Anda di halaman 1dari 22

Makalah Ilmu Penyakit Dalam II

Canine Amyloidosis

KELOMPOK I

NURMAULIAH S. O11114001
A. FIDIAH FASHIRAH JAFAR O11114004
ANGGUN WIDJA ARLIN O11114005
AVIDIA ARINTA TANDIONTONG O11114019
MUH. DIRGA GIFARDI O11114308
SRI RAVIDA O11114507

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita
berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu
membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada
kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita
capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta
teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun
materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Kami menyadari sekali, di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa
maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian,
yang kadangkala hanya menuruti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami
jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan
makalah-makah kami dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusun makalah ini adalah mudah-
mudahan apa yang kami susun ini bermanfaat, baik untuk pribadi, teman-teman,
serta orang lain yang ingin mengambIl atau menyempurnakan lagi atau sebagai
tambahan atau referensi yang telah ada.

Makassar, 15 September 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................2
D. Manfaat ........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
A. Pengertian dan Etiologi ...............................................................................3
B. Phatogenesa .................................................................................................4
C. Gejala Klinis ...............................................................................................6
D. Diagnosa dan Diagnosa Banding ................................................................7
E. Predisposisi dan Prevalensi .......................................................................12
F. Prognosa ....................................................................................................12
G. Pencegahan dan Pengobatan .....................................................................13

BAB III PENUTUP ..............................................................................................18


A. Kesimpulan ...............................................................................................18
B. Saran .........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Amyloidosis adalah penyakit yang diakibatkan oleh kesalahan dalam
membungkus protein. Ketika protein baru dibuat, rantai peptida biasanya
dibungkus menjadi bentuk yang benar. Terkadang, rantai peptida tidak berfungsi
dengan benar dan membentuk lembaran β yang sangat stabil yang tidak larut dan
tahan terhadap pencernaan proteolitik. Bila protein yang tidak larut ini disimpan
dalam jaringan, itu disebut amiloid. Protein Amyloid dapat disimpan dalam mode
lokal atau didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh. Mereka menyebabkan
kerusakan dengan menghancurkan sel normal. Jika organ penting seperti ginjal,
hati, atau jantung terganggu secara luas, penyakitnya bisa berakibat fatal.
Amiloidosis dapat mempengaruhi semua mamalia domestik, dan pengendapan
amyloid asimtomatik yang kecil tanpa gejala umum terjadi pada hewan berumur
(Tizard, 2016)
Amyloidosis merupakan salah satu penyakit yang jarang menyerang anjing.
Penyakit ini merupakan jenis penyakit yang akan sulit disembuhkan apabila sudah
menyerang dan menjangkiti. Hal ini dikarenakan apabila sudah mengalami
metastasis secara luas pada organ seperti ginjal dan hati maka akan merusak dan
menghancurkan sel-sel normal. Dan juga, penyebab dari amylodiosis belum
diketahui secara pasti. Pada beberapa kasus yang ditemukan, amyloidosis tidak
diketahui penyebab terjadinya. Namun, ini bisa terjadi pada anjing yang memang
memiliki riwayat turun-temurun amyloidosis sebelumnya.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetaui bagaimana penyakit ini
baik mengenai gejala klinis, diagnosa dan diagnosa bandingnya, prognosa
penyakit, predisposisi, prevalensi, dan bagaimana cara pencegahannya. Karena
penyakit ini, sebenarnya sulit disembuhkan dan akan menurun ke keturunan-
keturunan selanjutnya. Maka dari itu, penulis membuat makalah ini untuk
membantu memberikan sedikit informasi mengenai penyakit amyloidosis pada
hewan terkhusus pada anjing.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Amyloidosis dan penyebabnya pada anjing?
2. Bagaimana patogenesa terjadinya Amyloidosis?
3. Apa gejala klinis yang ditimbulkan oleh Amyloidosis?
4. Bagaimana cara melakukan diagnosa dan apa saja diagnosa banding
Amyloidosis?
5. Apa yang menjadi predisposisi Amyloidosis dan bagaimana prevalensi
terjadinya Amyloidosis?
6. Bagaimana prognosa Amyloidosis?
7. Bagaimana cara mencegah dan mengobati Amyloidosis?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan etiologi Amyloidosis.
2. Untuk mengetahui patogenesa terjadinya Amyloidosis.
3. Untuk mengetahui gejala klinis yang ditimbulkan Amyloidosis.
4. Untuk mengetahui bagaimana cara diagnosa dan apa yang menjadi
diagnosa banding Amyloidosis?
5. Untuk mengetahui predisposisi dan prevalensi terjadinya Amyloidosis.
6. Untuk mengetahui prognosa kejadian Amyloidosis.
7. Untuk mengetahui cara mencegah dan mengobati Amyloidosis.

D. Manfaat
1. Sebagai tambahan infomasi bagi masyarakat mengenai penyakit
Amyloidosis pada hewannya, khususnya anjing.
2. Sebagai tambahan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Etiologi


