Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan populasi hewan dalam jumlah besar menjadi masalah tersendiri bagi
kesehatan manuasi, terutama hewan kecil seperti anjing dan kucing karena hewan-hewan
tersebut dapat menjadi agen penular berbagai penyakit zoonosis. Salah satu solusi untuk
memecahkan masalah ini adalah dengan melakukan tindakan sterilisasi pada anjing
maupun kucing baik jantan maupun betina. Sterilisasi pada hewan betina dapat dilakukan
dengan mengangkat ovarium (ovariectomy) atau mngangkat ovarium beserta uterus
(ovariohisterectomy).
Ovariohisterectomy dapat juga ilakukan untuk terapi pengobatan pada kasus-kasus
reproduksi seperti perubahan tingkah laku seperti hewan tidak birahi , tidak bunting dan
tidak menyusui atau hewan terindikasi kanker, tumor, pyometra, cysta ovari. Sehingga
tindakan ovoriohisterectomy perlu dilakukan. Ovarohysterectomy elektif (spay) umum
dilakukan untuk mencegah siklus estrus dan kebuntigan yang tidak diinginkan. Manfaat
lainnya adalah pencegahan pyometra dan neoplasia ovarian atau uterus. Prevalensi tumor
mammae menurun dengan drastic saat hewan steril pada usia muda. Risiko untuk
neoplasia mammae terjadi yaitu 0.5% dan 8% pada anjing yang steril sebelum estrus
pertama atau kedua. Risiko pada anjing steril atau yang tidak jadi di steril. Pada kucing,
sterilisasi sebelum 6, 12 dan 24 bulan dapat menurunkan risiko perkembangan tumor
mammae sebanyak 91%, 86% dan 11%. Mensterilkan kucing setelah berumur 2 tahun
atau anjing dengan umur setelah 2.5 tahun mempunyai efek minimal pada perkembangan
tumor (Tobias, 2012).
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan praktikum ovariohisterektomi ini
1
2
3
adalah:
Untuk mengetahui pengertian ovariohisterektomi
Untuk mengetahui prosedur dan teknik bedah ovariohisterektomi
Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian ovariohisterektomi
1.3 Manfaat
Setelah dilaksanakannya praktikum ovariohisterektomi, diharapkan dapat melatih
dan meningkatkan keterampilan mahasiswa (praktikan) Program Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya dalam persiapan preoperasi, operasi, dan post operasi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ovariohisterctomy
Ovaryohisterectomy merupakan bahasa medis yang terdiri dari dua kata yaitu
Ovariectomy dan Histerectomy. Ovariectomy memiliki arti yaitu tindakan mengamputasi,
mengeluarkan dan menghilangkan ovarium dari rongga abdomen. Histerectomy
merupakan tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan uterus dari rongga
abdomen. Sehingga Ovaryohisterectomy merupakan tindakan pengambilan ovarium,
corpus uteri, dan kornua uteri (Sudisma. 2006). Ovaryohisterectomy merupakan salah
satu cara Desexing pada kucing betina. Desexing disebut dengan Spaying sedangkan
pada kucing jantan disebut Neutering.
Ovaryohisterectomy dapat dilakukan pada hampir semua fase siklus reproduksi
tetapi yang paling baik dilakukan sebelum dewasa kelamin dan selama fase anestrus.
Ovaryohisterectomy paling berbahaya dilakukan pada saat pregnansi serta betina tua dan
obesitas. Umur 6-1 tahun merupalan waktu paling tepat untuk melakukan
ovaryohisterectomy untuk kucing. Ovariohisterectomy biasanya menggunakan teknik
laparotomi posterior dimana dengan sayatan medianus sesuai dengan posisi ovarium
uterus. Uterus tersebut berada pada daerah abdominal (flank) bagian posterior, tepatnya
di anterior dari vesica urinaria (Tobias, 2012).
2.2 Indikasi dilakukan Ovariohisterctomy
Tindakan Ovaryohisterectomy dilakukan berdasarkan indikasi adanya penyakit atau
kasu-kasus seperti Tumor yang menyerang organ reproduksi hewan betina, Cysta ovary,
Pyometra, Metritis, Salpingitis , dan Kanker mammae. Pasca Ovaryohisterectomy, kucing
betina memiliki resiko terkena kanker mammae 40-60% lebih rendah dibandingkan
kucing kucing yang tidak dilakukan tindakan Ovaryohisterectomy. Selain kasus-kasus
yang telah disebutkan sebelumnya, beberapa pemilik kucing meminta dilakukan
Ovaryohisterectomy dengan tujuan
mudah dikendalikan dan lebih jina, tujuan penggemukan atau untuk membatasi populasi
kucing liar (Tilley, 2009).
