Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pada zaman modern seperti sekarang ini, memelihara kucing bukanlah hal yang asing di
kalangan masyarakat. Walaupun dulunya dianggap liar, namun kucing telah didomestikasi
sehingga sifat liar yang ada pada kucing secara perlahan hilang. Kucing merupakan salah satu
hewan peliharaan yang paling banyak digemari oleh masyarakat Indonesia karena sifat manjanya
dan pemeliharaanya yang terbilang mudah. Populasi kucing di Indonesia semakin hari semakin
meningkat karena kucing merupakan hewan poliestrus. Poliestrus adalah golongan hewan yang
dalam satu tahun menunjukkan beberapa kali gejala birahi. Sehingga dapat dilihat bahwa dalam
satu tahun kucing dapat melahirkan lebih dari satu kali dan dalam satu kali periode kebuntingan
kucing dapat melahirkan lebih dari 2 ekor anak. Hal ini apabila tidak dikontrol akan berdampak
pada berbagai gangguan yang berkaitan dengan sanitasi lingkungan, kegaduhan karena perkelahian
dan perkawinan diantara mereka, juga keamanan makanan bagi manusia (Suwed dan Napitupulu,
2011).

Peningkatan populasi hewan dalam jumlah besar menjadi masalah tersendiri bagi kesehatan
manusia, terutama hewan kecil seperti kucing yang dapat menularkan dan membawa berbagai agen
penyakit yang dapat ditularkan ke manusia. Salah satu solusi untuk memecahkan permasalahan di
tersebut adalah melakukan tindakan sterilisasi pada kucing baik pada jantan maupun betina yang
bertujuan untuk mengendalikan populasi. Sterilisasi pada hewan betina dapat dilakukan dengan
hanya mengangkat ovariumnya saja (ovariectomy) atau mengangkat ovarium beserta dengan
uterusnya (ovariohisterectomy). Ovariohisterectomy terdiri dari kata ovariectomy dan
histerectomy. Ovariectomy adalah tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan
ovarium dari rongga abdomen. Sedangkan histerectomy adalah tindakan mengamputasi,
mengeluarkan dan menghilangkan uterus dari rongga abdomen (Aronson, 2016).
Tujuan lain dari dilakukan nya Ovariohisterectomy yakni untuk memodifikasi tingkah laku
hewan agar lebih jinak, mengatasi penyakit seperti tumor, cysta ovarium, pyometra dan untuk
proses penggemukkan.

1.1 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui teknik bedah Ovariohisterectomy guna
menghasilkan hewan betina yang steril dengan mengambil uterus dan ovariumnya
1.2 Manfaat
Dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam ilmu bedah dan dapat mengontrol
populasi kucing
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ovariohisterektomy
Ovariohisterektomy (OH) merupakan istilah kedokteran yang terdiri dari ovariektomi dan
histerektomi. Ovariektomi adalah tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan
ovarium dari rongga abdomen. Sedangkan histerektomi adalah tindakan mengamputasi,
mengeluarkan dan menghilangkan uterus dari rongga abdomen. Operasi ini dilakukan untuk
mensterilkan hewan betina dengan maksud menghilangkan fase estrus atau untuk terapi penyakit
yang terdapat pada uterus, seperti resiko tumor ovarium, seriviks, dan uterus. Selain itu, operasi
juga dilakukan untuk memperkecil terjadinya pyometra pada betina yang tidak steril. Sterilisasi
biasanya dilakukan saat hewan berumur masih muda. Pada kasus pyometra sterilisasi dilakukan
sebagai terapi karena ketidakseimbangan cairan sehingga melalui tindakan bedah ini dapat
menyembuhkan penyakit tersebut. Ovariohisterektomi dapat dilakukan pada hampir semua fase
siklus reproduksi, tetapi yang paling baik dilakukan sebelum pubertas dan selama fase anestrus.
Ovariohisterektomi paling berbahaya dilakukan pada saat estrus dan pregnansi, serta pada betina
tua yang gemuk (Tilley, 2000).
2.1.1 Tipe-tipe Ovariohisterektomi
Metode ovariohisterectomy terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Flank Ovariohisterectomy
Flank ovariohisterectomy tidak direkomendasikan pada anjng, namun populer dilakukan
pada kucing. Klip area pada flank kiri, pusatkan klip secara caudodorsal, dan siapkan hewan untuk
dilakukan operasi. Posisi pasien right lateral recumbency dengan kaki belakang menjulur supaya
muskulus tidak tertimpa.

2. Midline Ovariohisterektomi
Midline ovariohisterektomy dilakukan dengan menginsisi daerah ventral abdomen dekat
dengan umbilicus bagian tengah. Midline ovariohisterektomy lebih efektif dan lebih disukai
daripada flank ovariohisterectomy (Fossum, 2002).

2.1.2 Keuntungan dan Kerugian Ovariohisterektomi


Keuntungan ovariohysterectomy antara lain:

1. Mencegah kelahiran anak anjing atau kucing yang tidak diinginkan. Selain menjaga
populasi anjing dan kucing tetap terkendali, tindakan ini juga memungkinkan pemilik
anjing dan kucing bisa merawat anjing dan kucingnya dengan maksimal.
2. Tidak Suka Berkeliaran. Anjing atau kucing betina yang sedang birahi mengeluarkan
feromon yang dapat menyebar melalui udara. Feromon ini dapat mencapai daerah yang
cukup jauh. Anjing atau kucing jantan dapat mengetahui dimana letak anjing atau kucing
betina yang sedang birahi melalui feromon ini, lalu kemudian mencari dan mendatangi sang
betina meskipun jaraknya cukup jauh.
3. Peningkatan Genetik. Beberapa anjing kucing disterilisasi karena mempunyai/membawa
cacat genetik. Diharapkan anjing atau kucing cacat tersebut tidak dapat lagi berkembang
biak, sehingga jumlah anjing dan kucing cacat dapat dikurangi
4. Mengurangi Resiko Tumor ovary dan mammae (Nash, 2008)

Terdapat beberapa kerugian apabila tidak dilakukan OH pada kucing betina, yaitu antara
lain :
1. spontaneous ovulators : kucing betina adalah “spontaneous ovulators”, artinya kucing
betina akan ovulasi hanya pada saat kawin, jika betina mengalami estrus (selama 3-16 hari)
dan tidak dikawinkan maka betina akan estrus kembali setiap 14-21 hari sampai akhirnya
dikawinkan. Pola fisiologi dan tingkah laku akan tertekan selama kawin. Apabila betina
terkunci atau terjebak di dalam rumah maka kemungkinan akan menyebabkan kegelisahan
dan frustasi.
2. Masalah tingkah laku dan higienis : selama siklus estrus akan muncul beberapa
permasalahan tingkah laku. Betina yang sedang estrus akan aktif mencari pejantan dan
mungkin berusaha untuk pergi jauh dari rumah, kecelakaan mobil, berkelahi dengan hewan
yang lain dan lain lain. Kadang kucing jantan datang secara tiba-tiba di sekitar rumah dan
halaman. Pada beberapa keadaan, betina yang belum di OH akan spray urinnya ketika
estrus. Hal ini akan sulit untuk dihentikan dan sangat dianjurkan untuk dilakukan OH
sebagai salah satu pengobatan.
3. Kanker mamae : kanker mamae adalah no 3 kanker yang umum terjadi pada kucing betina.
Hormon reproduksi adalah salah satu penyebabutama kanker mamae pada kucing betina.
Kucing yang telah di OH memiliki risiko 40-60% lebih rendah pada perkembangan kanker
mamae daripada yang tidak di OH.
4. Tumor pada traktus reproduksi : tumor akan muncul pada uterus dan ovarium. OH tentu
saja akan mengeliminasi berbagai kemungkinan munculnya tumor.
5. Infeksi traktus reproduksi : kucing yang tidak di OH kemungkinan akanberkembang
penyakit pada uterus yang disebut pyometra. Dengan demikian, bakteri akan masuk dan
uterus akan dipenuhi oleh nanah. Apabila tidak terdeteksi, umumnya akan fatal. Pada kasus
yang jarang adalah ketika kondisi ini diketahui lebih dini maka terapi hormonal dan
antibiotik mungkin akan berhasil. Secara umum, pengobatan pyometra membutuhkan OH
yang cukup sulit dan mahal (Nash 2008).

2.2 Anatomi Organ Abdomen


Organ-organ pada saluran pencernaan, saluran limfatik, saluran urogenital dan saluran
reproduksi merupakan organ tubuh yang berada di ruang abdomen. Setelah berhasil dilakukan
insisi, organ pertama yang akan ditemui adalah usus karena posisi penyayatan yang dilakukan tepat
di ventromedial abdomen. Saluran usus pada dasarnya adalah tabung berotot dengan berbagai
diameter dan struktur mukosa yang berbeda di setiap bagian dari saluran tersebut (duodenum,
jejunum, ileum). Variasi diameter, struktur mukosa dan fungsi berhubungan dengan peran
fisiologis yang berbeda dari masing-masing daerah. Kemudian dilakukan eksplorasi lagi maka
ginjal kiri, ginjal kanan, vesika urinaria, lambung, hati dan saluran reproduksi (seperti tuba falopii,
uterus dan ovarium) akan dapat ditemukan (Sardjana, 2011).

