HANDLING CYTOTOXIC
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II
KELAS A
1. DINAR
2. ARFAN
3. HADIJAH
4. NILA ASTUTI
5. DESY TRI WAHYUNI
6. ALBIN
7. VENNA SINTHARY
8. JAMILA
9. CHICHI FAUZIAH
10. SONY RUBEN
11. ISTAR FEBRIANTI
12. WA ODE SARMIMIN
(F1F1 12 003)
(F1F1 112
(F1F1 12 013)
(F1F1 12
(F1F1 12
(F1F1 12
(F1F1 12
(F1F1 12
(F1F1 12
(F1F1 12 034)
(F1F1 12 036)
(F1F1 12 045)
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sitostatika merupakan golongan obat yang digunakan dalam pengobatan
kanker yang paling banyak menunjukkan kemajuan dalam pengobatan penderita
kanker. Karena itu pula harapan dan tumpuan dunia medis terhadap efek
pengobatan dengan sitostatika terus meningkat. Sejalan dengan harapan tersebut
upaya menyembuhkan atau sekurangnya mengecilkan ukuran kanker dengan
sitostatika terus meluas.
Namun, penggunaan sitostatika dalam dunia kesehatan memiliki resiko yang
sangat besar. Menurut NIOSH (2004), bekerja dengan atau dekat dengan obatobat berbahaya (sitotoksik) di tatanan kesehatan dapat menyebabkan ruam kulit,
kemandulan, keguguran, kecacatan bayi, dan kemungkinan terjadi leukemia dan
kanker lainnya. Selain itu, toksisitas yang sering dilaporkan berkenaan dengan
preparasi dan handling cytotoxic berupa toksisitas pada liver, neutropenia ringan,
fetal malformation, fetal loss, atau kasus timbulnya kanker. Tahun 1983
dilaporkan adanya kerusakan liver pada 3 orang perawat yang bekerja pada ward
oncology. Di dua rumah sakit di Italy telah dilakukan penelitian ditemukan
cyclophosphamide dan ifosfamide dalam urine perawat dan staf farmasi yang
tidak mengikuti peraturan khusus dalam menangani obat-obat kanker.
Prosedur penanganan obat sitostatika yang aman perlu dilaksanakan untuk
mencegah risiko kontaminasi pada personel yang terlibat dalam preparasi,
transportasi, penyimpanan dan pemberian obat sitostatika. Potensial paparan pada
petugas pemberian sitostatika telah banyak diteliti. Perawat yang bekerja pada
ward kemoterapi tanpa perlindungan yang memadai menunjukkan aktivitas
mutagenik yang signifikan lebih besar dari pada control subject.
Selain untuk melindungi petugas dan lingkungan dari keterpaparan obat
kanker, preparasi obat sitostatika secara aseptis (handling citotoxic) diperlukan
untuk melindungi produk dari kontaminasi mikroba dengan teknik aseptis,
melindungi personal dan lingkungan yang terlibat dari exposure bahan berbahaya.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, rumusan masalah dalam
makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan sitotoksik dan bahaya apa yang dapat
2.
3.
4.
5.
6.
7.
ditimbulkan?
Apa yang dimaksud dengan handling cytotoxic?
Apa saja yang dibutuhkan dalam handling cytotoxic?
Bagaimana SOP handling cytotoxic?
Bagaimana penanganan kecelakaan kerja handling cytotoxic?
Bagaimana prosedur dalam handling cytotoxic?
Bagaimana mengelola limbah bahan sitotoksik?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
D. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah :
1. Penambah wawasan baik bagi penulis maupun pembaca mengenai handling
cytotoxic dan bekal saat bekerja dengan bahan sitotoksik.
2. Sebagai bahan bacaan dan referensi bagi pembaca mengenai bahaya dan
penanganan bahan sitotoksik.
3. Sebagai pedoman dalam penyiapan, pemberian, hingga pengelolaan limbah
bahan sitotoksik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi dan Bahaya Obat Sitotoksik
Senyawa sittoksik adalah suatu senyawa atau zat yang dapat merusak dan
sel normal dan juga sel kanker, serta digunakan untuk menghambat pertumbuhan
dari sel tumor maliginan. Istilah dari toksisitas juga dapat digunakan untuk zat-zat
yang bersifat genotoksik, mutagenik, onkogenik, teratogenik, dan zat-zat yang
bersifat berbahaya (Sarce, 2009).