2.3 Anatomi Organ Reproduksi Betina
Organ reproduksi pada betina kcing betina terdiri dari ovarium, oviduk,
infundibillum, uterus, serviks, vagina, vestibula, klitoris dan vulva (Junaidi, 2013).
Ovarium berasal dan secondary sex cord dan genital ridge, sedangkan sistim duktus
berasal dan mullerian ducts, yaitu sepasang duktus yang muncul saat perkembangan
embrio awal. (Yusuf, 2012).
Berikut ini merupakan penjelasan bagian-bagian organ reproduksi kucing betina,
a. Ovarium
Ovarium merupakan organ reproduksi primer pada hewan betina. Disebut
organ primer karena ovarium menghasilkan sel garnet betina (yaitu ovum) dan hormon
kelamin betina. Hormon kelamin yang dihasilkan oleh ovarium dibedakan dalam dua
kelompok yaitu hormon steroid dan hormon peptida. Hormon steroid terdiri dan
progesteron dan estrogen, sedangkan hormon peptida terdiri dari inhibin, activin,
relaxin, dan oxytocin.
Ovarium kucing dewasa berbentuk oval kira-kira erukuran 1,0 x 0,3 x 0,5 cm
dan berat 220 mg. letak ovarium di abdomen dorsal bersebelahan dengan ginjal.
Ovarium, Oviduk, dan Uterus masing-masing tergantung dirongga peritoneum oleh
ligament penggantung berturut-turut adalah mesovarium, mesosalphing, dan
mesoometrium. Arteri ovaria yang berasal sari aorta memasok ovary dan porsi cranial
koruna uteri. Vena ovaria mengalirkan darah balik dari ovarium, koruna uteri, dan
bagian cranial koruna uteri yang berakhir pada vena cava caudalis (Junaidi, 2013).
b. Oviduk
Oviducts disebut juga tuba falopi (fallopian tubes) secara anatomis mempunyai
hubungan yang sangat dekat dengan ovarium. Mukosa oviducts tersusun oleh lipatanlipatan primer, sekunder dan tertier. Lipatan mukosa ampulla, berjumlah 20-40 lipatan,
tinggi dan bercabang-cabang, dimana ketinggian tersebut berkurang menjelang
isthmus, dan kemudian menjadi sangat rendah di bagian utero-tubal junction. Oviduk
kucing dewasa panjangnya 5-6 cm. Infundibullum merupakan ujung cranial oviduk
adalah pembesaran konikal yang dibatasi oleh vili mukosa yang disebut fimbria (Rout,
2005).
c. Uterus
Uterus kucing betina adalah organ berbentuk huruf Y yang terdiri atas
corpus sepanjang 2 cm yang terletak antara kolon yang turun secara dorsal dan
kandung kemih secara ventral dan dua koruna uteri sepanjang 10 cm yang memanjang
secara cranial untuk bertemu dnegan oviduk. Kedua sisi uterus terhubung ke dinding
pelvis dan abdomen oleh ligamentum lata uteri.Berat uterus pada kucing yang tidak
bunting yaitu 1,5 gram (Junaidi, 2013).
d. Serviks
Serviks ialah lehere berdinding tebal dari uterus yang menghubungkan dengan
vagina. Serviks uteri kucing menonjol keluar kedalam vagina sebagai suatu papilla
yang diarahkan secara ventrocaudal. Ukuran uterus kuicng tergantung pada besar,
umur dan paritas kucing serta fase estrus atau umur kebuntngan.
e. Vagina
Vagina kucing dewasa memanjang secara caudal dari serviks ke bagian hymen
tepat sebelah cranial dari orificium uretra eksternal di vestibula atau sinusurogenital
(Rout, 2005).
f. Vestibula
Vestibula kucing panjangnnya 2 cm dengan diameter bisa mengakomodasi
probe berdiameter 4 mm yang dimasukkan ke vulva sekitar 20 mm. Vestibula
memanjang dari cranial ke orificium uretra eksternal secara cranial ke vulva secara
caudal dan berjarak 2 cm (Junaidi, 2013).
c.
d.
e.
compound, Glutaraldehyde
Plasma, menggunakan Hydrogen peroxide gas plasma (500C)
Radiasi ionisasi, menggunakan Cobalt 60
Untuk perlengkapan operasi yang terbuat dari kain dapat dibersihkan
dengan dicusi bersih dengan sabun kemudian disterilisasi menggunakan Autoclave.
