Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KEGIATAN PPDH

ROTASI INTERNA HEWAN KECIL

PEMASANGAN KATETER PADA KUCING

Disusun oleh :
FEBY FERDINA, S.KH (170130100011008)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem urinari memiliki tiga fungsi yaitu metabolisme, hormonal dan ekskresi
sedangkan sistem ini terdiri dari dua bagian yaitu sistem urinari bagian atas dan bagian
bawah. Sistem urinari bagian atas hanya terdiri dari ginjal sedangkan sistem urinari bagian
bawah disusun oleh ureter, vesika urinaria dan urethra. Pada sistem urinari, ginjal memiliki
peranan yang sangat penting karena memiliki dua fungsi utama, yaitu filtrasi dan
reabsorpsi. Selain itu, ginjal juga memiliki peranan penting dalam sistem sirkulasi darah
karena ginjal turut berperan dalam proses pembentukan sel darah merah dan menjaga
tekanan darah. Salah satu penyakit saluran urinaria pada kucing adalah urolitiasis.
Urolithiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya batu (urolith) atau kristal-kristal
pada tractus urinarius. Urolit memiliki ukuran yang bermacam-macam, mulai dari partikel
seperti pasir sampai berukuran lebih besar yang terlihat bila dilakukan radiografi. Urolit
ini merupakan perwujudan polycrystalline yang terdiri dari satu atau lebih mineral.
Pada anjing dan kucing urolith lebih banyak ditemukan di dalam vesika urinaria atau
uretra, dapat juga ditemukan di dalam pelvis renalis namun kejadiannya sangat jarang
(kurang dari 10%). Menurut Birchard dan Sherding (2000) etiologi kejadian urolithiasis
yaitu sebagai berikut : a. Infeksi saluran urinaria oleh bakteri hidrolisasi urea (contohnya
Staphylococcus dan Proteus), yang paling umum menyebabkan struvite urolithiasis pada
anjing dan kucing. b. Kelainan metabolik yang menyebabkan ekskresi urin secara
berlebihan yang mengandung sedikit bahan terlarut dapat menjadi faktor predisposisi urate
urolithiasis pada anjing. c. Faktor makanan, misalnya makanan yang mengandung kalsium
dan asupan fosfor secara berlebihan dapat menyebabkan kalsium fosfat urolith. d. Kondisi
idiophatic sering menyebabkan urolithiasis. Diagnosa penyakit urolithiasis dapat diperoleh
melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, gejala klinis, urinalisis dengan evaluasi sedimen,
pemeriksaan kimia darah seperti kadar ureum dan kreatinin, urin kultur, urolith analisis,
pemeriksaan USG serta radiografi abdomen (Birchard & Sherding 2000).
Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan yang tepat apabila kucing mengalami
urolithiasis salah satunya dengan pemasangan kateter urin. Kateterisasi adalah
dimasukkannya kateter melalui urethra kedalam kandung kemih untuk mengeluarkan
urin. Kateterisasi ini bertujuan untuk mengatasi distensi kandung kemih, pengumpulan
spesimen urin, serta untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama
pembedahan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) rotasi
interna hewan kecil adalah bagaimana prosedur operasi pemasangan kateter?

1.3 Tujuan
Tujuan dari kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) rotasi interna hewan
kecil adalah untuk mengetahui prosedur operasi pemasangan kateter.