Semua organ yang berada di dalam ruang abdomen tersebut diselubungi oleh omentum.
Target organ berdasarkan bayangan rongga abdomen dibagi menjadi:
1. Epigastrium : diaphragma, hati, empedu, gastrium, pancreas, ginjal
2. Mesogastrium: ovarium, usus,limpa,uterus
3. Hypogastrium : tanduk uterus, vesica urinaria,ncolon dan prostat (Pearson, 2004)

Organ reproduksi betina dibagi menjadi organ yang memproduksi gamet dan organ yang
bertanggung jawab dalam transportasi dan penyimpanan gamet. Organ reproduksi betina terdiri
dari sepasang ovari,oviduk, uteri, dan vagina (Konig dan Liebich, 2004).

1. Ovarium
Ovarium kucing dewasa berbentuk oval, kira-kira berukuran 1,0 x 0,3 x 0,5 cm dan bobot
220 mg, terletak di abdomen dorsal bersebalahan dengan ginjal. Tiap ovarium dilekatkan
dengan diapragma oleh ligamen penggantung, dengan dinding dorsal oleh mesovarium dan
dengan ujung kornu uteri oleh ligamen ovari yang pendek dengan ketebalan memadai
(Junaidi, 2013). Ovarium berfungsi untuk memproduksi gamet betina dan hormon (Konig
dan Liebich, 2004).

2. Oviduk
Oviduk kucing dewasa panjangnya 5-6 cm. infundibulum yang merupakan ujung kranial
oviduk adalah pembesaran konikal yang dibatasi oleh villi mukosa yang disebut fimbria.
Fimbria berada kraniomedial terhadap ovarium, dari sana oviduk melintas secara kranial,
secara lateral dan secara kaudal di mesosalpinx sebelum bergabung dengan ujung kornu
uteri melalui papilla otot halus sirkuler yang menonjol keluar ke dalam lumen kornu uteri.
Dinding oviduk adalah tipis dan dilapisi ke dalam lipatan longitudinal (Junaidi, 2013).
Infundibulum berfungsi menerima oosit setelah ovulasi yang berbentuk corong. Fimbria
berhubungan dan terkadang melekat di permukaan ovari. (Konig dan Liebich, 2004).
3. Uterus
Uterus kucing dewasa adalah organ berbentuk Y yang terdiri atas korpus sepanjang 2 cm
yang terletak antara kolon yang turun secara dorsal dan kandung kemih secara ventral dan
dua kornu uteri sepanjang 10 cm yang memanjang secara kranial untuk bertemu dengan
oviduk. Serviks ialah leher berdinding tebal dari uteri, yang menghubungkannya dengan
vagina, serviks pada kucing memiliki panjang 2 cm
4. Vagina
Vagina kucing dewasa memanjang secara kaudal dari serviks ke bagian himen, tepat
sebelah kranial dari orifisium uretra eksternal di vestibula atau sinus urogenitalis. Vagina
pada kucing memiliki panjang 2 cm (Junaidi, 2013). Vagina merupakan bagian kranial dari
organ kopulatorik betina (Konig dan Liebich, 2004).
5. Vulva dan Klitoris
Vulva dewasa kucing terdiri atas dua labia lateral kecil yang bundar terletak di bawah anus,
yang menyatu di komissura dorsal dan ventral. Labia lebih kecil pada kucing-kucing yang
disterilkan dari pada kucing-kucing yang normal. Selama estrus labia agak odema dan
memerah, leleran vulva tidak ada. Klitoris terdiri atas krura berpasangan jaringan erektil
(Clitoridis Corpora Cavenosum) yang bermula di ischial arch, yang menyatu dalam suatu
badan menjadi, secara distal, glandula-glandula erektil. Klitoris terletak di dasar klitoridis
fossa di lapisan tengah ventral vestibula (Junaidi, 2013).

2.3 Fisiologi Normal Kucing


Pemeriksaan fisik pada pasien yang akan menjalani tindak pembedahan adalah langkah
awal dalam penentuan potensi resiko dalam pelaksaan pembedahan. Evaluasi yang dilakukan
seperti pemeriksaan frekuensi denyut jantung, suhu, frekuensi respirasi, status hidrasi, CRT,
membran mukosa dan berat badan. (Sardjana, 2011). . Fisiologis kucing yang berkaitan dengan
praktikum ini meliputi :

2.3.1 Frekuensi Denyut Jantung


Jantung kucing terdiri dari empat katup. Jantung memompa darah melalui arteri dan kapiler
yang tujuannya untuk mendistribusikan nutrisi dan oksigen keseluruh bagian tubuh. Denyut
jantung adalah hitungan berapa kali jantung berdenyut dalam satu menit. Pengamatan frekuensi
denyut jantung dapat menggambarkan kualitas fungsi kardiovaskuler berjalan dengan baik atau
tidak. Pengamatan frekuensi denyut jantung dapat dihitung secara auskultasi menggunakan
stetoskop yang diletakkan tepat diatas apex jantung di rongga dada sebelah kiri, atau dapat pula
dengan merasakan pulsus hewan pada pembuluh darah arteri femoralis atau arteri brachialis.
Frekuensi denyut jantung normal pada kucing adalah 110-130/menit. (Ifianti, 2001)

2.3.2 Suhu
Suhu tubuh adalah suhu bagian dalam (suhu inti), bukan suhu permukaan yang merupakan
suhu kulit atau jaringan bawah kulit. Suhu ini relatif konstan, kecuali bila terjadi demam,
sedangkan suhu permukaan lebih dipengaruhi oleh lingkungan (Guyton et.al.,1997). Pada
kedokteran hewan, pengukuran temperatur atau suhu tubuh hewan termasuk kucing dapat
dilakukan menggunakan termometer yang dimasukkan ke dalam rectum. Pengukuran melalui
rectum, dilakukan ketika feses tidak ada didalam rectum agar suhu yang muncul pada termometer
dapat menjadi wakil dari keseluruhan tubuh. Suhu normal pada kucing berkisar antara 38-39,3oC.
Pada semua hewan, suhu tubuh dapat berubah-ubah sepanjang hari, pada pagi hari suhu tubuh lebih
rendah, tengah hari agak tinggi, dan mencapai puncak pada sore hari sekitar pukul 18.00 dengan
rentang suhu sehari adalah 0,8oC. (Ifianti, 2001)

2.3.3 Frekuensi Respirasi


Sistem respirasi atau pernapasan sangat penting, karena oksigen digunakan didalam proses
metabolisme dalam tubuh dan karbondioksida perlu dikeluarkan dari dalam tubuh. Sistem
pernafasan kucing terdiri atas paru-paru, bronchial passage dan diafragma. Sistem pernafasan juga
membantu kucing menyeimbangkan temperatur atau suhu tubuh, dengan cara mendinginkannya.
Dengan demikian kucing mampu bernapas lebih cepat. Rata-rata kucing normal bernapas sekitar
15-25 tarikan napas permenit (Ilfianti, 2001).

Salah satu proses respirasi adalah ventilasi paru yang berarti masuk dan keluarnya udara
antara atmosfer dan alveoli. Hal tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu gerakan turun dan
naik dari diafragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada dan depresi atau elevasi
tulang rusuk untuk memperbesar atau memperkecil diameter anteroposterior rongga dada (Guyton,
1997).

2.3.4 Status Hidrasi


Status hidrasi merupakan keadaan cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah gangguan dalam
keseimbangan cairan atau air pada tubuh. Hal ini terjadi karena pengeluaran air lebih banyak dari
pada pemasukan (misalnya minum). Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan
gangguan keseimbangan zat elektrolit tubuh.
Pembagian tingkat dehidrasi :
• Dehidrasi ringan : penurunan sekitar 5% pada tingkat hidrasi
• Dehidasi sedang : penurunan 5%-10% dalam tingkat hidrasi
• Dehidrasi parah : kehilangan air lebih dari 10%

Gambar 2.2 Status Dehidrasi

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengetahui status hidrasi kucing, antara lain yaitu
1. Uji turgor kulit : pegang kulit pada tengkuk dan tarik ke atas. Pada kucing dengan status
hidrasi normal, kulit akan kembali kurang dari 2 detik. Sedangkan pada kucing dehidrasi,
kulit akan menjadi lebih lambat untuk kembali. Semakin parah dehidrasi semakin lambat
kulit kembali.
2. CRT : CRT akan membantu untuk menguji sirkulasi darah kucingdan dapat menunjukkan
dehidrasi, gagal jantung atau shock. Tekan telapak jari pada gusi, lalu lepaskan tekanan
sampai terlihat tanda putih pada gusi di mana gusi ditekan. Hitung berapa lama normal
membutuhkan waktu sekitar 1-2 detik untuk kembali ke merah muda.

2.3.5 Berat Badan


Perkembangan fisik kucing pada dasarnya hampir sama. Pada kucing yang sehat, berat
badan sangat berkaitan dengan kondisi kucing seperti pada saat pertumbuhan, dewasa, non aktif,
bunting dan laktasi. Kekurangan atau kelebihan salah satu atau beberapa zat gizi dalam pakan dapat
menyebabkan malnutrisi atau obesitas (Sjamsuhidajat,2005).
Gambar 2.3 Body Scoring Kucing

2.4 Premedikasi

Premedikasi disebut juga preanestesi atau preoprative medication yaitu pemberian obat
sebelum induksi anastesia. Tujuan pemberian premedikasi diantaranya agar membantu
mengendalikan hewan agar tenang, memudahkan pemberian anaestesi, supaya lebih tenang pada
waktu sadar kembali dari anaestesi, mengurangi dosis anaestesi umum dan mengurangi efek
samping akibat anaestesi. Trauma pembedahan sering menyebabkan gerak refleks dari hewan
penderita sehingga pemberian analgetika dapat diberikan untuk menekan refleks yang tidak
diinginkan atau mencegah gerak tubuh yang tidak disadari.