Khusus peralatan yang terbuat dari logam dapat disterilisasi dengan merebus pada
air mendidih 100 0C selama 15-30 menit dengan menambahkan sodium karbonat
2% atau sodium hidroxid 0,1% untuk mencegah korosif, autoclave (steam-uap
panas), alcohol 70%. Peralatan laiinya dapat disterilisasi dengan desinfektan.
Perebusan dengan air mendidih tidak disarankan untuk peralatan seperti gunting
dan jarum dan peralatan dari gelas dan karet.
sebelum
dilakukan
pencukuran
menggunakan
pemberian
Kemudian dilakukan ligasi dengan cut gut chromic absorbable dengan ukuran 2.0
dibagian proksimal ovarium sinister dan dekster. Dilakukan pemeriksaan secara seksama
bahwa posisi ligasi ovarium pada posisi yang tepat. Selanjutnya dilakukan pemotongan
dengan scalpel diantara dua carmalt forceps. Setelah dilakukan pemotongan kedua cornua
uteri sinister dan dekster ditarik ke caudal dari korpus uteri. Kemudian dilakukan klem
pada bagian corpus uteri diantara bifurcartio dan serviks uteri dengan dua carmalt
forceps. Ligasi arteri uterine diantara bifurcartio dan serviks uteri dengan cut gut chromic
absorbable 2.0 dan pemotongan corpus uteri dilakukan diantara kedua forceps.
Selanjutnya klem dilepas, cavum abdomen ditutup kembali dimulai dari peritoneum dan
musculus dibagian abdomen dengan cut gut absorbable 2.0 dengan jahitan simple
terputus atau matras silang, selanjutnya fascia dijahit sebagai pelindung jahitan abdomen
dengan jahitan menerus juga menggunakan cut gut absorbable 2.0 dan terakhir kulit
dijahit dengan silk atau nylon ukuran 2.0 dengan jahitan terputus atau dengan jahitan
matras horizontal yang memberikan hasil kesembuhan luka pada kulit dengan baik.
Kesembuhan luka operasi sekitar 10-19 hari pasca operasi dan jahitan kulit dapat dilepas
(Sardjana, 2011).
BAB III
METODOLOGI
1
Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ovariohisterektomi pada kucing adalah
kucing betina dengan berat 2,5 kg, duk, gloves, masker, hairnet, benang catgut chromic,
benang silk, benang plain, tampon kotak steril, tampon kotak bulat, gurita, air sabun,
atropin sulfat, xylazine, ketamine, NaCl fisiologis, povidone iodine, alcohol 70 %,
antibiotik amoxicilin,biodin, hematopan, analgesik tolfenamic acid.
