Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU PEMULIAAN TERNAK


ACARA VI
RESPON SELEKSI

Disusun oleh:
Kelompok XXVI
Restu Mekar Muninggar PT/06794
Rivol Apriono Saputra PT/06956
Sofiani Lestari PT/06960
Muhammad Erwin Althaf PT/06973
Agung Triatmojo PT/06989
Fitria Dwi Andriyani PT/07029
M. Alvian Azwar Anas PT/07043

Asisten Pendamping : Muhammad Ridho Andrian

LABORATORIUM GENETIKA DAN PEMULIAAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
ACARA VI
RESPON SELEKSI

TINJAUAN PUSTAKA

Seleksi dari segi genetik diartikan sebagai sebagai suatu tindakan


untuk membiarkan ternak-ternak tertentu berproduksi, sedangkan ternak
lainnya tidak diberi kesempatan berproduksi. Ternak-ternak pada generasi
tertentu bisa menjadi tetua pada generasi selanjutnya jika terdapat dua
kekuatan. Kedua kekuatan itu adalah seleksi alam dan seleksi buatan
(Noor, 2004). Fungsi seleksi adalah mengubah frekuensi gen-gen,
dimana frekuensi gen-gn yang diinginkan akan meningkat sedangkan
frekuensi gen-gen yang tidak diinginkan akan menurun. Perubahan
frekuensi gen-gen ini tentunya akan mengakibatkan rataan fenotip dari
populasi terseleksi akan lebih baik dibandingkan dari rataa fenotip
populasi sebelumnya. Perbedaan antara rataan performans dari ternak
yang terseleksi dengan rataa performans populasi sebelu diadakannya
seleksi disebut sebagai diferensial seleksi, yang dinyatakan dengan rumus
(Hardjosubroto, 1994).
Respon seleksi adalah perubahan nilai rata-rata fenotip dari
generasi berikutnya, sebagai akibat dari adanya seleksi terhadap
populasi. Respon seleksi (R) juga merupakan kenaikan mutu genetik
ternak, sehingga sering pula dinyatakan dalam simbol ΔG, yang
melambangkan perubahan (Δ) dari nilai genetik (G) (Hardjosubroto, 1994).
Respon seleksi berfungsi untuk mengetahui seberapa besar respon yang
diberikan pada ternak terhadap seleksi yang dilakukan. Respon seleksi
menjelaskan suatu perubahan antar genetik yang linear, diikuti dengan
penurunan respon selanjutnya muncul karena adanya random drift dalam
populasi terbatas ketika pengaruh dominan muncul. Respon seleksi dan
batas seleksi sangat tergantung pada intensitas seleksi, struktur genetik
dalam populasi, dan lingkungan tempat seleksi dilakukan (Putra et al.,
2004).
Apabila ingin melakukan seleksi ternak, diperlukan informasi atau
perhitungan nilai heritabilitas (h 2) dan korelasi genetik (rG) pada sifat-sifat
pertumbuhan. Nilai h2 yang tinggi menunjukkan bahwa korelasi ragam
fenotip dengan ragam genetik adalah tinggi sehingga seleksi terhadap
fenotip individu akan efektif. Nilai r G yang tinggi antara sifat-sifat
pertumbuhan menunjukkan bahwa seleksi pada salah sifat individu akan
berkorelasi positif dengan sifat yang lain. Nilai h 2 dan rG juga dapat
digunakan untuk mengetahui respon seleksi yang penting untuk
mengetahui kemajuan genetik atau performans ternak setelah diseleksi
(Putra et al., 2014).
Beberapa metode seleksi yang biasa diterapkan pada keragaman
fenotip individu. Seleksi massa diterapkan di bidang perikanan adalah
seleksi massa (mass selection), seleksi famili (family selection), dan
seleksi silsilah (pedigree selection) dengan kekhususannya masing-
masing (Stanfield, 1986 cit. Arifin, 2009). Seleksi massa didasarkan pada
keragaman fenotip indvidu. Seleksi massa digunakan untuk menghasilkan
individu yang memiliki fenotip terbaik. Parameter yang diseleksi sangat
beragam dan umumnya bergantung pada kegunaan yang khusus
(Kirpichnikov, 1981 cit. Gustiano, 2008).
Efektivitas seleksi massa dapat diketahui dengan mnggunakan
rumus berikut (Falconer and Mackay, 1996):
R=i.αp. h2 = S. h2
Keterangan:
R = respon seleksi, perubahan karakter terseleksi setiap generasi,
I = intensitas seleksi,
αp = simpangan baku fenotipik dari karakter yang diseleksi
2
h = heritabilitas dari karakter
S = perbedaan/selisih antara nilai rata-rata karakter terseleksi dan
nilai dari seluruh kelompok yang diseleksi.