Amyloidosis adalah penyakit yang diakibatkan oleh kesalahan dalam
membungkus protein. Ketika protein baru dibuat, rantai peptida biasanya
dibungkus menjadi bentuk yang benar. Terkadang, rantai peptida tidak berfungsi
dengan benar dan membentuk lembaran β yang sangat stabil yang tidak larut dan
tahan terhadap pencernaan proteolitik. Bila protein yang tidak larut ini disimpan
dalam jaringan, itu disebut amiloid. Protein Amyloid dapat disimpan dalam mode
lokal atau didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh. Mereka menyebabkan
kerusakan dengan menghancurkan sel normal. Jika organ penting seperti ginjal,
hati, atau jantung terganggu secara luas, penyakitnya bisa berakibat fatal.
Amiloidosis dapat mempengaruhi semua mamalia domestik, dan pengendapan
amyloid asimtomatik yang kecil tanpa gejala umum terjadi pada hewan berumur
(Tizard, 2016)
Bentuk amiloid yang paling umum dihasilkan akibat kesalahan
membungkus protein fase akut yaitu Serum amyloid A (SAA). Tingkat SAA
dalam darah naik secara signifikan pada hewan dengan peradangan parah. Jika
SAA gagal melipat dengan benar, protein ini membentuk protein yang sangat
stabil yang disebut AA amyloid. Amiloidosis berkembang sebagai akibat penyakit
radang kronis, infeksi bakteri kronis, dan tumor ganas. Amiloid AA biasanya
diendapkan pada organ parenkim, seperti limpa, yang mungkin tidak
menyebabkan tanda klinis. Jika ginjal terlibat, kehadiran amyloid dalam glomeruli
dapat menyebabkan proteinuria parah, yang akhirnya mengakibatkan gagal ginjal
dan kematian. Tidak ada pengobatan praktis untuk bentuk amyloidosis ini,
walaupun pengangkatan sumber peradangan dapat memperlambat deposisi
amiloid dan karenanya merupakan perkembangan penyakit ini (Tizard, 2016)
Amiloidosis terjadi ketika protein yang disebut "amiloid" disimpan di luar
sel di berbagai jaringan dan organ tubuh, menyebabkan disfungsi jaringan dan
organ. Ini adalah kondisi yang jarang terjadi pada anjing. Mayoritas anjing yang
didiagnosis dengan amyloidosis berusia lebih tua dari 5 tahun, meskipun rentang
usia pada diagnosis bisa berusia 1 sampai 15 tahun. Tampaknya risiko
pengembangan amyloidosis meningkat seiring bertambahnya usia. Harus ada
predisposisi keluarga untuk amiloid yang disimpan di jaringan, tapi bisa dipicu
oleh infeksi kronis, peradangan kronis, dan jenis kanker tertentu (Downing, 2015)
Pada banyak hewan piaraan, amyloidosis ginjal bersifat idiopatik, artinya
penyebabnya tidak diketahui. Namun, amyloidosis keluarga (atau turun-temurun)
tampaknya terjadi pada keturunan anjing dan kucing tertentu, termasuk Shar-Pei,
Beagle, Inggris Foxhound, kucing Abyssinian, dan kucing Siam. Kondisi ini juga
bisa menjadi reaksi terhadap peradangan kronis, infeksi kronis (termasuk infeksi
parasit), penyakit yang dimediasi oleh kekebalan (yang disebabkan oleh respon

3
sistem kekebalan tubuh yang abnormal), kanker, dan kondisi kesehatan lainnya.
Terlepas dari penyebabnya, amyloidosis ginjal bisa mendatangkan malapetaka
pada ginjal (atau ginjal). Endapan amyloid mengelilingi dan perlahan
menghancurkan sel ginjal, dan karena ginjal adalah organ yang tidak dapat
menggantikan atau meregenerasi sel, kerusakan seringkali tidak dapat diubah.
Gagal ginjal kemungkinan terjadi begitu sejumlah sel, dan struktur yang mereka
buat (unit penyaringan yang disebut nefron) telah hancur (Allen, 2014).
Amyloids dihasilkan dari kesalahan dalam melipat protein (proses
metabolisme protein yang pada akhirnya dimungkinkan untuk melakukan fungsi
biologisnya). Protein yang tidak larut ini disimpan ke dalam ginjal atau di organ /
jaringan lain di dalam tubuh dan kemudian protein ini mengganggu fungsi
biologis organ / jaringan tempat penyimpanannya. Deposit amiloid abnormal ke
dalam ginjal menyebabkan hilangnya protein dalam urin. Beberapa penyakit
spesifik telah dicatat pada beberapa anjing meskipun tidak harus
mempertimbangkan penyebab amyloidosis ginjal (penyakit jamur, infeksi bakteri
kronis, penyakit heartworm dan kanker). Bentuk yang diwariskan menyerang
sebelumnya hidup daripada bentuk yang tidak diwariskan Kedua jenis kelamin
terpengaruh namun ada sedikit risiko yang lebih tinggi bagi wanita (Wagwalking,
2017).

B. Patogenesa
Patologi dan patogenesis amiloidosis sangat bervariasi karena berbagai
penyebab aneka ragam berbagai spesies hewan. Sekitar 20-25 jenis protein
berbeda dengan kemampuan agregat, insolubilize, dan deposit dalam jaringan
sebagai amiloid telah diidentifikasi. Pada hewan, setidaknya delapan prekursor
amiloid yang berbeda telah dijelaskan. Protein prekursor pada fibril amiloid dapat
berupa mutan amyloidogenik seperti pada beberapa Familial amyloidosis,
sedangkan prekursor lainnya adalah protein wild type normal. Mekanisme yang
tepat dimana protein diubah menjadi amiloid fibril secara in vivo tidak diketahui
(Woldemeskel, 2012).
Patogenesis deposisi amiloid pada AA- dan AL-amyloidosis berbeda pada
setiap spesies. Hasil Amyloid dari lipatan protein abnormal yang disimpan
sebagai fibril pada jaringan ekstraselular dan mengganggu fungsi normal. Protein
sering tidak stabil dan berasosiasi sendiri, yang pada akhirnya mengarah pada
pembentukan oligomer dan fibril yang tersimpan dalam jaringan. Biasanya,
kesalahan dalam pembentukan protein akan terdegradasi secara intraselular pada
proteasom atau ekstraselular oleh makrofag, yang pada amiloidosis tidak terjadi.
Dalam rantai imunoglobulin monoklonal AL-amyloidosis yang tidak stabil,
diproduksi oleh dyscrasia sel plasma, menyebabkan pembentukan dan
pengendapan fibril. Pada AA-amyloidosis, ada peningkatan tingkat SAA, yang
umum terjadi pada keadaan inflamasi. Namun, peningkatan SAA tidak cukup
untuk pengendapan amiloid yang menyebabkan amiloidosis. Deposisi SAA dalam