2 Prosedur
1
Pre-operasi
1 Persiapan ruang operasi
Ruang
-
Hasil
2
Persiapan peralatan
Alat Bedah
-
Hasil
3 Persiapan obat-obatan
Obat
-
Hasil
Hasil
5
Persiapan Hewan
Kucing
-
dipuasakan atau tidak diberi makan 6-12 jam dan tidak diberi minum 2-6 jam
sebelum operasi
diperiksa kondisi kesehatannya
diukur suhu tubuh
dihitung frekuensi nafas dan frekuensi jantungnya
ditimbang berat badannya
diperhatikan limfonodusnya serta mukosanya
dicukur bagian yang akan disayat (caudal umbilicus)
didesinfeksi dengan alkohol 70% dan iodine dengan cara diusap dari bagian
tengah kemudian memutar ke arah luar dan harus searah
Hasil
Operasi
Kucing
-
Hasil
3
Post-operasi
1 Pencucian peralatan
Dissecting set
-
Hasil
2 Ruang operasi
Meja Operasi
-dibersihkan dari kotoran/debu dengan disapu
- disterilisasi dengan desinfektan berupa alkohol 70%
Hasil
Kucing
-
diperiksa kesehatannya
diukur suhu, frekuensi nafas, frekuensi denyut jantung, serta diameter pupil
diperhatikan membran mukosa, limphonodus, dan selaput lendir
diberikan antibiotik menggunakan amoxicillin setiap hari 2 kali sehari selama
5 hari PO
diinjeksi analgesik menggunakan tolfenamic 3 hari sekali dengan dosis SC
dilepas jahitan pada hari ke tujuh
Hasil
BAB IV
HASIL
Anamnesa
4.1.1 Signalement
Nama
: Cilla
Jenis hewan
: Kucing
Kelamin
: Betina
Ras/breed
: Domestik
Warna bulu/kulit : Abu-abu putih
Umur
: 3 tahun
Berat badan
: 2,5 kg
Tanda kusus
:4.1.2 Pre Operasi
Temp
: 38,6 0C
Pulse
: 132/menit
Membrane color : pink
Hydration
: <2 (normal)
Color and consistency of feces: cokelat kekuningan
Body condition : Underweight
Overweight
System Review
a. Integumentary
Normal
Abnormal
e. Nervus
Normal
Abnormal
Lympatic
Normal
Abnormal
b. Otic
Normal
Abnormal
f. Cardiovaskuler
Normal
Abnormal
j. Reproduction
Normal
Abnormal
Deskripsi Abnormal
Telinga terdapat wax
Vaksinasi
Ya
Tidak
ctt:
Disease Record: 4.2 Perhitungan Dosis
a) Atropin Sulfat (SC)
BB
: 2,5 kg
Dosis
: 0,04 mg/kg BB
Konsentrasi : 0,25 mg/ml
Perhitungan : 0,04 mg/kg BB x 2,5 kg
0,25 mg/ml
c. Optalmic
Normal
Abnormal
g. Respiration
Normal
Abnormal
k. Urinaria
Normal
Abnormal
Respirasi
: 112/menit
CRT
: <2 detik
Body Weight : 2,5 kg
Normal
d. Muscoloskeletal
Normal
Abnormal
h. Digesty
Normal
Abnormal
= 0,4 ml
b) Ketamine (IM)
BB
: 2,5 kg
Dosis
: 10 mg/kg BB
Konsentrasi : 100 mg/ml
Perhitungan : 10 mg/kg BB x 2,5 kg
100 mg/ml
= 0,25 ml
c) Xylazine (IM)
BB
: 2,5 kg
Dosis
: 2 mg/kg BB
Konsentrasi : 20 mg/ml
Perhitungan : 2 mg/kg BB x 2,5 kg
20 mg/ml
= 0,25 ml
d) Amoxicillin (IM)
BB
: 2,5 kg
Dosis
: 20 mg/kg BB
Konsentrasi : 150 mg/ml
Perhitungan : 20 mg/kg BB x 2,5 kg
150 mg/ml
= 0,33 ml
e) Tolfenamic Acid (SC)
BB
: 2,5 kg
Dosis
: 4 mg/kg BB
Konsentrasi : 40 mg/ml
Perhitungan : 4 mg/kg BB x 2,5 kg
40 mg/ml
= 0,25 ml
f) Hematopan (IM)
BB
: 2,5 kg
Dosis
: 0,05 mg/kg BB
Perhitungan : 0,05 mg/kg BB x 2,5 kg
= 0,125 ml
g) Biodin (IM)
BB
Dosis
Perhitungan
: 2,5 kg
: 0,05 mg/kg BB
: 0,05 mg/kg BB x 2,5 kg
= 0,125 ml
KOSENTRAS
I
(mg/ml)
Volume
Obat
(ml)
Rute
Waktu
100
0,5
Intramuscular
13.39
0,25
0,4
Subkutan
14.09
100
20
40
0,25
0,25
0,25
Intra muscular
Intra muscular
Subkutan
14.27
14.27
150
0,48
Subkutan
2,4
2,4
Intramuskular
Intramuskular
135
92
150
165
170
96
96
94
36,5
36
37,3
40
38,1
40
38,0
38
60
104
75
110
90
105
105
96
120
88
36
68
35,2
40
34,8
38
35
40
35,1
30
180
116
37,6
38
: 15.00 WIB
: 16.35 WIB
: 14.27 WIB
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
Appetice
Defekasi
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
Terapi
T/ Amoxicillin
postop
Hematopan
Biodin
Tolfen
Ganti bandage
T/
T/ Amoxicillin
postop
CRT
: < 2 (Normal)
Urinasi
SL
:-++++
:-++++
Tolfen
Biodin
Hematopan
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
T/ Ganti bandage
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
T/
21/11/2016 Suhu : 39 0C
Senin
Pulsus : 105
CRT : < 2 (Normal)
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
T/ Amoxicillin
(peroral)
Dexamethasone
Ganti bandage
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
T/
Ganti bandage
T/ Amoxicillin
postop
Tolfen
Biodin
Hematopan
T/ Amoxicillin
postop
Tolfen
Biodin
Hematopan
T/
T/
T/
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
Appetice
Defekasi
Urinasi
SL
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
:-++++
T/
T/ Ganti bandage
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Analisa Prosedur
Kucing dipuasakan dari makan 6-12 jam, dan tidak diberi minum 2-6 jam pre
operasi. Melakukan puasa pada kucing ini berguna agar kucing tidak muntah pada saat
dilakukan anestesi. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk kegiatan operasi.