Pemilihan premedikasi dipertimbangkan sesuai dengan spesies, status fisik pasien, derajat
pengendalian, jenis operasi, dan kesulitan dalam pemberian anestetikum. Premedikasi yang paling
umum digunakan pada hewan adalah atropin, acepromazin, xylazin, diazepam, midazolam, dan
opioid atau narkotik. Atropin digunakan untuk mengurangi salivasi, peristaltik, dan mengurangi
bradikardia akibat anestesi. Xylazin, medetomidin, diazepam,dan midazolam digunakan sebagai
agen sedatif dan merelaksasi otot. (Munaf, 2008.)

Atropin sebagai premedikasi diberikan pada kisaran dosis 0,02 – 0,04 mg/kg, yang
diberikan baik secara subkutan, intravena, maupun intramuskuler. Pada dosis normal, atropin dapat
mencegah bradikardia dan sekresi berlebih saliva serta mengurangi motilitas gastrointestinal.
Atropin sulfat mempunyai fungsi yang sama dengan adrenalin yang menaikkan potensial membran
sehingga permeabilitas membrane menurun. Pada saluran nafas, atropin dapat mengurangi sekresi
hidung, mulut, dan bronkus. Efek atropin pada sistem kardiovaskuler (jantung) bersifat bifasik
yaitu atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung dan
menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin. Pada saluran pencernaan, atropin sebagai antispasmodik
yaitu menghambat peristaltik usus dan lambung, sedangkan pada otot polos atropin mendilatasi
pada saluran perkencingan sehingga menyebabkan retensi urin (Sulistia, 2013).

2.5 Anastesi
Xylazine
Farmakodinamik
Xylazine merupakan obat agonis reseptor adrenergik alpha 2, sedativa non narkotik yang
paling kuat dan analgesik visceral yang baik dan menimbulkan relaksasi muskulus. Efek sedativa
dan analgesik akan mendepres sistem syaraf pusat dan relaksasi muskulus didasarkan atas
hambatan transmisi impuls intraneural dalam sistem syaraf pusat. Efek samping yang dilaporkan
dalam penggunaan klinis adalah terjadi hipertensi, bradikardia dan muntah sehingga perlu
diberikan premedikasi menggunakan Atropine Sulfat.
Pada anjing dan kucing, onset kerja yang diberikan secara intramuscular atau subkutan
sekitar 10-15 menit dan 3-5 menit apabila diberikan secara intravena. Efek analgesik terjadi selama
15-30 menit tetapi efek sedasi selama 1-2 jam tergantung dosis yang diberikan (Plumb, 2008).
Dosis
Dosis yang dianjurkan adalah 1-2 mg/kgBB secara intramuskuler atau subkutan (Plumb, 2008).

Ketamin
Farmakodinamik

Ketamin akan menghambat GABA, dan memblok serotonin, norephinephrin dan dopamin
pada sistem saraf pusat. Ketamin akan diabsorbsi melalui intravena yang dapat merangsang
kardiovaskular karena efek perangsangnya pada pada pusat simpatis. Ketamin mempunyai sifat
analgesik, anestetik, dan kataleptik dengan kerja singkat. Efek anestesinya ditimbulkan oleh
penghambatan efek membran dan neurotransmitter eksitasi asam glutamat pada reseptor N-Metil-
D-Spartat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem viseral
(Gorda et al., 2010)..

Farmakokinetik
Setelah pemberian secara intramuscular pada kucing, level puncak pada waktu 10 menit.
Ketamin akan di distribusikan ke seluruh jaringan tubuh dengan level tertinggi yang ditemukan
pada otak, hepar, paru-paru dan lemak. Ketamin dimetabolisme di hati melalui demitilasi dan
hidroksilasi. Dalam penggunaannya ketamin mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya yaitu
mempunyai mula kerja (onset of action ) yang cepat dan efek analgesik yang kuat serta aplikasinya
cukup mudah, yaitu dapat diinjeksikan secara intramuskular. Namun, ketamin juga mempunyai
kerugian yaitu tidak terjadi relaksasi otot sehingga dapat menimbulkan kekejangan dan depresi
ringan pada saluran respirasi. (Gorda et al., 2010).

Dosis = Dosis ketamin pada kucing adalah 10-30 mg/kg BB secara intramuskular (Plumb,
2008).
Pemberian obat anestesi dimaksudkan untuk menghilangkan kesadaran dan rasa sakit serta
mengurangi timbulnya konvulsi otot saat terjadinya relaksasi otot, dengan demikian tindakan
operasi dapat dilakukan pada pasien dengan aman. Tujuan dari pemberian anestesi adalah
mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dengan meminimalkan kerusakan beberapa organ
tubuh terutama pada pasien dengan kondisi khusus dengan komplikasi. Selain itu, tujuan anestesi
juga untuk membuat hewan tidak terlalu banyak bergerak bila dibutuhkan relaksasi muskulus
Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu (Munaf,2008) :
a. Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), dimulai dari pemberian agen
anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran.Rasa takut dapat meningkatkan
frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi.
b. Stadium II (stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran sampai
permulaan stadium pembedahan.Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak
menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia urin, muntah, midriasis,
hipertensi, dan takikardia.
c. Stadium III (pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yaitu;
Plane I : yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak.
Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak,
palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi.
Plane II: ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial
semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut.
Plane III: ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah
dan otot perut relaksasi.
d. Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan paralisis otot
dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata
ikan karena terhentinya sekresi lakrimal (Munaf,2008).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


 Alat yang digunakan:
a. Duk klem
b. Duk
c. Arteri kleem
d. Needle holder dan needle
e. Spuit 1 cc
f. Kapas alkohol, kasa, dan tampon
g. Scalpel dan Blade
h. Pinset (Anatomis dan Chirurgis)
i. Gunting lurus tajam-tumpul, tumpul-tumpul
j. Jarum
k. Catgut chromic 3.0 & catgut plain
l. Meja operasi
m. Timer, stetoskop, dan termometer
n. Tali, lampu penghangat
o. Timbangan
p. Silet
q. Gloves dan masker
r. Nurse cap
s. Gurita
 Bahan yang digunakan
a. Kucing betina
b. Air sabun
c. Alkohol 70%
d. Povidone iodine
e. Atropin sulfate
f. Ketamine
g. Xylaxine
h. Tolfenamic acid
i. Nebacetin dan NaCl Fisiologis
3.2 Cara Kerja

3.2.1 Persiapan Alat dan Obat- obatan

Alat dan Bahan

- diletakkan alat-alat dalam wadah peralatan (nierbeken)


- dibungkus koran untuk semua alat dan bahan kecuali gunting
- disterilisasi menggunakan autoclave 121oc selama 60 menit (kecuali
gunting)
- dikeluarkan dari autoclave dan dibiarkan dingin
- dibuka pembungkus koran
- direndam alat- alat untuk operasi dalam campuran alkohol 70% dan
povidone iodine

Hasil

Obat- obatan

- dilakukan penimbangan berat badan kucing


- dilakukan perhitungan dosis
- dimasukkan obat ke spuit sesuai dosis
- diberi etiket atau penanda
- diinduksikan ke hewannya

Hasil

3.2.2 Persiapan Hewan

Kucing

- diukur suhu, pulsus dan frekuensi respirasi, CRT


- diinjeksikan atropin sulfate sesuai dosis secara subkutan (SC)
- dibiarkan selama 10 menit
- diinjeksikan ketamin + xylazine sesuai dosis secara intramuskular
(IM)
- ditunggu hingga mulai hilang kesadaran
- direstrain, diposisikan dorsal recumbency dan difiksasi
ekstremitasnya di meja operasi
- dibasahi rambut disekitar area insisi (daerah testis) dengan air sabun
- dicukur rambut disekitar area insisi dengan silet hingga bersih
- diolesi alkohol 70% secara melingkar pada daerah yang akan diinsisi
- ditutup dengan duk steril
- dijepit duk dengan duk clamp, diolesi terramycin pada mata agar
mencegah iritasi

Hasil

3.2.3 Persiapan Operator


Operator

- Dicuci tangan dengan sabun hingga ke sela jari dan kuku


- Dibilas dengan air mengalir hingga bersih
- Dilakukan pencucian hingga lengan
- Diposisikan tangan menengadah keatas
- Dikenakan gloves, asker, dan nurse cup

