Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN BAGIAN BEDAH DAN RADIOLOGI

“CHOLECYSTECTOMY PADA KUCING”

Oleh :
CHARISMA SUMULE
C 024 191 001

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kucing telah berbaur dengan kehidupan manusia paling tidak sejak 6.000 tahun
SM, dari kerangka kucing di Pulau Siprus. Orang Mesir Kuno dari 3.500 SM telah
menggunakan kucing untuk menjauhkan tikus atau hewan pengerat lain dari lumbung
yang menyimpan hasil panen (Remington, 2007).
Kucing domestik (Felis silvestris catus) yang ada di Indonesia tidak semua
tempat hidupnya sama. Beberapa kucing hidupnya liar dan ada yang dipelihara oleh
manusia. Kucing domestik (Felis silvestris catus) mudah dijumpai diberbagai tempat
seperti pasar, sekolah, tempat wisata dan terminal. Tempat hidup kucing sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan kesehatan kucing (Suwed et al., 2011).
Vesica fellea merupakan salah satu organ yang dimiliki oleh kucing
domestik, bentuknya seperti buah pir yang terletak di antara hepar lobus
quadratus dan medial dexter. Vesica fellea berfungsi untuk menghasilkan
asam/getah emepedu yang berfungsi untuk membantu digesti lemak dengan
membentuk emulsi, mengaktifkan lipase pankreas, membantu penyerapan asam
lemak, kolesterol, dan vitamin yang larut dalam lemak, stimulasi aliran getah
empedu dari hati, dan menangkap kolesterol dalam getah empedu (Yuwanta,
2004 dalam Aqsa et.al, 2013).
Pada beberapa kejadian sering ditemui adanya penyakit pada vesica fellea
seperti cholelithiasis, cholecystitis, abses, tumor, nekrosa, neoplasia, rupturnya
vesica fellea dan lain sebaginya. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk
menangani hal tersebut dengan mengangkat vesica fellea (cholecystectomy)
(Tobias, 2010).
Pembedahan saluran empedu dan vesica fellea membutuhkan kemampuan
teknisi kompetensi yang tinggi, ketangkasan manual, dan penilaian bedah yang
baik untuk mencegah komplikasi serius. Potensi komplikasi cholecystectomy
termasuk general peritonitis, syok, sepsis, hipoglikemia, hipoproteinemia, dan
hipokalemia (Fossum, 2012).
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui prosedur operasi cholecystectomy
b. Untuk mengetahui cara melakukan perawatan pasca operasi pada pasien

1.3 Rumusan Masalah


a. Bagaimana prosedur operasi cholecystectomy?
b. Bagaimana cara merawat pasien pasca operasi?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kantung Empedu
Vesica fellea adalah organ berbentuk seperti tetesan air yang terletak
pada cranioventral abdomen yang berlekatan dengan hepar sebelah kanan dari
midline yang terletak pada lengkungan antara lobus medial dexter dan lobus
quadratus. Secara anatomi vesica fellea terdiri dari fundus, tubuh dan leher yang
menempel pada hepar, terdiri atas saluran cystic yang pendek menuju ke saluran
empedu umum. Dinding empedu terdiri dari lima lapisan histologis yang berbeda.
Dari bagian paling dalam meliputi epitel, submukosa (terdiri dari lamina propria
dan tunica submucosa), tunica muscularis externa, tunica serosa (lapisan terluar
yang meliputi aspek kantong empedu yang menghadap jauh dari hati) dan tunika
adventitia (lapisan paling luar yang menutupi aspek dari empedu menghadap ke
arah hati). Pasokan arterialnya semata-mata oleh arteri kistik (berasal dari cabang
kiri arteri hepatik), membuat organ ini rentan terhadap nekrosis iskemik
seandainya suplai vaskularnya menjadi terganggu. Dinding vesica fellea anjing
dan kucing biasanya berdinding tipis (hingga 1,5 mm) dan volume vesica fellea
sekitar 1 mL / kg BB (Kook, 2013).

Gambar 1. Anatomi sistem empedu extrahepatic (Fossum, 2012)


Vesica fellea terbaring diantara lobus quadratus dan lobus medial
dexter, yang berbentuk seperti buah pir yang berisi 15 ml getah empedu pada
anjing dengan ukuran sedang. Bagian ujung vesica fellea yang membulat disebut
dengan fundus. Bagian diantara collum (leher) vesica fellea dan fundus disebut
dengan bagian tengah atau badan atau corpus vesica fellea. Cystic duct terbentang
dari collum vesica fellea hingga bertemu dengan percabangan hepar duct.
Kemudian saluran ini menuju ke duodenum, saluran ini disebut dengan bile duct.
Bile duct kemudian memasuki omentum sepanjang 5 cm dan memasuki dinding
mesenterika duodenum (Fossum, 2012).
Bile duct pada anjing umumnya berdiameter sekitar 3 mm, sedangkan
pada kucing adalah 2 sampai 2,5 mm. Bile duct pada anjing berakhir di
duodenum dekat pancreatic duct minor. Penyatuan antara bile duct dan pancreatic
duct merupakan papilla major dari duodenum. Sedangkan pada kucing, bile duct
biasanya bergabung dengan pancreatic duct major sebelum memasuki
dudoenum. Sehingga, kucing dengan penyakit intestinal dan penyakit hati dapat
meningkatkan resiko pancreatitis akibat infeksi asendens (Fossum, 2012).
Vesica fellea berfungsi sebagai tempat penyimpanan asam/getah
empedu, tempat modifikasi getah empedu sebelum akhirnya dikeluarkan. Getah
empedu diroduksi pada hepatocytes dan disekresikan ke bile canaliculi. Dari bile
canaliculi, getah empedu kemudian mengalir ke intrahepatic bile duct system
(bile ductules - intralobular ducts - interlobular ducts) dan meninggalkan hepar
melalui hepatic ducts yang kemudian menyatu pada common bile duct setelah
melalui percabangan pada cystic ducts menuju ke vesica fellea. Setelah kontraksi
vesica fellea, empedu dilepaskan ke CBD dan memasuki duodenum melalui
sfingter Oddi (Kook, 2013).
Fungsi getah empedu adalah menetralkan asam lambung (HCl) dan
membentuk sabun terlarut (soluble soaps) dengan asam lemak bebas. Kedua
fungsi tersebut akan membantu absorpsi dan translokasi asam lemak. Dalam
getah empedu yang mempunyai peranan penting, yaitu asam tarokholik dan
glikokholik. Fungsi asam empedu adalah membantu digesti lemak dengan
membentuk emulsi, mengaktifkan lipase pankreas, membantu penyerapan asam
lemak, kolesterol, dan vitamin yang larut dalam lemak, stimulasi aliran getah
empedu dari hati, dan menangkap kolesterol dalam getah empedu (Yuwanta,
2004 dalam Aqsa et.al, 2013).

