Anda di halaman 1dari 64

MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI

PRODUKSI SEDIAAN EFEERVESCENT VITAMIN C


YANG BAIK

KELOMPOK 8

DISUSUN OLEH

1. THAMRIN ROSADI 20344137


2. LIA WULANDARI 20344138
3. ANNISA NURUL FAJRIN 20344139
4. METASARY HUTAPEA 20344140
5. KURNIA AYU WULANDARI 20344141

Dosen : Prof. Dr. Teti Indrawati, MS., Apt

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,

karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul

“PRODUKSI SEDIAAN EFFERVESCENT YANG BAIK”. Makalah ini dibuat untuk

memenuhi tugas dari mata kuliah Teknologi Sediaan Farmasi.

Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof Teti

Indrawati,M.S.,Apt selaku dosen mata kuliah TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI yang telah

membimbing dalam penyusunanan makalah ini. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini

belum sempurna, karena itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya sehingga pada akhirnya

makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di masa

mendatang.

Jakarta, April 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan Makalah..........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................4
2.1 Vitamin C...................................................................................................4
2.2 Tablet Effervescent....................................................................................4
2.2.1 Bahan Tablet Effervescent.....................................................................5
2.2.2 Pembuatan Tablet...................................................................................7
2.3 Cara Pembuatan Obat Yang Baik .............................................................9
2.4 Alur pengadaan Bahan Baku Sediaan Obat.............................................11
2.5 Alur Produksi Obat..................................................................................12
2.6 Evaluasi Sediaan Tablet ..........................................................................13
2.7 Pengemasan.............................................................................................17
2.8 Penyimpanan dan Distribusi Yang Baik..................................................18
2.9 Formulasi.................................................................................................19
2.10 Monografi Bahan...................................................................................19
BAB III Pembahasan...........................................................................................22
3.1 Produksi Effervescent Vitamin C yang Baik...........................................22
3.2 Komponen Rancangan Formulasi............................................................23
3.3 Pengadaan Bahan Baku dan Alurnya ......................................................27
3.4 Alur, Proses, Pengemasan, Penyimpanan, dan Distribusi .......................30
3.5 Formulasi Sediaan Yang di Buat..............................................................34
BAB IV Kesimpulan Dan Saran.........................................................................35
4.1 Kesimpulan............................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................38

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vitamin C adalah zat organik yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dalam jumlah
kecil, untuk memelihara fungsi metabolisme. Vitamin ini sangat diperlukan oleh manusia .
Vitamin C tidak dapat disintesis di dalam tubuh manusia, sehingga diperlukan vitamin C
dari luar tubuh. Vitamin C sering terdapat bersama dengan zat-zat atau vitamin-vitamin
lainnya di dalam makanan. Bahan makanan yang mengandung vitamin C paling utama
adalah buah-buahan dan sayuran. Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air,
memiliki peranan penting dalam perbaikan jaringan tubuh dan proses metabolisme tubuh
melalui reaksi oksidasi dan reduksi. Vitamin C juga berperan sebagai antioksidan,
mempercepat penyembuhan luka, proses hidroksilasi hormon koteks adrenal, pembentukan
kolagen dan menurunkan kadar kolesterol di dalam darah. Fungsi Vitamin C dalam tubuh
adalah untuk membentuk kolagen interselluler guna menyempurnakan tulang dan gigi,
mencegah bisul dan pendarahan. Vitamin C berperan sebagai antioksidan yang kuat yang
dapat melindungi sel dari agen-agen penyebab kanker, dan secara khusus mampu
meningkatkan daya serap tubuh atas kalsium (mineral untuk pertumbuhan gigi dan tulang)
serta zat besi dari bahan makanan lain (Godam, 2006).
Diantara bentuk sediaan farmasi adalah tablet effervescent merupakan pilihan

formulasi yang praktis. Bentuk effervescent lebih disukai karena praktis, cepat larut dalam

air, membentuk larutan yang memberikan efek sparkle seperti pada rasa minuman bersoda.

