Oleh :
Drh. I Putu Gede Yudhi Arjentinia, M.Si Drh. Sri Kayati Widiastuti, M.Si
NIP. 197807142005011002 NIP. 197807142005011002
Studi Kasus : Demodekosis pada Anjing Lokal
(CASE REPORT: Demodicosis in Domestical Dog)
ABSTRAK
Seekor anjing lokal bernama Joey berumur 1 tahun mengalami pruritus,
scale, kerontokan rambut dan alopesia hampir di seluruh tubuh. Pada pemeriksaan
kerokan kulit, dan tape smear pada mikroskop terlihat adanya tungau Demodex sp.
Pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan terjadinya anemia, limfositosis dan
trombositopenia. Anjing pada kasus ini didiagnosa mengalami Demodekosis.
Terapi yang diberikan berupa pemberian ivermectin, diphenhydramine dan amitraz.
Evalusi pada hari ke 14 setelah pengobatan menunjukkan rambut anjing mulai
tumbuh dan scale sudah mulai hilang.
ABSTRACT
A local dog named Joey 1 year old experienced pruritus, scale, hair loss and
alopecia almost all over the body. Examination on skin scrapings, and tape smears
on the microscope seen the mite Demodex sp. Routine hematological examination
indicates anemia, lymphocytosis and thrombocytopenia. Dogs in this case are
diagnosed with demodecosis. Therapy given in the form of giving ivermectin,
diphenhydramine and amitraz. Evalution on day 14 after treatment showed dog hair
began to grow and the scale has begun to disappear.
Keywords: Demodicosis, Demodex sp., skin scraping, dog.
PENDAHULUAN
Anjing merupakan salah satu hewan kesayangan yang cerdas, selain cerdas
anjing juga mudah bersosialisasi dengan manusia. Hal ini mengakibatkan minat
masyarakat untuk memelihara anjing sebagai hewan kesayangan semakin
meningkat. Selain sebagai hewan kesayangan anjing juga dapat dimanfaatkan untuk
berburu, menjaga rumah dan kebun (Erwin et al, 2013). Kehidupan masyarakat Bali
tidak lepas dari hubungan mereka dengan anjing karena pada dasarnya memelihara
anjing juga merupakan bagian dari kebudayaan (Satria, 2016).
Dengan meningkatnya populasi anjing di Bali, maka risiko penyebaran
penyakit tentunya juga akan meningkat. Salah satu jenis penyakit yang paling
sering terjadi pada anjing adalah penyakit kulit. Gangguan kulit merupakan masalah
utama pada anjing-anjing lokal di Bali yang di sebabkan oleh berbagai faktor, salah
satunya adalah parasit eksternal (Widyastuti et al., 2012). Berdasarkan laporan
Timur (2014) menyebutkan bahwa pada anjing kintamani, prevalensi gangguan
kulit karena infeksi parasit sebesar 15,2%, dimana 5,5% disebabkan oleh infestasi
scabies serta 4,6% infestasi tungau demodex.
Demodekosis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau Demodex
sp. Demodekosis juga dikenal sebagai Red Mange, Follicular Mange, Acarus
Mange dimana kondisi hewan penderita akan mengalami kelainan pada kulit yang
bentuknya mirip dengan penyakit kulit lainnya (Sardjana, 2012). Tungau ini
menyerang semua mamalia termasuk manusia. Tungau Demodex hidup dalam
folikel rambut dan kelenjar sebasea (Shingenbergh et al., 1980).
Terdapat tiga spesies dalam genus Demodex yang menyerang anjing, yaitu
Demodex canis, Demodex cornei, and Demodex injai (Belot et al., 1984; Henfrey,
1993; Triakoso, 2006). Namun spesies yang sering ditemukan menyerang anjing
adalah Demodex canis. Demodex canis terdapat dalam jumlah yang kecil pada kulit
dan tidak menunjukkan gejala klinis pada anjing yang sehat. Penularan
demodekosis ini terjadi mulai anak anjing berumur 3 hari. Dalam kondisi normal,
parasit ini tidak memberikan kerugian bagi anjing, namun bila kondisi kekebalan
anjing menurun maka demodex akan berkembang menjadi lebih banyak dan
menimbulkan penyakit kulit (Rather dan Hassan, 2014).