2.2 Definisi dan Indikasi Cholecystectomy


Cholecystectomy adalah pengangktan vesica fellea. Cholecystectomy
merupakan prosedur umum yang dilakukan untuk penanganan penyakit-penyakit
pada vesica fellea. Rupture pada saluran empedu dan kantung empedu, dinding
vesica fellea yang nekrosis, kebocoran empedu, dan peritonitis lokal maupun
umum. Cholecystectomy diindikasikan untuk kasus neoplasia primer dan trauma
dan tersobeknya vesica fellea (Killpatrick et.al., 2017; Fossum, 2012).

A B
Gambar 2. Visualisasi vesica fellea selama operasi cholecystectomy (Killpatrick
et.al., 2017) (A). Ruptur pada vesica fellea (Killpatrick et.al., 2017) (B).

2.3 Pra Operasi


Diagnosis dan perawatan pra operasi tergantung pada penyakit yang
mendasari indikasi operasi. Panel koagulasi dan waktu perdarahan mukosa bukal
harus diperhatikan pada pasien dengan trombositopenia, hipoalbuminemia yang
signifikan, obstruksi bilier, penyakit hati berat, atau sepsis. Jika terdeteksi bahwa
waktu pembekuan darah berkepanjangan maka pasien harus menerima plasma
beku segar atau seluruh darah segar sebelum operasi. Vitamin K 1, yang
diperlukan untuk produksi faktor pembekuan II, VII, IX, dan X, harus diberikan
pada pasien dengan obstruksi bilier (1 - 5 mg / kg SC dengan jarum kecil). Hewan
dipuasakan selama 8-12 jam. Hewan di cukur hingga ke midthorax, karena
sayatan perut sering meluas hingga ke cartilago xiphoid (Tobias, 2010).
2.4 Premedikasi dan Anestesi
Premedikasi diberikan untuk mengatasi efek samping yang tidak
diharapkan dari suatu pembiusan. Tujuan umum pemberian premedikasi adalah
untuk mengurangi rasa nyeri, membuat masa pemulihan yang lebih tenang,
mengurangi dosis anestetik yang diperlukan dan mempercepat terjadinya efek
anestesi. Premedikasi yang sering digunakan pada hewan kecil adalah xylazin
(Trimastuti, 2001).
Anestesi menurut kata adalah hilangnya rasa sakit. Dalam perkembangan
kemudian, hilangnya rasa sakit saja disebut anestesi lokal sedangkan anestesi
umum adalah hilangnya rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Pemilihan obat
anestesi umum harus didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu jenis operasi,
lamanya operasi, temperamen hewan, fisiologis hewan dan spesies hewan. Pada
pelaksanaan pembedahan, obat anestesi umum sering dipakai dalam bentuk
kombinasi daripada tunggal, karena pemberian secara tunggal relatif tidak
diperoleh hasil yang memuaskan (Ibrahim, 2000). Anestetik umum yang baik dan
ideal mempunyai sifat–sifat mudah cara pemberiannya, mempunyai analgesi pada
dosis kecil, menimbulkan relaksasi otot yang cukup, tidak toksik, dan mudah
dinetralkan. Ketamin merupakan obat anestesi yang sering dipakai untuk hewan
kecil (Trimastuti, 2001).
Kombinasi premedikasi xylazin dan ketamine merupakan kombinasi obat
anestesi yang sinergis dan dapat meningkatkan kerja masing-masing obat dimana
xylazin memberikan efek relaksasi otot yang baik, sedangkan ketamin
memberikan efek analgesik yang kuat. Gabungan dari kedua obat ini memberikan
keuntungan seperti mudah disuntikkan baik secara intramuskuler maupun
intravena, selain itu induksi dan pemulihannya cepat, relaksasi otot yang baik dan
jarang menimbulkan efek klinis (Trimastuti, 2001). Ibrahim (2000) menyatakan
untuk operasi-operasi daerah tertentu seperti perut, maka selain hilangnya rasa
sakit juga dibutuhkan relaksasi otot yang optimal, agar operasi berlangsung
lancar.
Pemberian obat anestesi secara intravena tidak mengalami tahap absorpsi,
maka kadar obat dalam darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan
langsung dengan respon pasien. Disamping itu obat yang diberikan intravena
tidak dapat ditarik kembali. Obat anestesi umum juga dapat diberikan secara
intramuskular, namun kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan
kelengkapan absorbsi, obat yang larut dalam air lebih cepat diserap dibandingkan
obat yang larut dalam lemak (Trimastuti, 2001).