Sediaan effervescent merupakan campuran senyawa asam dan basa bila ditambahkan dengan

air akan bereaksi membebaskan karbondioksida, sehingga menghasilkan buih. Larutan

karbonat yang dihasilkan dapat menutupi rasa garam atau rasa lain yang tidak diinginkan

dari zat obat. Selain itu, sediaan ini dalam hal tertentu relatif memiliki keuntungan dibanding

bentuk sediaan lain. Beberapa keuntungan sediaan effervescent yaitu penyiapan larutan

dalam waktu seketika, penggunaannya lebih mudah, dapat diberikan kepada orang yang

1
mengalami kesulitan menelan tablet atau kapsul dan bentuk granul effervescent akan larut

dengan lengkap dalam air sehingga lebih mudah untuk diabsorbsi dan adanya karbonat dapat

memberikan rasa yang menyegarkan (Ansel, 1989).

Proses pembuatan tablet Vitamin c menggunakan metode kempa langsung dan


granulasi kering sesuai dengan sifat fisika dan kimianya yaitu berupa serbuk hablur putih,
agak kuning dan mudah larut dalam air. Vitamin c tidak tahan terhadap panas sehingga tidak
memungkinkan diproduksi dengan metode granulasi basah. Penggunaan metode kempa
langsung akan menghasilkan tablet vitamin c yang memenuhi syarat dalam Farmakope
Indonesia dan pustaka lain. Tablet effervescent vitamin c biasa nya memiliki dosis 500 mg
vitamin c dalam setiap tabletnya.
Produk effervescent sangat banyak digunakan oleh kalangan farmasi untuk obat-

obatan dan suplemen vitamin. Industri farmasi sebagai produsen obat memiliki tanggung

jawab pada kualitas (quality), keamanan (safety), dan efektifitas (efficacy). Oleh karena itu,

diperlukan suatu pedoman seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang telah di

tetapkan dalam Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Apoteker bertanggung

jawab untuk menghasilkan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat utuk memenuhi

persyaratan yang tercantum dalam CPOB. Pengetahuan mengenai aspek-aspek CPOB,

proses registrasi produk, pelaksanaan pengawasan mutu, proses produksi adalah beberapa

hal dasar yang harus dimiliki seorang apoteker.

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

“Cara Produksi Sediaan Effervescent Vitamin C yang Baik”.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana memproduksi sediaan effervescent vitamin c yang baik
2. Apa komponen sediaan dan bagaimana rancangan formulasi sediaan tablet effervescent
vitamin c.
3. Bagaimana pengadaan barang dan alurnya.
4. Bagaimana memproduksi sediaan yang baik (alur, proses produksi, evaluasi,
pengemasan, penyimpanan dan distribusi.
5. Bagaimana formulasi sediaan effervescent vitamin c yang baik

1.3 Tujuan Makalah


1. Menganalisis dan memahami cara produksi sediaan effervescent yang baik.
2. Menganalisis dan memahami komponen sediaan dan bagaimana rancangan formulasi
sediaan tablet effervescent vitamin c.
3. Menganalisis dan memahami pengadaan barang dan alurnya.
4. Menganalisis dan memahami produksi sediaan yang baik (alur, proses produksi,
evaluasi, pengemasan, penyimpanan dan distribusi
5. Menganalisis dan memahami formulasi effervescent vitamin c yang baik

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vitamin C
Vitamin C adalah Kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam keadaan kering
vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut vitamin C mudah rusak karena
bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Oksidasi dipercepat
dengan adanya tembaga dan besi. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup
stabil dalam larutan asam (Almatsier S, 2005).
Vitamin ini mempunyai rasa asam, enak untuk di konsumsi sehari-hari dan fungsinya
banyak sekali untuk kesehatan. Banyak bukti dari penilitian yang mendukung fakta bahwa
vitamin C memiliki peran penting dalam pelbagai mekanisme imunologis. Kadarnya yang
tinggi di dalam sel darah putih (10 sampai 80 kali lebih tinggi dari kadar plasma), terutama
limfosit, dengan cepat habis selama infeksi. Kondisi tersebut mirip dengan kasus gusi
berdarah bila kekurangan vitamin C (Vitahealth, 2004 dalam Dwi dan Istikhomah).
Status vitamin C seseorang sangat bergantung dari usia, jenis kelamin, asupan vitamin
C harian, kemampuan absorpsi dan ekskresi, serta adanya penyakit tertentu (Schetman dkk,
1989; Levine dkk, 1995 dalam Dwi dan Istikhomah). Nama lain vitamin C adalah asam
askorbat, antiskorbut vitamin, acidium ascorbinicum, cevitamid, cantau, cabion, ascorvit,
planacit C,I-ascorbinezuur, 3 okso-L-gulofucanolakton, asam sevitamat, asam xiloaskorbat,
dan phamascorbine (Depkes, 1995).

