganan yang dilakukan yaitu meroposisi uterus atau
mengembalikan ke posisi semula secara manual dan dilakukan jahitan
pada vulva dengan pola purestring agar uterus tidak kembali keluar. Hasil
praktikum sesuai dengan literatur.
Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan


bahwa organ reproduksi betina tersusun atas ovarium, oviduct
(infudibulum, ampulla, dan isthmus), uterus (copus uteri dan cornu uteri),
cervix, vagina (vestibulum dan portio vaginalis services), vulva (labia
mayora dan labia minora) dan klitoris. Ukuran organ reproduksi betina
seluruhnya tidak sesuai dengan literatur. Tipe uterus terbagi atas empat
macam, yaitu duplex, bipartite, bicornuate, dan simplex. Tipe plasenta
terbagi atas empat macam, yaitu tipe diffusa, zonaria, discoidalis, dan
cotyledonary. Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran dan bentuk organ
reproduksi adalah jenis ternak, umur ternak, berapa kali ternak
melahirkan, dan status reproduksinya. Siklus estrus dibagi menjadi empat
fase yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Gangguan atau
penyakit reproduksi pada hewan betina antara lain distokia, dan retensi
plasenta, dan prolapsus uteri.
Daftar Pustaka

Apriliani, F. 2012. Morfologi Organ Reproduksi Betina Musang Luak


(Paradoxurus Hermaphroditus). Skripsi. Fakultas Kedokteran
Hewan. Institut Pertanian Bogor.
Astiti, N. M. A. G. R. 2018. Peningkatan Motivasi Belajar Biologi Siswa
Kelas XI IPA melalui Penerapan Metode Course Review Horay
disertai Majalah BIORE (Biologi Reproduksi) di MA Ibnul Qoyyim
Putri. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga.
Yogyakarta.
Asri, A. 2017. Penanganan Kasus Prolapsus Uteri pada Sapi Limousin di
Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar.
Budiman dan D. Mayasari. 2017. Perdarahan post partum dini e.c.
retensio plasenta. Jurnal Medula Unila. 7(3):6-10.
Furukawa, S. Y. Kuroda, dan A. Sugiyama. 2014. A Comparison of the
histological structure of the placenta in experimental animals.
Journal Toxicol Pathol. Japan. 27: 11-18.
Hasanah, U. 2015. Deteksi Siklus Estrus Sapi melalui Analisis Citra
Vulva Sapi menggunakan Adaptif Neuro Fuzzy Inference
System. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maulana
Malik Ibrahim. Malang.
Idfar. 2017. Diagnosa Kebuntingan Dini Dalam Mendukung Tingkat
Keberhasilan Inseminasi Buatan Sapi Bali Di Kecamatan
Manggelewa Kabupaten Dompu. Skripsi. Fakultas Sains Dan
Teknologi. Universitas Islam Negeri Alauddin.
Jalaluddin, M. 2014. Morfometri dan karakteristik histologi ovarium sapi
aceh (Bos indicus) selama siklus estrus. Jurnal Medika
Veterinaria. 8(1): 66-68.
Khaton R., M. J. U. Sarder and M. R. Gofur. 2015. Influences of age and
body weight on biometry of reproductive organs of dairy cows in
bangladesh. International Journal of Livestock Research. 5(7).
Koibur, J. F., Kustono, D.T. Widayati. 2011. Karakteristik dan organ
reproduksi betina kanguru pohon kelabu (dendrolagus inustus) di
Papua. Buletin Peternakan. 35(1):17-23.
Matli, N. B. 2014. Gangguan Reproduksi Pada Sapi Perah dan Upaya
Penanggulangannya. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Melia, J., M. Agil, I. Supriatna, dan Amrozi. 2016. Anatomi dan gambaran
ultrasound organ reproduksi selama siklus estrus pada kuda
gayo betina. Jurnal Kedokteran Hewan. Bogor. 10(2):103 – 108.
Mondejar., O. S. Acuna., M. J. Izquierdo. 2012. The Oviduct : functional
genomic and proteomic approach. 47(3): 22-29.
Najamudin, Rusdin, Sriyanto, Amrozi, Srihadi A., Tuty L. Y. 2010.
Penentu siklus estrus pada kancil berdasarkan perubahan
sitologi vagina. Jurnal Veteriner 11(2):81-86.
Nurfitriani, I., R. Setiawan, dan Soeparna. 2015. Karakteristik vulva dan
sitologi sel mucus dari vagina fase estrus pada domba lokal.
Jurnal Unpad. 4(3):1-10.
Patrick, A. 2016. Pola kejadian pyometra pada anjing dirumah sakit
hewan pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Airlangga. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas
Airlangga.
Prandika, Y. 2016. Performan reproduksi induk sapi bali pasca
sinkronisasi estrus menggunakan prostaglandin dan human
chorionic gonadotropin. Skripsi. Fakultas Pertanian dan
Peternakan. UIN Suska.
Nurfitriani, S., R. Setiawan, dan Soeparna. 2015. Karakteristik vulva dan
sitologi sel mucus dari vagina fase estrus pada domba lokal.
Jurnal Biologi. 18(2): 69-72.
Syarif, E. J. 2017. Studi Kasus Penanganan Retensi Plasenta pada Sapi
Perah di PT. Ultra Peternakan Bandung Selatan. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin. Makassar.

ACC+ tanggal 1 Novemver 2019


LK jangan lupa ditambahin
(sarah.aisyah80@gmail.com)

Anda mungkin juga menyukai