Hasil

3.2.4 Prosedur Operasi

Kucing

Dilakukan penghitungan dosis atropin sulfat untuk premedikasi dan ketamin serta
xylazine sebagai anastesi
Diperiksa berat badan, pulsus, suhu dan membran mukosa dan dilakukan secara
berulang setiap 15 menit selama operasi berlangsung hingga hewan sadar.
Disiapkan perlak dan duk operasi
Hewan diberikan atropin sulfat secara subkutan untuk premedikasi dan ditunggu
selama 10 hingga 15 menit
Setelah 10-15 menit, diberikan anastesi secara IM dengan gabungan antara ketamin
dan xylazine
Dilakukan restrain dengan cara mengikat keempat kaki hewan coba menggunakan
tali dan dikeluarkan lidah hewan coba dan mulut ditutup (tidak rapat) dengan kapas
atau kasa
Setelah hewan tidak sadar, bulu pada situs laparotomy dicukur
Pada situs operasi yang sudah bersih dari bulu, diberikan iodine untuk desinfektan
Sayatan dilakukan pada garis median abdomen (linea alba) berdasarkan pada ukuran
dan besar hewan, jarak antara umbilikal dan pubis dibagi 3 bagian.Pada anjing
sayatan sebaiknya dibuat di 1/3 bagian cranial abdomen karena ovarium anjing agak
sulit dikeluarkan dibandingkan dengan uterusnya. Jika uterus membesar atau
memanjang maka sayatan lebih diperpanjang. Pada kucing sayatan sebaiknya
dilakukan pada 1/3 bagian medial abdomen karena lebih mudah mengeluarkan
ovarium dibandingkan corpus uterus.
Cornua uterus dikeluarkan (menggunakan spay hook atau jari tangan), kemudian
setelah diangkat akan ditemukan ovarium yang tertahan oleh ligamentum dan selaput
penggantungnya (mesovarium). Kumpulan ligamentum, pembuluh darah dan
mesovarium dan lemak dijepit.
Penjepitan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan 3 buah klem terhadap secara
berurutan. Benang nonabsorble (Vicryl® 2.0) digunakan sebagai pengikat kumpulan
ligamentum,mesovarium dan pembuluh darah di bawah jepitan klem pertama
selanjutnya pengikatan kedua dan ketiga dilakukan sebelum dilakukan pemotongan
pada kumpulan tersebut.
Setelah pemotongan sebaiknya satu klem jangan dilepas sebagai orientasi
pengontrolan terjadinya perdarahan atau tidak.
Hal yang sama dilakukan pada ovarium berikutnya.
Pada corpus uterus penjepitan dilakukan di daerah dorsal serviks, kemudian
pembuluh darah (a.v uterina dextra et sinistra) sebaiknya diikat terlebih dahulu
sebelum melakukan pengikatan pada corpus uterus, setelah 2-3 kali pengikatan maka
corpus uterus dipotong, permukaan bekas sayatan pada corpus uterus bila perlu dapat
dijahit.
Setelah itu dilakukan penutupan rongga abdomen dan lapisan subkutan serta
penutupan kulit.
Selama penjahitan dan setelah penjahitan selesai, pada luka
diberikan antibiotic.
hasil
3.2.5 Prosedur Post operasi

hewan

Diberikan antibiotic gentamicin pada bagian jahitan agar tidak terjadi infeksi
Ditutup bagian luka dengan bandage
Ditunggu hingga hewan coba sadar atau efek anasthesi berkurang
Diamati suhu dan pulsus hewan coba setiap 15 menit hingga nilai dari suhu dan
pulsus dianggap normal
Luka ditutup dengan kassa steril dan kemudian dipakaikan gurita

hasil
BAB IV
HASIL

Pemeriksaan Hewan

Kelas: 2014/A Kelompok: 1

Nama Nim
1. Flora Wahyu 145130101111001
2. Gita Amalia. 145130100711001
3. Davinci oswald 145130101111001
4. Muhammad Novrizal 145130101111008

SIGNALEMENT
Nama : Bubu
Jenis hewan : Kucing
Kelamin : Betina
Ras/breed : Mixdome
Warna bulu/kulit : Grey
Umur : 1 tahun
Berat badan : 2,75 Kg
Tanda kusus :-
Pemeriksaan Hewan

Hospital Name : CLINIC VETERINARY OF BRAWIJAYA UNIVERSITY


Address : JL. MT. HARYONO
City : MALANG

Tanggal : 3 November 2017

Temp : 37, 9 0C
Pulse : Normal Respirasi : Normal
Membrane color: Pink CRT : <2 detik
Hydration : Normal Body Weight : 2,75 Kg
Body condition : Underweight  Overweight √ Normal

System Review
a. Integumentary b. Otic c. Optalmic d. Muscoloskeletal
√ Normal √ Normal √ Normal √ Normal
Abnormal Abnormal Abnormal Abnormal
e. Nervus f. Cardiovaskuler g. Respiration h. Digesty
√ Normal √ Normal √ Normal √ Normal
Abnormal Abnormal Abnormal Abnormal
i. Lympatic j. Reproduction k. Urinaria
√ Normal √ Normal
√ Normal
Abnormal Abnormal
Abnormal

Deskripsi Abnormal
Kucing pada kondisi sedang masa laktasi

Vaksinasi Ya √ Tidak
ctt:

Disease Record:
FORM OPERASI
KASTRASI

Nama Pemilik : Kelompok A1 Temp : 38,40C


Alamat : Nusa Indah 19 Membrane mucosa : normal
Nama : Bubu CRT : <2
Jenis Kelamin : Betina Pulsus : 160/menit
Jenis Hewan : Kucing Respirasi : 40/menit
Ras/ Brees : Mixdome Hydration : Normal

KONTROL ANASTESI
KOSENTR Volume
DOSIS
Obat Golongan Obat ASI Obat Rute Waktu
(mg/Kg BB) (ml)
(mg/ml)
Antibiotik (pre-
Amoxicillin 20 200 0,275 IM 13.10
operasi)

Atropin sulfat Premedikasi 0,05 0,25 0,55 SC 13.25

Zoletil Anestesi 10 50 0,55 IM 13.43

Zoletil Re-Anastesi 5 50 0,275 IM 14.20

Tolfenamic
Analgesik 2 80 0,07 SC 17.00
Acid
H+1
Amoxicillin Antibiotik 20 200 0,275 PO s/d
H+6

KONTROL PEMERIKSAAN
Menit 0 15 30 45 60 75 90 105 120
Pulsus(/menit) 160 130 120 110 108 105 105 100 98
Temp(0C) 37.4 37.3 37.0 36.1 36 35.8 35.1 34.9 34.3
Menit 135 150 165 180 195 225 240 255 270
Pulsus(/menit) 95 95 93 92 90 92 90 92 92
Temp(0C) 34.1 33.2 33.2 33.3 34.0 33.6 35.7 35.8 35.8

Mulai Operasi : 14.10


Selesai Operasi : 15.50
Mulai Anastesi : 13.43
4.4 Form Perhitungan Dosis
a. Zoletil
Dosis : 10 mg/kg (IM)
Konsentrasi : 50 mg/ml
Perhitungan : 2,75 kg x 10/50 = 0,55 ml/kgBB

b. Zoletil
Dosis : 5 mg/kg (IM)
Konsentrasi : 50 mg/ml
Perhitungan : 2,75 kg x 5/50 = 0,275 ml/kgBB

c. Atropin Sulfat
Dosis : 0,05 mg/kg (SC)
Konsentrasi : 0,25 mg/ml
Perhitungan : 2,75 kg x 0,05/0,25 = 0,55 ml/kgBB

d. Tolfenamic
Dosis : 2 mg/kg (SC)
Konsentrasi : 80 mg/ml
Perhitungan : 2,75 kg x 2/80 = 0,07 ml/kgBB

e. Amoxicilin pre-operasi
Dosis : 20 mg/kg (IM)
Konsentrasi : 200 mg/ml
Perhitungan : 2,75 kg x 20/200 = 0,275 ml/kgBB
f. Amoxicilin post-operasi
Dosis : 20 mg/kg (SC)
Konsentrasi : 200 mg/ml
Perhitungan : 2,75 kg x 20/200 = 0,275 ml/kgBB
Form Monitoring (Pasca Operasi)

FORM MONITORING
PASCA OPERASI

Nama Hewan : Bubu Nama Pemilik : Jongi


Jenis Hewan : Kucing Alamat : Nusa Indah 19
Ras/Breed : Mixdome No telp : 0821345678910
Umur : 1 tahun
Jenis Kelamin : Betina
Tanggal Pemeriksaan Terapi
8-11-2017 Suhu : 38.5 oC Appetice :-++++ T/ Amoxicillin PO
Pulsus :110/menit Defekasi :-++++
CRT :Normal (<2) Urinasi :-++++
SL :-++++

9-11-2017 Suhu : 37,9 oC Appetice :-++++ T/ Amoxicillin PO


Pulsus :115/menit Defekasi :-++++
CRT : Normal (<2) Urinasi :-++++
SL :-++++
10-11- Suhu : 37,5 oC Appetice :-++++ T/ Amoxicillin PO
2017
Pulsus : 118/menit Defekasi :-++++ Salep Gentamycine
(Topikal)
CRT : Normal (<2) Urinasi :-++++
SL :-++++
11-11- Suhu : 37.9 oC Appetice :-++++ T/ Amoxicillin PO
2017
Pulsus : 120/menit Defekasi :-++++ Salep Gentamycine
(Topikal)
CRT : Normal (<2) Urinasi :-++++
SL :-++++
12-11- Suhu :37.5 oC Appetice :-++++ T/ Amoxicillin PO
2017
Pulsus :121/menit Defekasi :-++++ salep gentamycin
(Topikal)
CRT :Normal (<2) Urinasi :-++++
SL :-++++