Pada anak anjing akan tertular oleh induknya, namun setelah sistem
kekebalan tubuhnya meningkat kira-kira pada umur 1 minggu, maka parasit ini
akan menjadi flora normal dan tidak menimbulkan penyakit kulit. Demodex yang
menginfeksi kulit akan mengalami perkembangbiakan (siklus hidup) di dalam
tubuh hospes tersebut. Siklus hidup lengkap demodex adalah 20-30 hari pada tubuh
hospes. Ada empat tahapan perkembangan demodex dalam tubuh hospes yaitu:
telur (fusiform), larva berkaki enam (six legged), nimfa berkaki delapan (eight
legged), demodex dewasa (eight legged adult) (Sardjana, 2012).
Penyakit demodekosis merupakan penyakit kulit yang paling sering
menyerang anjing dari segala umur dan ras, oleh karena itu penanganan dan
pengobatan yang tepat harus segera diberikan pada hewan yang menderita
demodekosis. Pengobatan penyakit ini dilakukan tidak hanya bertujuan membunuh
Demodex sp. namun juga mengobati dan mencegah infeksi sekunder yang terjadi.
Rekam medik
Signalement
Anjing lokal bernama Joey, berwarna hitam, jenis kelamin betina, umur 1
tahun, berat badan 6 kg. Anjing tersebut memiliki behavior pendiam dan habitous
tidur. Pemilik anjing bernama Bapak Nyoman Konti yang beralamat di Jalan PB.
Sudirman, sebelah Sekolah Santo Yoseph, Denpasar.
Anamnesa
Berdasarkan anamnesa yang diperoleh dari pemilik, anjing bernama Joey
mengalami kerontokan rambut selama kurang lebih 2 bulan. Selama terjadinya
kerontokan rambut anjing juga mengalami gatal-gatal. Selain itu anjing juga
mengalami kebotakan dihampir seluruh tubuhnya. Diberikan pakan basah berupa
nasi terkadang juga diberikan makanan sisa. Anjing sudah divaksin rabies, dan
belum diberi obat cacing. Oleh pemilik, anjing tersebut dilepasliarkan di sekitar
halaman rumah, namun selama terjadinya kerontokan rambut dan kebotakan, anjing
tersebut lebih sering dikandangkan.
Tanda/gejala klinis
Dari pemeriksaan fisik Anjing bernama Joey diperoleh data suhu tubuh
38,1oC. Frekuensi detak jantung 96x/menit. Frekuensi pulsus 92x/menit. Frekuensi
nafas anjing 22x/menit. Pada pemeriksaan fisik berupa anggota gerak,
muskoloskeletal, syaraf, sirkulasi, respirasi, urogenital, pencernaan, mukosa, dan
limfonodus terlihat normal. Sedangkan untuk kulit dan kuku tampak tidak normal.
Terdapat alopesia general, terjadi alopesia hampir di seluruh tubuh (wajah, kaki
depan, kaki belakang, punggung). Ditemukan scale pada kepala, kaki, punggung,
ekor. Pada bagian scapula kaki kanan ditemukan beberapa keropeng.
Uji laboratorium
Pemeriksaan secara mikroskopis dilakukan terhadap sampel kerokan kulit
dan rambut, dengan metode skin scraping (superficial dan deep), tricogram, dan
tape smear menggunakan KOH 10%. KOH 10% berfungsi sebagai agen keratolitik
yaitu untuk melisiskan keratin yang ada pada kerokan kulit dan rambut yang
digunakan sebagai sampel.
Dari hasil pemeriksaan sampel kerokan kulit dan rambut melalui mikroskop
ditemukan tungau dan telur jenis Demodex sp. Berbentuk seperti wortel dan
memiliki empat pasang kaki pendek yang terletak di sepertiga bagian atas tubuhnya.