1.4 Manfaat
Manfaat dari kegiatan Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) rotasi interna hewan
kecil adalah memiliki kemampuan untuk melakukan prosedur operasi pemasangan kateter.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Urolithiasis
Urolithiasis adalah penyakit yang disebabkan adanya urolit, calculi, kristal ataupun
sedimen yang berlebihan dalam saluran urinaria yang berada dimanapun dalam saluran urinasi
meliputi ginjal, uretra, atau bisa ditemukan di kandung kemih (Fossum, 2002). Urolith
terbentuk karena banyak kristal- kristal yang saling bergabung menjadi satu, bentukan mineral
yang umumnya tersusun yaitu struvite, kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, dan cystine
pada urin. Urolith ini terbentuk di dalam saluran perkencingan dalam bergbagai bentuk dan
jumlah, tergantung pada infeksi, pengaruh diet/konsumsi dan genetika (Koesharyono, 2008).
Adanya urolit didalam saluran urinaria dapat menyebabkan iritasi, akibatnya saluran tersebut
rusak dan ditemukan darah bersama urin yang dapat menimbulkan rasa nyeri. Pembentukan
urolith dimulai dari ginjal yang kemudian terbawa melalui ureter dan terakumulasi di vesika
urinaria. Adapun jenis-jenis urolith pada kucing menurut Bartges et al., (1999) adalah antara
lain :
1. Urolith struvite
Berbentuk bulat atau persegi, yang biasanya ditemukan pada pelvis renalis, ureter,
vesika urinaria, atau urethra. Tersusun dari Mg++, NH4+ , fosfat. Berwarna putih,
kuning sampai coklat, agak keras dan rapuh, jika digerus hancur seperti kapur,
permukaannya halus, atau kasar tanpa tonjolan. Beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya urolith struvite adalah urine bersifat alkalis, konsentrasi mineral yang
meningkat dan faktor genetik.

Gambar 1. Urolit Struvit (Hesse and Neiger, 2009).


2. Urolith cystine
Berbentuk bulat atau oval, biasanya kecil permukaannya halus, tersusun dari asam
amino cystine, empuk, mudah dihancurkan, berwarna krem kekuningan, kuning
kehijauan sampai coklat. Cystinuria dapat diidentifikasi berdasarkan kristal cystine
yang berbentuk hexagonal. Terdapat pada urin yang asam, kecil, halus, berwarna
kuning kecoklatan sampai kuning kehijauan.

Gambar 2. Cystine (Hesse and Neiger, 2009).


3. Urolith urate
Urolith urat berbentuk bulat atau oval, permukaannya halus, tersusun dari NH4 urat,
biasanya kecil, berlapis-lapis konsentris seperti kulit telur, mudah pecah, berwarna
kuning kecoklatan sampai kehijauan.

Gambar 3. Urate (Hesse and Neiger, 2009).


4. Urolith kalsium oksalat
Urolith ini berbentuk bulat atau oval, tersusun dari kalsium oksalat, dan sering
mengandung kalsium fosfat, biasanya kecil sangat keras dan rapuh (mudah pecah,
permukaannya ada yang halus atau tidak beraturan), berwarna krem sampai coklat,
tetapi dapat berwarna hijau kecoklatan.

Gambar 4. Kalsium Oksalat (Hesse and Neiger, 2009).


2.2 Etiologi
Urolithiasis adalah kondisi terbentukanya urolith pada saluran perkencingan, seperti
pada vesika urinaria, ginjal, ureter dan uretra (Smith et al., 1972). Saat urin mengalami tigkat
kejenuhan yang tinggi, yang disertai dengan kelarutan garam maka garam tersebut mengalami
membentuk kristal (crystalluria). Urolith merupakan batu yang terbentuk akibat supersaturasi
urin dengan kandungan mineral-mineral tertentu (Fossum, 2002). Urolith ini merupakan
perwujudan polycrystalline yang terdiri dari satu atau lebih mineral. Urolith tersebut
merupakan kumpulan hasil metabolit yang mengandung kalsium, oksalat, dan fosfat yang dapat
bergerak turun sepanjang ureter dan masuk ke dalam vesika urinaria. Setelah terjadi
pengendapan, partikel-partikel yang telah mengkristal bertambah besar ukurannya,
memperparah kerusakan dan menimbulkan gejala klinis pada hewan tersebut (Gipson, 1996).
Urolith terbentuk di dalam vesika urinaria dalam berbagai bentuk dan jumlah tergantung pada
infeksi, pengaruh diet atau konsumsi, dan genetik (Suryandari, 2012). Kadar kalsium yang
tinggi di dalam ginjal juga dapat mempengaruhi pembentukan urolith, sedangkan faktor-faktor
lain yang mendukung pembentukukan urolith adalah kurang minum, makanan yang banyak
mengandung kalsium, oksalat dan fosfat serta penurunan pH urin (Sastrowardoyo, 1997).
2.3 Faktor Penyebab
Menurut Hesse and Neiger (2009), ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan timbulnya urolit, yaitu:
a. Umur : Urolithiasis lebih sering terjadi pada dengan
rentang umur antara 2 – 10 tahun.
b. Jenis Kelamin : Pejantan lebih rentan karena memiliki saluran
urinaria yang lebih panjang dan sempit daripada
betina.
c. Ras : Urolithiasis lebih sering terjadi pada ras kecil
daripada ras besar
d. Pemeliharaan : Kucing yang dikandangkan memliki resiko
mengalami urolithiasis lebih tinggi karena
frekuensi urinasi yang tidak teratur dan
kurangnya exercise.
e. Pakan : Pakan tinggi protein dan mineral.
f. Bakteri : Bakteri pemecah urea (urea-splitting bacteria)
seperti Staphylococcus sp. dan Proteus sp.