4
AA-amyloidosis disebabkan oleh defek pada enzim turunan monosit yang
merosot atau kelainan struktural yang ditentukan secara genetis pada molekul
SAA. Meskipun fase akut SAA terutama disintesis oleh hepatosit, ekspresi SAA
ekstrahepatik dan produksi dilaporkan pada beberapa spesies hewan dan manusia.
Sebagai contoh pada tikus SAA mRNA ditemukan di jantung, ginjal, paru-paru,
usus, limpa, dan makrofag peritoneal (Woldemeskel, 2012).
Misfolding rantai cahaya imunoglobulin menghasilkan bentuk kedua
amiloid, AL amiloid. Hal ini biasanya disebabkan oleh kelebihan produksi rantai
cahaya monoklonal pada hewan dengan tumor sel plasma (myeloma). AL amiloid
cenderung diendapkan dalam jaringan mesenchymal, terutama jaringan saraf dan
persendian. Hal ini jarang terjadi pada hewan piaraan. Sedikitnya 20 protein lain
telah terbukti misfold, membentuk lembaran β, dan diendapkan dalam jaringan
sebagai amiloid. Ada juga amyloidosis herediter, seperti yang dijelaskan pada
kucing Abyssinia dan anjing Shar-Pei China, di mana mutasi menghasilkan
kelainan protein. Beberapa amiloid terbentuk pada semua hewan umur
(amiloidosis sistemik pikun); Misalnya, pada anjing umur, amiloid biasanya
disimpan di media arteri meningeal dan kortikal. Tumor seperti amyloid nodul
dan amiloid subkutan telah dilaporkan pada kuda. Beberapa bentuk amyloid dapat
ditularkan antar hewan. Yang paling penting dari ini adalah ensefalopati
spongiform yang dapat ditularkan, seperti ensefalopati bongkah spongiform (lihat
Bovine Spongiform Encephalopathy) dan scrapie (lihat Scrapie). Ini disebabkan
oleh produksi protein prion yang salah lipat. Memang, amyloid AA agak menular,
karena pemberian protein amyloid dalam jumlah kecil ke hewan dapat
mempercepat perkembangannya. Cheetah sangat rentan terhadap amyloidosis dan
melepaskan protein amyloid berupa infeksi pada kotorannya. Karena
penyebarannya yang menyebar dan onset yang berbahaya, amyloidosis sulit untuk
didiagnosis secara klinis. Namun, amyloidosis harus dicurigai jika gagal ginjal
atau hati progresif berkembang pada hewan setelah infeksi kronis atau
pembengkakan. Tidak ada terapi khusus yang dapat mencegah perkembangan
amiloidosis atau meningkatkan penyerapan fibril. Hewan dengan peradangan
persisten harus diobati untuk mengurangi tingkat keparahan respons inflamasi
mereka dan oleh karena itu ketersediaan SAA. Amiloidosis mudah dikenali pada
nekropsi dan pada bagian histologis oleh afinitasnya untuk pewarna seperti Congo
red (Downing, 2015)

Patofisologi
Adapun Patofisiologi terjadinya amiloidosis adalah sebagai berikut
(Winston dan Shelly, 2013).
1. Amyloid Protein yang dibentuk oleh polimerisasi bagian terminal asam
amino serum amyloid A (SAA) sebagai respon terhadap sitokin
inflamasi, adalah protein utama yang terlibat dalam amyloidosis reaktif.

5
2. Anjing shar-peis yang parah telah meningkatkan konsentrasi serum
interleukin-6, sebuah sitokin yang merangsang sintesis SAA dan
pelepasan dari hepatosit.
 Sitokin lainnya (misalnya, tumor necrosis factor-α, interleukin-1β)
juga terlibat.
 Sitokin ini memulai respons fase akut yang ditandai dengan demam,
produksi hati protein akut (termasuk SAA), dan mobilisasi neutrofil.
3. Deposisi Amyloid mengganggu struktur jaringan normal dan dapat
menyebabkan kegagalan organ.
 Pada anjing shar-peis, deposisi amiloid dapat terjadi di ginjal, hati,
limpa, pankreas, kelenjar adrenal, kelenjar tiroid, miokardium, prostat,
kelenjar getah bening, dan saluran pencernaan. Sebagian besar tidak
menunjukkan tanda-tanda disfungsi organ selain penyakit ginjal atau
hati.
 Amiloidosis ginjal pada breed anjing lain dapat menyebabkan tanda
klinis berupa proteinuria. Hanya 25% -43% sharpeis yang terkena
proteinuria
4. Sindrom nefrotik ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia,
hiperkolesterolemia, dan edema.
5. Beberapa anjing yang terkena dampak pada peningkatan risiko penyakit
tromboemboli, sebagian karena hilangnya antitrombin melalui
glomerulus yang terkena. Sindrom serupa demam dan sinovitis yang
disebut demam Mediterania familial terjadi pada manusia.