(Tabel 1).
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan kasus diatas, anjing bernama Joey
didiagnosis positif demodekosis, hal ini diteguhkan berdasarkan pemeriksaan
mikroskopis dengan temuan parasit Demodex sp (Tabel 1) pada kerokan kulit yang
menunjukkan gejala lesi pada kulit. Adapun lesi yang ditemukan pada anjing
tersebut berupa alopesia dan scale, diikuti pula dengan adanya gelaja pruritus.
Alopesia yang terjadi yaitu alopesia general, hal ini dikarenakan lokasi alopesia
yang terjadi pada berbagai area tubuh. (Gambar 1).
.
SIMPULAN
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dari gejala yang dialami oleh anjing
kasus bernama Joey serta pemeriksaan berupa kerokan kulit dan tape smear
didapatkan bahwa anjing kasus positif terdapat tungau Demodex sp. Lesi-lesi yang
terjadi bersifat general. Terapi yang diberikan pada anjing kasus adalah ivermectin,
diphenhydramine HCl, dan amitraz.
DAFTAR PUSTAKA
Belot JRP and Pangui JL. 1984. Courte Communication : Demodecie canine,
Observations Cliniques a propos d’un essai de traitement par l’ivermectine.
Le Point Veterinaire. 16(85): 66-68.
Dunn TJ. 2008. Demodex in the Dog. www.Vetinfo4dogs.com. 18 Desember 2008.
Erwin, Asmilia N, Zuraida, dan Hadi ES. 2013. Kadar Hemoglobin Selama Induksi
Anestesi Per Inhalasi dan Anestesi Per Injeksi pada Anjing Lokal (Canis
Lupus Familiaris). Medika Veterinaria. 7(2): 98-100.
Faccini HRH, Santos ACG, Bechara GH. 2004. Bovine demodekosis in the State
of Paraiba, Northerns Brazil. Presq Vet Bras. 24(3): 149-152.
Henfrey J. 1990. Canine demodicosis. In Practice. 12(5): 187-192.
Henfrey J. 1993. Commons dermatoses of small mammals. In Practice. 15(2): 67-
71.
Karakurum MC, Ural K, Cingi CC, Guzel M, Haydardedeoglu AE, Borku MK.
2007. Evaluation of ivermectin tablets in the treatment of generalized canine
demodicosis. Revue Méd. Vét. 158(7): 380-383.
Murray MJ. 2005. Mange in Cattle : Demodectic Mange. Agri-Facts.
http://www1.agric.gov.ab.ca/$department/deptdocs.nsf/all/agdex4701. (6
Desember 2013).
Rather PA dan Hassan I. 2014. Human Demodex Mite: The Versatile Mite of
Dermatological Importance. Indian J Dermatol. 59(1): 60-66.
Sardjana IKW. 2012. Pengobatan Demodekosis pada Anjing Di Rumah Sakit
Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Vet
Medika J Klin Vet. 1(1): 9-14.
Satria J. 2016. Prevalensi Infestasi Tungau Kudis pada Anjing di Kawasan Wisata
di Bali. (Skripsi). Denpasar: Universitas Udayana.
Scott DW, Miller WH, Griffin CG. 2001. Small Animal Dermatology. WB
Saunders Company.
Shingenbergh J, Mohamed AN, Bida SA. 1980. Studies on bovine demodekosis in
northern Nigeria. Veterinary Quartely. 2(2): 90-94.
Timur NPVT. 2014. Prevalensi Gangguan Kulit pada Anjing Kintamani Bali.
(Skripsi). Denpasar: Universitas Udayana.
Triakoso N. 2006. Demodicosis Up Date. Reginal Seminar Veterinary Dermatology
Up Date. Surabaya.
Widyastuti SK, Dewi NMS, Iwan HU. 2012. Kelainan Kulit Anjing Jalanan pada
Beberapa Lokasi di Bali. Buletinvet. 4(2): 81-86.