Anda di halaman 1dari 4

DIPYLIDIASIS

Bagus Uda Palgunadi


Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Abstrak
Dipylidiasis merupakan penyakit cacing pita pada anjing yang bersifat zoonosis dan disebabkan oleh
Dipylidium caninum. Sebagai Definitif host selain anjing adalah kucing dan carnivora lain sedangkan
manusia adalah occasional host. Cacing ini menular dari hewan yang terinfeksi ke manusia melalui
intermediate host yaitu flea (Ctenocephalides canis, Ctenocephalides felis dan Pulex irritans) ataupun kutu
(Trichodectes canis). Kejadian dypilidiasis pada manusia sangat tergantung pada kejadian dyplidiasis pada
hewan dan ada tidaknya intermediate host. Pernah ada penelitian terjadinya kasus dipylidiasis pada anjing di
Indonesia walaupun belum ada penelitian mengenai kejadian dipylidiasis pada manusia di Indonesia.
Potensi terjadinya penyakit ini sangat dimungkinkan mengingat anjing dan kucing adalah hewan peliharaan
yang umum pada sebagian orang.

Kata kunci : Dipylidiasis, zoonosis

DIPYLIDIASIS
Bagus Uda Palgunadi
Lecturer Faculty of Medicine, University of Wijaya Kusuma Surabaya
Abstract

Dipylidiasis a tapeworm disease in dogs that are zoonotic and are caused by Dipylidium caninum. As a
Definitive hosts are cats and dogs than other Carnivora, while humans are occasional hosts. This worm is
transmitted from infected animals to humans through the intermediate hosts of flea (Ctenocephalides canis,
Ctenocephalides felis and Pulex irritans) or lice (Trichodectes canis). Dypilidiasis incidence in humans is
highly dependent on the incident dyplidiasis on animals and whether there is an intermediate host. Been no
studies of dipylidiasis cases in dogs in Indonesia, although there has been no research on the incidence
dipylidiasis in humans in Indonesia. The potential occurrence of this disease is very possible considering
dogs and cats are common pets in some people.

Keywords: Dipylidiasis, zoonotic

PENDAHULUAN hostnya (hospes perantara) adalah flea


Dipylidiasis merupakan penyakit cacing pita (pinjal) anjing (Ctenocephalides canis) ,
yang secara primer terjadi pada anjing. pinjal kucing (Ctenocephalides felis). Selain
Penyakit ini merupakan penyakit zoonosis itu Pulex irritans dan kutu / tuma anjing
karena dapat ditularkan kepada manusia (Trichodectes canis) juga diduga sebagai
melalui hospes perantara berupa pinjal atau intermediate host. (Levine ND,1994)
kutu anjing. Di Indonesia kasus dypilidiasis Morfologi dan siklus hidup :
pada manusia belum pernah dilaporkan. Dari Cacing dewasa dari Dipylidium caninum
Laporan hasil penelitian terjadinya yang predeleksinya pada usus halus ini
dipylidiasis pada anjing Bali disebutkan panjangnya berkisar antara 15 sampai 70 cm
bahwa 18% dari anjing yang diperiksa , dan mempunyai sekitar 60 sampai 175
positif terinfeksi Dipylidium caninum ( proglottid. Scolex cacing ini berbentuk belah
Dharmawan NS dkk, 2003) ketupat (rhomboidal) dan mempunyai 4 buah
ETIOLOGI sucker yang menonjol dan berbentuk oval.
Dipylidiasis merupakan penyakit cacing pita Sucker dilengkapi dengan rostellum yang
pada anjing yang disebabkan oleh Dipylidium retraktil dan berbentuk kerucut serta
caninum. Selain anjing, hospes definitif dilengkapi dengan sekitar 30 sampai 150 kait
lainnya adalah kucing dan karnivora liar. (hook) berbentuk duri mawar yang tersusun
Manusia terutama anak – anak dapat sebagai melengkung transversal. Proglottid mature
occasional host . Sebagai intermediate berbentuk seperti vas bunga dan Tiap
segmennya mempunyai 2 perangkat alat Penyebaran penyakit ini pada hewan maupun
reproduksi serta 1 lubang kelamin di tengah – manusia sangat tergantung pada ada atau
tengah sisi lateralnya. Proglottid gravid tidaknya hospes perantara karena
penuh berisi telur yang berada di dalam perkembangan telur Dipylidium caninum
kapsul / selubung (kantung). Tiap kantung untuk menjadi larva yang infektif yaitu
berisi sekitar 15 sampai 25 telur. Fenomena cysticercoid harus di dalam tubuh hospes
inilah yang disebut sebagai eggball. Tiap perantara yaitu pinjal atau kutu anjing.
butir telur berdiameter sekitar 35 sampai 60 µ PATOGENESIS DAN GEJALA KLINIS :
dan berisi oncosphere yang mempunyai 6 Pada anjing atau kucing yang terinfeksi
kait. Proglottid gravid dapat terpisah dari ringan tidak terlihat gejala yang jelas, hanya
strobila satu demi satu atau berkelompok 2 tampak gelisah dan menggosok – gosokkan
sampai 3 segmen. Segmen – segmen tersebut anusnya ke tanah. Pada infeksi berat terlihat
dapat bergerak aktif beberapa inci per jam diare , konstipasi dan obstruksi usus.
dan keluar melewati anus atau bersama feces. (Soulsby, 1982)
Pinjal (flea) dari anjing (Ctenocephalides Infeksi pada manusia umumnya sangat ringan
canis) dan kucing ( Ctenocehalides felis) atau , kadang – kadang terjadi nyeri epigastrium,
kutu / tuma anjing (Trichodectes canis) diare atau reaksi alergi disertai penurunan
merupakan intermediate host ( hospes berat badan ( Soedarto,2008)
perantara ) dari Dipylidium caninum ini.
Apabila telur Dipylidium caninum tertelan DIAGNOSA:
oleh larva dari hospes perantara, maka Berdasarkan anamnesa yaitu perilaku
oncosphere akan keluar dari telur dan keeratan hubungan dengan anjing atau kucing
menembus dinding usus hospes perantara dan peliharaannya dan status kesehatan anjing
selanjutnya akan berkembang menjadi larva atau kucing peliharaannya serta gejala klinis
infektif yang disebut larva cysticercoid. yang tampak dapat diprediksi kemungkinan
Apabila hospes perantara yang mengandung menderita dipylidiasis.
larva cysticercoid tersebut tertelan oleh Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan
hospes definitive, maka larva cysticercoid untuk kepastian diagnosa dengan cara
akan menembus keluar dan masuk ke dalam memeriksa adanya telur dalam feces atau
usus halus hospes definitive serta tumbuh dan adanya segmen proglottid yang keluar
berkembang menjadi cacing dewasa setelah bersama feces. Kadang – kadang ditemukan
kurun waktu sekitar 20 hari. ( Soulsby,1982 ; sejumlah eggball pada perianal penderita.
Brown,1975)
PENGOBATAN :
EPIDEMIOLOGI : Anthelmintik yang dapat digunakan untuk
Dipylidiasis pada manusia umumnya dipylidiasis adalah praziquantel 600 mg dosis
dilaporkan terjadi pada anak – anak usia di tunggal, niclosamide (Yomesan) dosis
bawah 8 tahun. Penularan biasanya terjadi tunggal 2 gr untuk dewasa atau 1,5 gr untuk
per oral malalui makanan , minuman atau anak dengan berat badan lebih dari 34 kg
tangan yang tercemar pinjal anjing atau atau 1 gr untuk anak dengan berat badan 11-
kucing serta kutu anjing yang mengandung 34 kg. Selain itu Quinakrin (atabrin) dapat
cysticercoid . (Soedarto,2003). juga digunakan. ( Natadisastra D & Agoes R,
Orang yang mempunyai resiko tinggi adalah 2009; Markell EK, et al, 1992)
yang mempunyai hewan peliharaan anjing Pada anjing dan kucing anthelmimtik yang
atau kucing yang menderita dipylidiasis. digunakan adalah arecoline hydrobromide,
Rupanya orang – orang yang menyayangi arecolineacetasol, Bithional, Niclosamide
hewan peliharaannya pasti selalu kontak dan atau Praziquantel (Soulsby EJL,1982)
adakalanya menciumi atau membawa hewan
tersebut ke kamar tidur, sehingga ada PENCEGAHAN
kemungkinan terjadi infeksi dipylidiasis Penularan dan infeksi dapat dicegah dengan
melalui tertelannya pinjal dari hewan cara menghindari kontak antara anak – anak
tersebut. Terdapat kemungkinan lain dengan anjing atau kucing. Anjing atau
mengenai tertelannya pinjal tersebut yaitu kucing penderita dipylidiasis harus diobati.
melalui tangan yang tercemar pinjal ke Selain itu perlu dilakukan pemberantasan
mulut. pinjal atau kutu dengan insektisida (
Soedarto,2007)