2.5 Teknik Operasi


Teknik operasi cholecystectomy dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
laparoscopic cholecystectomy dan open cholecystectomy. Laparoscopic
cholecystectomy diindikasikan untuk penyakit pada vesica fellea yang tidak
kompleks atau tanpa penyumbatan pada saluran empedu dan vesica fellea yang
robek. Jika penyakit sudah mulai kompleks maka teknik operasi yang digunakan
adalah teknik open cholecystectomy. Hotokezeka et al (1996) menyarankan
bahwa untuk pemulihan saluran pencernaan yang lebih cepat sebaiknya
menggunakan teknik operasi laparoscopic cholecystectomy (Killpatrick et.al.,
2017).
Teknik open cholecystectomy dilakukan dengan menandai area vesica
fellea dan kemudian melakukan incisi pada peritoneum bagian visceral tepatnya
pada pertemuan antara vesica fellea dan hepar. Traksi dengan lembut pada vesica
fellea dan gunakan diseksi tumpul untuk melepaskannya dari hepar. Lepaskan
cystic duct ke percabangan dengan saluran empedu umum (common bile duct).
Pastikan untuk mengidentifikasi common bile duct, dan hindari merusak saluran
ini selama prosedur. Jika perlu, identifikasi bile duct dengan menempatkan
kateter lunak French 3,5 atau 5 ke dalam saluran melalui papilla duodenum. Buat
enterotomi kecil di duodenum proximal, temukan papilla duodenum, dan
tempatkan tabung karet merah kecil ke saluran empedu bersama dan letakkan
tabung karet merah kecil ke saluran empedu. Bilas saluran untuk memastikan
patennya. Clamp dan ligasi duktus sistolik dan arteri kistik dengan benang non
absorable (2-0 hingga 4-0). Potong bile duct sedekat mungkin pada klem dan
lepaskan kantong empedu. Ambil sampel dari dinding vesica fellea, getah
empedu, untuk keperluan kultur jika diduka ada infeksi. Ambil sampel dinding
vesica fellea untuk di analisis histologis pada kasus cholecystitis atau neoplasia.
Tutup sayatan duodenum dengan jahitan simple interrupted dengan benang
absorable (mis., 2-0 hingga 4-0) (Fossum, 2013).

Teknik laparoscopic cholecystectomy yaitu dengan meletakkan endoskop


sekitar 1 cm ke bagian caudal ke umbilikus, dan lakukan eksplorasi pada rongga
abdomen. Triangulasi tiga port tambahan; letakkan di bawah visualisasi langsung.
Tempatkan satu port di bagian kiri sekitar 3 - 5 cm ke arah cranium dan 5 - 8 cm
pada lateral ke arah umbilicus. Tempatkan dua port di kanan, 3 - 5 cm dan 5 - 8
cm di samping umbilicus. Tarik kembali kantong empedu dengan fan retractor
untuk mengekspos cystic duct. Membedah cystic duct dengan forsep bengkok dan
mengarah ke sudut kanan. Ligasi cystic duct dengan tiga knot Roeder yang
dimodifikasi yang diikat secara ekstrasorporeal menggunakan 0 atau 2-0
polydioxanone (PDS) dan potong duct dengan gunting, meninggalkan dua ligatur
dengan bagian duct yang tersisa pada pasien. Sebagai alternatif, jepitkan cystic
duct dua kali dengan aplikator klip endoskopi, potong cystic duct di antara jepitan
dengan gunting, dan ligasi bagian duct yang tersisa di perut dengan ligatur loop
pra-ikat. Pegang saluran atau berikan jahitan pada ujung cystic duct untuk
memisahkan dari vesica fellea. Tarik kembali saluran dan kantong empedu, dan
potong dari fossa menggunakan pisau bedah yang harmonis. Tempatkan kantong
empedu dalam kantong pengambilan spesimen dan tarik sebagian melalui salah
satu port yang beroperasi. Keluarkan getah empedu dan vesica fellea sehingga
dapat diekstraksi. Mengevaluasi fossa vesica fellea dan meninjau perdarahan dan
kebocoran, dan mengumpulkan sampel hati untuk pemeriksaan histopatologis,
kultur dan uji kerentanan, dan analisis logam atau sesuai kebutuhan (Fossum,
2012).

2.6 Perawataan Pasca Operasi


Perawatan pasca operasi untuk cholecystectomy yaitu dengan terapi cairan
hingga hewan mampu untuk menjaga hidrasi dengan pemenuhan cairan melalui
oral. Memelihara status elektrolit dan asam dasar selama periode pasca operasi
karena komplikasi peritonitis akibat getah empedu sering terjadi. Pemberian
antibiotik sebaiknya diberikan selama 7-10 hari jika terjadi cholecytitis atau jika
vesica fellea bocor sebelum maupun selama operasi berlangsung. Drainase
abdominal dapat dijadikan pertimbangan untuk pasien dengan kondisi peritonitis.
Pemberian obat analgesik juga dianjurkan (Fossum, 2012)

