Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

ACARA IV
ILMU PEMULIAAN TERNAK
KORELASI GENETIK

Disusun oleh :
Kelompok X
Amira Salma Salsabila PT/07204
Ega Anggi Lestari PT/07233
Hardian Oktavia Parjana PT/07246
Kinahanan Farras Ammar PT/07253
Dheva Yudha Mahendra PT/07321
Akhmad Arif Sutlhoni PT/07397
Herdian Ibnu Arisfauzi PT/07428

Asisten Pendamping : Novia Indriani

LABORATORIUM GENETIKA DAN ILMU PEMULIAAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

Korelasi adalah hubungan dua variabel atau dua parameter yang


diketahui pada pembahasan tentang sifat kuantitatif. Pembahasan korelasi
genetik berkaitan dengan hubungan antar satu sifat lain genetik, nilai
koefisien korelasi mempunyai nilai -1 sampai 1 (Kurnianto, 2013). Santosa
et al., (2016) menyatakan bahwa korelasi genetik adalah hubungan antara
nilai pemuliaan tunggal untuk dua sifat. Nilai korelasi genotipe
menunjukkan hubungan antara dua sifat yang diturunkan dari tetua
kepada keturunannya. Warwick et al., (1995) menyatakan bahwa korelasi
lingkungan termasuk pengaruh lingkungan dan pengaruh genetik yang
bukan aditif. Sifat-sifat korelasi genetik biasanya digunakan untuk
perkiraan besarnya perubahan-perubahan dalam generasi berikutnya
apabila digunakan sebagai kriteria seleksi.
Analisis regresi adalah metode statistika yang digunakan untuk
menentukan kemungkinan bentuk hubungan atau pengaruh antara dua
atau lebih variabel bebas dengan variabel terikat. Regresi adalah suatu
kajian terhadap ketergantungan satu variabel, yaitu variabel tergantung
terhadap satu atau lebih variabel lainnya atau yang disebut sebagai
variabel-variabel eksplanatori. Tujuan regresi adalah untuk membuat
estimasi dan atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata
variabel tergantung dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang sudah
diketahui dan variabel ekslanatorinya (Sarwono, 2002).
Metode statistik yang digunakan untuk menaksir besarnya korelasi
genetik adalah berdasarkan analisis kovarian (peragam) untuk menaksir
besarnya komponen ragam maupun peragam dari dua sifat. Metode
penaksiran ini menggunakan metode berdasarkan kemiripan diantara
keluarga. Korelasi genetik dapat digunakan dalam menaksir
menggunakan berat sapih dengan berat dewasa, memiliki nilai yang
positif. Rumus yang digunakan dalam perhitungan korelasi genetik adalah
sebagai berikut:
𝑐𝑜𝑣 𝑠
𝑟𝐺 =
√[(𝜎 2 𝑠1 )(𝜎 2 𝑠2 )
Keterangan :
𝑟𝐺 : korelasi genetik
covs : komponen peragam antar pejantan
Korelasi genetik dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Wardono
et al.,(2014) menyatakan bahwa korelasi diantara sifat-sifat dapat
disebabkan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Berdasarkan hal
tersebut, maka korelasi fenotip dapat dibagi menjadi korelasi genetik dan
korelasi lingkungan. Korelasi genetik adalah korelasi antara pengaruh
genetik aditif atau nilai pemuliaan dari ke dua sifat. Korelasi lingkungan
meliputi pengaruh dan genetik yang bukan aditif.
Korelasi genetik adalah bermanfaat sebagai salah satu parameter
genetik yang dapat menjadi patokan dalam melakukan perbaikan genetik
terhadap sifat tertentu didalam seleksi sehingga diharapkan dapat
meningkatkan mutu genetik ternak pada generasi selanjutnya (Girsang et
al., 2016).Kurnianto (2013) menyatakan bahwa manfaat lain dari korelasi
genetik adalah menghitung estimasi respons seleksi dengan metode
seleksi indeks. Seleksi indeks merupakan seleksi untuk meningkatkan dua
sifat secara bersama dengan mempertimbangkan nilai ekonomis
beberapa sifat tersebut. Korelasi genetik bermanfaat untuk melakukan
seleksi pada suatu sifat yang munculnya lebih akhir atau sifat yang dapat
diukur setelah ternak mati (misalnya karkas) berdasarkan sifat lain yang
dapat diukur lebih awal atau tidak menunggu saat ternak mati untuk
meningkatkan kinerja ternak yang muncul pada akhir hidup ternak. Kedua
sifat yang akan ditingkatkan dalam seleksi harus memiliki korelasi secara
genetik.
BAB II
MATERI DAN METODE

Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum korelasi genetik antara
lain kalkulator scientific, alat tulis dan buku kerja praktikum.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum korelasi genetik
adalah data saat praktikum meliputi berat lahir dan berat sapih Domba
Ekor Gemuk (DEG).
Metode
Dilakukan perhitungan estimasi korelasi genetik sifat kuantitatif
pada ternak. Perhitungan korelasi genetik menggunakan data Domba
Ekor Gemuk (DEG) dengan jumlah pejantan 4 ekor dan jumlah betina 8
ekor. Besarnya nilai korelasi genetik dapat dihitung dengan metode
sebagai berikut:
4 cov s
rG =
√4𝜎 2 s(x)−4𝜎 2 s(y)

Keterangan:
rG = korelasi genetik
Covs = ragam antar pejantan
σ2 s (x) = komponen varians aditif untuk sifat x
σ2 s (y) = komponen varians aditif untuk sifat y
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode statistik yang digunakan dalam praktikum untuk menaksir


besarnya korelasi genetik yaitu berdasarkan analisis kovarian. Analisis
kovarian untuk menaksir besarnya komponen ragam maupun peragam
dari dua sifat. Metode penaksiran ini menggunakan metode berdasarkan
kemiripan diantara keluarga.
Berdasarkan perhitungan korelasi genetik yang telah dilakukan
pada saat praktikum, diperoleh hasil pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil perhitungan korelasi genetik
Parameter N Hasil
Korelasi genetic 24 0,51
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh nilai korelasi genetik Domba
Ekor Gemuk adalah 51%, termasuk korelasi yang tinggi dan bernilai
positif, untuk meningkatkan sifat yang pertama atau bobot lahir akan
diikuti oleh sifat yang kedua atau bobot sapih. Wardono et al., (2014)
menyatakan bahwa nilai korelasi genetik dikelompokkan ke dalam tiga
kategori yaitu korelasi genetik tinggi (≥ 0,5 sampai 1,0), korelasi genetik
sedang (≥ 0,25 sampai 0,50), dan korelasi genetik rendah (≥ 0,50 sampai
0,25). Nilai korelasi genetik berdasarkan hasil praktikum termasuk positif
tinggi. Nilai korelasi positif tinggi artinya adalah bahwa kenaikan sifat
bobot lahir dapat meningkakan bobot sapih pada Domba Ekor Gemuk
secara signifikan. Putra et al. (2014) menyatakan bahwa korelasi genetik
yang bernilai positif tinggi artinya adalah jika seleksi dilakukan untuk suatu
sifat, maka tidak hanya berakibat diperbaikinya sifat tersebut tetapi juga
sifat keduanya yang berkorelasi secara signifikan.
Korelasi genetik dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Wardono
et al., (2014) menyatakan bahwa korelasi diantara sifat-sifat dapat
disebabkan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Berdasarkan hal
tersebut, maka korelasi fenotip dapat dibagi menjadi korelasi genetik dan
korelasi lingkungan. Korelasi genetik adalah korelasi antara pengaruh
genetik aditif atau nilai pemuliaan dari ke dua sifat. Korelasi lingkungan
meliputi pengaruh dan genetik yang bukan aditif.Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya respon terkorelasi atau korelasi genetik adalah
pleoitropi dan lingkage disquilibrium atau berangkai. Pleiotropi adalah
populasi yang terjadi secara acak dan dalam keadaan keseimbangan,
korelasi genetik terjadi apabila gen yang sama mempengaruhi dari
ekspresi dari dua sifat atau lebih. Lingkage disquilibrium atau berangkai
adalah suatu alel yang sesuai pada satu sifat yang meningkatkan
frekuensi pada seleksi dapat memindahkan alel lain, pengaruh negatif
pada suatu sifat yang tidak diseleksi.
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil


perhitungan estimasi korelasi genetik adalah 51%. Hasil praktikum
termasuk dalam korelasi positif tinggi artinya peningkatan sifat bobot lahir
akan diikuti peningkatan sifat bobot sapih secara signifikan. Faktor yang
mempengaruhi korelasi genetik adalah faktor genetik dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Girsang M., Ekani P.G., Hamdan, dan Sayed U. 2016. Pendugaan


parameter genetik dan komponen ragam sifat pertumbuhan pada
bangsa babi Yorkshire. Jurnal Peternakan Intergratif. 4 (3): 261-
275.
Kurnianto, E. 2013. Ilmu Pemuliaan Ternak. Fakultas Peternakan.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Putra, W.P.B., Sumadi, dan Tety H. 2014. Korelasi genetik pada sifat
pertumbuhan sapi aceh di kecamatan indrapuri provinsi aceh.
Jurnal Agripet. 14 (1): 37-41.
Sarwono. 2002. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya.
Yogyakarta.
Santosa S. A., A. T. Sudewo, dan Dattadewi P. 2016. Korelasi genetik
sifat produksi sebagai dasar pemilihan domba lokal. Jurnal
Pembangunan Pedesaan. 6 (1): 43-48.
Wardono, H. P., C. Sugihono, H. Kusnadi, dan Suprijono. 2014. Korelasi
antara beberapa kriteria peubah produksi pada ayam buras.
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokal.
Banjarbaru: 577-585.
Warwick, E.J., J.M. Astuti dan W. Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan
Ternak.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