C. Gejala Klinis
Adapun tanda – tanda Amyloidosis pada anjing bisa meliputi (Plotnick,
2015) :
- haus yang berlebihan
- buang air kecil yang berlebihan
- nafsu makan yang menurun
- penurunan berat badan
- Vomit berulang
- kesulitan bernafas dikarenakan tromboembolisme (pembekuan darah
pada paru – paru)
- Asites (adanya akumulasi cairan di abdomen)
- Edema (pembengkakan pada salah satu daerah di tubuh)
- arthritis dan demam pada anjing jenis Shar-Pei
Pada anjing, endapan amyloid di ginjal dapat menyebabkan kegagalan
ginjal. Tanda – tanda gagal ginjal meliputi anoreksia, kelesuan, dan
penurunan berat badan. Untuk perhitungan darah lengkap dan panel kimia
darah menunjukkan penurunan sel darah merah (anemia), panel kimia
biasanya menunjukkan protein total rendah, albumin rendah, dan sering kali

6
parameter ginjal meningkat. kolesterol sering kali mengalami peningkatan
(Plotnick, 2015).

D. Diagnosa dan Diagnosa Banding


Awalnya dilakukan pemeriksaan fisik dengan melihat gejala yang ada dan
meninjau riwayat kesehatan anjing. Untuk mendiagnosis, perlu adanya
pemeriksaan protein urin abnormal (proteinuria), hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, dan akumulasi cairan yang terdapat pada abdomen. Ini bisa
dilakukan dengan tes urinalisis dan darah untuk mengukur kadar protein, kadar
albumin, dan kolesterol. Hal ini ditandai oleh tingkat protein tinggi yang abnormal
yang ada dalam urin. USG dan X-ray dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan
ginjal, dan untuk mencari akumulasi cairan yang abnormal pada abdomen
(Klosterman, 2011).
Untuk memastikan diagnosis amylodiosis dilakukan pemeriksaan tes
darah,urine, serta X-ray (Segev et all., 2012):
1. Tes darah
Tes kimia darah tidak akan selalu bisa mendiagnosis penyakit amyloidosis
namun tes ini kemungkinan akan menunjukkan peningkatan beberapa protein
yang abnormal. Pemeriksaan darah yang efisien juga akan memberi hasil
mengenai fungsi dari sistem lain tubuh seperti anemia, kolesterol serta
pemeriksaan ginjal dan kadar protein rendah dan kadar albumin.
a. Total Protein dalam darah termasuk faktor pembekuan, enzim, antibodi,
zat transportasi, albumin dan sebagian besar alpha dan beta globulin.
Jumlah protein diukur dalam gram / desiliter dengan alat yang disebut
refraktometer. Refraktometer adalah sebuah mesin yang dapat mengukur
seberapa banyak cahaya melewati melalui suatu zat.
 Protein Terlalu Tinggi (hyperproteinemia): Menandakan dehidrasi,
terlalu banyak albumin dan fibrin, globulin meningkat dari cedera
jaringan, peradangan, penyakit hati aktif, strongylosis (Cacing gelang
kutu), penyakit kekebalan-dimediasi, neoplasma limfoid, dan myelomas
(kanker tulang). Faktor-faktor yang memberikan peningkatan palsu
termasuk konsentrasi tinggi abnormal glukosa, urea, Natrium, klorida
atau lipid. Hemolisis (tapi bukan ikterus) juga menyebabkan
peningkatan ringan.
 Protein Terlalu Rendah (Hypoproteinemia): Menandakan penurunan
produksi, malabsorpsi usus, malnutrisi, eksokrin insufisiensi pankreas ,
penyakit hati kronis, percepatan kehilangan protein, perdarahan,
penyakit ginjal (proteinuria), protein kehilangan enteropathies, penyakit
kulit eksudatif parah, luka bakar, efusi tinggi protein, insufisiensi hati,
kolostrum kekurangan, dikombinasikan immunodeficiency (anak kuda),
agammaglobulinemia, defisiensi IgM selektif, sementara
hypogammaglobulinemia.

7
b. Kreatinin adalah produk limbah larut dalam air sebagian dari kerusakan
otot yang diekskresikan melalui tubulus ginjal. Kreatinin tidak terpengaruh
oleh jumlah urin yang diproduksi dan dikeluarkan. Ketika kreatinin rusak
itu dapat memberi energi karena bertindak sebagai enzim penting dalam
proses pembentukan ATP
 Menandakan untuk kadar kreatinin terlalu tinggi dan terlalu rendah
dalam tes laboratorium yang sama seperti untuk BUN (Blood Urea
Nitrogen): Jika ginjal tidak berfungsi dengan baik, konsentrasi kreatinin
dan nitrogen urea darah akan meningkat dalam darah. Pemeriksaan
aboratorium menggunakan nitrogen urea darah (BUN) dan kadar
kreatinin untuk menilai fungsi ginjal. Selain itu, urine yang digunakan
untuk mengukur fungsi output ginjal dan kesehatan sistem
pengumpulan (bagian bawah ginjal, ureter dan kandung kemih).
 Kreatinin tes laboratorium terlalu tinggi: Menandakan dehidrasi,
terlalu banyak gerak, syok hemoragik (syok akibat terlalu banyak darah
yang hilang), pankreatitis, benda asing usus, terlalu banyak protein
dalam diet, perdarahan dalam usus, obat-obatan seperti amfoterisin B,
hipotiroidisme, insufisiensi adrenal korteks (kelenjar adrenal tidak
menghasilkan cukup hormon misalkan untuk memproduksi), kondisi
apapun yang mengurangi aliran darah ke ginjal seperti glomerulonefritis
(tubulus kecil yang membuat urin dalam ginjal mengalami
pembengkakan dan tidak bekerja dengan baik), amiloidosis (jaringan
ginjal digantikan dengan beberapa jenis protein alami), pielonefritis
(radang / infeksi pada ginjal dimana kolam urin sebelum membuang
keluar ke ureter), nephrosis (kondisi ginjal), lymphosarcoma (kanker
ginjal di mana jaringan digantikan oleh kalsium sehingga urine tidak
bisa keluar dan menumpuk di tubuh ), kanker ginjal, obstruksi urin yang
keluar dari ginjal, pecah dari urin membawa bagian (ginjal, ureter,
kandung kemih, uretra, tubulus ginjal).
c. Kolesterol total yaitu kolesterol tinggi dalam tes laboratorium darah
merupakan faktor resiko utama untuk penyakit jantung dan pembuluh
darah. Kolesterol itu sendiri tidak semuanya buruk. Bahkan, tubuh
memerlukan sejumlah zat ini untuk berfungsi dengan baik. Namun, ketika
tingkat terlalu tinggi, penyakit pembuluh darah dapat terjadi. Kolesterol
total kurang dari 200, dan Kolesterol LDL dari 100 atau kurang dianggap
optimal oleh National Heart, Lung, dan Blood Institute. Sebagai tingkat
kolesterol darah meningkat, demikian juga kemungkinan memasukkan
arteri karena kolesterol membangun plak. Ini disebut pengerasan
pembuluh darah atau aterosklerosis . Ketika terpasang di jantung,
serangan jantung dapat terjadi. Jika arteri yang menuju ke otak, stroke
terjadi.

