Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU PEMULIAAN TERNAK


ACARA II
HERETABILITAS
HALAMAN JUDUL

Disusun oleh:
Kelompok XVI
Pandu Yogaswara PT/07159
Anisa Purwaningrum PT/07209
Eser Triwidhari PT/07236
Mohamad Fahrurrozi PT/07260
Taufiq Ikhsan Ditaputra PT/07303
Fairuz Akbar Aqla PT/07421

Asisten Pendamping: Vellina Putri Handayani

LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

Performa seekor ternak merupakan gambaran umum akan kondisi


ternak yang mencerminkan pertumbuhan dan perkembangan ternak.
Performa Domba Ekor Gemuk hasil perkawinan tetua terpilih menunjukkan
ciri yang spesifik yaitu kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap keadaan
yang ekstrim baik cuaca maupun kondisi pakan, memungkinkan anak domba
bertumbuh dengan baik Secara umum, pertumbuhan dan perkembangan
seekor ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Secara
genetik, domba ekor gemuk merupakan salah satu ternak domba lokal
Indonesia yang memiliki sifat tumbuh yang baik dan mampu beradaptasi
pada iklim tropis. Adapun faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan ternak salah satunya adalah pakan, disamping keadaan iklim
dan manajemen pemeliharaan (Rahmatika et al., 2016).
Heritabilitas yaitu perbandingan antara ragam genotip dengan besaran
total ragam fenotip dari suatu karakter. Warwick (1995) menyatakan bahwa
heretabilitas merupakan sebagian deskripsi dari satu sifat dalam satu
kelompok ternak pada beberapa kondisi. Heritabilitas secara spesifik dapat
diartikan sebagai perbandingan antara ragam genetik terhadap ragam
fenotipik yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Nilai
heritabilitas dapat digunakan sebagai dasar kebijakan dalam melakukan
seleksi, karena nilai heritabilitas yang tinggi akan memberikan respon seleksi
yang tinggi pula. Nilai heritabilitas relatif rendah, maka program seleksi tidak
akan efektif, sehingga program persilangan lebih baik.
Pengertian heritabilitas digolongkan menjadi dua, heritabilitas dalam
arti sempit dan heritabilitas dalam arti luas. Falconer (1992) menyaktakan
bahwa heritabilitas dalam arti luas adalah pernyataan kuantitatif peran faktor
genetik dibanding faktor lingkungan dalam memberikan keragaman akhir
atau fenotipe suatu karakter. Heritabilitas dalam arti sempit sebagai rasio
ragam gen aditif (VA) dengan ragam fenotip (VP). Nilai heritabilitas dalam arti
luas (H) menggunakan formula sebagai berikut H=σg 2 / σf2. Nilai heritabilitas
dalam arti sempit (h2) menggunakan formula sebagai berikut H= σa2/σf2
Heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara ragam
genetik yang merupakan gabungan dari ragam genetik aditif, dominan, dan
epistasis. Hardjosubroto dan Astuti (1993) menyatakan bahwa gen aditif
adalah gen yang bersifat menambah atau mengurangi terlepas dari macam
pasangan atau alel ganda yang sudah ada. Gen ini dapat mewariskan
seluruh sifatnya kepada keturunannya. Soeroso et al. (2009) menyatakan
bahwa gen non aditif tidak diwariskan secara utuh dan keunggulan dari gen-
gen tersebut akan hilang pada saat pembentukan gamet (meiosis) dan pada
saat terjadi pembuahan (pembentukan sel anak). Gen epistasis
menunjukkan berpasangan bagi karakter/sifat yang diwariskan mengikuti
hukum pewarisan mendel tetapi menunjukkan penyimpangan (semu) dari
ekspresi harapan karena ada interaksi di antara dua lokus yang bertanggung
jawab atas karakter/sifat itu.
Warwick (1995) menyatakan bahwa nilai heritabilitas berkisar dari 0
sampai 1, namun jarang ditemukan nilai ekstrim nol atau satu pada sifat
kuantitatif ternak karena performa ditentukan oleh gen dan lingkungan. Sifat
produksi yang memiliki nilai heritabilitas nol adalah sifat dimana semua
keragaman fenotipik pada ternak disebabkan semata-mata oleh pengaruh
faktor lingkungan, dan diasumsikan pengaruh genetik tidak ada sama sekali.
Nilai heritabilitas satu menunjukkan sifat kuantitatif dimana semua
keragaman sifat disebabkan oleh faktor genetik. Kurnianto (2009)
menyatakan bahwa nilai heritabilitas berkisar antara 0 sampai 1 dikategorikan
heritabilitas rendah (lowly heritable). Heritabilitas dengan nilai 0,15 sampai
0,3 termasuk dalam kategori sedang (moderately heritable) dan nilai
heritabilitas diatas 0,30 termasuk dalam heritabilitas kategori tinggi (highly
heritable).
Marks (1996) menyatakan bahwa heritabilitas mempunyai tujuan
diantaranya menduga peningkatan kemajuan genetik yang mungkin diperoleh
bila dilakukan seleksi sifat tertentu. Jika heritabilitas suatu sifat memiliki nilai
tinggi, berarti performans individu lebih banyak dipengaruhi oleh faktor
genetik dibanding dengan faktor lingkungan dan seleksi berdasarkan individu
efektif. Darmawan dan Supartini (2012) menyatakan bahwa heritabilitas
bermanfaat dalam meningkatkan peluang keberhasilan suatu seleksi.
Semakin tinggi nilai heritabilitas, maka semakin efektif kegiatan seleksi
dilakukan. Heritabilitas dapat dimanfaatkan untuk menunjukan laju perubahan
yang dicapai, menduga besarnya kemajuan untuk progan pemuliaan dan
menaksir nilai pemuliaan seekor individu .
Noor (2008) menyatakan bahwa terdapat beberapa metode untuk
estimasi heritabilitas yaitu metode regresi anak terhadap tetua, metode
saudara tiri sebapak dan metode saudara kandung. Perhitungan heritabilitas
dengan metode regresi anak terhadap tetua dilakukan dengan
mengasumsikan bahwa keragaman dua populasi yang tidak berbeda akan
mengakibatkan regresi anak terhadap rataan tetuannya. Heritabilitas dapat
diestimasi melalui data dari tetua dan anakannya. Warwick et al. (1995)
menyatakan bahwa metode saudara tiri sebapak paling murni untuk ragam
genetik aditif diantara metode-metode yang ada apabila dikerjakan dengan
tepat karena tidak memasukkan pengaruh dominan dan pengaruh induk.
Perhitungan heritabilitas metode saudara kandung dilakukan untuk
mengetahui nilai heritabilitas antar anak dalam satu pejantan dan satu induk.
BAB II
MATERI DAN METODE

Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum ilmu pemuliaan ternak
antara lain kalkulator scientific dan alat tulis.
Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum heritabilitas adalah
data berat lahir terkoreksi Domba Ekor Gemuk (DEG) menggunakan 4 ekor
pejantan yang masing-masing mengawini 3 ekor betina dengan jumlah anak
36 ekor.
Metode
Metode yang dilakukan untuk penaksiran nilai heritabilitas dalam
praktikum dilakukan dengan menghitung estimasi nilai heritabilitas berat lahir
terkoreksi pada Domba Ekor Gemuk (DEG). Estimasi heritabilitas yang
dihitung yaitu berdasarkan data saudara kandung dengan analisis pola
tersarang. Langkah pertama adalah menentukan jumlah pejantan, total induk,
total keturunan, jumlah anak tiap induk dan jumlah anak tiap pejantan.
Langkah selanjutnya dihitung nilai sum of square (jumlah kuadrat) dari
pejantan, anak, dan indukan. Langkah selanjutnya dihitung mean of square
(jumlah kuadrat tengah) dari pejantan, induk dan anak. Kemudian tabel
anova dibuat. Langkah selanjutnya ditentukan estimasi komponen variansi
dan ditentukan nilai heritabilitas bobot sapih dari keturunan tersebut.
Heritabilitas dihitung dengan rumus :
Nilai heritabilitas dalam arti luas (H) yaitu
H = σg2 / σf2
Nilai heritabilitas dalam arti sempit (h2) yaitu
H = σa2 / σf2
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode yang digunakan dalam praktikum heritabilitas adalah analisis