Persiapan berguna agar alat yang dibutuhkan tersedia cukup ketika melakukan operasi.
Diletakkan kucing di atas meja operasi yang telah dilapisi oleh alas. Hal ini berguna
untuk memposisikan kucing pada saat akan dilakukan operasi. Disuntikkan antibiotic pre
operasi yaitu amoxicillin sebanyak 0,5 ml. Selanjutnya disuntikkan obat premedikasi
yaitu Atropin sulfat yang di injeksi secara subcutan, dengan dosis 0,4 mg/kg BB
konsentrasi 0,25 mg/ml dan volume 0,4 ml. Injeksi Atropin sulfat berguna untuk
mengurangi efek samping anestesi seperti muntah, hipersalivasi, dll. Ditunggu selama 1015 menit untuk menunggu onset kerja Atsopin sulfat. Hal ini untuk melihat efek setelah
injeksi anestesi. Disuntikkan campuran ketamin dosis 10 mg/kg Bb konsentrasi 100
mg/ml dengan xylazine 2 mg/kg BB konsentrasi 20 mg/ml setelah 15 menit pasca
pemberian atropin sulfat dengan volume masing-masing 0,25 ml kemudian dicampur
dalam satu spuit dan dinjeksikan secara Intramuscular. Hal ini berguna sebagai agen
anestesi ketika dilakukan operasi. Ditunggu sampai efek anastesi mulai terlihat pada
hewan, setelah teranastesi hewan diposisikan rebah dorsal pada meja operasi. Hal ini
dilakukan karena situs operasi berada bagian ventral abdomen dan untuk memudahkan
proses operasi. Setelah hewan teranastesi, dilakukan restrain hewan diatas meja operasi
yang telah diberi alas.keempat kaki kucing difiksasi menggunakan tali yang diikatkan
pada kursi tujuannya untuk menjamin keamanan saat operasi jika hewan tiba-tiba sadar
dan menjadi agresif. Pencukuran rambut dilakukan dengan silet. Area yang dicukur yaitu
dibawah umbilicus kurang lebih 5 cm kearah caudal dan lateral kanan dan kiri.
Pencukuran rambut dibantu dengan air sabun dan searah rebah rambut. Tujuannya agar
pencukuran dapat dilakukan dengan mudah dan meminimalisir luka ketika pencukuran.
Area operasi yang bersih dari rambut, diberrsihkan dengan antiseptic yaitu povidone
iodine dan tampon bulat secara circular dari sentral ke tepi. Tujuannya yaitu untuk
meminimalisir mokroorganisme yang dapat menimbulkan infeksi. Kemudian dilakukan
pemasangan duk/towel dengan posisi lubang pada area operasi. Towel difiksasi dengan
towel clamp pada tepi keempat sudut lubang. Tujuannya agar towel tidak berpindah atau
bergeser yang dapat mengganggu operasi. Incisi dilakukan di caudal midline yaitu
dibawah umbilicus ke arah caudal sepanjang 5 cm. pemilihan operasi medianus caudal
midline didasari dengan tujuan dan target organ yang dicari yaitu organ uterus.