2.2 Tablet Effervescent

Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet
kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan pengempaan dan merupakan bentuk sediaan
yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi
pada serbuk atau granul menggunakan cetakan saja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai
ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan (Depkes RI,
1995).

4
Menurut Farmakope edisi IV, tablet effervescent adalah tablet yang larut, dibuat
dengan cara dikempa. Selain zat aktif, juga mengandung campuran asam (asam sitrat, asam
tartrat) dan natrium bikarbonat, yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbon
dioksida. Tablet dilarutkan atau didispersikan dalam air sebelum pemberian. Tablet
effervescent harus disimpan dalam wadah tertutup atau kemasan lembab, pada etiket tidak
tertera tidak untuk langsung ditelan (Depkes RI, 1995)19. Tablet effervescent adalah tablet
tidak bersalut, mengandung asam karbonat atau bikarbonat yang bereaksi dengan cepat pada
penambahan air dengan melepaskan gas karbondioksida.

2.2.1 Bahan Tablet Effervescent


Bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan tablet effervescent
meliputi sumber asam basa, pengikat, pengisi, dan pemanis serta pelincir.
1. Sumber Asam
Sumber asam yang diperlukan untuk reaksi effervescent dapat diperoleh dari tiga
sumber utama, yaitu asam makanan (asam sitrat, asam tartrat, asam malat, asam
fumarat, asam adipat dan asam suksinat), asam ahnihdrat (asam suksinat anhidrat
dan asam sitrat anhidrat) dan asam garam (natrium dihidrogen pospat garam asam
sitrat dan natrium sulfit). Asam sangat penting pada pembuatan tablet
effervescent. Asam sitrat bersifat sangat mudah larut air dan mudah larut etanol.
Sifat asam sitrat yang higroskopis dan mudah larut dalam air merupakan alasan
yang menyebabkan asam sitrat lebih sering digunakan dalam pembuatan suasana
asam pada pembuatan tablet effervescent. Asam sitrat digunakan sebagai asidulan
dalam pembuatan minuman berkarbonasi atau mikroenkapsulasi yang
memperkuat rasa jeruk (Surya, 2015). Asam tartrat lebih larut dalam air dan lebih
higroskopis dibandingkan dengan asam sitrat. Asam tartrat terlarut di dalam
kurang dari 1 bagian air, hal ini berarti satu bagian asam larut dalam kurang dari 1
bagian air dan larut dalam 2,5 bagian alkohol. Sumber asam akan menghasilkan
reaksi effervescent yang baik bila digunakan pada kisaran konsentrasi 25%-45%
dari berat tablet (Siregar, 2010).

5
2. Sumber Basa
Sumber basa yang paling banyak digunakan dalam formulasi effervescent adalah
garam karbonat kering karena kemampuannya menghasilkan CO2 . Sumber
karbonat yang biasa digunakan adalah natrium bikarbonat, natrium karbonat,
kalium hidrogen karbonat dan kalium bikarbonat. Natrium Bikarbonat (NaHCO3 )
merupakan serbuk kristal berwarna putih, berasa asin dan mampu menghasilkan
karbon dioksida. Senyawa ini berhasil menghasilkan karbondioksida dalam sistem
effervescent karena harganya yang murah dan dapat larut dalam air secara
sempurna. Senyawa ini tersedia secara komersial dalam bentuk bubuk sampai
granula dan mampu menghasilkan karbon dioksida sekitar 52% (Siregar, 2010).
Natrium karbonat dan natrium bikarbonat, keduanya adalah yang paling reaktif.
Dalam tablet effervescent, sodium bikarbonat merupakan sumber karbon yang
paling utama, yang dapat larut sempurna, nonhigroskopik, murah, banyak, dan
tersedia secara komersial mulai dari bentuk bubuk sampai bentuk granul. Natrium
karbonat menunjukkan efek menstabilkan ketika digunakan dalam tablet
effervescent dikarenakan kemampuannya mengadsorbsi lembab. Hal ini dapat
mencegah reaksi awal (asam basa) effervescent. Sehingga natrium bikarbonat
lebih banyak dipakai dalam pembuatan tablet effervescent (Candra, 2008).