Intensitas seleksi merupakan hasil pembagian antara perbedaan


seleksi dengan simpangan bakunya, yaitu: i= S/α
Seleksi famili dilaksanakan pada anggota famili yang mirip atau
serupa. Umumnya dilakukan untuk sifat-sifat yang memiliki heritabilitas
yang rendah. Beberapa famili dari pasangan yang berbeda atau induk dari
kelompok yang kecil dipelihara dalam kondisi standar. Setelah itu, sifat
yang diamat diukur dan dideteksi, serta diseleksi famili yang memiliki
rataan terbaik untuk diproduksi seterusnya. Seleksi famili, jika dilakukan
dengan benar, makan didapat hasil yang sangat efektif. Seleksi langsung
(direct selection) adalah seleksi untuk meningkatkan suatu sidat dapat
dicapai dengan melakukan seleksi pada sifat itu berdasarkan rerata
performans populasi. Penghitungan nilai respon seleksi didasarkan
kepada rumus berikut :
Rf/thn = If. αp. h2f/I
Keterangan :
Rf = respon seleksi famili, perubahan terseleksi setiap tahun dalam
famili
If = intensitas seleksi setiap famili
αp = simpangan baku famili dari karakter yang diseleksi
h 2f = heritabilitas sifat yang diseleksi
I = interval generasi

Selisih silsilah didasarkan pada keunggulan tetua/moyang yang


didukung oleh kedekatan dengan moyang, banyaknya moyang dan nilai
heritabilitas sifat yang diseleksi.
Noor (1996) menyatakan bahwa beberapa faktor yang
mempengaruhi nilai diferensial seleksi, yaitu pada seleksi untuk satu sifat ,
semakin sedikit ternak yang dipilih semakin besar diferensial seleksinya,
difernsial seleksi dapat lebih besar pada kelompok ternak dengan jumlah
yang besar, sebab pada populasi yang besar akan semakin besar pula
kemungkinan dijumpai ternak-ternak yang performansnya di atas atau
dibawah rataan dan diferensial seleksi pada ternak jantan lebih tinggi
daripada ternak betina, karena ternak jantan memiliki potensi untuk
menghasilkan lebih banyak keturunan dibandingkan ternak betina.
Perbedaan performans tidak seluruhnya diturunkan ke generasi
selanjutnya, proporsi dari diferensial seleksi yang dapat diwariskan
kepada generasi berikutnya adalah hanya yang bersifat genetik saja, yaitu
sebesar angka pewarisnya (heritabilitas).