8
Ada tiga jenis utama dari kolesterol, High Density Lipoprotein
(HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan Very Low Density
Lipoprotein (VLDL). Semakin rendah kepadatan kolesterol, semakin
banyak molekul kolesterol yang ada.
 HDL ( High Density Lipoprotein ) termasuk kolesterol baik
karena melindungi terhadap penyakit jantung dengan membantu
menghilangkan kelebihan kolesterol disimpan dalam arteri. Tingkat
tinggi dalam uji laboratorium tampaknya dikaitkan dengan rendah
insiden penyakit jantung koroner.
 Kolesterol LDL ( Low Density Lipoprotein ) dianggap kolesterol
jahat karena terbentuk dalam arteri ketika tingkat LDL yang tinggi.
Disarankan kadar LDL kurang dari 130. 100 adalah optimal dan
lebih besar dari 160 dianggap beresiko tinggi.
 VLDL (Very Low Density Lipoprotein : adalah satu-satunya
lipoprotein awalnya terbentuk di hati dan berisi sebagian besar
trigliserida dan sangat sedikit fosfolipid dan kolesterol. Karena
mengalir melalui pembuluh darah mereka cepat rusak dan
digunakan sebagai energi atau disimpan sebagai lemak
 Tes Kolesterol Laboratorium Terlalu Tinggi : Menandakan
hipotiroidisme, penyakit kuning obstruktif, penyakit hati, nephrosis,
diabetes mellitus, pankreatitis, hyperadrenocorticism.
 Kolesterol Terlalu Rendah: Menandakan hipertiroidisme, infeksi,
kekurangan gizi, gagal jantung, keganasan, diet rendah lemak,
malabsorpsi usus dan insufisiensi hati.
d. BUN (Blood Urea Nitrogen, Urea Nitrogen ), nilai BUN yang tinggi dalam
tes laboratorium mungkin berarti bahwa ginjal tidak bekerja dengan baik
dan harus membersihkan pencernaan produk pemecahan protein. Produk
utama pemecahan protein yang terdapat dalam makan adalah urea, yang
pertama kali dibentuk di hati. Urea mengandung nitrogen dan bersama-
sama lebih kuantitas, keduanya beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan.
Ginjal biasanya melakukan pekerjaan yang sangat baik untuk
mengeluarkan urea, tetapi ketika hal tersebut mulai gagal, komponen urin
mendapatkan semua dukungan dalam sistem dan konsentrasi urea dalam
darah mulai meningkat.
 Tes laboratorium BUN Terlalu Tinggi (Uremia, azotemia atau
Asidosis uremik): Menandakan dehidrasi (terlalu sedikit air dalam
jaringan), terlalu banyak gerak, shock karena terlalu banyak darah yang
hilang (syok hemoragik), pankreatitis, benda asing usus, insufisiensi
korteks adrenal (Kelenjar adrenal tidak menghasilkan cukup hormon itu
misalkan untuk memproduksi), atau kondisi apapun yang mengurangi
aliran darah ke ginjal, glomerulonefritis (tubulus kecil yang membuat
urin dalam ginjal bengkak dan tidak bekerja dengan baik), amiloidosis

9
(jaringan ginjal digantikan dengan beberapa jenis protein alami),
pielonefritis (radang / infeksi ginjal di mana kolam urin sebelum dump
keluar ke ureter), nephrosis (kondisi dari ginjal), kalsium nefropati juga
disebut lymphosarcoma (Kanker ginjal di mana jaringan digantikan
oleh kalsium sehingga urine tidak bisa keluar), kanker ginjal, obstruksi
urin yang keluar dari ginjal, leukemia, gagal jantung, pecah dari urin
membawa bagian (Ginjal, ureter, kandung kemih, uretra, tubulus
ginjal), terlalu banyak protein dalam diet, perdarahan dalam usus, dan
obat-obatan seperti amfoterisin B. Seringkali, tes tambahan dilakukan
untuk mengukur kreatinin.
 Rasio BUN / Kreatinin Terlalu Tinggi: Menandakan dehidrasi (jika
rasio 20:1 atau bahkan lebih tinggi), beberapa jenis penyakit ginjal,
kerusakan darah dalam saluran usus, peningkatan protein , dan setiap
keadaan klinis di mana darah tidak cukup mengalir melalui pembuluh
darah ke ginjal (seperti gagal jantung atau penyakit arteri ginjal)
 Rasio BUN / Kreatinin Terlalu Rendah : Menandakan beberapa jenis
penyakit ginjal, penyakit hati, kekurangan gizi dan Sickle Cell Anemia.