Incisis dilakukan pada lapisan kulit, subcutan, linea alba dan peritoneum,
selanjutnya ketiga lapisan dikuakan dengan Alice tissue forceps dan retractor agar area
pandang lebih luas dan memudahkan ekspolarasi abdomen menggunakan jari kelingking
atau teluunjuk untuk menemukan uterus. Perdarahan dibersihkan dengan menggunakan
tampon untuk menyerap darah yang keluar. Tarik perlahan uterus kepermukaan , hati-hati
dengan tekanan negatif rongga abdomen yang dapat menyebabkan usus keluar
menghalangi lapang pandang. setelah itu dilakukan pemisahan ovarium dengan
penggantungnya dan dilakukan ligasi menggunakan catgut chromic 3-0 pada pembuluh
darah dan bagian proksimal ovarium untuk mencegah adanya perdarahan. Apabila ligasi
dirasa sudah kuat dan tidak ada darah yang merembes maka dilanjutkan dengan
melakukan pemotongan ovarium diantara dua ligasi. Hal yang sama dilakukan pada
bagian ovarium lainya. Apabila ovarium sudah dipotong semua maka selanjutnya adalah
melakukan ligasi pada uterus. Hal ini bertujuan agar pada saat pemotongan tidak terjadi
perdarahan. Ligasi pada uterus dilakukan pada bagian corpus uteri 0,5-1 cm dibawah
bifurcartio uteri. Setelah itu dilakukan pemotongan diantara ligasi proksimal dan ligasi
medial, sisakan 1 forceps untuk membuat alur jahitan parker-ker. Apabila uterus sudah
selesai dipotong dan ligasi dirasa cukup kuat maka uterus yang tersisa dimasukan
kembali pada bagian rongga abdomen. Pada semua proses ligasi, harus selalu dipastikan
bahwa tidak ada perdarahan setelah ligasi dilakukan.
Dilakukan penutupan pada masing-masing lapisan dan diberi penicillin G serbuk
sebagai antibiotic. Karena setiap lapisan yang dibuka telah berinteraksi dengan
lingkungan yang kemungkinan tidak steril dan dapat beresiko terjadinya infeksi.
Penjahitan pertama dilakukan dengan tehnik jahitan simple interupted menggunakan
jarum bulat dengan benang cut gut chromic absorable. Penjahitan pertama ini dilakukan
pada muskulus. Benang cut gut chromic dapat diserap (absorbable) dan waktu serapnya
yang lama yaitu 20 hari. Jahitan kedua dilakukan pada liniea alba dengan pola jahitan
simple continous dengan jarum bulat dan benang cut gut chromic. Menurut (Theresa,
2007) Linea alba dapat ditutup dengan jahitan simple interrupted suture atau simple
continuous suture. Pastikan saat penjahitan pada linea alba tidak ada jaringan lain yang
ikut terjahit karena bisa menghambat penutupan luka. Jahitan ketiga pada sucutan
menggunakan jarum bulat dan benang cut gut plain dengan pola jahitan cushing. Benang
cut gut plain memiliki dengan daya serap 3-7 hari. Pola jahitan cushing termasuk pola
jahitan kosmetik yag memberikan hasil kesembuhan luka yang baik. Jarum berujung
bulat dipillih karena stukture peritoneum dan linea alba yang tidak terlalu keras sehingga
mudah ditembus jarum dan untuk meminimalisir luka/bekas jahitan. Selanjutnya jahitan
keempat pada kulit menggunakan jarum triangle dan benang silk dengan pola jahitan
simple interrupted. jarum triangle akan memudahkan proses penjahitan karena kulit
cukup keras. Jahitan interrupted dipilih karena jahitan ini kuat mempertahankan dua tepi
luka dan jika salah satu simpul lepas, simpul yang lain tidak akan lepas. Benang silk
digunakan karena lebih kuat dan setelah luka sembuh dilakukan pelepasan jahitan pada
kulit.