Seleksi tidak langsung (indirect selection) adalah seleksi untuk


meningkatkan suatu sifat dapat dicapai dengan melakukan seleksi pada
sifat yang lain. Cara seleksi tidak langsung dianjurkan bila seleksi secara
langsung secara teknis sulit dilakukan atau sangat mahal biayanya.
Kondisi tersebut seleksi tidak langsung dapat dilakukan dengan
mengamati seleksi pada suatu sifat. Misalnya seleksi untuk meningkatkan
efisiensi penggunaan ransum secara tidak langsung dapat dilakukan
dengan mengukur pertambahan bobot badan per hari yang lebih mudah
diukur (Warwick et al., 1990).
Rumus respon seleksi secara tidak langsung adalah
i. h 1. h 2. rG(1−2). α p (2)
Cry(1-2)/th =
I
Keterangan :
Cry = Respon seleksi terkorelasi
i = Intensitas seleksi
h1 dan h2 = Akar dari heritabilitas sifat 1 dan 2
rG(1-2) = Korelasi genetik antara sifat 1 dan 2
αp(2) = Standar deviasi pada sifat 2
I = interval generasi
Tujuan seleksi adalah memilih ternak yang dianggap memiliki mutu
genetik baik pada sifat tertentu untuk dikembangbiakkan lebih lanjut di
dalam populasi serta menyingkirkan ternak yang dianggap bermutu
genetik rendah untuk tidak dikembangbiakkan lebih lanjut dalam populasi.
Sedangkan manfaat seleksi adalah memperoleh keturunan yang unggul
dan meningkatkan kemampuan produksi ternak.
Tujuan penghitungan respon seleksi adalah untuk mengetahui
kemajuan genetik generasi keturunannya berdasarkan hasil seleksi.
Sedangkan manfaat penghitungan respon seleksi adalah dapat
menentukan ternak terseleksi yang terbaik.
BAB II
MATERI DAN METODE

Materi
Alat. Alat yang digunakan pada praktikum ilmu pemuliaan ternak
adalah kalkulator scientific, alat tulis, dan buku kerja praktikum.
Bahan. Bahan yang digunakan untuk respon seleksi langung
meliputi data yang diketahui jumlah kamning, perbandingan indukan dan
jantan, umur beranak pertama, proporsi individu terpilih, rerata berat sapi
populasi, dan angka pewarisan sifat berat sapih. Sedangkan respon
seleksi tidak langsung meliputi data yang diketahui lamanya kambing PE
dipelihara, intensitas seleksi, nilai heritabilitas berat sapih, nilai heritabilitas
setengah tahun, standar deviasi berat setangah tahun, dan interval
generasi.

Metode
Respon Seleksi Langsung. data yang digunakan adalah jumlah
indukan kambing 10.000 ekor. Perbandingan indukan dan jantan 1:20.
Beranak pertama umur 2 tahun. Proporsi individu terpilih 85%. Rerata
berat sapih populasi 13,5±1,06 kg. Angka pewarisan sifat berat sapih
0,31. Selanjutnya dilakukan perhitungan estimasi nilai respon seleksi
langsung dengan rumus.
R= i. h2. αp
I
Keterangan:
i = intensitas seleksi (0,274)
h2 = heritabilitas berat sapih
αp = simpangan baku dari fenotipnya
I = interval generasi dalam tahun

Respon Seleksi Tidak Langsung. Data yang digunakan respon


seleksi tidak langsung adalah kambing PE yang dipelihara selama 5
tahun. Intensitas seleksi 1,25. Nilai heritabilitas berat sapih setahunannya
sebesar 0,50 dan nilai heritabilitas setengah tahunnya 0,62 dengan
standar deviasi berat setengah tahunnya 0,33. Interval generasi sebesar 5
tahun.
ilakukan perhitungan estimasi nilai respon seleksi tidak langsung
dengan rumus
i. h 1. h 2. rG(1−2). α p (2)
Cry(1-2)/th =
I
Keterangan :
Cry = Respon seleksi terkorelasi
i = Intensitas seleksi
h1 dan h2 = Akar dari heritabilitas sifat 1 dan 2
rG(1-2) = Korelasi genetik antara sifat 1 dan 2
αp(2) = Standar deviasi pada sifat 2
I = interval generasi
Langkah pengerjaan penghitungan saat praktikum yaitu pada
respon seleksi langsung adalah perkalian intensitas seleksi, heritabiltas,
dan simpangan baku kemudian dibagi dengan interval generasi.
Sedangkan pada respon seleksi tidak langsung dengan perkalian
intensitas seleksi, heritabilitas berat sapih setahunan, heritabilitas
setengah tahun, korelasi genetik, standar deviasi kemudia dibagi dengan
interval generasi.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Praktikum yang telah dilakukan mengetahui seleksi adalah suatu