2.7 Komplikasi
Pembedahan saluran empedu dan vesica fellea membutuhkan
kemampuan teknis kompetensi yang tinggi, ketangkasan manual, dan penilaian
bedah yang baik untuk mencegah komplikasi serius. Potensi komplikasi
cholecystectomy termasuk general peritonitis, syok, sepsis, hipoglikemia,
hipoproteinemia, dan hipokalemia (Fossum, 2012).
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi
3.1.1 Alat
Termometer, stetoskop, stopwatch, spoit 1 ml, spoit 3 ml, duk, duk klem,
scalpel dan blade, allis forcep, klem arteri, pinset anatomis, pinset cirurgis,
gunting tajam tumpul, gunting tajam tajam, needle set, needle holder, infus set,
tali restraint, head lamp, wadah alat dan betadine.
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain: atropin, ketamin, xylazine,
iodine tincture 3%, tampon, kasa steril, cotton bud kasa, benang catgut
chromic 2/0 dan 3/0, benang silk, underpad, alkohol 70%, cairan NaCL,
hipafix, dan metronidazole.
3.2 Metode
3.2.1 Persiapan Ruangan
Ruangan dibagi menjadi 2 yaitu ruang pre-operasi sebagai ruang untuk
persiapan hewan serta operator dan co-operator. Dan ruang operasi sebagai
ruangan untuk pembedahan. Ruangan dibersihkan dengan desinfektan, alat dan
bahan disiapkan untuk operasi.
3.2.2 Persiapan alat
1) Alat bedah minor untuk cholecystectomy dicuci dengan air bersih yang
mengalir kemudian dikeringkan sebelum masuk wadah
2) Kemudian alat bedah di masukkan ke autoclave untuk disterilkan.
3) Setelah sterilisasi alat, kemudian alat diatur di meja alat yang dekat meja
operasi.
3.2.3 Persiapan hewan
Hewan yang akan dioperasi dicatat sinyalamen meliputi umur, ras, berat
badan, jenis kelamin, dan tanda khusus, anamnesa serta pemeriksaan fisik
meliputi frekuensi napas, denyut jantung, turgor kulit, temperature, dan CRT.
Hewan yang akan dioperasi, harus dipuasakan terlebih dahulu sekitar 8-12
jam. Kemudian ditimbang berat badannya dan rambut dicukur pada bagian
ventral tubuh hingga bersih.
3.2.4 Premedikasi
Premedikasi dilakukan dengan menggunakan atropine sulfat dengan dosis
0,04 mg/kg BB secara intramuskuler.
𝑚𝑔
0,04𝑥 2 𝑘𝑔
𝑘𝑔
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑎𝑡𝑟𝑜𝑝𝑖𝑛 =
0,25 𝑚𝑔/𝑚𝑙
0,08 𝑚𝑔
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑎𝑡𝑟𝑜𝑝𝑖𝑛 =
0,25 𝑚𝑔/𝑚𝑙
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑎𝑡𝑟𝑜𝑝𝑖𝑛 = 0,32 𝑚𝑙
3.2.5 Anestesi
Anestesi dilakukan dengan menggunakan kombinasi ketamin dan xylazin
dosis 10 mg/kg BB dan 2 mg/kg BB secara intramuskuler.
Dosis ketamine
𝑚𝑔
10𝑥 2 𝑘𝑔
𝑘𝑔
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑘𝑒𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛𝑒 =
100 𝑚𝑔/𝑚𝑙
20 𝑚𝑔
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑘𝑒𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛𝑒 =
100 𝑚𝑔/𝑚𝑙
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑘𝑒𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛𝑒 = 0,2 𝑚𝑙
Dosis Xylazine
𝑚𝑔
2 𝑥 2 𝑘𝑔
𝑘𝑔
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥𝑦𝑙𝑎𝑧𝑖𝑛𝑒 =
20 𝑚𝑔/𝑚𝑙
4 𝑚𝑔
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥𝑦𝑙𝑎𝑧𝑖𝑛𝑒 =
20 𝑚𝑔/𝑚𝑙
𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑥𝑦𝑙𝑎𝑧𝑖𝑛𝑒 = 0,2 𝑚𝑙

3.2.6 Pemberian cairan infus


Drops infus (maintenance) :
= (30 x 2) + 70
= (60) + 70
= 130 𝑚𝑙/ℎ𝑎𝑟𝑖
= 130 𝑚𝑙 / 24 𝑗𝑎𝑚
= 5,42 𝑚𝑙/𝑗𝑎𝑚
Kebutuhan Permenit
= 5,42 𝑚𝑙/60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= 0,09 𝑚𝑙/ 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Kebutuhan Perdetik
= 0,09 ml / 60 detik
= 0,0015 ml/ detik
= Dibulatkan menjadi
Infus pediatric 60 drops (tetes) = 1 cc (ml)
Jadi,
= 0,09 𝑚𝑙/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 x 6𝑜 𝑑𝑟𝑜𝑝/𝑚𝑙
= 5,4 𝑑𝑟𝑜𝑝/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= 5,4 𝑑𝑟𝑜𝑝/60 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
Jadi dalam 1 menit ada 5,4 kali drop, sehingga jika 2
menit ada 10,8 kali drop atau jika dibulatkan 11 kali drop/2
menit.
Sehingga,
= 11,11 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘/𝑑𝑟𝑜𝑝
Jika dibulatkan menjadi 11 detik/drop.