Obat sitotoksik adalah agen yang ditujukan untuk terapi, khususnya pada
pengobatan kanker. Obat ini diketahui sangat beracun bagi sel-sel, terutama
melalui tindakannya pada reproduksi sel. Obat sitotoksik semakin sering
digunakan dalam berbagai pengaturan kesehatan, laboratorium dan klinik hewan
untuk pengobatan kanker dan kondisi medis lainnya seperti rheumatoidarthritis,
multiple sclerosis dan kelainan auto-imun.
Obat sitotoksik mencakup obat yang menghambat atau mencegah fungsi sel.
Obat sitotoksik termasuk obat-obatan yang terutama digunakan untuk mengobati
kanker, sering sebagai bagian dari rezim kemoterapi. Bentuk yang paling umum
dari obat sitotoksik dikenal sebagai antineoplastik. Obat sitotoksik memiliki efek
mencegah pertumbuhan yang cepat dan pembagian (mitosis) sel kanker . Namun,
obat sitotoksik juga mempengaruhi pertumbuhan sel-sel lain membagi cepat
dalam tubuh seperti folikel rambut dan lapisan dari sistem pencernaan. Sebagai
hasil dari pengobatan, banyak sel-sel normal yang rusak bersama dengan sel-sel
kanker.
Pajanan obat sitotoksik dan limbah yang terkait dapat terjadi di mana
kontrol tindakan gagal atau tidak di tempat. Paparan dapat terjadi melalui kontak
kulit, menghirup aerosol dan partikel obat , dan luka benda tajam .
Paparan dapat terjadi ketika :
mempersiapkan obat
memberikan obat-obatan
mengangkut obat
penanganan limbah pasien
mengangkut dan membuang limbah
3
membersihkan tumpahan .
Mereka yang paling mungkin terlibat dalam kegiatan ini meliputi:
2.
3.
LAFC Horizontal
LAFC dengan aliran udara horizontal (aliran udara menuju ke arah
depan), sehingga melindungi obat dari kontaminasi tetapi tidak
melindungi petugas dari paparan obat. Alat ini cocok digunakan untuk
pencampuran obat steril non sitostatika.
LAFC Vertikal
LAFC dengan aliran udara vertikal (aliran udara menuju ke bawah)
sehingga memberikan lingkungan kerja yang lebih aman bagi petugas.
LAFC vertikal disebut juga dengan Biological Safety Cabinet (BSC).
BSC juga memiliki banyak tipe dan yang digunakan untuk pencampuran
sitostatika adalah BSC kelas II yang dirancang untuk memberikan
perlindungan terhadap petugas, produk, dan lingkungan. Pada tipe ini
terjadi resirkulasi udara di mana hanya 30% udara yang dikeluarkan dan
70% udara dimasukkan kembali ke area kerja.
b)
c)
Ruangan
Persyaratan ruang aseptik
Konstruksi khusus
Dinding, langit-langit dan lantai tidak bersudut, tidak retak, dan
dilapisi dengan bahan yang mudah dibersihkan dan kedap air untuk
mengurangi penyebaran atau penumpukan partikel. Sebaiknya tidak
ada bagian ruangan yang tersembunyi dan sukar dibersihkan.
d)
Peralatan
Peralatan yang harus dimiliki untuk melakukan pencampuran sediaan steril
meliputi :
1. Alat Pelindung Diri (APD)
b. Sarung tangan
Sarung tangan yang dipilih harus memiliki permeabilitas yang minimal
sehingga dapat memaksimalkan perlindungan bagi petugas dan cukup
panjang untuk menutup pergelangan tangan. Sarung tangan terbuat dari
latex dan tidak berbedak (powder free). Khusus untuk penanganan
sediaan sitostatika harus menggunakan dua lapis.
c. Tutup Kepala
Tutup kepala harus dapat menutupi rambut sekeliling agar tidak ada
partikel kotoran yang dapat mengkontaminasi sediaan.
