Anda di halaman 1dari 14

STUDI KASUS : DEMODEKOSIS PADA ANJING LOKAL

Oleh :

MOH. GHAIZ ABRIANSYAH


1209006052

LABORATORIUM PENYAKIT DALAM


PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
Lembaran Pengesahan Kasus

STUDI KASUS : DEMODEKOSIS PADA ANJING LOKAL

Dosen Pembimbing Kasus

Drh. Sri Kayati Widiastuti, M.Si


NIP. 197807142005011002
Lembaran Pengesahan Kasus

STUDI KASUS : DEMODEKOSIS PADA ANJING LOKAL

Dosen Penguji Kasus Dosen Pembimbing Kasus

Drh. I Putu Gede Yudhi Arjentinia, M.Si Drh. Sri Kayati Widiastuti, M.Si
NIP. 197807142005011002 NIP. 197807142005011002
Studi Kasus : Demodekosis pada Anjing Lokal
(CASE REPORT: Demodicosis in Domestical Dog)

Mohammad Ghaiz Abriansyah1, Sri Kayati Widiastuti2


1
Program Profesi Dokter Hewan
2
Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
Jln. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Telp/Fax (0361) 223791
Email: ghaizmohammad@gmail.com

ABSTRAK
Seekor anjing lokal bernama Joey berumur 1 tahun mengalami pruritus,
scale, kerontokan rambut dan alopesia hampir di seluruh tubuh. Pada pemeriksaan
kerokan kulit, dan tape smear pada mikroskop terlihat adanya tungau Demodex sp.
Pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan terjadinya anemia, limfositosis dan
trombositopenia. Anjing pada kasus ini didiagnosa mengalami Demodekosis.
Terapi yang diberikan berupa pemberian ivermectin, diphenhydramine dan amitraz.
Evalusi pada hari ke 14 setelah pengobatan menunjukkan rambut anjing mulai
tumbuh dan scale sudah mulai hilang.

Kata kunci : Demodekosis, Demodex sp., kerokan kulit, anjing.

ABSTRACT
A local dog named Joey 1 year old experienced pruritus, scale, hair loss and
alopecia almost all over the body. Examination on skin scrapings, and tape smears
on the microscope seen the mite Demodex sp. Routine hematological examination
indicates anemia, lymphocytosis and thrombocytopenia. Dogs in this case are
diagnosed with demodecosis. Therapy given in the form of giving ivermectin,
diphenhydramine and amitraz. Evalution on day 14 after treatment showed dog hair
began to grow and the scale has begun to disappear.
Keywords: Demodicosis, Demodex sp., skin scraping, dog.
PENDAHULUAN

Anjing merupakan salah satu hewan kesayangan yang cerdas, selain cerdas
anjing juga mudah bersosialisasi dengan manusia. Hal ini mengakibatkan minat
masyarakat untuk memelihara anjing sebagai hewan kesayangan semakin
meningkat. Selain sebagai hewan kesayangan anjing juga dapat dimanfaatkan untuk
berburu, menjaga rumah dan kebun (Erwin et al, 2013). Kehidupan masyarakat Bali
tidak lepas dari hubungan mereka dengan anjing karena pada dasarnya memelihara
anjing juga merupakan bagian dari kebudayaan (Satria, 2016).
Dengan meningkatnya populasi anjing di Bali, maka risiko penyebaran
penyakit tentunya juga akan meningkat. Salah satu jenis penyakit yang paling
sering terjadi pada anjing adalah penyakit kulit. Gangguan kulit merupakan masalah
utama pada anjing-anjing lokal di Bali yang di sebabkan oleh berbagai faktor, salah
satunya adalah parasit eksternal (Widyastuti et al., 2012). Berdasarkan laporan
Timur (2014) menyebutkan bahwa pada anjing kintamani, prevalensi gangguan
kulit karena infeksi parasit sebesar 15,2%, dimana 5,5% disebabkan oleh infestasi
scabies serta 4,6% infestasi tungau demodex.
Demodekosis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau Demodex
sp. Demodekosis juga dikenal sebagai Red Mange, Follicular Mange, Acarus
Mange dimana kondisi hewan penderita akan mengalami kelainan pada kulit yang
bentuknya mirip dengan penyakit kulit lainnya (Sardjana, 2012). Tungau ini
menyerang semua mamalia termasuk manusia. Tungau Demodex hidup dalam
folikel rambut dan kelenjar sebasea (Shingenbergh et al., 1980).
Terdapat tiga spesies dalam genus Demodex yang menyerang anjing, yaitu
Demodex canis, Demodex cornei, and Demodex injai (Belot et al., 1984; Henfrey,
1993; Triakoso, 2006). Namun spesies yang sering ditemukan menyerang anjing
adalah Demodex canis. Demodex canis terdapat dalam jumlah yang kecil pada kulit
dan tidak menunjukkan gejala klinis pada anjing yang sehat. Penularan
demodekosis ini terjadi mulai anak anjing berumur 3 hari. Dalam kondisi normal,
parasit ini tidak memberikan kerugian bagi anjing, namun bila kondisi kekebalan
anjing menurun maka demodex akan berkembang menjadi lebih banyak dan
menimbulkan penyakit kulit (Rather dan Hassan, 2014).
Pada anak anjing akan tertular oleh induknya, namun setelah sistem
kekebalan tubuhnya meningkat kira-kira pada umur 1 minggu, maka parasit ini
akan menjadi flora normal dan tidak menimbulkan penyakit kulit. Demodex yang
menginfeksi kulit akan mengalami perkembangbiakan (siklus hidup) di dalam
tubuh hospes tersebut. Siklus hidup lengkap demodex adalah 20-30 hari pada tubuh
hospes. Ada empat tahapan perkembangan demodex dalam tubuh hospes yaitu:
telur (fusiform), larva berkaki enam (six legged), nimfa berkaki delapan (eight
legged), demodex dewasa (eight legged adult) (Sardjana, 2012).
Penyakit demodekosis merupakan penyakit kulit yang paling sering
menyerang anjing dari segala umur dan ras, oleh karena itu penanganan dan
pengobatan yang tepat harus segera diberikan pada hewan yang menderita
demodekosis. Pengobatan penyakit ini dilakukan tidak hanya bertujuan membunuh
Demodex sp. namun juga mengobati dan mencegah infeksi sekunder yang terjadi.