13-11- Suhu : 37,7 oC Appetice :-++++ T/ Amoxicillin PO


2017
Pulsus :120/menit Defekasi :-++++ Salep gentamycin
(Topikal)
CRT : Normal (<2) Urinasi :-++++
SL :-++++
14-11- Suhu : 37, 9 oC Appetice :-++++ T/ Salep gentamycin
2017 (Topikal)
Pulsus : 120kali/menit Defekasi :-++++
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Analisa Prosedur
5.1.1 Manajemen Pre operasi
Manajemen pre operasi dilakukan untuk mempersiapkan hewan dan semua yang
dibutuhkan sebelum menjalani operasi. Langkah pertama dengan mempersiapkan ruangan bedah,
ruangan harus streril sebelum dilakukan operasi yang bertujuan untuk menghilangkan
mikroorganisme yang akan mengkontaminasi saat operasi. Selanjutnya persiapan alat-alat operasi,
alat-alat yang digunakan untuk operasi sebelumnya harus melewati proses sterilisasi terlebih
dahulu. Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan atau menginaktivasikan
mikroorganisme hidup (bakteri, jamur, virus dan organisme bersel satu lainnya) yang terdapat pada
suatu produk. Alat-alat yang dapat dilkukan sterilisasi dengan menggunakan autoclave adalah alat-
alat yang bersifat tidak tajam meliputi needle holder, pinset anatomis, pinset sirugis, scalpel handle
dan tampon. Proses autoclave berlangsung di dalam alat pemanas tertutup yang digunakan untuk
mensterilisasi suatu benda atau alat menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (1210C)
selama kurang lebih 15 menit. Sedangkan untuk instrumen bedah yang bersifat tajam sterilisasi
dilakukan dengan merendam dalam larutan iodin selama 10 menit. Glove dan nurse cap juga bisa
dilakukan sterilisasi menggunakan autoclave bersamaan dengan instrument yang bersifat tidak
tajam (Tobias, 2010).
Selanjutnya persiapan hewan, hewan yang akan di operasi ovariohisterectomy harus
disiapkan terlebih dahulu meliputi pemeriksaan fisik berupa signalment dan keadaan umum hewan.
Signalment berupa nama kucing, jenis/ ras, jenis kelamin, usia, warna rambut, berat badan dan
tanda khusus. Keadaan umum kucing berupa temperatur, pulsus, hydrasi, warna dan konsistensi
feses, respirasi, CRT dan pengukuran berat badan. Temperatur diukur dengan temometer untuk
mengetahui kucing demam atau tidak. Pulsus diukur dengan palpasi femur bagian dalam untuk
mengetahui kerja jantung. Hidrasi diukur dengan mengukur turgor kulit. Respirasi diukur dalam
satu menit apakah normal atau tidak. CRT dilihat dengan cara menekan gusi gigi kucing dan
normalnya CRT kurang dari dua detik. Pemeriksaan warna dan konsistensi feses berguna untuk
melihat sistem pencernaan. Pengukuran berat badan digunakan untuk mengukur apakah hewan
memiliki berat badan yang ideal atau tidak juga untuk pengukuran dosis obat yang akan diberikan.
Kemudian kucing dimandikan apabila kotor dan bau. Hewan dipuasakan makan 6-12 jam dan
puasa minum 2-6 jam untuk mencegah terjadinya muntah dan urinasi yang berlebihan saat proses
operasi berlangsung (Fossum, 2002).
Sebelum dilakukan operasi, hewan diinjeksikan antibiotik amoxicillin melalui rute IM
sebanyak 0.275 ml guna mencegah infeksi saat berlangsungnya operasi, lalu diberikan premedikasi
dengan atropine sulfat 10 menit setelah pemberian antibiotik dengan dosis 0.55 ml yang diberikan
secara subkutan. Pemberian premedikasi bertujuan agar hewan tetap tenang menjelang
dilakukannya operasi. Kemudian setelah 15 menit pasca diberikan premedikasi, hewan dianastesi
menggunakan zoletil 0,55 ml dengan rute penyuntikan Intramuscular. Zoletil merupakan obat
anestesi general dengan waktu induksi yang singkat dan sangat sedikit dalam hal efek samping,
oleh karena itu dibutuhkan keterampilan operator dalam proses operasi yang cepat dan tepat.
Setelah hewan teranastesi atau hewan telah memasuki stadium 1 anastesi, dilakukan restrain
dengan cara mengikat keempat kaki hewan coba menggunakan tali pengikat yang diikatkan pada
kursi. Diposisikan hewan rebah ventro dorsal. Setelah itu daerah abdomen hewan dicukur, lalu
ditutup dengan duk, operator dan co-operator operasi melakukan cuci tangan hingga area siku
dengan menggunakan lautan antiseptik dan sikat untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang
terdapat di sela kuku, sela jari dan seluruh permukaan kulit tangan hingga siku, Pada stadium
anastesi ke III , operasi siap dilakukan.