d. Masker & Kaca mata
e. Sepatu
Terbuat dari bahan yang tidak tembus benda tajam
Tutup kaki digunakan sampai menutup manset baju dalam
D. Standar Kerja handling Cytotoxic
Standar kerja yang harus dipersiapkan meliputi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
a) Fasilitas Fisik
Australian standard mensyaratkan menggunakan Cytotoxic Drugs Safety
Cabinet (CDSC) yang diletakkan dalam Clean Room. CDSC dan Clean
Room dilengkapi dengan HEPA Filter. Cytotoxic Drugs Safety Cabinet yang
digunakan bisa Type ISOLATOR atau Biological Safety Cabinet dengan
aliran Vertikal. Tekanan Udara di dalam CDSC lebih negatif dibanding
didalam Clean Room dan tekanan udara didalam Clean lebih positif
dibandingkan diluar. Transportasi keluar masuknya obat-obatan dan alat-alat
pendukung preparasi obat dilakukan melalui Pass Box, untuk meminimalkan
kontaminasi udara kedalam clean room. Komunikasi petugas didalam clean
room dengan petugas diluar dilakukan dengan intercom.
Perawatan Cytotoxic Drugs Safety Cabinet & Clean Room :
10
11
3.
4.
5.
6.
7.
jelas/tidak lengkap.
Menghitung kesesuaian dosis.
Memilih jenis pelarut yang sesuai.
Menghitung volume pelarut yang digunakan.
Membuat label obat berdasarkan: nama pasien, nomer rekam medis, ruang
perawatan, dosis, cara pemberian, kondisi penyimpanan, tanggal
pembuatan, dan tanggal kadaluarsa campuran. (contoh label obat, lampiran
1)
8.
Membuat label pengiriman terdiri dari : nama pasien, nomer rekam medis,
ruang perawatan, jumlah paket. (contoh label pengiriman, lampiran 2)
9.
10.
12
menit
sebelum
meja BSC.
10. Melakukan pencampuran sediaan sitostatika secara aseptis.
11. Memberi label yang sesuai pada setiap infus dan spuit yang sudah berisi
sediaan sitostatika
12. Membungkus dengan kantong hitam atau aluminium foil untuk obat-obat
yang harus terlindung cahaya.
13. Membuang semua bekas pencampuran obat kedalam wadah pembuangan
khusus.
14. Memasukan infus untuk spuit yang telah berisi sediaan sitostatika ke
dalam wadah untuk pengiriman.
15. Mengeluarkan wadah untuk pengiriman yang telah berisi
sediaan
jadi
per dosis.
Infus kontinu (continuous infusion)
Infus kontinu diberikan selama 24 jam. Volume infus dapat
beragam mulai dari volume infus kecil diberikan secara
subkutan dengan pompa suntik (syringe pump), misalnya 1 ml
per jam, hingga 3 liter atau lebih selama 24 jam, misalnya nutrisi
parenteral.
2) Injeksi intratekal
Injeksi intratekal adalah pemberian injeksi melalui sumsum tulang
belakang. Volume cairan yang dimasukkan sama dengan volume
cairan yang dikeluarkan.
3) Injeksi subkutan
Injeksi subkutan adalah pemberian injeksi di bawah kulit.
E. Penanganan Kecelakaan Kerja
a) Penanganan tumpahan
Membersihkan tumpahan dalam ruangan steril dapat dilakukan petugas
tersebut
atau
meminta
pertolongan
orang
lain
dengan
menggunakan
Serap tumpahan cair dengan kassa penyerap dan buang dalam kantong
tersebut.
Serap tumpahan serbuk dengan handuk basah dan buang dalam kantong
tersebut.
Tanggalkan glove luar dan tutup kaki, tempatkan dalam kantong pertama.
Ikat kantong secara aman dan masukan dalam tempat penampung khusus
untuk dimusnahkan dengan incenerator.
Cuci tangan.
Serap tumpahan dengan kassa untuk tumpahan cair atau handuk basah
untuk tumpahan serbuk.
Tanggalkan sarung tangan dan buang, lalu pakai 2 pasang sarung tangan
baru.
Angkat hati-hati pecahan tajam dan serpihan kaca sekaligus dengan alas
kerja/meja/penyerap dan tempatkan dalam wadah buangan.
Ulangi pencucian 3 x.
15
Cuci tangan.
Jika kulit tidak sobek, seka area dengan kassa yang dibasahi
dengan larutan Chlorin 5% dan bilas dengan air hangat
Laporkan ke supervisor
Minta pertolongan
Bilas mata dengan air mengalir dan rendam dengan air hangat
selama 5 menit
Laporkan ke supervisor
3. Tertusuk jarum
16
Jika perlu gunakan spuit baru dan jarum bersih untuk mengambil
hangat
Cuci bersih dengan sabun, bilas dengan air hangat
Tanggalkan semua APD
Catat jenis obat dan perkirakan berapa banyak yang terinjeksi
Laporkan ke supervisor
Lengkapi format kecelakaan kerja
Segera konsultasikan ke dokter.