Anak (k)
Pejantan
Induk (j) Bobot lahir Bobot sapih
(i) XY
(X) (Y)
3,30 9,67 31,91
3,40 9,86 33,52
1
3,30 9,67 31,91
Xij = 10 Yij =29,2 292
I 3,40 10,31 35,05
3,40 10,53 35,80
2
3,40 10,51 35,73
Xij = 10,2 Yij = 31,35 319,77
Xi = 20,2 Yi = 60,55 1223,11
3,20 11,39 36,45
3,20 11,39 36,45
3
3,20 11,58 37,06
Xij = 9,6 Yij = 34,36 329,86
II 3,20 11,36 36,35
2,20 11,39 25,05
4
2,20 11,51 25,32
Xij = 7,6 Yij = 34,26 260,38
Xi = 17,2 Yi = 68,62 1180,26
3,50 10,61 37,14
3,60 10,58 38,09
5
3,65 10,51 38,36
Xij = 10,75 Yij = 31,7 340,78
III 3,60 10,72 38,59
3,60 10,62 38,23
6
3,50 10,89 38,12
Xij = 10,7 Yij = 32,23 344,86
Xi = 21,45 Yi = 63,93 1371,3
3,80 12,15 46,17
3,90 14,23 55,5
7
3,85 14,19 54,63
Xij = 11,55 Yij = 40,57 468,58
IV 3,80 13,25 50,35
3,90 13,28 51,79
8
4,00 13,20 52,8
Xij = 11,7 Yij = 39,73 464,84
Xi = 23,25 Yi = 80,3 1866,98
1. Tabel Anova
Sumber Df SCP MCP EMCP
variansi
Antar S–1= SCPS MCPS CovW+k2.CovD+k3.CovS
pejantan 4–1=3
(S)
Induk D – S = SCPD MCPD CovW+k1.CovD
dalam 8–4=4
pejantan
(D)
Anak n.. – D = SCPW MCPW CovW
dalam 24 – 8 =
induk (W) 16
Keterangan :
k1 = k2 = jumlah anak per induk =3
k3 = jumlah anak per pejantan =6
n.. = jumlah seluruh data (total anak) = 24
n i. = jumlah anak dari pejantan ke-i =6
nij = jumlah anak dari induk ke-j yang dikawini pejantan ke-i = 3
i = indeks pejantan
j = indeks induk
k = indeks anak

2. Komponen variansi
X.. = 82,1
Y.. = 273,4
∑(Xi..2) = (20,22+17,22+...+23,252) = 1704,55
∑(Yi..2) = (60,552+68,622+...+80,32) = 18910,14
∑(Xij.2) = (102+10,22+...+11,72) = 854,31
∑(Yij.2) = (29,22+31,352+...+39,732) = 9457,88
∑(Xijk2) = (3,32+3,42+...+42) = 285,49
∑(Yijk2) = (9,672+9,862+...+13,22) = 3155,59
∑(Xi..) (Yi..) = (1223,11+1180,26+...+1866,98) = 5641,65
∑(Xij.) (Yij.) = (292=319,77+...+464,84) = 2821,07
∑(Xijk) (Yijk) = (31,91+33,52+...+52,8) = 38474,53
(𝑋..)2
FK(x) = = 280,85
𝑛..
∑𝑖(𝑋𝑖..)2 1704,54
SSS(x) = − 𝐹𝐾= − 280,85 = 3,24
𝑛𝑖. 6
(𝑋𝑖𝑗.)2 ∑𝑖(𝑋𝑖..)2 854,30 1704,54
SSD(x) = ∑𝑖∑𝑗 − = − = 0,68
𝑛𝑖𝑗 𝑛𝑖. 3 6

(𝑋𝑖𝑗.)2 854,3
SSW(x) = ∑𝑖∑𝑗∑𝑘(𝑋𝑖𝑗𝑘)2 − ∑𝑖∑𝑗 = 285,48 − = 0,71
𝑛𝑖𝑗 3
𝑆𝑆𝑆 (𝑥) 8,24
MSS(x) = = = 1,08
𝑑𝑓𝑠 3
𝑆𝑆𝐷 (𝑥) 0,68
MSD(x) = = = 0,17
𝑑𝑓𝐷 4
𝑆𝑆𝑊 (𝑥) 0,71
MSW(x) = = = 0,04
𝑑𝑓𝑊 16