Rekam medik
Signalement
Anjing lokal bernama Joey, berwarna hitam, jenis kelamin betina, umur 1
tahun, berat badan 6 kg. Anjing tersebut memiliki behavior pendiam dan habitous
tidur. Pemilik anjing bernama Bapak Nyoman Konti yang beralamat di Jalan PB.
Sudirman, sebelah Sekolah Santo Yoseph, Denpasar.
Anamnesa
Berdasarkan anamnesa yang diperoleh dari pemilik, anjing bernama Joey
mengalami kerontokan rambut selama kurang lebih 2 bulan. Selama terjadinya
kerontokan rambut anjing juga mengalami gatal-gatal. Selain itu anjing juga
mengalami kebotakan dihampir seluruh tubuhnya. Diberikan pakan basah berupa
nasi terkadang juga diberikan makanan sisa. Anjing sudah divaksin rabies, dan
belum diberi obat cacing. Oleh pemilik, anjing tersebut dilepasliarkan di sekitar
halaman rumah, namun selama terjadinya kerontokan rambut dan kebotakan, anjing
tersebut lebih sering dikandangkan.
Tanda/gejala klinis
Dari pemeriksaan fisik Anjing bernama Joey diperoleh data suhu tubuh
38,1oC. Frekuensi detak jantung 96x/menit. Frekuensi pulsus 92x/menit. Frekuensi
nafas anjing 22x/menit. Pada pemeriksaan fisik berupa anggota gerak,
muskoloskeletal, syaraf, sirkulasi, respirasi, urogenital, pencernaan, mukosa, dan
limfonodus terlihat normal. Sedangkan untuk kulit dan kuku tampak tidak normal.
Terdapat alopesia general, terjadi alopesia hampir di seluruh tubuh (wajah, kaki
depan, kaki belakang, punggung). Ditemukan scale pada kepala, kaki, punggung,
ekor. Pada bagian scapula kaki kanan ditemukan beberapa keropeng.
Uji laboratorium
Pemeriksaan secara mikroskopis dilakukan terhadap sampel kerokan kulit
dan rambut, dengan metode skin scraping (superficial dan deep), tricogram, dan
tape smear menggunakan KOH 10%. KOH 10% berfungsi sebagai agen keratolitik
yaitu untuk melisiskan keratin yang ada pada kerokan kulit dan rambut yang
digunakan sebagai sampel.
Dari hasil pemeriksaan sampel kerokan kulit dan rambut melalui mikroskop
ditemukan tungau dan telur jenis Demodex sp. Berbentuk seperti wortel dan
memiliki empat pasang kaki pendek yang terletak di sepertiga bagian atas tubuhnya.
(Tabel 1).