Setelah semua lapisan dijahit, maka diberi antiseptic povidone iodine
untuk
meminimalisir mikroorganisme dan dilakukan bandage dengan tiga lapisasn yaitu primer
layer mennggunakan sofratulle sebagai antibiotik, sekunder layer menggunakan kasa
untuk menyerap cairan luka dan sirkulasi yang baik dan tersier layer menggunakan
hypafix untuk memperkuan bandage. Pemasangan gurita bertujuaan agar kucing tidak
menjilati dan mencakar luka operasi serta melindungi luka dari kotoran. Setelah operasi
kucing ditempatkan pada kandang yang diberi penghangat bersumer lampu dop,
tujuaannya untuk membantu menstabilkan suhu normal kucing yang turun selama
operasi. Suhu kucing turun selama operasi karena laju metabolisme selama teranastesi
menurun sehingga kalor tubuh ditransfer ke lingkunagn sekitar. Setalah kucing sadar,
diberikan Betamox Long Acting dengan kandungan amoxicillin sebagai antibiotic secara
subcutan dengan dosis 0,33 ml dan tolfen sebagai analgesic yang dapat mengurangi nyeri
secara subcutan dengan dosis 0,25 ml. Karena setelah sadar, efek anastesi berkurang
sehingga kucing dapat merasakan nyeri setelah operasi.
Selama perawatan post operasi, diterapi dilanjutkan dengan antibiotic Betamox
Long Acting dengan kandungan Amoxicilin, Subcutan (SC) dengan dosis 20 mg/kg BB
konsentrasi 150 mg/ml volume 0,33 ml. Amoxicillin berguna untuk mencegah
pertumbuhan mikroorganisme dari bagian dalam tubuh serta mencegah infeksi sekunder.
Amoxicillin diberikan dua kali sehari Monitoring dilanjutkan selama perawatan hewan
untuk mengetahui kesembuhan post operasi. Monitoring yang dilakukan seperti
pemeriksaan rutin setiap hari suhu, pulsus, Capillary Refill Time (CRT), nafsu makan,
defekasi, urinasi, dan warna mukosa.
yang telah
b. Xylazin
Farmakokinetik
Xylazine mengandung 23,32 mg / ml hidroklorida xylazine dalam larutan
air injeksi berbasis. Administrasi Xylazin yaitu secara intravena, intramuskular,
subkutan, namun lebih sering diberikan secara intramuscular walaupun
Xylazine dapat menyebabkan iritasi kecil pada daerah suntikan, tetapi tidak
menyakitkan dan akan hilang dalam waktu 24 48 jam. Setelah injeksi,
Xylazin akan menyebar ke seluruh tubuh dan mempengaruhi sistem respirasi,
termoregulasi
tubuh,
kardiovaskular
dan
kesadaran
hewan.
Xylasin
e.
dan nyeri.
Farmakoterapi
Dosis 40 mg/kg BB secara Subcutan.
Amoxicillin
Farmakokinetik
Administrasi Amoxicillin yaitu melalui peroral selanjutnya diserap secara
lengkap oleh saluran pencernaan (74-92%) dan disebarkan diseluruh tubuh.
Kadar bermakna didalam serum darah dicapai 1 jam setelah pemberian peroral. Kadar puncak didalam serum darah 5,3 mg/ml dicapai 1,5-2 jam setelah
pemberian per-oral Metabolisme amoxicillin berlangsung di hepar dan kurang
lebih 60% pemberian per-oral akan diekskresikan melalui urin dalam 6 jam.
Farmakodinamik
Amoxicillin (alpha-amino-p-hydoxy-benzyl-penicillin) adalah derivat
dari 6 aminopenicillonic acid, merupakan antibiotika berspektrum luas yang
mempunyai daya kerja bakterisida. Amoxicillin, aktif terhadap bakteri gram
positif maupun bakteri gram negatif. Bakteri gram positif: Streptococcus
pyogenes,
Streptococcus
viridan,
Streptococcus
faecalis,
Diplococcus
anthracis.
Neisseriameningitidis,
Bakteri
gram
Haemophillus
negatif:
influenzae,
Neisseira
gonorrhoeae,
Bordetella
pertussis,
biosintesis dinding sel terhambat, dan sel bakteri menjadi pecah (lisis).
Amoxicillin tidak dianjurkan untuk penderita yang alergi terhadap penicillin.