2.4 Patogenesis
Di dalam saluran pencernaan, protein endogen maupun protein yang berasal dari
makanan akan dipecah menjadi asam amino oleh enzim tripsin. Asam amino kemudian akan
dipecah oleh bakteri usus menjadi amonia. Amonia diabsorbsi oleh hati melalui Arteri Portal
dan dikonversikan menjadi urea yang kemudian dieksresikan melalui ginjal (Nelson and Cuoto,
2003). Pakan tinggi protein seperti daging ayam, susu, dan yoghurt dapat meningkatkan intake
protein di dalam tubuh. Peningkatan intake protein akan menyebabkan peningkatan kadar
amonia yang dibawa menuju ke hati dan peningkatan urea pada ginjal sehingga pH urin
menjadi alkalis. Selain peningkatan protein, bakteri pemecah urea seperti Staphyloccus sp. dan
Proteus sp. juga berperan dalam proses pemecahan urea karena dapat menghasilkan enzim
urease yang mampu memecah urea menjadi amonia. Hal ini mengakibatkan penurunan kadar
sitrat (hypocitratiuria). Pada kondisi normal, sitrat berfungsi sebagai crystallization inhibitor
dengan cara berikatan dengan kalsium pada urin sehingga mencegah terjadinya nukleasi dan
agregasi kristal. Namun pada kondisi Urinary Tract Infection (UTI), kadar sitrat mengalami
penurunan sehingga tidak berfungsi maksimal pada hewan yang mengalami urolithiasis (Hesse
and Neiger, 2009).
Peningkatan nilai pH dan penurunan kadar sitrat mengakibatkan konsistensi urin menjadi
lebih pekat (supersaturation) sehingga urin tidak dapat melarutkan kelebihan mineral untuk
dieksresikan. Hal ini dapat menyebabkan pembentukan kristal pada urin (crytalluria) dan
nukleasi yakni pembentukan inti urolit. Agregasi kemudian akan terjadi dimana kristal akan
berkumpul sehingga terbentuk urolit dengan ukuran yang lebih besar.

Bakteri
Ras
Jenis Kelamin
Pakan

Amonia pH↑ Sitrat↓

Supersaturasi urin
Crystalluria

Urolit  Struvit

Gambar 5. Patogenesa Pembentukan Urolit Struvit

2.5 Tanda Klinis


Hewan-hewan yang menderita urolithiasis diketahui gejala klinisnya bervariasi
tergantung pada tempat peletakannya dalam struktur anatomi sistem urinaria dan jenis kelamin.
Terdapatnya batu akan menggangu saluran urinaria dan akan menyebabkan kesulitan
membuang urin, rasa sakit pada ginjal dan saluran urinaria serta distensi pada abdomen.
Kondisi ini akan menyebabkan peradangan pada saluran urinaria, stranguria atau pengeluaran
urin dengan frekuensi lambat, dysuria atau kesakitan atau kesukaran pada saat urinasi dan
anuria atau tidak dapat mengeluarkan urin (Breitschwerdt, 1986). Bila penyumbatan telah
berlangsung lama akan terlihat tanda depresi, lesu, anoreksia atau berkurangnya nafsu makan,
dan diikiti oleh tanda uremia (Sastrowardoyo, 1997).
2.6 Diagnosis
a. Radiografi
Pemeriksaan radiografi yang dapat dilakukan yaitu x-ray dan Ultrasonografi
(USG). Batu/urolit memiliki karakter yang berbeda pada interpretasi radiografi. Batu
dengan kandungan mineral yang tinggi akan tampak radiopaque pada pemeriksaan x-
ray dan hyperechoic pada USG. Namun batu dengan kandungan mineral yang lebih
sedikit kurang tampak jelas pada pemeriksaan x-ray.
Gambar 6. X-ray Urolit
pada VU
(Thrall, 2013).