3.2.7 Prosedur Kerja


1. Hewan yang telah teranestesi dengan infus yang terpasang diletakkan di
atas meja operasi yang telah dialasi underpad.
2. Hewan diposisikan rebah dorsal (dorsal recumbency). Jika daerah incisi
masih ada rambut, cukur rambut dengan silet. Kemudian daerah incisi
dibersihkan dengan alkohol 70% untuk menghindari kontaminasi.
3. Incisi pertama dilakukan pada kulit sepanjang 6-8 cm pada bagian atas
umbilicalis hingga processus xiphoideus, preparir antara kulit dan fascia
untuk mendapatkan linea alba. Kemudian incisi kedua pada musculus.
4. Setelah rongga thoracoabdominal terbuka, identifikasi vesica fellea dan
hepar pada sebelah kanan dari processus xiphoideus dan dikeluarkan
dari rongga thoracoabdominal.
5. Perhatikan bagian vesica fellea yang akan di preparir dan pisahkan dari
hepar dengan menggunakan cotton bud yang telah di bungkus kasa
dengan cara menggosok pertautan kedua organ dan jika perlu memotong
ligamentum vesica fellea terhadap hepar.
6. Setelah selesai melakukan preparir dan vesica fellea telah dapat
digerakkan dengan bebas, maka selanjutnya adalah mencari bile duct,
clamp dengan artery clamp, dan kemudian ligasi dengan benang.
7. Setelah ligase selesai dilakukan dan telah dipastikan bahwa saluran telah
terligasi dengan kuat, maka bile duct kemudian di potong dengan
gunting tepat di bawah clamp dan kemudian vesica fellea dapat
dikeluarkan sepenuhnya.
8. Bersihkan darah dengan tampon, siram organ dengan iodine tincture 2%
dan masukkan hepar dan kemudian siram dengan metronidazole.
9. Lakukan penutupan luka dengan menjahit muskulus dengan benang
chromic catgut (simple interupted) dan subkutan dengan benang chromic
catgut (simple continous).
10. Kulit dijahit dengan benang silk dengan pola jahitan simple interrupted.
11. Bersihkan daerah operasi dan berikan iodine tincture 2%.
3.2.8 Perawatan Pasca Operasi
1. Pasien ditempatkan pada kandang yang kering dan bersih.
2. Pasien dimonitoring dengan melakukan pemeriksaan fisik.
3. Pasien diberi makanan Whiskas® wet food.
4. Luka jahit operasi dikontrol kebersihan, diberikan nebacetine powder
dan iodine tincture 2 %.
5. Pemasangan Elizabeth collar, agar kucing tidak menjilati dan
mengganggu jahitan.
6. Pemberian Antibiotik dan antiinflamasi diberikan secara teratur.
7. Pemberian obat-obatan supportif seperti minyak ikan dapat dilakukan.
8. Jahitan dibuka apabila luka telah mengering.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Anamnesa
Kucing sudah seminggu mengalami muntah, nafsu makan menurun, dan
lesu. Pasien tersebut dilepas liarkan di dalam rumah dan tidak dikandangkan.
Pasien tersebut tidak perna diberikan pakan komersial, namum diberikan pakan
seperti daging dan ikan setiap hari.
4.2 Sinyalemen
Nama : Mas
Spesies : Kucing
Breed : Domestik
Warna bulu : Orens
Jenis kelamin : Jantan
Umur : ± 1 tahun
Berat badan : 2 kg
4.3 Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan menujukkan bahwa pasien mengalami dehidrasi berat,
kelenjar thyroid mengalami pembesaran, terjadi gingivitis dan tartar pada gigi,
kondisi badan yang agak kurus dan mengalami moderate atrophy pada otot
dengan penonjolan pada tulang belakang dan tulang pinggul. Ketika dilakukan
pemeriksaan, terdengar suara murmur pada jantung. Ketika dilakukan palpasi,
terdapat nyeri pada bagian abdomen. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan suhu
39,3oC (normal: 38-39,5oC), mukosa hidung normal, konjungtiva normal,
frekuensi nafas 18 kali/menit (normal: 20-30 kali/menit), frekuensi jantung 124
kali/menit (normal: 100-140 kali/menit), capillary refill time (CRT) lebih dari 2
detik (normal:<2detik) (Orpert dan Welsh, 2002).
4.4 Diagnosa
4.4.1 X-ray

Gambar 3. Hasil X-ray menunjukkan adanya gambaran radiophague pada vesica


fellea.

Gambar 4. Hasil USG menunjukkan adanya cholelithiasis

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan diagnosa, pasien dinyatakan


mengalami cholelithiasis, sehingga diperlukan penanganan pembedahan yakni
cholecystectomy, karena batu yang ada di dalam empedu harus diangkat, hanya
saja pembedahan cholecytotomy tidak disarankan untuk kasus ini karena ketika
vesica fellea dibuka, maka getah empedu akan keluar dan dapat meningkatkan
bocornya getah empedu ke organ visceral yang lain, sehingga sebaiknya vesica
fellea diangkat sepenuhnya.