e. Albumin , Uji lab ini mengukur jumlah dan jenis protein dalam darah.
Albumin dan globulin adalah indeks umum dari keseluruhan kesehatan
dan nutrisi. Globulin adalah antibodi protein penting untuk memerangi
penyakit yang diproduksi oleh sel darah putih. Albumin mengandung hal-
hal seperti faktor pembekuan, fibrin dan mengikat protein dan memberikan
darah yang lebih substansi.
 Albumin / Globulin Terlalu Tinggi : Menandakan dehidrasi, diabetes
insipidus (Gula darah rendah penderita diabetes yang tidak
mendapatkan cukup air), respon antigen, infeksi, dan gammopathies
seperti lymphosarcoma, multiple myeloma, dan FIP Feline Infectious
Peritonitis.
 Albumin / Globulin Terlalu Rendah: Menandakan malnutrisi,
overhydration, penyakit hati lanjut, kanker, perdarahan akut atau kronis,
penyakit ginjal (nefrosis), luka bakar, multiple myeloma, karsinoma
metastasis, penyakit jantung, kehilangan darah atau protein ke dalam
rongga tubuh, malabsorpsi, parasit dan atrofi pankreas.

2. Urinalisis
Pemeriksaan ini akan menunjukkan adanya protein yang berlebihan dan
pemeriksaan yang signifikan untuk amyloidosis ginjal tetapi diperlukan juga
pemeriksaan tambahan di daerah ini untuk menentukan tingkat protein.
Peningkatan protein dan kreatinin dalam urin menunjukkan tingkat di mana
protein abnormal. tes laboratorium mengukur kehadiran dan Jumlah dari
sejumlah bahan kimia dalam urin, yang mencerminkan banyak tentang

10
kesehatan ginjal, bersama dengan sel-sel yang mungkin ada dalam urin
(Misalnya, sel-sel darah merah, sel darah putih, serta tes laboratorium ini
mencari adanya kristal, bakteri, dan organisme lain dalam sedimen urin.
Masing-masing elemen memberikan petunjuk fungsi ginjal, tubulus ginjal,
ureter dan kandung kemih.
a. Volume urin :
 Peningkatan (Poliuria): Menandakan penyakit ginjal akut, penyakit
ginjal kronis, diabetes mellitus, gagal hati, hyperadrenocorticism,
hiperkalsemia, hiperparatiroidisme, nephrogenic diabetes insipidus,
diabetes insipidus hipofisis, diuresis post obstruktif, primer ginjal
glikosuria, psikogenik polidipsia, pielonefritis, dan pyometra.
 Penurunan (Oliguria): Menandakan gagal ginjal akut, dehidrasi, shock,
penyakit pada saluran ginjal kronik , dan obstruksi saluran kemih.
b. Darah dalam urin : Jika terdapat darah dalam urin menandakan infeksi,
batu ginjal, trauma, dan perdarahan dari kandung kemih atau tumor ginjal.
Teknisi dapat menunjukkan apakah darah hemolisa (darah terlarut) atau
non-hemolisa (sel darah merah utuh) juga terjadi ketika anjing dalam
keadaan panas.
c. Protein dalam urin : Adanya peningkatan kadar protein dalam urin
menandakan kerusakan ginjal, peningkatan permeabilitas glomerulus
(demam, penyakit jantung, penyakit sistem saraf pusat, shock, pengerahan
tenaga otot), darah dalam urin, peradangan, kanker, infeksi. Konsentrasi
tinggi protein sangat kecil juga dapat muncul dalam urin seperti protein
Bence Jones, monomer hemoglobin, dan mioglobin.
3. Sinar X
Tes ini tidak signifikan seperti pemeriksaan darah maupun urin karena
interpretasi dari ukuran ginjal yang akan terlihat pada x-ray tidak selalu pasti
mengarah pada amyloidosis. Ukuran ginjal bisa lebih kecil dari normal atau
lebih besar dari biasanya sehingga hasil tes tidak begitu informatif seperti tes
lainnya.Selain itu, biopsi ginjal mungkin diperlukan untuk memberikan
diagnosis amyloidosis yang pasti dan dengan adanya kelainan ginjal juga dapat
mengakibatkan kehilangan protein yang berlebihan dalam urin. Salah satu
aspek terpenting dari kehilangan protein adalah fakta bahwa salah satu protein
yang dimaksud berperan atas pencegahan pembentukan bekuan darah. Dengan
demikian, kehilangan protein yang berlebihan ini dapat menyebabkan
peningkatan risiko pembekuan darah di paru-paru yang menyebabkan
pernapasan yang sulit. Kehilangan protein albumin yang berlebihan dapat
menyebabkan akumulasi cairan di abdomen (asites) serta edema atau
pembengkakan pada bagian badan dan wajah, meskipun asites dan edema
cukup jarang terjadi pada anjing yang didiagnosis amyloidosis.

11
Diagnosa Banding
Adapun diagnosa banding dari amyloidosis yaitu familial renal amyloidosis,
immunoglobulin amyloidosis, glomerulonephritis dan renal vein thrombosis
(Dhawan, 2015).