Ragam (σ2)
σ2W(x) = MSW(x) = 0,04
𝑀𝑆𝐷 (𝑥)−𝑀𝑆𝑊 (𝑥) 0,17−0,04
σ2D(x) = = = 0,043
𝑘1 3

[𝑀𝑆𝑆 (𝑥)−(𝜎2 𝑊 (𝑥)+𝑘2 .𝜎2 𝐷 (𝑥))] [1,08−(0,04+30,043)]


σ2S(x) = = = 0,18
𝑘3 6

(𝑌..)2 213,42
FK(y) = = = 3114,48
𝑛.. 24
∑𝑖(𝑌𝑖..)2 18910,14
SSs(y) = − 𝐹𝐾 = − 3114,48 = 37,21
ni. 6
(𝑌𝑖𝑗.)2 ∑𝑖(𝑌𝑖..)2 9457,88 18910,14
SSD(y) =∑𝑖∑𝑗 − = − = 0,94
nij ni. 3 16

(𝑌𝑖𝑗.)2 9457,88
SSW(y) = ∑𝑖∑𝑗∑𝑘(𝑌𝑖𝑗𝑘)2 − ∑𝑖∑𝑗 = 3155,9 − = 2,96
nij 3
𝑆𝑆𝑆 (𝑦) 37,21
MSS(y) = = = 12,4
𝑑𝑓𝑆 3
𝑆𝑆𝐷 (𝑦) 0,94
MSD(y) = = = 0,24
𝑑𝑓𝐷 4
𝑆𝑆𝑊 (𝑦) 2,963
MSW(y) = = = 0,19
𝑑𝑓𝑊 16

Ragam (σ2)
σ2W(y) = MSW(y) = 0,19
𝑀𝑆𝐷 (𝑦)−𝑀𝑆𝑊 (𝑦) 0,24−0,19
σ2D(y) = = = 0,017
𝑘1 3
[𝑀𝑆𝑆 (𝑦)−(𝜎2 𝑊 (𝑦)+𝑘2 .𝜎2 𝐷 (𝑦))] 12,4−(0,19+3.0,02)
σ2S(y) = = = 2,03
𝑘3 6

3. Tentukan sum of cross product (SCP)


(𝑋..)(𝑌..) (82,1)(273,4)
FK = = = 935,26
𝑛.. 24
∑𝑖(𝑋𝑖..)(𝑌𝑖..) 5641,65
SCPS = – FK = − 935,26 = 5,02
𝑛𝑖. 6
∑𝑖∑𝑗(𝑋𝑖𝑗.)(𝑌𝑖𝑗.) ∑𝑖(𝑋𝑖..)(𝑌𝑖..) 2821,07 5641,65
SCPD = − = − =0,08
𝑛𝑖𝑗 𝑛𝑖. 3 6
∑𝑖∑𝑗(𝑋𝑖𝑗.)(𝑌𝑖𝑗.) 2821,07
SCPW = ∑𝑖∑𝑗∑𝑘(𝑋𝑖𝑗𝑘)(𝑌𝑖𝑗𝑘) − = 940,38 − = 0,02
𝑛𝑖𝑗 3

4. Tentukan mean of cross product (MCP)


𝑆𝐶𝑃𝑆 5,02
MCPS = = = 1,67
𝑑𝑓𝑆 3
𝑆𝐶𝑃𝐷 0,08
MCPD = = = 0,02
𝑑𝑓𝐷 4
𝑆𝐶𝑃𝑊 0,02
MCPW = = = 0,00125
𝑑𝑓𝑊 16

Peragam (Cov)
CovW = MCPW = 0,00125
CovD = (𝑀𝐶𝑃)𝐷 − (𝑀𝐶𝑃)𝑊 ⁄𝑘1 =(0,02 – 0,00125)/3 = 0,00625
CovS = [(𝑀𝐶𝑃𝐷 − (𝐶𝑜𝑣𝑊 + 𝑘2 . 𝐶𝑜𝑣𝐷 )]⁄𝑘3 = (1,67-(0,00125+ 3.
0,00625))/6
= 0,28
5. Korelasi Genetik
4.𝐶𝑜𝑣𝑆 4.0,28
rG = = = 0,51
√4𝜎𝑆2 (𝑥).4𝜎𝑆2 (𝑦) √4(015)(4)(2,03)

6. Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan estimasi korelasi genetic antara bobot lahir
dan bobot sapih didapatkan nilai sebesar 51%, termasuk korelasi yang
tinggi bernilai positif, maka untuk meningkatkan sifat yang pertama atau
bobot lahir akan diikuti oleh sifat yang kedua atau bobot sapih

Anda mungkin juga menyukai