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Mikroskopis


Metode deep
skin scraping
Metode tape
smear

Selain itu dilakukan juga pemeriksaan hematologi rutin terhadap sampel


darah anjing (Tabel 2).
Table 2. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap pada Anjing
Parameter Nilai Rujukan Hasil Keterangan
WBC 6,0-17,0 (10^9/L) 6,2 (10^9/L) Normal
Limfosit 1,0-4,8 (10^9/L) 3,5 (10^9/L) Normal
Other 3,0-13,0 (10^9/L) 2,6 (10^9/L) Low
Eosinofil 0,1-0,8 (10^9/L) 0,1 (10^9/L) Normal
Limfosit% 10.0-30,0 % 56,2 % High
Othr% 60.0-83,0% 41,8 % Low
Eosinofil 2,0-10,0% 2,0 % Normal
RBC 5,00-8,50 (10^12/L) 3,18 (10^12/L) Low
HGB 12,0-18,0 (g/dL) 6,4 (g/dL) Low
MCV 60,0-77,0 (fL) 59,2 (fL) Low
MCH 14,0-25.0 pg 20,1 pg Normal
MCHC 31,0-36,0 34,0 (g/dL) Normal
RDW_CV 14.0-19.0% 13,9 % Low
RDW_SD 20.0-70.0 fL 33,0 fL Normal
HCT 37,0-55,0% 18 % Low
PLT 160-625 (10^9/L) 0 (10^9/L) Low
MPV 6,1-13,1 fL 7,5 fL Normal
PDW 10.0-24,0 fL 9,8 fL Low
PCT 0,10-1,32% 0,13 % Normal

Hasil pemeriksaan darah lengkap menunjukkan bahwa anjing bernama Joey


mengalami Anemia, hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan sel darah merah
dan hemoglobin. Selain itu juga terlihat adanya kenaikan Limfosit atau
Limfositosis.
Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan laboratoris, dapat
disimpulkan bahwa anjing bernama Joey didiagnosa mengalami Demodekosis.
Prognosis
Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan uji laboratorium hewan kasus
secara umum maka prognosa yang dapat diambil adalah fausta.
Terapi
Hewan kasus ini diterapi dengan pemberian ivermectin dengan dosis
anjuran 0,2 mg/kg BB secara subkutan dengan interval pengulangan sekali
seminggu. Untuk mengurangi rasa gatal diberikan diphenhydramine HCl dengan
dosis 2 mg/kg BB secara subkutan. Selain itu anjing dimandikan seminggu sekali
menggunakan amitraz untuk membantu membasmi tungau.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan kasus diatas, anjing bernama Joey
didiagnosis positif demodekosis, hal ini diteguhkan berdasarkan pemeriksaan
mikroskopis dengan temuan parasit Demodex sp (Tabel 1) pada kerokan kulit yang
menunjukkan gejala lesi pada kulit. Adapun lesi yang ditemukan pada anjing
tersebut berupa alopesia dan scale, diikuti pula dengan adanya gelaja pruritus.
Alopesia yang terjadi yaitu alopesia general, hal ini dikarenakan lokasi alopesia
yang terjadi pada berbagai area tubuh. (Gambar 1).
.

Gambar 1. Lokasi alopesia yang bersifat general


Gejala klinis dari demodekosis adalah pada kulit terjadi alopesia, berkerak,
kemerahan, disertai rasa gatal. Munculnya demodex biasanya pada daerah kepala,
kaki depan, hidung, ekor dan beberapa anjing ada juga yang terserang hanya di
daerah telapak kaki dan telinga saja. Pada demodekosis general, lesi terdapat
hampir di seluruh tubuh dan biasanya disertai dengan infeksi sekunder (Henfrey,
1990; Scott et al,. 2001; Triakoso, 2006; Dunn, 2008).
Menurut Triakoso (2006) Demodekosis general adalah infeksi parasit
demodex dimana daerah yang terserang hampir seluruh tubuh hewan. Akibat yang
ditimbulkan oleh penyakit ini yaitu: rambut anjing akan menjadi rusak, botak,
infeksi kulit, kulit menjadi bersisik, rambut menjadi kusam. Bentuk dari lesi-lesi
pada kulit biasanya berbentuk lingkaran-lingkaran yang terdapat pada beberapa
bagian tubuh. Infeksi sekunder oleh bakteri dapat menyebabkan lesi pada kulit
semakin gatal dan menimbulkan bau yang tidak enak. Hal ini sesuai dengan gejala
klinis yang dialami oleh anjing kasus.
Sardjana (2012) berpendapat bahwa pengobatan pada anjing penderita
demodekosis general menunjukan kesembuhan luka setelah hari ke-60, hal ini
terlihat dengan tidak ditemukannya parasit demodex dari pemeriksaan mikroskopis
yang dilakukan pada kerokan kulit. Sedangkan pada demodekosis yang bersifat
lokal kesembuhan anjing penderita terjadi pada pengobatan minggu kedua, yakni
pada hari ke-15 menunjukan luka yang mengering dan terjadi proses kesembuhan
dengan tidak ditemukan parasit demodex pada pemeriksaan kerokan kulit. Dengan
demikian tingkat kesembuhan infeksi demodekosis tergantung pada tingkat dari
infeksi penyakit yang diderita oleh hewan penderita.