5.1.2 Operasi
Setelah hewan terbius, dipasang duk dan jepit dengan towel clamp agar duk tidak terlepas
saat operasi dilakukan. Penjepitan duk dengan towel clamp dilakukan dengan menjepit duk dengan
kulit kucing. Kemudian dilakukan penyayatan, sayatan dilakukan pada midline di posterior
umbilikal dengan panjang kurang lebih 3 - 4 cm. Lapisan pertama yang disayat adalah kulit
kemudian subkutan. Daerah di bawah subkutan kemudian dipreparir sedikit hingga bagian
peritoneum dapat terlihat. Insisi pada garis median tepat dilakukan pada garis tengah abdomen dan
linea alba, sehingga kemungkinan terjadi perdarahan sangat kecil karena tidak ada pembuluh darah
atau syaraf yang terinsisi. Penyayatan ini umumnya dilakukan pada hewan kecil. Lapisan yang
disayat adalah kulit, musculus rectus abdominis internus dan eksternus, serta peritoneum. Setelah
rongga abdomen terbuka, kemudian dilakukan pencarian organ uterus dan ovarium. Pencarian
uterus dan ovarium dilakukan dengan menggunakan jari telunjuk yang dimasukkan ke rongga
abdomen. Setelah itu, uterus ditarik keluar dari rongga abdomen.
Setelah selesai menemukan uterus, tarik uterus lalu pisahkan ovarium dan uterus dari
penggantungnya. Selanjutnya lakukan ligasi pada pembuluh darah dan bagian proksimal ovarium
menggunakan catgut chromic 3-0 kemudain potong ovarium. Lakukan prosedur yang sama pada
ovarium lainnya.. Kemudian preparasi korpus uteri, ligasi bagian korpus sedikit dibawah bifokartio
uteri dan potong uterus antara ligasi proksimal dan distal. Kembalikan uteri ke dalam rongga
abdomen, pastikan tidak ada perdarahan (Fossum, 2002).
Semprot organ dengan NaCl agar organ tidak kering. Dijahit bagian linea alba dengan
catgut chromic dan tipe jahitan simple interrupted, subkutan dijahit dengan catgut plain dengan
tipe jahitan simple continous dan bagian kulit dijahit dengan benang catgut chromic dengan tipe
jahitan intradermal. Flushing setiap lapisan dengan antibiotic amoksilin. Benang catgut merupakan
salah satu benang yang absorbable / diserap oleh tubuh sehingga digunakan untuk menjahit linea
alba dan subkutan serta jahitan intradermal. Untuk menjahit linea alba dan subkutan, digunakan
needle yang bulat untuk menghindari perlukaan pada organ dibawah nya sedangkan untuk menjahit
kulit digunakan needle segitiga karena bagian kulit lebih keras dan susah untuk dijahit. Ketika luka
sudah tertaut dengan sempurna, olesi jahitan dengan iodine agar daerah jahitan menjadi steril lalu
taburi antibiotik guna mencegah infeksi bakteri. Lalu tutup lah luka dengan kasa yang direkatkan
dengan hypafix dan pasang gurita agar kucing tidak dapat menggigit ataupun mencakar bandages
nya. Penghitungan suhu, pulsus dan respirasi terus dilakukan setiap 15 menit sampai suhu kucing
normal (fossum, 2002).
5.1.3 Post Operasi
Setelah operasi selesai, dilakukan pemeriksaan suhu dan pulsus setiap 15 menit sekali.
Kucing diletakkan pada ruangan yang hangat untuk menunggu sampai kucing sadar sambil
dipantau. Suhu dan pulsus dicek sampai angka suhu dan pulsus kembali normal. Setelah kucing
mulai sadar dan bergerak lalu dicek suhunya apabila sudah mencapai 37°C diinjeksikan
Tolfenamic secara subcutan. Tolfenamic ini berfungsi sebagai analgesik. Dan kucing dapat dibawa
pulang. Untuk perawatan pasca operasi selanjutnya dibersihkan luka bekas sayatan dan diberikan
salep gentamycine. Perawatan post operasi juga dilakukan dengan pemberian obat-obatan untuk
membantu penyembuhan luka. Selain itu diperlukan nutrisi yang cukup dan pemberian antibiotic
berupa Amoxicillin Pemberian antibiotic amoxicillin bertujuan untuk mencegah adanya infeksi
sekunder. Kebersihan pasien dan kandang juga perlu diperhatikan untuk mencegah timbulnya
infeksi yang lain.
5.2 Analisa Hasil
5.2.1 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik penting dilakukan sebelum dilakukannya operasi yang bertujuan untuk
mengetahui kondisi dari hewan yang akan dioperasi. Saat dilakukan pemeriksaan fisik sebelum
operasi, kucing kelompok 1 yang akan dioperasi tidak menunjukkan tanda abnormalitas. Suhu
kucing normal yaitu 37,4 °C. Saat dilakukan perhitungan frekuensi pulsus didapatkan hasil
160/menit, menurut Primarizky, dkk (2012) frekuensi pulsus tersebut termasuk tinggi karena
frekuensi pulsus normal kucing antara 80–100 kali/menit dan kemungkinan terjadi dikarenakan
hewan stress. Kondisi umum pada hewan yaitu normal dengan melihat berat badan serta cara
berjalannya normal karena tidak terjadi kepincangan pada ekstremitas kucing. Setelah dilakukan
sinyalemen atau registrasi dan anamnesa maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan umum yang
meliputi; Inspeksi diantaranya melihat, membau, dan mendengarkan tanpa alat bantu. Diusahakan
agar hewan tenang dan tidak curiga kepada pemeriksa. Inspeksi dari jauh dan dekat terhadap pasien
secara menyeluruh dari segala arah dan keadaan sekitarnya. Diperhatikan pula ekspresi muka,
kondisi tubuh, pernafasan, keadaan abdomen, posisi berdiri, keadaan lubang alami, aksi dan suara
hewan.
Pada pemeriksaan membran mukosa, pada gusi dan konjungtiva terlihat warna pink. Hal
ini normal karena membran mukosa yang tampak anemia (warna pucat) dan lembek merupakan
indikasi anemia. Intensitas warna conjunctiva dapat menunjukkan kondisi peradangan akut seperti
enteritis, encephalonitis dan kongesti pulmo akut. Cyanosis (warna abu- abu kebiruan) dikarenakan
kekurangan oksigen dalam darah, kasusnya berhubungan dengan pulmo atau sistem respirasi.
Jaundice (warna kuning) karena terdapatnya pigmen bilirubin yang menandakan terdapatnya
gangguan pada hepar. Hiperemi (warna pink terang) adanya hemoragi petechial menyebabkan
hemoragi purpura. Pemeriksaan yang lain yaitu pada sistem intergumentary terlihat normal, otic/
telinga tidak ada kotoran, luka ataupun cairan, pemeriksaan optalmic tidak menunjukkan adanya
abnormalitas, sistem digesty normal dengan terdengar dan terlihatnya gerakan peristaltik, tidak ada
pembesaran limfonodul, berdasarkan anamnesa kucing normal dalam urinasi dan defekasi.
Setelah dilakukan ovariohysterectomy, dilakukan pemeriksaan fisik setiap hari untuk
mengetahui apakah hewan tersebut sudah kembali normal dan pemeriksaan luka jahitan setiap 3
hari sekali untuk mengetahui perkembangan dari kesembukan luka. Pemeriksaan fisik berupa
menghitung pulsus, temperatur suhu tubuh, dan CRT. Selain itu dilihat pula nafsu makan kucing,
defekasi, dan urinasinya. Begitu juga pemberian obat dilakukan sehari dua kali selama 4 hari untuk
amoxicillin sebanyak 0,275 ml secara per oral dan penggantian perban setiap 3 hari. Setelah
seminggu dilakukan operasi, perkembangan luka operasi sangat baik dan luka sudah mengalami
penutupan. Nafsu makan kucing sangat baik, begitu juga dengan minumnya. Defekasi dan urinasi
menunjukkan kondisi yang normal sehingga menunjukkan kondisi tubuh yang sehat.
5.2.2 Obat yang digunakan
a. Amoxicillin
Amoksisilin adalah antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk pengobatan seperti
untuk infeksi pada saluran napas, saluran empedu, dan saluran seni, gonorhu, gastroenteris,
meningitis dan infeksi karena Salmonella sp seperti demam tipoid. Amoksisilin aktif melawan
bakteri gram positif yang tidak menghasilkan β-laktamase dan aktif melawan bakteri gram negatif
karena obat tersebut dapat menembus pori– pori dalam membran fosfolipid luar.
Amoxicillin merupakan antibiotic golongan penicillin. Penggunaannya sangat luas, mulai
dari untuk obati infeksi kulit, gigi, telinga, saluran nafas dan saluran kemih.Indikasi dari obat ini
adalah infeksi saluran kemih, otitis, sinusitis, bronchitis kronis, salmonellosis invasive,
gonore.Interaksi obat amoxicillin yaitu obat ini berdifusi baik dengan jaringan dan cairan
tubuh.Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali pada selaput otak yang mengalami
infeksi.Kontraindikasi dari obat ini adalah hipersensitivitas terhadapa penicillin. Dan biasanya
setelah pemberian amoxicillin, pasien akan mengalami alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi,
angioudem, leukopoia, diare pada pemberian per-oral
Farmakodinamik Amoxicillin (alpha- amino -p-hydoxy- benzyl- penicillin) adalah derivat
dari 6 aminopenicillonic acid, merupakan antibiotika berspektrum luas yang mempunyai daya kerja
bakterisida. Amoxicillin, aktif terhadap bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif. Bakteri
gram positif: Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridan, Streptococcus faecalis, Diplococcus
pnemoniae, Corynebacterium sp, Staphylococcus aureus, Clostridium sp, Bacillus anthracis.
Bakteri gram negatif: Neisseira gonorrhoeae, Neisseriameningitidis, Haemophillus
influenzae,Bordetella pertussis,Escherichia coli Salmonella. Farmakokinetik Amoxicillin diserap
secara baik sekali oleh saluran pencernaan. Kadar bermakna didalam serum darah dicapai 1 jam
setelah pemberian per-oral. Kadar puncak didalam serum darah 5,3 mg/ml dicapai 1,5-2 jam setelah
pemberian per-oral. Kurang lebih 60% pemberian per-oral akan diekskresikan melalui urin dalam
6 jam (Katzung, 2011)

b. Atropin Sulfat
Atropin Sulfat merupakan obat premedikasi golongan antikolinergik yang paling sering
digunakan. Atropine sulfat merupakan obat yang dapat memblokir kerja syaraf parasimpatik.
Efeknya mampu mengurangi aktivitas traktus digestivus, menekan urinasi dan aksi nervus vagus,
kerugiannya adalah peningkatan kecepatan metabolisme, peningkatan denyut jantung, dapat
menyebabkan bradikardia atau takikardia dan dilatasi pupil. Mekanisme kerja atropin memblok
aksi kolinomimetik pada reseptor muskarinik secara reversible (tergantung jumlahnya).
Penghambatan oleh atropine hanya terjadi pada dosis yang sangat besar. Pada dosis kecil (sekitar
0,25 mg) atropine hanya menekan sekresi air liur, mucus, bronkus dan keringat. Sedangkan dilatasi
pupil, gangguan akomodasi dan penghambatan N.Vagus terhadap jantung baru terlihat pada dosis
yang lebih besar. Dosis yang lebih besar diperlukan untuk menghambat peristaltic usus dan sekresi
asam lambung (Katzung, 2011).