Gambar 7. USG Urolit pada


VU (Nyland,
2002).

Hasil x-ray pada kasus urolthiasis menunjukkan massa radiopaque pada VU,
sedangkan pada pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan massa hyperechoic yang
dibuktikan dengan adanya acoustic shadow yaitu bayangan hitam yang muncul akibat
gelombang suara tidak dapat menembus VU dikarenakan adanya batu.
b. Urinalysis
Pemeriksaan urinalysis menggunakan sampel berupa urin. Urinalysis dilakukan
untuk mengetahui abnormalitas pada kandungan urin meliputi darah, urobilinogen,
bilirubin, protein, nitrit, keton, glukosa, pH, berat jenis, leukosit, albumin, dan
penampakan mikroskopis.
c. Hematologi
Uji hematologi dilakukan untuk mengetahui gambaran darah sehingga dapat
dilakukan interpretasi hasil uji untuk peneguhan diagnosa.
d. Analisis Urolit
Analisis batu/urolit dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral pada urolit
sehingga dapat ditentukan pemilihan pakan yang sesuai untuk menghindari terulangnya
kejadian urolithiasis..

2.7 Prognosis
Prognosis dari tindakaan operasi urolithiais pada umumnya dapat dubius sampai
infausta, hal tersebut tergantung pada besarnya urolith, letak urolith, adanya infeksi dan adanya
obstruksi. Makin besar urolith makin jelek prognosisnya, letak urolith juga dapat menyebabkan
obstruksi yang dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan
adanya infeksi karena faktor obstruksi maka dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal,
sehingga prognosis menjadi jelek.

2.8 Pengobatan
Terapi yang dapat diberikan pada pasien penderita urolithiasis adalah kateterisasi untuk
membantu pengeluaran urin dan kristal pada VU, terapi cairan yang diperlukan ketika sindrom
uremia terjadi (depresi, muntah, dan dehidrasi) dengan tujuan untuk mengganti cairan tubuh,
dan menstabilkan pH cairan tubuh. Pemberian antibiotik diperlukan untuk mencegah terjadinya
infeksi sekunder oleh bakteri dan obat-obatan parasimpatomimretik untuk menstimulasi otot
VU (Sastrowardoyo, 1997).