17
d.
kaki. Penutup kaki diikat sehingga tidak turun waktu bekerja. Ujung
lengan baju hendaklah diselipkan ke dalamsarung tangan. Kaca mata
pelindung dipakai pada tahap akhir ganti pakaian.
e.Sarung tangan dibasahi dengan alkohol 70 % atau larutan desinfektan.
f. Membuka pintu untuk memasukiruang penyangga udara dan ruang
steril
hendaklah
dengan
menggunakan
siku
tangan
dan
mendorongnya.
g. Setiap selesai bekerja dan meninggalkan ruangan steril petugas
melepaskan sarung tangan dan meletakkannya pada wadah yang
ditentukan untuk itu dan mengganti pakaian sebelum keluar dengan
urutan yang berlawanan ketika memasuki ruangan steril.
c) Prosedur Tetap Penggunaan Pass Box
Untuk passbox yang dilengkapi dengan UV
1. Hubungkan passbox dengan sumber listrik yang sesuai (jika passboxnya
automatik).
2. Nyalakan passbox dengan menekan tombol ON pada switch, lampu
indikator akan menyala.
3. Jika lampu hijau menyala, pintu passbox dalam keadaan tidak terkunci,
4.
5.
6.
7.
passbox.
2.
Buka pintu passbox (pastikan pintu passbox yang berada dalam
ruang steril dalam keadaan tertutup)
3.
Masukkan alat dan bahan ke dalam passbox
4.
Tutup kembali pintu passbox
5.
Buka pintu passbox dari dalam ruangan steril (pastikan pintu
6.
19
2.
dalam.
20
dengan bahan sitotoksik akan dibakar dengan suhu 600-10000C. Alat ini dapat
memusnahkan banyak materi, khususnya yang mengandung karbon dan bakteri
patogen, dapat mereduksi volume limbah sekitar 80-90%, panas yang dihasilkan
juga dapat dimanfaatkan kembali untuk menghasilkan uap Akan tetapi, alat ini
dapat menghasilkan emisi gas yang mencemari udara, terutama digoksin dan
fluran yang oleh WHO dinyatakan karsinogenik. Hal tersebut berarti bahwa belum
ditemukannya solusi terbaik untuk penangan limbah, khususnya pada limbah
sitotoksik yang sangat jelas dapat mencemari lingkungan dan membahayakan
kehidupan mahkluk hidup lain.
Bahan / benda tajam yang terkontaminasi dibuang diberi label sitotoksik,
wadah anti bocor. Linen non - sekali pakai harus ditempatkan dalam wadah anti
bocor berlabel sitotoksik untuk melindungi personil laundry dari residu obat
sitotoksik dan untuk mencegah kontaminasi lainnya dari bahan yang dicuci.
Limbah pasien seperti urin, feses, muntahan, dan isi kantong kolostomi dan
urostomy dapat dibuang dalam sistem pembuangan limbah normal. Wadah dari
limbah pasien yaitu: piring ginjal , panci atau urinal harus dikosongkan segera dan
ditempatkan dalam panci flusher / pencuci piring / macerato untuk sanitasi seperti
biasa
Pengelolaan limbah dari sisa buangan pencampuran sediaan sitoatatika
(seperti: bekas ampul,vial, spuit, needle,dll) harus dilakukan sedemikian rupa
hingga tidak menimbulkan bahaya pencemaran terhadap lingkungan. Langkah
langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD).
2. Tempatkan limbah pada wadah buangan tertutup. Untuk bendabenda tajam
seperti spuit, vial, ampul, tempatkan di dalam wadah yang tidak tembus
benda tajam, untuk limbah lain tempatkan dalam kantong berwarna (standar
3.
4.
5.
6.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
22
B. DAFTAR PUSTAKA
Bakti Husada, 2009, Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan
Sediaan Sitostatika, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Sarce, 2009, Proteksi Diri Perawat dalam Pemberian Sitostatika di Rumah Sakit
Umum DaerahPropinsi Sulawesi Tenggara, Artikel Riset Keperawatan,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Widhiatmoko, A., Yulinah Trihadiningrum, 2010, Kajian Pengelolaan Limbah
Padat B3 di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Ramelan, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
23