tindakan untuk memilih ternak yang dianggap mempunyai mutu genetik
baik untuk dikembangbiakan lebih lanjut serta memilih ternak yang
dianggap kurang baik untuk disingkirkan dan tidak dikembangbiakan lebih
lanjut. Tujuan dari seleksi yaitu untuk meningkatkan produktifitas ternak
melalui perkawinan mutu genetik ternak, sehingga diketahui respon
seleksi merupakan kenaikan nilai rata-rata fenotip dari generasi berikutnya
sebagai akibat adanya seleksi terhadap suatu populasi. Hardjosubroto
(1994) menyatakan bahwa respon seleksi adalah perubahan nilai rata-rata
fenotip dari generasi berikutnya, sebagai akibat dari adanya seleksi
terhadap populasi. Respon seleksi (R) juga merupakan kenaikan mutu
genetik ternak, sehingga sering pula dinyatakan dengan simbol ΔG, yang
melambangkan perubahan (Δ) dari genetik (G). Putra et al. (2004)
menyatakan bahwa respon seleksi berfungsi untuk mengetahui seberapa
besar respon yang diberikan pada ternak terhadap seleksi yang dilakukan.
Respon seleksi menjelaskan suatu perubahan antar genetik yang linear,
diikuti dengan penurunan respon selanjutnya muncul karena adanya
random drift dalam populasi terbatas ketika pengaruh dominan muncul.
Respon seleksi dan batas seleksi sangat tergantung pada intensitas
seleksi, struktur genetik dalam populasi, dan lingkungan tempat seleksi
dilakukan.
Respon Seleksi Langsung
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil
perhitungan respon seleksi terhadap berat sapih (R) terhadap kambing
sebesar 0,09. Pejantan yang digunakan selama 2 tahun dan induk 3 tahun
selama pembiakannya, sehingga interval generasi dalam tahun (I) yang
diperoleh adalah 3 tahun. Respon seleksi per tahun (R/th) yang diperoleh
sebesar 0,03
Berdasarkan literatur nilai respon seleksi berdasarkan berat sapih
kambing untuk respon seleksi langsung yaitu 1,38 dan respon lansung per
tahun yaitu sebesar 0,05 (Supriyanto dan Irianti, 2007). Hasil praktikum
menunjukkan apabila dibandingkan dengan literatur maka hasil nilai
respon seleksi langsung maupun respon seleksi respon langsung per
tahun berada dibawah normal. Putra et al. (2014) menyatakan bahwa
respon seleksi sangat tergantung pada intensitas seleksi (i), interval
generasi dalam tahun (L), keragaman genetik, dan keragaman fenotip.
Bourdon (1997) menyatakan bahwa intensitas seleksi yang tinggi,
populasi yang sangat bervariasi dan interval generasi yang lebih pendek
dapat meningkatkan laju kemajuan gentik. Idealnya keempat faktor
tersebut dibuat maksimal untuk mempertinggi kemajuan genetik, yaitu
kecermatan seleksi, inetnsitas seleksi dan variasi genetik dimaksimalkan
dan interval generasi dibuat maksimal karena perubahan pada satu faktor
terkadang mempengaruhi faktor yang lain.
Penggunaan pejantan yang terlalu lama dapat menyebabkan
keragaman genetik suatu sifat antar individu menjadi kecil sehingga
seleksi pada sifat produksi menjadi kurang efektif (Daniel, 1980). Noor
(1996) menyatakan bahwa beberapa faktor yang memepengaruhi nilai
diferensial seleksi yaitu pada seleksi untuk satu sifat, semakin sedikit
ternak yang dipilih semakin besar diferensial seleksinya, diferensial
seleksi dapat lebih besar pada kelompok ternak dengan jumlah yang
besar, sebab pada populasi yang besar akan semakin besar pula