2.8.1 Kateterisasi
Teknik pemasangan kateter baik pada kucing dan anjing tidak terlalu berbeda. Bahan
yang diperlukan yaitu kateter sesuai dengan hewan baik itu untuk kucing maupun anjing.
Kateter terbuat dari nilon fleksibel polyamide atau dari bahan silicone Foley. Selain itu
diperlukan kassa steril, 4% chlorhexidine gluconate atau 10% povidone iodine, glove,
lubrican cair yang steril, wadah penampung, knier beaker, 5-10 ml syringe. Pasien
direstrain untuk dilakukan kateterisasi, namun pada pasien yang sulit direstrain maka dapat
dilakukan sedasi. Hewan yang memiliki gangguan seperti fraktur pelvis maka diperlukan
anastesi. Pasien diposisikan dengan keadaan lateral recumbency (lateral recumbency dexter
untuk operator yang menggunakan tangan kanan dan lateral recumbency sinister untuk
operator yang menggunakan tangan kiri/kidal). Preputium selanjutnya dibersihkan dengan
cairan antiseptik menggunakan swab atau syringe. Area sekitar preputium dapat dipotong
rambutnya untuk memudahkan proses pemasangan kateter.
Teknik pertama yang dilakukan yaitu keluarkan kateter dari pelindung luarnya. Asisten
atau paramedis membantu memegang os penis dengan satu tangan dan menekan preputium
ke arah caudal menggunakan tangan yang lain sehingg terlihat gland penis. Kateter
dilubrikasi dan dimasukkan melalui uretra. Kateter yang telah masuk pada daerah penis
dilanjutkan untuk dimasukkan hingga sampai ke vesika urinaria dan dimasukkan sekitar 2
cm untuk memastikan kateter sudah masuk dengan baik. Pasca proses pemasangan kateter
selesai maka dapat dilakukan koleksi sampel urin dan pengosongan vesika urinaria, jika
digunakan untuk pengambilan sampel urin, maka diperlukan 5 ml urin yang ditampung
pada pot atau tabung penyimpan. Kateter yang dipasang sementara tidak perlu dijahit
disekitar bagian anus namun jika kateter masih diperlukan untuk jangka waktu lama, maka
perlu dijahit. Untuk mencegah hewan melepas kateter maka dapat dipasang Elizabeth
collar bila perlu (Bexfield dan Lee, 2010).
Jenis dan ukuran kateter bergantung pada pasien yang akan di kateterisasi dan antisipasi
panjang kateterisasi. Kateter polypropelene (tomcat dan kateter uretra yang lebih panjang)
sangat mudah digunakan karena kekakuannya, tetapi lebih mudah mengiritasi pada pasien.
Kateter polipropilen kecil yang berukuran 3,5 French (kateter TomCat) biasanya digunakan
untuk menangani obstruksi kucing jantan, kateter khusus dapat digunakan untuk
kateterisasi jangka panjang. Softer red rubber catheters yang memiliki bahan lebih lembut
sering digunakan untuk anjing jantan dan betina serta ukurannya berkisar antara 3,5-8
french. Kateter polypropelene juga dapat digunakan untuk satu kali kateterisasi. Jika kateter
uretra harus dibiarkan dalam waktu lama, maka menggunakan kateter Foley. Kateter Foley
memiliki balon di ujung distal kateter yang dapat diisi dengan udara atau air. Setelah kateter
dimasukkan ke dalam kandung kemih, balon diisi dan kateter ditarik ke kaudal untuk
"mengganjal" balon untuk mencegahnya tergelincir keluar. Kateter Foley sangat berguna
pada anjing betina karena uretra yang relatif pendek.
Penggunaan kateter dengan cara ujung kateter dilumasi dengan lidokain gel dan
dimasukkan ke dalam lubang uretra eksternal. Ujung penis dapat ditarik kembali ke
preputium setelah kateter telah dimasukkan. Kateter perlahan didorong maju sampai
sumbatan. Ujung kateter harus masuk ke dalam lumen vesika urinaria. Kateter yang masuk
terlalu jauh dapat menyebabkan iritasi dan tegang. Spuit 10 mL diisi dengan larutan salin
untuk membilas lumen uretra. Setiap prosedur yang melibatkan uretra harus dilakukan
sehati-hati mungkin untuk menghindari peradangan dan kerusakan jangka panjang.
BAB III
METODE KEGIATAN
3. 1 Waktu dan Tempat Kegiatan
Kegiatan bedah kateterisasi pada kucing ini dilakukan pada tanggal 11 Oktober
2018 di Laboratorium Ilmu Bedah, Rumah Sakit Hewan Pendidikan, Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya, Malang.
3. 2 Peserta Kegiatan
Kegiatan ini dilakukan oleh mahasiswa PPDH FKH UB di bawah bimbingan dan
pengawasan dokter hewan pembimbing lapang. Adapun mahasiswa yang melaksanakan
tindakan bedah adalah:
1. Nama : Elsa Indra Yedeaningsi, S.KH
NIM : 170130101111007
2. Nama : Ferby Ferdina, S.KH
NIM : 170130100111008
3. Nama : Syaifuddin, S.KH
NIM : 170130100011032
Di bawah pengawasan dan bimbingan drh. Ahmad Fauzi M.Sc
3. 3 Metode pelaksaan
Pelaksanaan tindakan bedah kateterisasi dilakukan pada kucing jantan non steril
berusia 2 tahun dan tidak dalam kondisi sakit. Tindakan bedah dilakukan sesuai dengan
standard kompetensi PPDH FKH UB dan kaidah-kaidah animal welfare. Hewan yang
akan dioperasi wajib mendapatkan persetujuan dari dokter hewan pembimbing setelah
mendapatkan serangkaian pemeriksaan fisik. Hewan yang telah dioperasi dirawat hingga
sembuh, dan dilepas (release) setelah mendapat persetujuan dokter hewan pembimbing.
Hasil operasi dilaporkan dalam suatu laporan tertulis yang dipertanggungjawabkan pada
dokter hewan pembimbing.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Signalment Hewan
Adapun signalement dari hewan yang akan digunakan dalam kegiatan ini adalah
sebagai berikut:
Nama hewan : Kimmy
Jenis hewan : Kucing domestik
Jenis kelamin : Jantan
Umur : ± 2 tahun
Berat badan : 2,9 kg
Warna rambut : Putih dengan corak hitam
4. 2 Tindakan Katerisasi
1. Pre Operatif
Tindakan pre operatif yang dilakukan diantaranya adalah persiapan hewan,
persiapan operator, persiapan alat dan bahan, dan persiapan lingkungan operasi.
a. Persiapan alat dan bahan
Adapun alat dan bahan non obat yang digunakan dalam operasi ini adalah
Kateter 3 ½ Fr, pelumas (KY Jelly), knier beaker, alkohol 70%, povidone iodine
10%, masker, dan glove.
Obat yang digunakan dalam operasi ini terdiri atas obat premedikasi dan
obat anesthesia. Bahan obat-obatan yang digunakan dalam kegiatan operasi ini
ditunjukan dan dijelaskan dalam Tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1 Daftar obat yang digunakan dalam tindakan operasi
Nama Mekanisme aksi Dosis
obat
Atropine Mengeblok mekanisme aksi 0,04 mg/kg
acetylcholine pada reseptor (s.c.)
muskarinik di sistem syaraf
parasimpatis. Menimbulkan
mydriasis, tachycardi,
bronchodilation, dan penurunan
fungsi GI tract.
Ketamine Bekerja antagonis terhadap reseptor 10 mg/kg
Nmethyl-D-Aspartate di CNS, (i.m)
sehingga memunculkan kondisi
teranesthesi.
Xylazine Bekerja agonist pada central alpha- 2 mg/kg
2 (i.m)
adrenoreceptors, memunculkan
efek sedasi, relaksasi otot, dan
analgesia.
Keterangan: Dosis disesuaikan dengan BSAVA Small Animal Formulary 8th
Edition (Ramsey, 2014).