Farmakokinetik

Mekanisme kerja atropin memblok aksi kolinomimetik pada reseptor muskarinik secara
reversible (tergantung jumlahnya) yaitu, hambatan oleh atropine dalam dosis kecil dapat diatasi
oleh asetilkolin atau agonis muskarinik yang setara dalam dosis besar. Hal ini menunjukan adanya
kompetisi untuk memperebutkan tempat ikatan. Hasil ikatan pada reseptor muskarinik adalah
mencegah aksi seperti pelepasan IP3 dan hambatan adenilil siklase yang di akibatkan oleh
asetilkolin atau antagonis muskarinik lainnya (Katzung, 2011).
Farmakodinamik
Diklasifikasikan sebagai antikolinergik atau antiparasimpatetik (parasimpatolitik), lebih
tepatnya disebut sebagai anti muskarinik, karena bereaksi secara antagonis pada asetilkolin dan
kolin ester lainnya. Dosis atropine bergantung terhadap seberapa besar efek samping yang
diinginkan, seperti pelemahan reflex vagal atau asystole. Obat ini juga mencegah / menghilangkan
bradycardia / asystole karena injeksi kolin ester, agen antikolinergik atau obat
Parasympathomimetic lainnya, serta serangan jantung yang disimulasikan oleh vagus. Atropine
juga dapat mengurangi partial heart block dan tekanan darah rendah secara tiba-tiba karena
kolinester.
c. Zoletil
Zoletil merupakan preparat anestesika injeksi yang baru yang berisi disosiasi tiletamin
sebagai tranquilizer mayor dan zolazepam sebagai perelaksasi otot. Zoletil merupakan kombinasi
antara tiletamin dan zolazepam dengan perbandingan 1:1. Tiletamin merupakan disosiasif
anestetikum yang berasal dari golongan penisiklidin, sedangkan zolazepam merupakan kelompok
benzodiazepin yang dapat menyebabkan relaksasi otot (Gwendolyn, 2002).
Obat ini memberikan anestesi general dengan waktu induksi yang singkat dan sangat sedikit
dalam hal efek samping, sehingga obat ini menjadi anestestika pilihan yang memberikan tingkat
keamanan yang tinggi dan maksimal. Zoletil secara umum dapat menyebabkan stabilitas
hemodinamik pada dosis yang rendah. Selain itu, zoletil dapat memperbaiki refleks respirasi dan
hipersalivasi seperti pada ketamin. Untuk memperbaiki kualitas induksi, melancarkan anestesi, dan
menurunkan dosis yang dibutuhkan untuk induksi, maka zoletil dapat dikombinasikan dengan
premedikasi seperti acepromazine dan opioid.
Zoletil tidak boleh diberikan pada pasien atau hewan dengan gangguan jantung dan
respirasi. Zoletil dapat menyebabkan analgesia, tetapi viseral analgesia yang ditimbulkan tidak
cukup untuk bedah abdomen mayor, kecuali ditambah dengan agen lain. Takikardia dan aritmia
jantung dapat terjadi pada anestesi ringan, dan apabila digunakan pada dosis yang tinggi maka
cardiac output akan berkurang secara signifikan. Kombinasi tilatemin-zolazepam ini akan
dimetabolisme oleh hati dan dieksresikan melalui ginjal (McKelvey dan Wayne, 2003).
Tiletamin di metabolisme dalam hati dan dieliminasi melalui urin dalam bentuk yang tidak
aktif. Selain itu, efek yang ditimbulkan pada susunan saraf pusat sangat spesifik pada setiap spesies.
Tiletamin memiliki durasi yang lebih panjang dari ketamin, begitu juga dengan analgesianya.
Tiletamin dapat menghasilkan efek kataleptik yang cepat, menghilangkan respon terhadap
rangsangan, depresi respirasi, dan memiliki periode pemulihan yang panjang. Zolazepam
merupakan turunan benzodiazepin yang bebas dari aktivitas hambatan α adrenergik (Mentari
2013). Kombinasi dengan tiletamin dapat menyebabkan peningkatan penekanan pada sistem saraf
pusat, selain itu juga dapat mencegah kekejangan dan memperbaiki relaksasi otot akibat tiletamin
(McKelvey dan Wayne, 2003).
Zoletil memberikan kemudahan dalam pemberiannya, baik melalui intramuskuler atau
melalui intravena dengan faktor keamanan yang tinggi. Indikasi pemakaian zoletil untuk
pengendalian pasien atau hewan penderita dan anestesi umum pada hewan kecil seperti anjing, dan
kucing serta satwa liar. Zoletil kontradiksi pada pasien atau hewan penderita dalam perawatan atau
pengobatan dengan Carbamates atau Organophosporous systemic, juga pada hewan yang
mengalami gangguan jantung dan pernapasan, defisiensi pankreas dan hipertensi. Penggunaan
zoletil juga tidak dianjurkan digunakan dengan obat golongan Phenotiazine (contohnya
chlorpromazine dan acepromazine) karena dapat menimbulkan resiko yang berbahaya terhadap
depresi respirasi dan cardiac, serta hipotermia. Begitu pula dengan pemberian Chlorampenicolyang
dapat menyebabkan turunnya atau kurangnya konsentrasi dari anestetika yang diberikan 19.
Farmakokinetik
Zoletil merupakan bahan kimia larut lemak. Bahan kimia larut lemak akan berdifusi secara
langsung melalui membran sel kapiler tanpa harus melewati pori-pori, sehingga dapat merembes
kesemua area membran kapiler. Kecepatan transport zat larut lemak lebih cepat daripada zat yang
tidak larut lemak. Kombinasi tilatemin-zolazepam ini akan di metabolisme oleh hati dan
dieksresikan melalui ginjal. Tiletamin di metabolisme dalam hati dan dieliminasi melalui urin
dalam bentuk yang tidak aktif.Selain itu, efek yang ditimbulkan pada susunan saraf pusat sangat
spesifik pada setiap spesies.Tiletamin memiliki durasi yang lebih panjang dari ketamin, begitu juga
dengan analgesianya.Tiletamin dapat menghasilkan efek kataleptik yang cepat, menghilangkan
respon terhadap rangsangan, depresi respirasi, dan memiliki periode pemulihan yang
panjang.Zolazepam merupakan turunan benzodiazepin yang bebas dari aktivitas hambatan α
adrenergic (Mentari 2013). Kombinasi dengan tiletamin dapat menyebabkan peningkatan
penekanan pada sistem saraf pusat, selain itu juga dapat mencegah kekejangan dan memperbaiki
relaksasi otot akibat tiletamin (McKelvey dan Wayne, 2003).
Farmakodinamik
Dosis pemberian premedikasi dengan atropin biasanya 15 menit sebelum pemberian
zoletil.Dosis zoletil pada kucing 10-15mg/kgBB (IM) atau 5- 7,5mg/kgBB (IV) dan durasi anestesi
20-60 menit bergantung pada dosis yang diberikan. Pengulangan pemberian dapat dilakukan 1/2 -
1/3 dosis inisial dan sebaiknya diberi secara intravena, karena pemberian melalui intramuskuler
akan menghilangkan refleks dan kesadaran pasien dalam waktu 3-6 menit sedangkan pemberian
secara intravena membuat kehilangan refleks dan kesadaran dalam waktu 1 menit (Sardjana dan
Kusumawati, 2011). Meskipun demikian, zoletil dapat diberikan dengan mudah melalui IM yang
akan menghilangkan refleks dan kesadaran pasien dalam waktu sekitar 5 menit, walaupun memang
pemberian secara intravena membuat hilangnya refleks dan kesadaran pasien dapat dicapai dalam
waktu sekitar 1 menit. Durasi anestesia 27 menit dengan durasi pemulihan dekitar 4 jam (Plumb,
2008).
d. Tolfenamic Acid
Tolfenamic acid dipergunakan untuk pengobatan mastitis pada sapi (Tolfenamic acid
merupakan satu-satunya NSAID untuk pengobatan mastitis dengan sekali injeksi), penyakit
pernafasan akut yang disebabkan oleh bakteri, Syndrome mastitis-metritis-agalaksia, disertai
dengan pemberian antibiotic. Tolfenamic juga efektif pada setiap penyakit yang disertai gejala
demam, keradangan (inflamasi), dan atau rasa sakit (kolik). Tolfenamic acid dapat diabsobrsi
melalui rute oral. Pada anjing level tertinggi dari obat adalah 2-4 jam setelah pemberian yang
berarti jumlah dari obat ini paling banyak pada serum adalah selama 2-4 jam setelah pemberian
dosis yang sesuai. Resirkulasi enteropatik dari obat ini akan meningkat setelah pemberian
makanan. Hal ini juga dapat meningkatkan bioavaibility dari obat. Terjadi variasi dari bioavaibility
dari obat setelah pemberian pakan pada anjing. Pada anjing volume distribusinya adalah 1,2 L/kg
dan akan dieliminasi atau memiliki waktu paruh sekitar 6,5 jam. Durasi kerja dari obat ini adalah
24-36 jam sehingga pemberian obat ini adalah 1-2 hari sekali (Katzung, 2011).
5.2.3 Teknik yang digunakan
Teknik yang digunakan yaitu dengan menginsisi bagian middline abdominal dengan
membuka lapisan subkutan dan muskulus. Insisi pertama dilakukan pada midline abdominal dan
dilanjutkan dengan pembukaan lapisan subktan dan musculus. Pencarian corpus uteri sinister
dilakukan dengan spay hook. Spay hook dimasukkan kedalam abdomen pada ujung akhir insisi
bagian cranial. Posisikan spay hook dengan derajat kemiringan 30° – 40° ke caudal. Selipkan
instrument secara lateral dan dorsal sepanjang dinding tubuh bagian kiri hingga ada perlawanan
dari colon atau vertebrae. Putar hook kembai ke midline dan luruskan handle sehingga memtar
pada bagian ventral abdominal. Perlahan angkat hook dan keluarkan dari abdomen, berhenti jika
ada tolakan (limfa, ovarium atau colon dapat tersangkut). Lepaskan omentum yang menempel seara
perlahan. Analisis jaringan yang ada, jika terdiri dari jaringan lemak, kemungkinan besar itu adalah
ligament lebar. Jika iya ikuti permukaan medial jaringan hingga cornua uteri dapat terlihat (Tobias,
2010).
Clamp ligament yang ada dengan ujung mosquito hemostatic forceps. Tarik ke bagian
kaudah ligament yang ada untuk melihat obarium. Jika ovarium tidak dapat ditarik dari abdomen,
regangkan ligamentum suspensoriumnya. Clamp, ligasi dan potong pedicle ovarium yang ada.
Three-clamp technique yang dipakai. Gunaka hemostat untuk membuat bukaan pada ligament lebar
antara ligament melingkat dengan pembuluh darah uteri. Robek ligament yang melingkar dari
uterus menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Ligasi corpus uteri dengan dua ligasi sirkuler atau
satu ligasi sirkuler dan satu ligasi memutar transfiksasi 0.5 hingga 1 cm dibawah bifurcation uterus.
Potong uterus dan cek untuk persarahan. Abdomen ditutup secara bertahap dengan prosedur yang
sidah disepakati (Tobias, 2010).
5.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah faktor penting pasca operasi yang selalu dihadapi dan merupakan
fenomena kompleks yang melibatkan berbagai proses meliputi inflamasi akut. Dalam
penyembuhan luka terdapat sejumlah faktor sistemik dan local yang mengganggu penyembuhan
luka. Faktor local yang berpengaruh terhadap penyembuhan luka antara lain infeksi, faktor
mekanik, benda asing, macam, lokasi dan ukuran besarnya luka. Faktor sistemik yang
mempengaruhi penyembuhan luka antara lain nutrisi, status metabolic, status sirkulasi darah dan
hormon glukokortikoid. Pada pasca operasi, banyak ditemukan permasalahan dalam penyembuhan
luka, seperti waktu penyembuhan yang lama, terutama bila terjadi penyembuhan secara sekunder.
Nyeri menjadi stressor yang memicu timbulnya gejala klinis patofisiologis, memicu modulasi
respon imun, sehingga menyebabkan penurunan system imun yang berakibat pemanjangan waktu
penyembuhan luka (Watcha,2005).
Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain (Zakaria, 2015):
a) Vaskularisasi, mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan peredaran darah
yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
b) Anemia, pasien yang mengalami kekurangan kadar hemoglobin dan protein dalam darah
akan mengalami proses penyembuhan lama.
c) Usia, proses penuaan dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat
memperlambat proses penyembuhan luka.
d) Penyakit lain, ,misalnya diabetes dan ginjal, stres, obesitas, obat-obatan yang berlebih.
e) Nutrisi merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel (vitamin A diperlukan
untuk membantu proses epitelisasi penutupan luka dan kolagen; vitamin B kompleks
sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengatur metabolisme protein; karbohidrat, dan
lemak; vitamin c dapat berfungsi sebagai fibroblast, dan mencegah adanya infeksi, serta
membentuk kapiler-kapiler darah; dan vitamin K yang membantu sintesis protombin dan
berfungsi sebagai zat pembekuan darah).
f) Jahitan luka yang kurang baik atau tidak dapat menempel pada proses epitelisasi
penyembuhan luka merupakan salah satu indikasi terhambatnya penyembuhan luka
perineum dan luka lainnya.
g) Penanganan jaringan, penanganan yang kasar menyebabkan cedera dan memperlambat
penyembuhan.
h) Faktor local (edema dan penurunan suplai oksigen).
i) Personal hygiene, kebersihan luka maupun lingkungan sekitar yang kurang baik dapat
memperlambat penyembuhan. Hal ini dapat menyebabkan adanya benda asing seperti debu
dan kuman.
5.2.5 Temuan Kejadian Khusus atau Kendala