4.5 Penanganan Operasi


4.4.1 Pra Operasi
Pasien diberikan anestesi sebanyak 1/3 dosis dan kemudian dicukur
dibagian ventral tubuh. Kemudian pasien diangkat ke meja operasi dan
diposisikan dorsal recumbency dan dipasangkan infus. Desinfeksi area
yang akan di incisi menggunakan alkohol 70% dengan usapan memutar di
area antara processus xiphoideus dan umbilicus.
4.4.2 Operasi
Operasi cholecystectomy dilakukan pada hari Selasa, 08 Oktober
2019. Operasi berlangsung selama 3 jam, mulai dari pukul 13.00–16.00
WITA. Operasi dimulai dengan incisi sepanjang 8 cm pada linea alba di
dorsal umbilicus hingga ke processus xiphoideus. Setelah incisi pada kulit
dan subukutan, incisi diteruskan hingga m. pectoralis major. Setelah
fiksasi pada otot tersebut, hepar dan vesica fellea sudah dapat
teridentifikasi. Hepar dexter dan vesia fellea kemudian di angkat untuk
memudahkan pemotongan vesica fellea. Vesica fellea dipisahkan dengan
hepar menggunakan cotton bud yang telah di modifikasi dengan kasa,
cara pemisahan dilakukan dengan menggosok bagian terluar vesica fellea
yang bertautan dengan hati secara perlahan dan memotong ligamentum
yang menghubungkan kedua organ. Selama proses pemisahan, ditemukan
banyak pendarahan namun hal ini dianggap wajar jika melakukan
pembedahan organ hepar. Pendarahan diatasi dengan tampon dan kasa,
serta sesekali organ disiram dengan iodin tincture 2%. Setelah vesica
fellea agak terpisah dan mudah digerakkan, bile duct kemudian clamp
dengan artery clamp dan diligasi dengan benang, setelah itu dilakukan
pemotongan pada bile duct, tepatnya di antara clamp dan ligasi. Setelah
pemotongan dan di pastikan bahwa tidak ada kebocoran pada ligasi, maka
organ di siram dengan metronidazole dan kemudian dilanjutkan dnegan
penutupan luka. Penutupan luka diawali dengan penjahitan otot dengan
menggunakan metode jahitan simple interrupted suture dengan benang
chromic, kemudian dilanjutkan dengan penjahitan subkutan dengan
metode simple continuous suture menggunakan benang chromic, dan
terakhir penjahitan kulit dengan metode jahitan simple interrupted suture
dengan benang silk dan luka jahitan disemprot dengan iodine tincture 2%.
Selama proses operasi, top up anestesi dilakukan sebanyak empat kali
dengan dosis yakni 1/3 dari dosis keseluruhan anestesi. Jumlah top up
anestesi yang cukup banyak pada operasi ini dilakukan karena operasi
cholecystectomy harus dilakukan dengan hati-hati dan sangat teliti karena
melibatkan organ hepar yang cukup mudah rusak dan sering terjadi
pendarahan, selain itu luka incisi yang cukup panjang menyebabkan
waktu yang digunakan untuk menutup luka menjadi lebih lama sehingga
membutuhkan anestesi.
4.4.3 Monitoring Post Operasi
Setelah dilakukan operasi, hewan ditempatkan pada kandang kering
dan bersih, dengan alas yang bersih dan dipasangkan elizabeth collar agar
pasien tidak menggigit atau menjilati luka operasi. Setiap hari luka
dibersihkan dengan NaCl, diberikan iodine tincture 2%. Monitoring berupa
pemeriksaan fisik di lakukan setiap hari.
Setengah jam pasca operasi, pasien diberikan dexamethasone inject
sebanyak 0,1 ml secara IV. Pasien mengalami muntah sebanyak empat kali
selama dua jam awal pasca operasi, pasien memuntahkan lendir yang
berwarna kuning dengan konsistensi agak kental yang diduga sebagai asam
lambung. Pasien mulai sadar pada jam 20:00 WITA. Pada malam hari,
diberikan pakan basah dan diberikan injeksi obat ceftriaxone sebanyak 0,3
ml secara IM. Monitoring pemeriksaan fisik yaitu suhu 38,1oC dimana
dalam keadaan normal (38,0 – 39,3⁰C).
Pada hari pertama pasca operasi (09 Oktober 2019), hasil
pemeriksaan fisik hewan yaitu suhu 37,7oC. Pemberian obat diberikan
secara rutin untuk membantu proses penyembuhan. Ceftriaxone diberikan
sebanyak 0,3 ml IM 2 kali pada pukul 11.00 WITA dan 23.00 WITA dan
dexamethasone diberikan sebanyak 0,1 ml IM 1 kali sehari yaitu pada pukul
23.00 WITA serta diberikan Biodin diberikan sebanyak 0,5 ml/individu IM
sebanyak 1 kali setiap pukul 22.00 WITA. Pemberian pakan dilakukan
sebanyak 3 kali sehari yaitu pada pukul 07.00 WITA, 14.00 WITA dan
20.00 WITA. Pakan yang diberikan berupa Whiskas® Wet food dicampur
dengan air. Hewan terlihat lebih baik dari hari sebelumnya. Infus sudah
dilepas. Urinasi dan defekasi lancar dan terlihat normal, pasien biasanya
defekasi sebanyak sekali sehari. Luka operasi dibersihkan dengan NaCl,
kemudian diberikan Nebacetin powder 5 g sehari sekali pada pukul 08.00
WITA.
Pada hari kedua pasca operasi (10 Oktober 2019), kondisi pasien
yaitu suhu 39,1oC. Hewan terlihat agak lesu, nafsu makan baik, dan urinasi
maupun defekasi lancar dan terlihat normal. Kondisi pasien agak demam
dan stres serta area sekitar luka jahitan terlihat memerah, hal ini
diasumsikan sebagai awalan proses penyembuhan luka yang diinisiasi oleh
proses inflamasi yang ditandai dengan meningkatnya suhu tubuh pasien dan
area luka memerah dan agak bengkak. Pemberian obat diberikan secara
rutin untuk membantu proses penyembuhan. Ceftriaxone diberikan
sebanyak 0,3 ml IM 2 kali pada pukul 11.00 WITA dan 23.00 WITA dan
dexamethasone diberikan sebanyak 0,1 ml IM 1 kali sehari yaitu pada pukul
23.00 WITA serta diberikan Biodin diberikan sebanyak 0,5 ml/individu IM
sebanyak 1 kali setiap pukul 22.00 WITA. Pemberian pakan dilakukan
sebanyak 3 kali sehari yaitu pada pukul 07.00 WITA, 14.00 WITA dan
20.00 WITA. Pakan yang diberikan berupa Whiskas® Wet food dicampur
dengan air. Hewan terlihat lebih baik dari hari sebelumnya. Urinasi dan
defekasi lancar dan terlihat normal, pasien biasanya defekasi sebanyak
sekali sehari. Luka operasi dibersihkan dengan NaCl, kemudian diberikan
Nebacetin powder 5 g sehari sekali pada pukul 08.00 WITA.
Pada hari ketiga pasca operasi (11 Oktober 2019), evaluasi kondisi
hewan yaitu 38,6 oC. Kondisi demam pasien yang kemarin dialami sudah
mulai turun, area jahitan juga terlihat lebih baik, tidak lagi memerah dan
membengkak. Defekasi dan urinasi pasien normal. Nafsu makan pasien
bertambah dan kondisi aktif. Pemberian obat diberikan secara rutin untuk
membantu proses penyembuhan. Ceftriaxone diberikan sebanyak 0,3 ml IM
2 kali pada pukul 11.00 WITA dan 23.00 WITA dan dexamethasone
diberikan sebanyak 0,1 ml IM 1 kali sehari yaitu pada pukul 23.00 WITA
serta diberikan Biodin diberikan sebanyak 0,5 ml/individu IM sebanyak 1
kali setiap pukul 22.00 WITA. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali
sehari yaitu pada pukul 07.00 WITA, 14.00 WITA dan 20.00 WITA. Pakan
yang diberikan berupa Whiskas® Wet food dicampur dengan air. Hewan
terlihat lebih baik dari hari sebelumnya. Urinasi dan defekasi lancar dan
terlihat normal, pasien biasanya defekasi sebanyak sekali sehari. Luka
operasi dibersihkan dengan NaCl, kemudian diberikan Nebacetin powder 5
g sehari sekali pada pukul 08.00 WITA. Kondisi luka jahitan operasi baik
dan normal. Luka jahit dioles dengan salep bioplacenton.
Pada hari keempat pasca operasi (12 Oktober 2019), evaluasi kondisi
hewan yaitu suhu 38,5 C. Nafsu makan dan minum baik. Defekasi dan
urinasi normal dan lancar. Pemberian obat diberikan secara rutin untuk
membantu proses penyembuhan. Ceftriaxone diberikan sebanyak 0,3 ml IM
2 kali pada pukul 11.00 WITA dan 23.00 WITA dan dexamethasone
diberikan sebanyak 0,1 ml IM 1 kali sehari yaitu pada pukul 23.00 WITA
serta diberikan Biodin diberikan sebanyak 0,5 ml/individu IM sebanyak 1
kali setiap pukul 22.00 WITA. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali
sehari yaitu pada pukul 07.00 WITA, 14.00 WITA dan 20.00 WITA. Pakan
yang diberikan berupa Whiskas® Wet food dicampur dengan air. Hewan
terlihat lebih baik dari hari sebelumnya. Urinasi dan defekasi lancar dan
terlihat normal, pasien biasanya defekasi sebanyak sekali sehari. Luka
operasi dibersihkan dengan NaCl, kemudian diberikan Nebacetin powder 5
g sehari sekali pada pukul 08.00 WITA. Kondisi luka jahitan operasi baik
dan normal. Luka jahitan dioles dengan salep bioplacenton.
Pada hari kelima (13 Oktober 2019), evaluasi kondisi hewan yaitu
suhu 38,1oC. Urinasi dan defekasi normal dan lancar. Nafsu makan dan
minum baik, hewan sudah terlihat aktif, lincah dan bersemangat. Pakan
diberikan sebanyak tiga kali sehari. Pakan yang diberikan berupa Whiskas®
Wet food dicampur dengan air. Hewan terlihat lebih baik dari hari
sebelumnya. Pemberian obat diberikan secara rutin untuk membantu proses
penyembuhan. Ceftriaxone diberikan sebanyak 0,3 ml IM 2 kali pada pukul
11.00 WITA dan 23.00 WITA dan dexamethasone diberikan sebanyak 0,1
ml IM 1 kali sehari yaitu pada pukul 23.00 WITA serta diberikan Biodin
dan Hematodin diberikan masing-masing sebanyak 0,5 ml/individu IM
sebanyak 1 kali setiap pukul 22.00 WITA. Pemberian pakan dilakukan
sebanyak 3 kali sehari yaitu pada pukul 07.00 WITA, 14.00 WITA dan
20.00 WITA. Urinasi dan defekasi lancar dan terlihat normal, pasien
biasanya defekasi sebanyak sekali sehari. Luka operasi dibersihkan dengan
NaCl, kemudian diberikan Nebacetin powder 5 g sehari sekali pada pukul
08.00 WITA.
Pada hari ke enam (14 Oktober 2019), evaluasi kondisi hewan yaitu
suhu 38,0oC. Urinasi dan defekasi normal dan lancar. Nafsu makan dan
minum baik, hewan sudah terlihat aktif, lincah dan bersemangat. Pakan
yang diberikan berupa Whiskas® Wet food dicampur dengan air. Pemberian
Ceftriaxone dan Dexamethasone sudah dihentikan. Namun pemberian
Biodin diberikan sebanyak 0,5 ml/individu IM sebanyak 1 kali setiap pukul
22.00 WITA. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali sehari yaitu pada
pukul 07.00 WITA, 14.00 WITA dan 20.00 WITA. Luka operasi
dibersihkan dengan NaCl, kemudian diberikan Nebacetin powder 5 g sehari
sekali pada pukul 08.00 WITA. Luka jahitan sudah menutup dengan baik
dan sudah terlihat kering.
Pada hari ketujuh (15 Oktober 2019), evaluasi kondisi hewan yaitu
suhu 38,1oC. Urinasi dan defekasi normal dan lancar. Nafsu makan dan
minum baik. Luka jahitan operasi terlihat mengering dan terlihat normal
serta seluruh jahitan yang tersisa kemudian dilepas dan luka operasi masih
dibersihkan dengan NaCl, kemudian diberikan Nebacetin powder 5 g sehari
sekali pada pukul 08.00 WITA. Pemberian Ceftriaxone, Dexamethasone,
dan Biodin sudah dihentikan. Pemberian pakan diberikan sebanyak tiga kali
sehari dengan pakan yang diberikan berupa Whiskas® Wet food dicampur
dengan air.