KESIMPULAN DAN SARAN


Mengingat bahwa anjing dan kucing
merupakan hewan peliharaan yang semakin
banyak diminati , maka perlu diwaspadai
adanya kemungkinan penularan dipylidiasis
dari hewan peliharaan kepada manusia.
Sebelum memelihara anjing ataupun kucing,
perlu memilih dengan seksama dan
memperhatikan status kesehatannya misalnya
telah divaksinasi, bebas penyakit baik yang
zoonosis maupun yang bukan zoonosis.
Selama pemeliharaan hendaknya selalu
menjaga kesehatan anjing atau kucing
peliharaannya dengan secara teratur
memeriksakan kepada dokter hewan untuk
diberikan anthelmintik.
Menjaga kebersihan lingkungan ataupun
kandang hewan peliharaan dengan
penyemprotan insektisida untuk memberantas
pinjal dan kutu juga perlu dilakukan untuk
mencegah reinfeksi.

DAFTAR PUSTAKA
BROWN HW, 1975. Basic Clinical
Parasitology.4thEd.Appleton Century Crofts.
185-187.
DHARMAWAN NS. SURATMA NA,
DAMRIYASA M, MERDANA IM.2003.
Infeksi Cacing Pita pada Anjing Bali dan
Gambaran Morfologinya.Jvet.Vol 4(1).
LEVINE ND.1994. Buku Pelajaran
Parasitologi Veteriner. Gajah Mada
University Press.163-164,480.
MARKELL EK, VOGE M, JOHN DT.
1992.Medical Parasitology.7thEd.WB
Saunders Company.254-255.
NATADISASTRA D, AGOES R.
2009.Parasitologi Kedokteran : Ditinjau dari
Organ Tubuh yang Diserang. EGC.122-123.
SOEDARTO.2003.Zoonosis
Kedokteran.Airlangga University Press.67.
SOEDARTO.2007.Sinopsis Kedokteran
Tropis.Airlangga University Press.75-76.
SOEDARTO.2008.Parasitologi
Klinik.Airlangga University Press.37-39.
SOULSBY EJL.1982.Helminths, Arthropods
and Protozoa of Domesticated Animals.
7thEd.Bailliere Tindal London. 105.

Anda mungkin juga menyukai