Dari praktikum bedah ovariohisterectomy yang dilakukan oleh kelompok kami didapatkan
hasil yang maksimal namun pada proses operasi ditemukan sedikit kendala karena kucing
sedang masa laktasi jadi pembuluh darah masih terlihat jelas berukuran besar yang rawan akan
pendarahan apabila tersayat
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Ovariohisterectomy terdiri dari kata ovariectomy dan histerectomy. Ovariectomy adalah
tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan ovarium dari rongga abdomen.
Sedangkan histerectomy adalah tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan uterus
dari rongga abdomen. Manajemen pre operasi meliputi sterilisasi alat bedah, persiapan hewan,
persiapan obat- obatan, persiapan operator dan ruang operasi. Pada OH kali ini dilakukan dengan
menggunakan metode Midline. Kucing diinjeksikan antibiotik amoxcicillin secara intramuskular
dan diberikan premedikasi atropin sulfat secara subcutan. Kemudian diberikan anastesi zoletil.
Setelah dilakukan operasi, kucing dirawat selama kurang lebih 1 minggu dan setiap harinya
dilakukan pemeriksaan fisik meliputi suhu, pulsus, nafas, dan CRT serta dilakukan pemeriksaan
terhadap nafsu makan, defekasi, urinasi, ada tidaknya sekresi lendir, serta dilihat kesembuhan luka
incisi dan jahitan. Dari hasil operasi kucing kelompok kami normal sehat, jahitan telah rapih
kembali dalam waktu 1 minggu.
6.2 Saran
Praktikum telah berjalan dengan baik, untuk praktikum selanjutnya dapat ditingkatkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Aronson, Lilian R. 2016. Small Animal Surgical Emergencies. UK; Wiley Blackwell
Fossum, TW. 2002.Small Animal Surgery. 2nd edition.China: Mosby.
Gorda IW, Wardhita GY, Dharmayudha GO. 2010. Perbandingan efek pemberian anestesi xylazin-
ketamin hidroklorida dengan anestesi tiletamin-zolazepam terhadap capillary refill time
(CRT) dan warna selaput lendir pada anjing. Bul Vet Udayana. 1(2): 21-27
Guyton, AC., and John, EH. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Irawati, penerjemah; Luqman
YR, editor. Jakarta : EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology
Gwendolyn LC , Hedlund CS, Donald AH, Ann LJ, Howard BS, Michael DW,. 2002. Small
Animal Surgery 2nd Edition. USA: Mosby of Elsevier.
Ifianti, M. 2001. Durasi dan Beberapa Aspek Fisiologi Pemakaian Anaestetikum Xylazine dan
Ketmine Untuk Ovariohisterektomi Pada Kucing Lokal. Bogor: Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.
Junaidi, Aris. 2013. Reproduksi dan Obstetri pada Kucing. Yogyakarta; Gadjah Mada University
Press.
Katzung, BG. 2011. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika: Jakarta
Konig, H.E dan George Liebich. 2004. Veterinary Anatomy of Domestic Mammals. Germany;
Schattauer
McKelvey D dan Hollingshead KW. 2003. Veterinary Anesthesia and Analgesia, Edisi ke-3.
Auburn, WA, U.S.A.

Mentari, Novia. 2013. Efektivitas Anestetikum Kombinasi Zoletil-ketamin-Xylazin pada babi


lokal (Suis domestica) [internet].[Skripsi] [diunduh tanggal 1 Juni 2014]. Tersedia pada:
https://www.scribd.com/ doc/171442712/fisiologianestesi
Munaf, et al. 2008. Anestesiologi. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Nash H DVM. 2008. Spaying - Why it's a Good Idea. www.peteducation.com.[31
Oktober 2017].
Pearson H. 2004. Surgery of the Abdominal alimentary Tract in Atlas of CanineTechniques
Ed.Bedford. P. G. C. London : Blackwell Publishing.

Plumb, Donald C., 2008, Veterinary Drug Handbook Sixth Edition, Blackwell Publishing, UK.

Primarizky, Hardany, dkk. 2012. Laporan Kasus: Polycystic Kidney Disease (PKD) pada Kucing.
VetMedika J Klin Vet. Vol. 1, No. 1: 39-43.
Sardjana, I Komang Wiarsa., Diah Kusumawati. 2011. Bedah Veteriner Cetakan Pertama.
Airlangga University Press: Surabaya.
Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
Sulistia G. 2013. Farmakologi dan Terapi. Edisi.3. Bagian Farmakologi. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta
Suwed, Muhammad A dan Napitupulu, Rodame M. 2011. Panduan Lengkap Kucing. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Tilley LP dan Smith FWJ. 2000. The 5 Minute Veterinary Consult Canine and Feline. Williams &
Wilkins. USA.
Tobias, K.M. 2010.Manual of Small Animal Soft Tissue Surgery.Wiley Blackwell.Iowa
Watcha, ,MF, dkk. 2005. Pocket Guide To Suture Materials (Hal : 54). (e-book).
Germani.
Zakaria, Noer Khalid Chadir. 2015. Pengaruh Ekstrak Ikan Gabus (Channa Striata) Terhadap
Penyembuhan Luka Pasca Operasi Bedah Laparatomi Kucing (Felis Domestica).
Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
AKTIVITAS ANGGOTA KELOMPOK

1. Muhammad Novrizal
 Preoperasi dan operasi: Menyiapkan hewan, mempersiapkan alat-alat operasi yang akan
disteril, dan pada operasi berperan sebagai asisten kotor (membantu operator dan
anestesiolog, membersihkan semua peralatan operasi, serta dokumentasi).
 Post Operasi : Mengontrol, merawat dan membantu mengobati selama masa
penyembuhan luka.
 Nilai : 90

2. Davinci Oswald Siahaan


 Preoperasi dan operasi : Menyiapkan hewan, mempersiapkan alat-alat operasi yang akan
disteril, dan pada operasi berperan sebagai anastesiolog.
 Post Operasi : Mengontrol, merawat dan membantu mengobati selama masa
penyembuhan luka.
 Nilai : 90

3. Gita Amalia
 Preoperasi dan operasi : Menyiapkan hewan, mempersiapkan alat-alat operasi yang akan
disteril, dan pada operasi OH berperan sebagai operator.
 Post Operasi : Mengontrol, merawat dan membantu mengobati selama masa
penyembuhan luka
 Nilai : 90

4. Flora Wahyu KD
 Preoperasi dan operasi : Menyiapkan hewan, mempersiapkan alat-alat operasi yang akan
disteril, dan pada operasi berperan sebagai co-operator (membantu operator).
 Post Operasi : Mengontrol, merawat dan membantu mengobati selama masa
penyembuhan luka
 Nilai : 90

Anda mungkin juga menyukai