kemungkinan dijumpai ternak –ternak yang performansnya di atas atau
dibawah rata, diferensial seleksi pada ternak jantan lebih tinggi daripada
ternak betina, karena ternak jantan memiliki potensi untuk menghasilkan
lebih banyak keturunan dibandingkan ternak betina. Perbedaan
performans tidak seluruhnya diturunkan ke generasi selanjutnya, proporsi
dari diferensial seleksi yang dapat diwariskan kepada generasi berikutnya
adalah hanya yang bersifat genetik saja, yaitu sebesar angka pewarisnya
(heritabilitas). Handiwirawan (2012) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan seleksi yaitu seleksi diferensial, heritabilitas,
dan interval generasi.
Respon Seleksi Tidak Langsung
Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil perhitungan
respon seleksi dengan data kambing PE dalam suatu populasi yang
berjumlah induk 10.000 ekor. Pehitungan respon seleksi tidak langsung
(Cry(TS)) diperoleh sebesar 0,05, sedangkan perhitungan respon seleksi
tidak langsung tahunan (Cry(TS)/th) sebesar 0,01.
Aroef (2006) menyatakn bahwa respon seleksi tidak langsung pada
berat sapih kambing sebesar 0,15. Respon seleksi tidak langsung dihitung
dengan adanya hasil respon dipengaruhi oleh suatu sifat tertentu yang
berkorelasi dengan sifat lainnya, tetapi yang dihitung hanya suatu sifat
tertentu. Faktor yang mempengaruhi berupa intensitas seleksi, interval
generasi dalam tahun, standar deviasi, heritabilitas berat sapih,
heritabilitas berat tahunan, dan korelasi genetik. Mandhiza et al. (2000)
menyatakan bahwa semakin lama memelihara pejantan dan induk pada
breeding menyebabkan keragaman genetik suatu sifat relatif kecil. Hal ini
disebabkan karena proses masuknya darah baru (pejantan dan induk
baru) retatif lama. Keragaman genetik yang kecil pada beberapa sifat
menyebabkan nilai rG antar sifat tersebut menjadi tinggi, sehingga nilai
CRY juga akan tinggi.
Seleksi tidak langsung (indirect selection) adalah seleksi untuk
meningkatkan suatu sifat dapat dicapai dengan melakukan seleksi pada
sifat yang lain. Cara seleksi tidak langsung dianjurkan bila seleksi secara
langsung secara teknis sulit dilakukan atau sangat mahal biayanya. Dalam
kondisi tersebut seleksi tidak langsung dapat dilakukan dengan
mengamati seleksi pada suatu sifatt. Misalnya seleksi untuk meningkatkan
efisiensi penggunaan ransum secara tidak langsung dapat dilakukan
dengan mengukur pertambahan bobot badan per hari yang lebih mudah
diukur (Warwick et al., 1990).
Faktor dari respon seleksi tidak langsung disebabkan karena
perbedaan lama pemeliharaan pejantan dan induk dalam breeding. Lama
pembiakan pejantan dan induk dalam populasi sangat menentukan
besarnya intensitas seleksi dan selang generasi dan selanjutnya sangat
menentukan besarnya respon seleksi. Intensitas seleksi akan semakin
meningkat dengan bertambahnya selang generasi. Hal ini disebabkan
oleh jumlah pejantan dan induk yang disingkirkan setiap tahunnya
berbeda sehingga komposisi trnak berdasarkan umur juga berbeda
(Duma, 2008). Seleksi pada ternak dengan kriteria fenotip, alokasi
perkawinan asortatif (terprogram) dan tipe seleksi berdasarkan
performans tetua akan memaksimalkan nilai Ry (Alnita et al., 2009).
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan penghitungan bahwa nilai respon seleksi sebesar