rancangan acak pola tersarang berdasarkan data saudara kandung. Metode
ini digunakan untuk mengestimasi nilai heritabilitas individu-individu dengan
induk dan bapak yang sama. Berikut adalah data penelitian untuk menduga
nilai heritabilitas berat lahir terkoreksi pada Domba Ekor Gemuk (DEG)
menggunakan 4 ekor pejantan. Pejantan dikawinkan dengan 3 ekor betina
(induk), sampai keturunan ke 3. Berdasarkan hasil praktikum dengan analisis
pola tersarang dapat disajikan data pada Tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil Perhitungan Heritabilitas
2
Metode analisis pola tersarang Nilai h
Pejantan 69 %
Induk 47 %
Induk per pejantan 58 %
Nilai heritabilitas diatas menggunakan metode analisis pola tersarang.
Hal tersebut dapat diketahui karena data yang digunakan pada metode
analisis variansi pola tersarang adalah data yang terdiri lebih dari satu
perlakuan yaitu bobot lahir, jenis kelamin, dan adanya replikasi, selain itu
pada data tersebut pejantan dikawinkan dengan beberapa induk dan setiap
induk memiliki beberapa anak. Penggunaan metode analisis pola tersarang
memberikan beberapa keuntungan. Sumadi et al. (2014) menyatakan
heritabilitas yang diestimasi dengan menggunakan metode pola tersarang
menghasilkan nilai heritabilitas yang tinggi dengan standard error yang
rendah dibandingkan mean (rerata) karena metode ini banyak melibatkan
ragam aditif yang penting untuk proses seleksi dan sedikit melibatkan ragam
epistasis, tidak ada pengaruh ragam dominan dan lingkungan maternal
sehingga hasil estimasi mendekati nilai sesungguhnya Standard error yang
rendah menunjukkan kecermatan yang tinggi. Nilai heritabilitas tersebut
menunjukkan kemampuan yang diwariskan oleh tetuanya sangat baik,
sehingga dapat digunakan untuk proses seleksi.

Berdasarkan hasil perhitungan, estimasi nilai heritabilitas saudara


kandung dengan analisis pola tersarang Domba Ekor Gemuk (DEG) dari
pejantan sebesar 0,696 dari induk sebesar 0,47, dan dari induk per pejantan
sebesar 0,58. Sumadi et al. (2014) menyatakan bahwa hasil estimasi berat
lahir pada Domba Ekor Gemuk (DEG) menggunakan pola tersarang dari
pejantan sebesar 0,71, dari induk sebesar 0,69, dan dari induk per pejantan
sebesar 0,70. Hasil dari praktikum tidak sesuai dengan literatur yang ada.
Faktor yang mempengaruhi perbedaan nilai heritabilitas adalah jumlah
sampel yang digunakan, dan keragaman lingkungan. Kaswati et al. (2013)
menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi variasi estimasi nilai
heritabilitas adalah keragaman lingkungan, metode analisis dan jumlah
sampel yang digunakan. Heritabilitas berubah menurut jenis ternak, sifat,
populasi, bangsa, waktu, dan daerah.
Berdasarkan praktikum yang diperoleh nilai heritabilitas berat lahir
terkoreksi dari Domba Ekor Gemuk (DEG) adalah 0,696 dengan standar error
sebesar 1,53. Nilai tersebut merupakan nilai heritabilitas tinggi dengan
standar eror rendah. Hal tesebut sesuai dengan pendapat Kurnianto (2009)
menyatakan bahwa nilai heritabilitas berkisar antara 0 sampai 1 dikategorikan
heritabilitas rendah (lowly heritable). Heritabilitas dengan nilai 0,15 sampai
0,3 termasuk dalam kategori sedang (moderately heritable) dan nilai
heritabilitas diatas 0,30 termasuk dalam heritabilitas kategori tinggi (highly
heritable). Perolehan standar error yang diperoleh menunjukan angka yang
cukup tinggi. Tingginya perolehan standar error dapat dikarenakan berbagai
faktor. Putra et al., (2014) menyatakan bahwa tingginya nilai standard error
pada penelitian ini disebabkan karena jumlah sampel (anak) dan pejantan
(sire) diestimasi sedikit dan adanya variasi fenotip antar individu besar.
Jumlah sampel yang diperlukan minimal 500 sampel agar nilai heritabilitas
yang diperoleh handal dengan stadard error yang rendah.
Hasil dari praktikum tidak sesuai dengan literatur yang ada. Faktor
yang mempengaruhi perbedaan nilai estimasi heritabilitas adalah metode
yang digunakan untuk menganalisis, jumlah sampel yang digunakan, dan
keragaman lingkungan. Warwick et al. (1995) menyatakan bahwa taksiran
heritabilitas diluar kisaran normal disebabkan keragaman yang disebabkan
oleh lingkungan yang berbeda untuk kelompok yang berbeda, metode
statistik yang tidak tepat sehingga tidak dapat memisahkan ragam genetik
dan lingkungan dengan efektif dan kesalahan mengambil contoh. Faktor-
faktor yang mempengaruhi angka heritabilitas adalah bangsa ternak, periode
waktu pengambilan data, metode yang digunakan dalam pendugaan, dan
jumlah serta asal data.
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa


estimasi nilai heritabilitas berdasarkan data saudara kandung dengan analisis
pola tersarang pada Domba Ekor Gemuk (DEG) sebesar 0,696 dari pejantan,
sebesar 0,47 dari induk, dan sebesar 0,58 dari induk per pejantan. Hasil
heritabilitas pada saat praktikum tergolong tinggi. Nilai heritabilitas ini berlaku
secara subjektif pada populasi Domba Ekor Gemuk (DEG). Faktor yang
mempengaruhi perbedaan nillai heritabilitas adalah keragaman lingkungan,
metode analisis, jumlah sampel yang digunakan, populasi ternak, bangsa
ternak, jenis ternak, waktu dan lokasi pengukuran.
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, H. dan N. Supartini. 2012. Heretabilitas dan nilai pemuliaan


domba ekor gemuk di Kabupaten Situbondo. Buana Sains. Volume
12, no 1.
Falconer, D.S, 1992. Introductive to quantitative genetics. The Ronald Press,
Co. New York.
Hardjosubroto, W.dan J. M .Astuti. 1993. Buku Pintar Peternakan. Gramedia.
Jakarta
Karnaen dan J. Arifin. 2010. Korelasi nilai pemuliaan produksi susu sapi
perah berdasarkan test day laktasi 1 laktasi 2 laktasi 3 dengan
gabungannya. Buletin Peternakan 37 (2): 74-78.
Kaswati, Sumadi, dan Nono, N. 2013. Estimasi nilai heritabilitas berat lahir,
sapih, dan umur satu tahun pada Sapi Bali di Balai Pembibitan
Ternak Unggul Sapi Bali. Buletin Peternakan 37 (2): 7 -78.
Kurnianto, E. 2009. Pemuliaan Ternak. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Marks H. L. 1996. Long-Term Selektion for Body Weight in Japanese Quail
Under Different Environment. Poultry Sci., 75 (2): 1198-1203.
Noor, R. R. 2008. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Putra, W. P. B., Sumadi, dan T. Hartatik. 2014. Estimasi nilai pemuliaan dan
most probable producing ability sifat produksi Sapi Aceh di
Kecamatan Indrapuri Provinsi Aceh. Buletin Peternakan 38 (1): 1-7
Rahmatika , C ., S. Nurachma, D. Ramdani. 2016. Karakteristik fisik dan
performa produksi induk domba priangan di kecamatan banyuresmi
kabupaten garut. Jurnal Ilmu Ternak 41 (1): 41-49
Soeroso., Y. Duma dan Selvy Mozi. 2009. Nilai heritabilitas dan korelasi
genetik sifat pertumbuhan dari silangan ayam lokal dengan ayam
bangkok. Jurnal Agroland 16(1): 67-71.
Sumadi, Jatnika. dan N. Ngadiyono. 2014. Estimasi heritabilitas sifat
pertumbuhan Domba Ekor Gemuk di unit pelaksana teknis
pembibitan ternak hijauan makanan ternak garahan. Buletin
Peternakan 38 (3).
Warwick, E.J, J. Maria Astuti dan W. Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Estimasi Nilai Heritabilitas berdasarkan Data Saudara Kandung dengan
Analisa Pola Tersarang