b. Persiapan lingkungan operasi


Ruang operasi menggunakan Laboratorium Ilmu Bedah, Rumah Sakit
Hewan Pendidikan FKH UB. Ruangan ini memiliki suasana yang tenang,
langit-langit dan dinding bersih, sirkulasi udara minimal, serta meja operasi
yang bersih. Sebelum digunakan, meja dibersihkan dengan desinfektan alkohol
70%.
c. Persiapan hewan
Hewan dipuasakan makan selama delapan jam sebelum operasi, dan
dipuasakan minum enam jam sebelum operasi. Pemeriksaan fisik secara
menyeluruh dilakukan lagi untuk memastikan bahwa hewan berada dalam
kondisi yang baik dan sehat. Premedikasi anesthesia diberikan kirakira sepuluh
menit sebelum induksi anesthesia. Hewan yang telah teranesthesi direbahkan
dalam posisi lateral recumbency, lalu dibersihkan area operasinya pada daerah
penis. Sterilisasi area operasi dilakukan dengan mencukur rambut sekitar area
operasi, pembasuhan dengan air sabun chlorhexidine dan larutan povidone
iodine 10%.
d. Persiapan operator
Persiapan operator meliputi personal hygiene dan sanitasi. Tahapan yang
dilakukan oleh operator adalah sebagai berikut:
• Pemakaian masker.
• Pencucian tangan hingga ke sela jari dan menyikat kuku menggunakan sabun
antiseptik.
• Pemakaian surgical dress dengan dibantu oleh asisten operator.
• Pemakaian gloves.
2. Operasi
 Pegang os penis dengan satu tangan dan menekan preputium ke arah
caudal menggunakan tangan yang lain sehingga dapat nampak terlihat
gland penis.
 Kateter dilubrikasi dan dimasukkan melalui uretra.
Gambar 4.1 Proses memasukkan kateter kedalam urethra (Dokumentasi
Pribadi)

 Memasukkan ujung kateter kedalam urethra secara perlahan dan


kemudian pangkal kateter didorong mengikuti arah urethra secara
perlahan, didorong dengan lembut sampai pangkal kateter menempel
dengan ujung urethra atau kulit preputium.