Gambar 2. Tungau Demodex sp.


Luka atau lesi yang terjadi bermula lokal, kemudian berkembang dengan
cepat pada sebagian besar tubuh hewan penderita dan tempat yang disukai adalah
di daerah muka, sekitar mata, daerah ekstremitas dan daerah dada. Bentuk yang
terjadi dari demodekosis dapat dalam bentuk lokal maupun general. Demodekosis
pada hewan penderita muda cenderung lebih sering terjadi yang dimulai dari umur
3-18 bulan, tanda klinis ditunjukan dengan kejadian alopecia, erythema, pyoderma
dan seborrhoea. Lesi yang terjadi menimbulkan rasa sakit, dapat terjadi
limfadenopati dan pada kasus yang parah dapat terjadi septicaemia dan
menyebabkan kematian (Belot et al., 1984; Henfrey, 1990; Scott et al., 2001).
Kejadian infeksi demodekosis dapat terjadi pada anjing semua umur,
khususnya pada anjing muda dan anakan sangat sering terjadi. Demodex
merupakan flora normal yang menetap di dalam tubuh anjing. Namun jumlah
parasit ini akan bertambah banyak jika anjing sedang mengalami penurunan sistem
imun (immunodeficiency) atau dalam kondisi stress (immunosuppresif), bahkan
ketika jumlahnya banyak maka dapat menyebabkan alopesia dan infeksi bakteri
sekunder. Hal ini sesuai dengan pernyataan Faccini et al., (2004) yang menyatakan
bahwa tungau Demodex sp., merupakan fauna normal dalam tubuh, jika kondisi
kesehatan inang menurun, dan hewannya stres maka tungau Demodex sp., akan
berkembang semakin banyak.
Siklus hidup demodeks, dimulai dari telur, kemudian menetas menjadi
larva, selanjutnya menjadi protonimfa dan deutonimfa, lalu bergerak melewati
aliran sebaceus (kelenjar keringat) ke muara folikel rambut untuk menjadi dewasa.
Rataan waktu yang diperlukan untuk satu siklus hidup, adalah selama 18–24 hari
(Murray, 2005). Sedangkan menurut Sardjana (2012) terdapat empat tahapan
perkembangan demodex dalam tubuh hospes yaitu: telur (fusiform), larva berkaki
enam (six legged), nimfa berkaki delapan (eight legged), demodex dewasa (eight
legged adult).
Sumber: www.dylvillepugs.be
Gambar 3. Tahapan perkembangan Demodex sp.

Pengobatan demodekosis terutama ditujukan untuk membunuh parasit


penyebab. Ivermectin diberikan secara subkutan dengan interval pengulangan
sekali seminggu, dan diberikan injeksi diphenhydramine HCl secara subkutan
terlebih dulu sebagai antihistamin. Agar pengobatan bisa berjalan secara maksimal
diberikan pengobatan rutin di rumah dengan terapi amitraz.
Terapi yang diberikan untuk anjing penderita adalah ivermectin,
diphenhydramine dam amitraz. Ivomec (Ivermectin) digunakan dalam pengobatan
kasus ini karena Ivermectin merupakan obat anti-parasit berspektrum luas.
Ivermectin bekerja melepas GABA (Gamma Amino Butyric Acid) yang mencegah
neurotransmitter, sehigga menyebabkan paralisa baik pada nematode muda, dewasa
maupun arthropoda. Pada pengobatan tungau, ivermectin tidak dapat membunuh
telur, sehingga harus dilakukan berulang sesuai dengan interval dan dosis yang
tepat. Interval terapi yanag dianjurkan adalah 7-14 hari sampai hewan dinyatakan
sembuh dari ektoparasit (Karakurum et al., 2007). Tanda-tanda anjing yang
memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap Ivermectin adalah adanya penurunan
aktivitas, kehilangan keseimbangan, bahkan kebutaan. Meskipun memberikan hasil
yang baik terhadap pengobatan demodekosis, Ivermectin tidak boleh digunakan
untuk anjing ras Collie (Belot et al., 1984; Triakoso, 2006).
Dipenhydramin HCl adalah obat yang memiliki khasiat sebagai antihistamin.
Penggunaan Dipenhydramin HCl pada kasus demodekosis adalah untuk mengatasi rasa
gatal maupun alergi yang mungkin timbul akibat serangan parasit demodex pada folikel
rambut (Sardjana, 2012).
Penggunaan Amitraz sangat dianjurkan karena Amitraz adalah formamidine
dan monoaminoxidase dalam larutan xylene, sebagai bentuk ixodicide yang
penggunaannya berbentuk larutan 5%, Dosis pemberian 1 ml Amitraz dilarutkan
dalam 100 ml air yang digunakan untuk mandi pada hewan penderita. Pada anjing
jenis berbulu panjang dianjurkan sebaiknya dicukur untuk memudahkan pemberian
Amitraz dengan cara hewan penderita dimandikan dengan interval sekali seminggu
(Sardjana, 2012).
Evaluasi dari anjing kasus setelah 14 hari pengobatan menunjukkan adanya
pemulihan, hal ini terlihat dari mulai tumbuhnya rambut serta sedikit mengalami
kegatalan.