Tabel 2. Estimasi nilai heritabilitas berdasarkan data saudara kandung


dengan analisis pola tersarang
Pejanta Induk Bobot Lahir ƩYij Yi Yijk2
n
I 1 3,00 2,80 3,80 9,60 29,30 362,12
2 2,80 3,40 2,70 8,90
3 2,70 4,40 3,70 10,80
II 4 3,80 3,50 3,90 11,2 31,20
5 2,80 3,50 3,10 9,40
6 3,00 3,60 4,00 10,60
III 7 2,90 2,30 2,50 7,70 27,30
8 3,20 4,40 3,10 10,7
9 3,40 2,90 2,60 8,90
IV 10 3,30 2,50 2,10 7,90 24,60
11 2,30 2,70 2,90 7,90
12 3,00 2,90 2,90 8,80
Lampiran Perhitungan
1. Nilai
S :4
D : 12
n.. : 36
nij :3
ni. :9
K1=k2= 9
K3=9
2. Perhitungan sum of square (jumlah quadrat) dari pejantan, induk dan
anak
Y... = 3,15 + 3,9 + 3,5 +.....+3,9 = 112,4
(Y...)2 = (112,4)2
= 12633,76
FK = (Y...)2
n
= 12633,76
36
= 350,93
SSS = ∑Yi2 – FK
ni
= (29,302 +31,202+27,302+24,602) – 350,93
9
= 3182,38 – 350,93
9
= 353,59 – 350,93
= 2,66
SSD = ∑∑Yij2 - ∑Yi2 SSw = ∑∑Yijk2 - ∑Yij2
Nij ni nij
= 1069,42 – 3182,54 = 362,12 – 1069,42
3 9 3
= 356,47 – 353,61 = 362,12 – 356,47
= 2,86 = 5,65

3. Perhitungan mean of square ( jumlah kuadrat tengah) dari pejantan,


induk, dan anak
MSs = SSS
dfs
= 2,66
3
= 0,89
MSd = SSD
dfd
= 2,87
8
=0,36
MSW = SSW
dfw
= 5,65
24
=0,24
4. Tabel Anova
S. Variansi Df SS MS
Pejantan (S) 3 2,66 0,89
Induk (D/S) 8 2,87 0,36
Anak Induk (W/D) 24 5,65 0,24

5. Perhitungan estimasi variansi


Perhitungan mean of square (jumlah kudrat tengah) dari pejantan,
induk dan anak
MSw = σ 2w =0,24

2(σ 2w )2 2(0,24)2
SE (σ 2w ¿ =
√ dfw+2 √
=
26
= 0,068

2
MSD = σ w + k1. 2
.D
2
2
.D = MSD - σ w
K1
=0.36 – 0,24
3
= 0.04
SE (σ 2D ¿ = 0,07
MSs = σ 2w + K σ 2D + K3 +σ 2s
σ 2s = MSs – (σ 2w + K2 σ 2D)
K3
= 0,89 – ( 0,24 + 3. 0,04)
9
= 0,059
SE(σ 2s ¿ = 0,13

6. Perhitungan heritabilitas
4 σ 2s 4 (0,059)
h 2s = 2 2 2= = 0,696
σ w +σ D + σ s 0,339

2
4 ( SE ( σ 2s ) )
SE (h s) = = 1,53
σ 2w +σ 2D + σ 2s

COV (σ 2s σ 2s ¿=
( SE ( σ 2s ))−( k 1 ) 2 ( SE ( σ 2s )) 2 =
k 1k 3
= 0,068 – 32 (0,07)2 = 0,068 – 0,0441 = 8,852 x 10-4
27 27
h 2D = 4ԺD 2

Ժ w +Ժ2S +Ժ2D
2

= 4 (0,04)
0,24 + 0,059 + 0,04
= 0,47
4 (SE ( σ 2D ) ) =
S.E (h2D) = 2 2 2 0,83
σ w +σ D + σ s
h2(S+D) = 2 ( Ժ2s + Ժ2D )
Ժ2w +Ժ2S +Ժ2D
= 2 (0,059 + 0,04)
0,24 + 0,059 + 0,04
= 0,58

S.E (h 2
=
( SE (σ 2s ) )+ ( SE ( σ 2D )) +2 COV (σ 2D +σ 2s )
( S+D )
σ 2w +σ 2D +σ 2s
= 0,132 + 0,07 + 2 . 8,852 . 10-4
0,24 + 0,059 +0,04
= 0,0887
0,339
= 0,26
7. Kesimpulan
Berdasarkan estimasi nilai heritabilitas saudara kandung dengan
analisis pola tersarang untuk pejantan sebesar 0,696, indukan sebesar
0,47 dan dari indukan terhadap pejantan sebesar 0,58.

Anda mungkin juga menyukai