4.4.2 Treatment Post Operasi


a. Cairan Infus
Kebutuhan Perhari
Drops infus (maintenance) :
= (30 x 2) + 70
= (60) + 70
= 130 𝑚𝑙/ℎ𝑎𝑟𝑖
= 130 𝑚𝑙 / 24 𝑗𝑎𝑚
= 5,42 𝑚𝑙/𝑗𝑎𝑚
Kebutuhan Permenit
= 5,42 𝑚𝑙/60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= 0,09 𝑚𝑙/ 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
Kebutuhan Perdetik
= 0,09 ml / 60 detik
= 0,0015 ml/ detik
= Dibulatkan menjadi
Infus pediatric 60 drops (tetes) = 1 cc (ml)
Jadi,
= 0,09 𝑚𝑙/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 x 6𝑜 𝑑𝑟𝑜𝑝/𝑚𝑙
= 5,4 𝑑𝑟𝑜𝑝/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= 5,4 𝑑𝑟𝑜𝑝/60 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
Jadi dalam 1 menit ada 5,4 kali drop, sehingga jika 2
menit ada 10,8 kali drop atau jika dibulatkan 11 kali drop/2
menit.
Sehingga,
= 11,11 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘/𝑑𝑟𝑜𝑝
Jika dibulatkan menjadi 11 detik/drop.