E. Predisposisi dan Prevalensi


Sementara garis keluarga tertentu dari beagles tampaknya cenderung, tidak
ada profil genetik yang jelas pada anjing yang terkena dampak. Mayoritas anjing
yang didiagnosis dengan amyloidosis berusia lebih tua dari 5 tahun, meskipun
rentang usia pada diagnosis bisa berusia 1 sampai 15 tahun. Tampaknya risiko
pengembangan amyloidosis meningkat seiring bertambahnya usia. Harus ada
predisposisi keluarga untuk amiloid yang disimpan di jaringan, tapi bisa dipicu
oleh infeksi kronis, peradangan kronis, dan jenis kanker tertentu (Downing, 2015)
Namun, amyloidosis keluarga (atau turun-temurun) tampaknya terjadi pada
keturunan anjing dan kucing tertentu, termasuk Shar-Pei, Beagle, Inggris
Foxhound, kucing Abyssinian, dan kucing Siam (Allen, 2014).
Adapaun faktor predisposisi terjadinya amiloidosis ginjal pada anjing, yaitu:
(Frank dan Dennis, 2006)
a. Gender Predisposisi
Anjing betina lebih sering terkena amiloidosis dibandingkan anjing
jantan (rasio jantan: betina, 1: 2,5).
b. Predisposisi Umur
Usia saat terlihat tanda klinis pada kelompok anjing sharpeis biasanya
antara 1 dan 6 tahun (usia rata-rata 4 tahun).
c. Breed Predisposisi
 Chinese shar-peis.
 Amiloidosis juga dilaporkan menyerang anjing Beagles, English
foxhounds, Abyssinian, dan Siamese cats.

Adapun predisposisi penyakit amyloidosis, rentan menyerang breed – breed


tertentu seperti pada ras anjing yakni Cina Shar-pei, Anjing Foxhound Inggris dan
Beagle. Sedangkan pada ras kucing yakni Abyssinian, Oriental Shorthair dan
Siam (Tilley dan Francis, 2011).

F. Prognosa
Prognosis Amyloidosis biasanya mengacu pada hasil Amyloidosis, salah
satunya berupa adanya kemungkinan komplikasi amyloidosis, masa pemulihan
amyloidosis, tingkat kelangsungan hidup. Prognosis untuk hewan yang menderita
amyloidosis berupa kelainan progresif. Penyakit progresif yang biasanya lanjut
pada saat diagnosis. Umumnya amyloidosis telah ada sejak sebelum diagnosis
dengan meningkatkan jumlah kerusakan organ. Adanya komplikasi amyloidosis

12
serius bisa meliputi gagal ginjal, tekanan darah tinggi, kerusakan hati, dan
pendarahan atau pembekuan darah (Tilley dan Francis, 2011).
Dalam salah satu penelitian, anjing yang menderita amyloidosis memilik
kelangsungan hidup bervariasi dari 3 – 20 bulan, namun beberapa anjing bahkan
bisa hidup lebih lama. Lain halnya dengan kucing yang menderita gagal ginjal
karena amyloidosis biasanya bertahan kurang dari 1 tahun. Kucing yang terkena
dampak ringan dengan tidak mengalami gagal ginjal, memiliki harapan hidup
yang hampir normal (Tilley dan Francis, 2011).

G. Pencegahan dan Pengobatan


Tidak ada tindakan pencegahan spesifik terhadap amyloidosis. Salah satu
artikel mengatakan pencegahan amyloidosis dapat dilakukan dengan tidak
mengawinkan hewan sehat dengan hewan sakit yang diduga menderita
amyloidosis agar mengurangi resiko terjadinya tingkat penularan (Tilley dan
Francis, 2011).
Pengobatan pada anjing yang mengalami amyloidosis dapat dilakukan
dengan penanganan awal yaitu rawat inap dengan gagal ginjal dan dehidrasi.
Tidak ada obat untuk amiloidosis, tapi perawatan suportif sangat membantu.
Transfusi darah harus diberikan jika anjing kehilangan banyak darah, dan terapi
cairan serta perubahan diet juga perlu dilakukan. Untuk mengatasi dehidrasi dapat
dilakukan dengan pemberian cairan dengan cara intravena dengan jenis larutan
NaCl (natrium klorida) 0,9% atau larutan ranger laktat sedangkan untuk anjing
yang mengalami asidosis metabolic dapat dilakukan dengan pemberian
supplement yang mengandung bikarbonat. Penanganan pembedahan dapt
dilakukan jika terjadi tumor, kanker atau inflamasi. Anjing dengan gagal ginjal
kronis harus dilakukan diet atau membatasi pemberian fosfor dan protein
sedangkan untuk anjing yang mengalami hipertensi dilakukan dengan membatasi
pemberian sodium (Tilley dan Francis, 2011).

13
PEMBAHASAN

Kasus I
1. Sinyalemen
Anjing betina lokal yang berusia 3 tahun. Apabila melihat predisposisi
kejadian amyloidosis, penyakit ini lebih banyak menyerang hewan betina.
Rasio kejadian pada hewan jantan : betina yaitu 1 : 2,5. Dan juga
umumnya menyerang anjing berusia tua yaitu kisaran 1-6 tahun. Hal ini
yang membantu menguatkan diagnosa awal.
2. Anamnesa
Pembesaran abdomen selama 2-3 minggu. Pembesaran abdomen sendiri
bisa diakibatkan oleh tumor, pembengkakan organ yang berada di ruang
abdomen, akumulasi cairan dalam abdomen, dan gangguan lainnya akibat
kesalahan fisiologis normal tubuh. Seperti dugaan awal yang mengatakan
bahwa pasien bisa saja mengalami ascites, yaitu adanya akumulasi cairan
di daerah abdomen. Selain itu pasien juga bisa mengalami
glomerulonephritis dan amyloidosis, karena kedua penyakit itu juga
mengakibatkan hewan mengalami pembesaran pada abdomen. Untuk itu
perlu dilakukan pemeriksaan fisik untuk kesamaan gejala klinis yang
ditimbulkan
3. Pemeriksaan Fisik
 Suhu: 38,4 C, Pulsus: 84, dan Nafas: 15.
 Wajah cerah, siaga, dalam kondisi umum yang baik kecuali adanya
pembesaran abdmen.
 Perkusi mengindikasikan adanya aliran cairan.
Apabila dari gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik yang
dilakukan, ini belum dapat menguatkan atau mengarah ke suatu penyakit
tertentu. Seperti yang dilihat, tanda klinis yang diperlihatkan si hewan
tidak ada yang patognomonis, dimana keadaan ini dapat dialami oleh
hewan jenis dan dalam keadaan apapun. Kecuali pembesaran abdomen dan
perkusi yang mengindikasikan adanya aliran cairan. Hal ini dapat
membantu untuk dilakukannya pemeriksaan lanjutan.
4. Pemeriksaan Lanjutan
Pemeriksaan lanjutan memperlihatkan bahwa;
 Hematology: Semua dalam keadaan normal, kecuali TP mengalami
penurunan. Penurunan TP menunjukkan bahwa terjadinya pembesaran
abdomen itu berkaitan dengan penurunan albumin (hipoalbuminea)
dibandingkan dengan akibat dari peradangan/inflamasi. Sehingga untuk
saat ini, diagnosa penyakit yang dapat diambil yaitu Ascites transudatif
(hipoalbuminea), glomerulonephritis dan amyloidosis.