3. Bahan Pengikat
Pengikat adalah bahan yang membantu mengikat bahan lain bersama–sama.
Kebanyakan bahan memerlukan beberapa pengikat untuk memformulasi suatu
granul yang sesuai untuk pengempaan tablet. Dibandingkan dengan tablet
konvensional, penggunaan pengikat dalam formulasi tablet effervescent lebih
terbatas, bukan karena pengikat tidak diperlukan, tetapi karena dua cara kerja dari
pengikat itu sendiri. Pengikat seperti gom alam, gom selulosa, gelatin, dan
mucilago amilum pada umumnya tidak digunakan karena kelarutannya yang
rendah atau kandungan residu air yang tinggi. Pengikat kering seperti laktosa,
dekstroksa, dan manitol dapat digunakan tetapi sering tidak efektif dalam
konsentrasi yang rendah yang biasanya diperbolehkan dalam tablet effervescent
karena sifatnya sebagai perintang disintegrasi dan juga pengendali bobot atau

6
volume. Bahan pengikat yang biasa digunakan dalam tablet effervescent adalah
PVP (Siregar, 2010).
4. Bahan Pengisi
Bahan pengisi dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Bahan pengisi
menjamin tablet memiliki ukuran atau massa yang dibutuhkan. Bahan pengisi
yang baik memiliki beberapa kriteria, yaitu tidak bereaksi dengan zat aktif dan
eksipien lain, tidak memiliki aktivitas fisiologis dan farmakologis, mempunyai
sifat fisika dan kimia yang konsisten, tidak menyebabkan dan berkontribusi pada
segragasi campuran bila ditambahkan, tidak menyebabkan berkembang biaknya
mikroba, tidak mempengaruhi disolusi dan bioavailabilitas, tidak berwarna, dan
tidak berbau. Bahan pengisi yang biasa digunakan antara lain sukrosa, laktosa,
amilum, kaolin, kalsium karbonat, dekstroksa, manitol, sorbitol, dan bahan lain
yang cocok (Kumullah, 2016).
5. Bahan Pelincir
Bahan pelincir memenuhi fungsi berbeda, antara lain berfungsi sebagai bahan
pengatur aliran, bahan pelincir dan bahan pemisah bentuk. Bahan pengatur aliran
berfungsi memperbaiki daya luncur masa yang ditabletasi. Bahan pelincir
berfungsi untuk memudahkan pendorongan tablet ke atas dan ke ruang cetak
melalui pengurangan gesekan antara dinding dalam lubang ruang cetak dan
permukaan sisi tablet. Sedangkan bahan pemisah bentuk berguna untuk
menghindarkan lengketnya masa tablet pada stempel dan pada dinding dalam
ruang cetak (Hidayati, 2007). Garam magnesium, kalsium, dan garam seng dari
asam stearat adalah zat yang paling efisien dan biasa digunakan. Konsentrasi 1 %
atau kurang biasanya efektif. Akan tetapi, zat tersebut tidak larut air sehingga
dapat merintangi disintegrasi tablet dan menghasilkan larutan keruh (Siregar,
2010).