b. Dexamethasone
Dexamethasone Inject
Dosis sediaan = 5 mg/ ml
Dosis anjuran = 0.125 – 0.5 ml IV atau IM
Dosis pemberian
𝐷𝐴
=
𝐷𝑆
0,5 𝑚𝑔
=
5 𝑚𝑔/𝑚𝑙
= 0,1 𝑚𝑙 𝑞24ℎ 𝐼𝑀/𝐼𝑉

c. Ceftriaxone
Dosis sediaan = 1 g/ 10 ml = 100 mg / ml
Dosis anjuran = 15 - 50 mg/kg BB q 12h IV, IM, IO
Dosis pemberian
𝐷𝐴 𝑥 𝐵𝐵
=
𝐷𝑆
15 𝑚𝑔 x 2 𝑘𝑔
=
100 𝑚𝑔/𝑚𝑙
30 𝑚𝑔
=
100 𝑚𝑔/𝑚𝑙
= 0,3 𝑚𝑙 𝑞12ℎ 𝐼𝑀/𝐼𝑉
c. Biodin
Pemberian biodin yaitu untuk stimulasi tubuh secara umum terutama
pada tonus otot dari semua spesies hewan. Biodin diberikan dengan
suntikan intramuskuler: sebanyak 3-4 kali dengan interval 2-5 hari.
Kandungan :
- ATP : 0,100 g
- Mg Aspartate : 1,500 g
- K. aspartate : 1,000 g
- Na, selenite : 0,100 g
- Vitamin B12 : 0,050 g
- Exciplent qs : 100 ml
Frekuensi pemberian obat kepada pasien yaitu 1x/hari selama 3 hari
dengan Dosis pemberian 0,5 ml/ekor.

d. Nebacetin
Nama : Nebacetin (Neomicin sulfat dan Batriacin)
Nama Dagang : Nebacetin
Mekanisme : Menghambat sintesis dinding bakteri dan produksi protein
penting pada bakteri
Indikasi : Antibiotik untuk lukainfeksi pada kulit, mata, dan
intestinal
Dosis : Secukupnya
Frekuensi : Tiap 12 Jam
Rute : Topikal
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Cholecystectomy merupakan operasi pengangkatan vesica fellea.
Indikasi yang paling umum untuk cholecystectomy adalah rupture vesica
fellea, neoplasia, cholesistitis (peradangan parah atau infeksi kantung
empedu) dan cholelithiasis (pembentukan batu di dalam kantung empedu).
Pembedahan saluran empedu dan vesica fellea membutuhkan kemampuan
teknis kompetensi yang tinggi, ketangkasan manual, dan penilaian bedah yang
baik untuk mencegah komplikasi serius. Potensi komplikasi cholecystectomy
termasuk general peritonitis, syok, sepsis, hipoglikemia, hipoproteinemia, dan
hipokalemia. Dalam beberapa pasien, kantung empedu bisa pecah dan bocor
ke rongga perut sehingga menyebabkan peradangan parah di seluruh perut,
kondisi ini disebut peritonitis empedu.

5.2 Saran
Proses operasi cholecystectomy sebaiknya dilakukan dengan alat
electrocoagulant untuk mengurangi resiko pendarahan pada hepar ketika
dilakukan pemisahan vesica fellea dengan hepar.
DAFTAR PUSTAKA

Aqsa, Andi D., Khaerani K., dan Muh. Nur. H. 2016. Profil Organ Dalam Ayam
Pedaging (Broiler) Yang Diberi Tepung Daun Sirih (Piper Betle Linn)
Sebagai Imbuhan Pakan. JIP Jurnal Ilmu dan Industri Perternakan -
Volume 3 Nomor 1

Fossum, Theresa Welch. 2010. Small Animal Surgery Fourth Edition. Elsevier.
Missouri.

Ibrahim,R.2000. Pengantar Ilmu Bedah Umum Veteriner. Banda Aceh: Syiah


Kuala University Press.

Kilpatrick, S., Yuki U., dan Andrew B. 2017. Treatment of gallbladder disease in
dogs and cat. Companion Animal Volume 22 No 9, p. 354-8.

Kook, P. H. 2013. Gallbladder diseases in dogs and cats. University of Zurich.


Switzerland.

Remington, B., R.P. Hastings, H. Kovshoff. 2007. A field Effectiveness Study of


Early Intensive Behavioral Intervention. Am. J. Mental Retardation.
112:418-438.

Suwed, A. Muhammad, dan Rodame M. Napitupulu. 2011. Panduan Lengkap


Kucing. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tobias, Karen M. 2010. Manual of Small Animal Soft Tissue Surgery. Wiley
Blackwell. Iowa, USA.

Trimastuti, I G A. 2001. Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Gabungan


Xylazine dan Ketamine Hydrocloride terhadap Waktu Induksi dan Lama
Kerja Anestesinya pada Anjing Lokal.[Skripsi]. Denpasar : Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
LAMPIRAN

Suasana Oprasi

Eksplorasi dan Pemotongan Vesica fellea


Vesica fellea yang berhasil diangkat

Kejadian Post Oprasi

Anda mungkin juga menyukai