0,09, sedangkan nilai respon seleksi tidak langsung sebesar 0,05.
Beberapa faktor yang mempengaruhi seleksi yaitu lama pemeliharaan
pejantan dan induk dalam breeding, intensitas seleksi, struktur genetik
dalam populasi, dan lingkungan tempat seleksi.
DAFTAR PUSTAKA

Alnita B, Ahmad G. M., Lumatauw S. 2009. Seleksi berat badan sapi Bali
umur satutahun dengan menggunakan program simulasi gen up. J
Livest Sci. Vol 4 : 83-92.
Arifin Zainol. 2009. Dekripsi Sifat Agronomik Berdasarkan Seleksi
Genotipe Tanaman Kedelai Dengan Metode Multivariat. Skripsi.
Program Studi Agroteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas
Islam Madura. Pamekasan.
Aroef, M. A. U. 2006. Respon seleksi bobot lahir domba lokal ada
berbagai intensitas seleksi di peternakan desa negalsari
kecamatan Darandang Kabupaten Purwakarta Jawa Barat.
Bourdon, R. M. 1997. Understanding Animal Bredding. Prentic-Hall, Inc.
New Jersey.
Daniel, L. H. 1980. Population Genetic. Perdu University. Sinauer
Associates, Inc. Sunderland, Massachusetts
Duma, Y dan M. Tanari. 2008. Potensi respon seleksi sifat pertumbuhan
sapi brahman cross di ladang ternak bila river ranch Sulawesi
Selatan. Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong. Fakultas
Pertanian. Universitas Tadulako.
Falconer, R. D and T. F. Mackay. 1996. Introduction to Quantitative
Genetics. 4 th ed. Departemen of Gntics. North Canada State
University. Prince George.
Gustiano Rudy, Otong Zenal Arifin, dan Estu Nugroho. 2008. Perbaikan
Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Seleksi
Famili. Media Akuakultur Vol 3 (2). Balai Riset Perikanan
Budidaya Air Tawar. Bogor.
Handiwirawan Eko. 2012. Seleksi pada Ternak Kerbau Berdasarkan Nilai
Pemuliaan. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau
Mendukung Progrma Kecukupan Daging Sapi. Pusat Pene;litian
dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan.
Grasindo. Jakarta.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Meuwissen TH. 1997. Maximizing the response of selection with a
predefined rate of inbreeding. J Anim Sci. 75:934-940.
Noor, R.R. 1996. Genetika Ternak. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Noor, R. 2004. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Putra, S. 1999. Peningkatan Performans Sapi Bali Melalui Perbaikan Mutu
Pakan dan Suplementasi Seng Asetat. Disertasi. Program
Pascasarjana. IPB. Bogor.
Suproyantono, A. Dan Iriantini, B.W. 2007. Peningkatan Mutu Genetik
Sapi Bali Melalui Pengembangan Program Pemuliaan. Jurnal
Protein. Vol 15 (1).
Warwick, E. J., J. M. Astuti dan W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan
Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Lampiran Perhitungan Respon Seleksi

Perhitungan respon seleksi langsung


Diketahui:
Jumlah induk = 10.000 ekor
Berat sapih = 13, 5 kg
H2 berat sapih = 0,31
Pejantan:induk = 1 : 20
Pejantan = 500 ekor
Intensitas seleksi = 0,274
Interval generasi = 3 tahun
Standar deviasi = 1,06
R = i. H2. αp
= 0,274 x 0,31 x 1,06
= 0,09
R/th = 0,09/I
= 0,09/3
=0,03
Perhitungan respon seleksi tidak langsung
Diketahui :
CRY(TS) = 0,05
i = 1,25
hs = 0,5
ht = 0,62
RG(TS) = 0,33
αpt = 0,38
l =5
CRY(TS) = i. hs. ht. RG(TS). αpt
= 1,25 x 0,5 x 0,62 x 0,33 x 0,38
= 0,05
CRY(TS)/th = 0,05/I
= 0,05/5
= 0,01

Anda mungkin juga menyukai