Gambar 4.2 Memasukkan kateter hingga sampai ke vesika urinaria (Dokumentasi


Pribadi)
 Penjahitan pada pangkal kateter dengan kulit preputium yang bertujuan
agar kateter tidak terlepas saat kucing tersadar dan beraktifitas

3. Post Operasi
Kucing Kimmy ditunggu sadar dan dipastikan kondisinya stabil setelah
mengalami anastesi. Kucing Kimmy diberi makan dan minum setelah
dipuasakan pre-operasi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan
Pada kejadian urolithiasis terapi yang diberikan yaitu salah satunya kateterisasi
yang merupakan metode pemasangan kateter pada sistem urinaria, pemasangan kateter
dilakukan dengan diawali membersihkan bagian penis pasien kemudian dikeluarkan
bagian penis dari preputium kemudian kateter diberi pelumas dan dimasukkan kateter
pada penis hingga menuju vesika urinaria sehingga kristal urin di dalam vesika urinaria
dapat keluar.
5. 2 Saran
Sebaiknya perlu diperhatikan lama waktu pemasangan kateter agar tidak
memperparah keadaan dari kucing yang mengalami urolithiasis serta pemberian pakan
hendaknya diganti dengan pakan khusus urin yang rendah protein dan mineral sehingga
dapat meminimalisir pembentuk kristal pada saluran urinaria.
DAFTAR PUSTAKA

Bartges JW, Osborne CA, Lulich JP. 1999. Methods for evaluating treatment of uroliths. Vet
Clin North Am: Small Anim Pract; 29:45.
Birchard SJ dan Sherding RG. 2000. Saunders Manual of Small Animal Practice. Edisi ke-2.
Pennsylvania: W. B. Saunders Company. Hlm. 913-957.
Breitschwerdt EB. 1986. Contemporary Issues in Small Animal Practice: Nephrology and
Urology. New York.Churchill Livingstone.pp: 261
Fossum, T.W. 2002. Small Animal Surgery, ed 2nd Mosby, St. Lois London. Toronto.
Philandelphia sydney.
Gipson, J.M. 1996. Biokimia Patologi Hewan. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian
Bogor. pp 141.
Hesse, A. and R. Neiger. 2009. Urinary Stones in Small Animal Medicine. Manson Publishing.
55 – 103.
Hostutler RA, Chew DJ, DiBartola SP. 2005. Recent Concepts In Feline Lower Urinary Tract
Disease. Veterinary Clinics Small Animal. 35:147-170.
Nelson, R.W. and C.G. Cuoto. 2003. Small Animal Internal Medicine 3rd Edition. Mosby, Inc.
China.
Nyland, T.G. 2002. Small Animal Diagnostic Ultrasound 2nd Edition. Pennsylvania: WB
Saunders Company.
Smith., H.A., T.C Jones dan R.D. Hunt. 1972. Veterinary Pathology. 4th Lea & Febiger.
Philadelpia. pp: 1521.
Sastrowardoyo, S. 1997. Urologi Penuntun Praktis. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. pp: 72.
Suryandari, P., P. Santi., P. Fajar. 2012. Kasus Urolithiasis pada Kucing. Universitas
Brawijaya. Malang.
Thrall, D.E. 2013. Textbook of Veterinary Diagnostic Radology 6th Edition. Missouri: Elsevier
Saunders.
Lampiran

Perhitungan obat yang digunakan


1. Atropin Sulfat = 0,04 mg/kg x 2,9 kg = 0,46 ml (SC)
0,25 mg/ml
2. Ketamine = 10 mg/kg x 2,9kg = 0,29 ml (IM)
100 mg/ml
3. Xylazine = 2 mg/kg x 2,9kg = 0,29 ml (IM)
20 mg/ml

Anda mungkin juga menyukai