SIMPULAN
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dari gejala yang dialami oleh anjing
kasus bernama Joey serta pemeriksaan berupa kerokan kulit dan tape smear
didapatkan bahwa anjing kasus positif terdapat tungau Demodex sp. Lesi-lesi yang
terjadi bersifat general. Terapi yang diberikan pada anjing kasus adalah ivermectin,
diphenhydramine HCl, dan amitraz.

DAFTAR PUSTAKA
Belot JRP and Pangui JL. 1984. Courte Communication : Demodecie canine,
Observations Cliniques a propos d’un essai de traitement par l’ivermectine.
Le Point Veterinaire. 16(85): 66-68.
Dunn TJ. 2008. Demodex in the Dog. www.Vetinfo4dogs.com. 18 Desember 2008.
Erwin, Asmilia N, Zuraida, dan Hadi ES. 2013. Kadar Hemoglobin Selama Induksi
Anestesi Per Inhalasi dan Anestesi Per Injeksi pada Anjing Lokal (Canis
Lupus Familiaris). Medika Veterinaria. 7(2): 98-100.
Faccini HRH, Santos ACG, Bechara GH. 2004. Bovine demodekosis in the State
of Paraiba, Northerns Brazil. Presq Vet Bras. 24(3): 149-152.
Henfrey J. 1990. Canine demodicosis. In Practice. 12(5): 187-192.
Henfrey J. 1993. Commons dermatoses of small mammals. In Practice. 15(2): 67-
71.
Karakurum MC, Ural K, Cingi CC, Guzel M, Haydardedeoglu AE, Borku MK.
2007. Evaluation of ivermectin tablets in the treatment of generalized canine
demodicosis. Revue Méd. Vét. 158(7): 380-383.
Murray MJ. 2005. Mange in Cattle : Demodectic Mange. Agri-Facts.
http://www1.agric.gov.ab.ca/$department/deptdocs.nsf/all/agdex4701. (6
Desember 2013).
Rather PA dan Hassan I. 2014. Human Demodex Mite: The Versatile Mite of
Dermatological Importance. Indian J Dermatol. 59(1): 60-66.
Sardjana IKW. 2012. Pengobatan Demodekosis pada Anjing Di Rumah Sakit
Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Vet
Medika J Klin Vet. 1(1): 9-14.
Satria J. 2016. Prevalensi Infestasi Tungau Kudis pada Anjing di Kawasan Wisata
di Bali. (Skripsi). Denpasar: Universitas Udayana.
Scott DW, Miller WH, Griffin CG. 2001. Small Animal Dermatology. WB
Saunders Company.
Shingenbergh J, Mohamed AN, Bida SA. 1980. Studies on bovine demodekosis in
northern Nigeria. Veterinary Quartely. 2(2): 90-94.
Timur NPVT. 2014. Prevalensi Gangguan Kulit pada Anjing Kintamani Bali.
(Skripsi). Denpasar: Universitas Udayana.
Triakoso N. 2006. Demodicosis Up Date. Reginal Seminar Veterinary Dermatology
Up Date. Surabaya.
Widyastuti SK, Dewi NMS, Iwan HU. 2012. Kelainan Kulit Anjing Jalanan pada
Beberapa Lokasi di Bali. Buletinvet. 4(2): 81-86.

Anda mungkin juga menyukai