14
Tabel Hematology Reference Interval

 Kimia Darah: Yang mengalami perubahan/abnormalitas yaitu albumin


yang mengalami penurunan (hipoalbuminea), hipokalsium dan
hiperkolesterol. Sebenarnya keadaan seperti ini, ditunjukkan oleh ketiga
penyakit tersebut. Namun, ada satu sumber yang mengatakan bahwa
apabila terjadi glomerulonephritis, maka kadar BUN akan meningkat.
Nah jika dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium, BUN masih dalam
keadaan normal atau tidak mengalami peningkatan. Hal inilah yang
sangat mendukung diagnosa penyakit yang mengarah ke amyloidosis.

15
Tabel Biochemistry Reference Interval

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Amyloidosis adalah penyakit yang diakibatkan oleh kesalahan dalam
membungkus protein. Patologi dan patogenesis amiloidosis sangat bervariasi
karena berbagai penyebab aneka ragam berbagai spesies hewan. Sekitar 20-25
jenis protein berbeda dengan kemampuan agregat, insolubilize, dan deposit dalam
jaringan sebagai amiloid telah diidentifikasi. Untuk perhitungan darah lengkap
dan panel kimia darah menunjukkan penurunan sel darah merah (anemia), panel
kimia biasanya menunjukkan protein total rendah, albumin rendah, dan sering kali
parameter ginjal meningkat. kolesterol sering kali mengalami peningkatan. Untuk
diagnosa dapat dilakukan dengan tes darah, urinalisis dan X-rays. Adapun
diagnosa banding dari amyloidosis yaitu familial renal amyloidosis,

17
immunoglobulin amyloidosis, glomerulonephritis dan renal vein thrombosis. Dan
umumnya menyerang anjing betina yang berumur tua, terkhusus breed Chinese
shar-peis, Beagles, English foxhounds, Abyssinian, dan Siamese cats.

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Allen, Meredith. 2014. Why Renal Amyloidosis In Dogs And Cats Can Cause
Kidney Failure, An Idiopathic Kidney Disease. Pet Care Rx.
https://www.petcarerx.com/article/why-renal-amyloidosis-in-dogs-and-
cats-can-cause-kidney-failure/2747 diakses pada tanggal 14 september
2017

Dhawan, Richa MD, CCD, 2015. AA (Inflammatory) Amyloidosis Differential


Diagnoses. http://emedicine.medscape.com/article/335559-differential.
diakses pada tanggal 14 september 2017

Downing, Robin. 2015. Amyloidosis in Dogs. VCA Hospitals. USA.


https://vcahospitals.com/know-your-pet/amyloidosis-in-dogs diakses pada
tanggal 14 september 2017

18
Frank, Kristen A. dan R. Dennis Heald. 2006. Shar-Pei Fever. Gulf Coast
Veterinary Specialists: Texas.

Klosterman ES, Pressler BM. 2011. Nephrotic Syndrome in Dogs. Elsevier :


USA.

Plotnick, Arnold. 2015. Renal (Kidney) Amyloidosis in Dogs. PetPlace. USA.


www.petplace.com/article/dogs/diseases-conditions-of-dogs/kidneys-
bladder-urinary-system/renal-kidney-amyloidosis-in-dogs diakses pada
tanggal 14 september 2017

Segev G, Cowgill LD, Jessen S, Berkowitz A, Mohr CF, Aroch I. 2012. Renal
(Kidney) Amyloidosis in Dogs. American College of Veterinary Internal
Medicine : USA.

Tilley, Larry P and Francis W.K. Smith, Jr. 2011. Amyloidosis (Disorder Caused
By Deposition Of Proteins [Amyloid] In Various Organs). Published
John Wiley & Sons, Inc.

Tizard, Ian. 2016. Overview of Amyloidoses. MSD Manual Veterinary Manual.


Texas, USA. http://www.msdvetmanual.com/generalized-
conditions/amyloidoses/overview-of-amyloidoses diakses pada tanggal 14
september 2017

Wagwalking. 2017. Renal (Kidney) Amyloidosis In Dogs.


https://wagwalking.com/condition/renal-kidney-amyloidosis diakses pada
tanggal 14 september 2017

Winston, Jenessa A. dan Shelly L. Vaden. 2013. Familial Shar-Pei Fever. North
Carolina State University.

Woldemeskel, Moges. 2012. A Concise Review of Amyloidosis in Animals.


Hindawi Publishing Corporation Veterinary Medicine International, Vol.
2012.

19

Anda mungkin juga menyukai