Farmakoterapi
Amoxicillin dapat diberikan secara Peroral (PO). Dosis pemberian untuk
f.
g.
larutan povidon iodine mengandung tidak kurang dari 85% dan tidak lebih dari
120% Iodum dari jumlah yang tertera pada etiket, serta dapat mengandung
sedikit etanol. Kandungan etanol (jika ada) antara 90% dan 110% dari jumlah
yang tertera pada etiket. Mekanisme kerja povidon iodine dimulai setelah
kontak langsung dengan jaringan maka elemen iodine akan dilepaskan secara
perlahan-lahan dengan aktifitas menghambat metabolisme enzim bakteri
sehingga mengganggu multiplikasi bakteri yang mengakibatkan bakteri
menjadi lemah. Iodine dalam jumlah kecil diserap masuk ke dalam aliran
darah, sehingga menyebabkan efek sistemik dengan akibat shock dan anoksia
jaringan. Penggunaan iodine harus dengan diencerkan terlebih dahulu, hal ini
karena iodine dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan iritasi kulit.
Penggunaan iodine yang berlebihan dapat menghambat proses granulasi luka.
Povidon iodine yang biasanya digunakan dalam perawatan luka hanya 10%.
Hasil suatu penelitian menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi iodine
yang digunakan semakin mempercepat fase penyembuhan luka.
Povidon Iodine harus hati-hati bila digunakan pada permukaan kulit
rusak yang luas (misalnya luka bakar), karena iodium dapat diresorpsi dan
meningkatkan kadarnya dalam serum sehingga dapat menimbulkan asidosis,
neutropenia dan hipotirosis. Toksisitas dari povidon iodine dapat terjadi apabila
zat ini masuk ke traktus gastro intestinal yang menyebabkan korosif.
Keuntungan dari zat aktif povidone iodine sebagai antiseptik yaitu tidak
merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak
menguap. Penggunannya yang berulang kali akan mengendap sehingga
efeknya bertahan lama. Keuntungan lainnya yaitu povidon iodine akan tetap
aktif pada luka yang terdapat darah, nanah, serum dan jaringan neukrotik.
Warna coklat dan baunya merupakan sifat obat ini yang kurang
menguntungkan.
Farmakoterapi
Povidone iodine digunakan secara topikal dan penggunaan dosis tinggi
tidak akan menimbulkan masalah karena penggunaannya secara topikal.
5.2.2 Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan luka antara lain adalah (Shaw,
2013) :
a. Usia: semakin tua seekor hewan maka akan menurunkan kemampuan
penyembuhan jaringan.
b. Pengobatan: beberapa terapi pengobatan dapat mempengaruhi kesembuhan luka.
c. Infeksi: infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat
juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan
menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.
d. Hipovolemia: kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan
menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
e. Hematoma: hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka
secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika
terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat
diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
f. Benda asing: benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari
serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk
suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (Pus).
g. Iskemia: iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai
darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat
terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor
internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
h. Diabetes: hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan
gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan
terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Ovaryohisterectomy merupakan tindakan pengambilan ovarium, corpus uteri, dan
kornua uteri. indikasi adanya penyakit atau kasu-kasus seperti Tumor yang menyerang
organ reproduksi hewan betina, Cysta ovary, Pyometra, Metritis, Salpingitis , dan Kanker
mammae. Pasca Ovaryohisterectomy , kucing betina memiliki resiko terkena kanker
mammae 40-60% lebih rendah dibandingkan kucing kucing yang
tidak dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Fossum, T, W. 2010. Small Animal Surgery 3rd Edition. Missouri: Mosby Elsevier
Junaidi, A. 2013. Reproduksi Dan Obstretri Pada Kucing. Gadjah Mada Press : Yogyakarta
Rout, M. V. 2005. Estrous Length Pregnancy Rate, Gestation And Parturition Lengths, Litter
Size, And Juvenile Mortality In Domestic Cat. J. Am. Anim. Hosp. Assoc. 31 : 429-433
Sardjana, I K, W. dan Diah, K. 2011. Bedah Veteriner. Airlangga University Press, Surabaya
Shaw, S, P., Rozanski, E, A., Rush, J, E. 2013 Traumatic Body Wall Herniation In 36 Dogs
And Cats. J Am Anim Hosp Assoc. 39:35.
Sudisma, I, G. 2006. Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Palawa Sari : Denpasar
Tilley, L, P. 2000. The 5 Minute Veterinary Consult Canine And Feline. William & Wilkins :
USA
Tobias, Karen M., Johnston, S. A. 2012. Veterinary Surgery: Small Animal. St. Louis: Elsevier
Saunders
Yusuf. 2012. Buku Ajar Ilmu Reproduksi Ternak. Universitas Hasanuddin Fakultas Peternakan
: Makassar