7
2.2.2 Pembuatan Tablet
Secara sederhana proses pembuatan tablet effervescent dapat di bagi dalam dua

tahap, yaitu tahap pencampuran dan proses pembuatan tablet.

a. Proses Pencampuran
Pencampuran adalah proses dimana dua atau lebih komponen diperlakukan
sehingga saling berdekatan dan memungkinkan untuk terjadi kontak dengan
partikel dari masing-masing komponen. Proses pencampuran ini bertujuan
untuk mendapatkan massa tablet yang homogen. Proses ini harus dilakukan
dalam kelembaban yang rendah, sebaiknya kelembaban relative (RH)
dibawah 25%.
b. Proses pembuatan tablet
Pada prinsipnya tablet dapat dibuat melalui kempa langsung atau granulasi,
baik granulasi basah atau granulasi kering. Untuk menentukan metode
pembuatannya apakah dibuat kempa langsung atau granulasi sangat
tergantung pada dosis dan sifat zat aktifnya. Dibandingkan dengan metode
granulasi, metode kempa langsung dinilai lebih menguntungkan dalam hal
penghematan waktu, peralatan, ruangan maupun energy yang dibutuhkan
(Rohdiana, 2003).
Proses pembuatan tablet harus dilakukan pada ruangan khusus sehingga bisa
diatur kelembaban relatifnya, kira-kira dibawah 25%. Apabila kelembaban
relatifnya diatas 25% maka akan mengalami kesulitan pada proses pembuatan
dan sukar tercapai tablet effervescent yang stabillitasnya bagus (Mohrle,
1989). Kelembaban relatif didefinisikan seabagai perbandingan antara
tekanan uap air dalam atmosfer dengan tekanan uap air jenuh pada
temeperatur tertentu (Anonim, 2007). Kelembaban related dinyatakan
seabagai presentase dan dihitung dengan cara berikut:

TekananUap Air dalam Atmosfer


RH = X 100 %(Moehtar, 1990)
TekananUap Air Jenuh

8
2.2.3 Formulasi

Komponen Bahan Jumlah (%)


F1 F2 F3
Vitamin C 10 10 10
Serbuk Belimbing - - -
Wuluh
Sumber Basa/ Na 32 - 53
penghancur Bicarbonat
Na Karbonat - 38 -
Sumber Asam Asam Sitrat 9 14 19
Asam 19 14 28
Tartrat
Bahan Pengikat CMC - - -
PVP - 1 1
Bahan Pengisi Manitol 1,17 - -
Lactosa - 11 11
Pemanis Aspartam 3 - 3
Sakarin Na - 1,8 -
Pelicin Mg Stearat - 0,1 -
PEG 6000 2 - 2

2.2.4 Monografi Bahan

Berikut monografi bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian. Monografi meliputi


rumus kimia, berat molekul, pemerian dan kelarutan bahan tersebut.
1. Vitamin C
Asam askorbat mengandung tidak kurang dari 99,0% C6H8O6. Pemerian serbuk
hablur, putih atau agak kuning, tidak berbau, rasa asam. Oleh pengaruh cahaya
lambat laun menjadi gelap. Dalam keadaan kering, mantap di udara, dalam larutan
cepat teroksidasi. Kelarutan mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol
(95%), praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan benzen (Farmakope
Indonesia III, 1979).
2. Asam sitrat (Acidum Citricum)
Asam sitrat memiliki rumus kimia C6 H8 O7 dengan berat molekul 192, 12. Asam
sitrat berbentuk anhidrat atau mengandung satu molekul air hidrat. Mengandung
tidak kurang dari 99,5 % dan tidak lebih dari 100,5% C6 H8 O7 dihitung terhadap

9
zat anhidrat. Pemerian dari bahan ini yaitu hablur bening tidak berwarna atau
serbuk hablur granul sampai halus, putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau,
rasanya sangat asam. Bentuk hidrat mekat dalam udara kering. Kelarutan bahan
ini sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan sedikit sukar larut
dalam eter (Farmakope Indonesia IV, 1995).
2. Asam tartrat (Asam Tartaricum)
Asam tartrat memiliki rumus kimia C4 H6 O6 dengan berat molekul 150, 09.
Pemerian dari bahan ini yaitu hablur, tidak berwarna atau bening atau serbuk
hablur halus, warna putih, tidak berbau, rasa asam dan stabil di udara. Kelarutan
bahan ini sangat mudah larut dalam air dan mudah larut dalam etanol (Farmakope
Indonesia IV, 1995)32. Bersifat higroskopis, merupakan asam kuat dan
pemakaiannya lebih banyak daripada asam sitrat sehingga mudah ditemukan di
pasaran.
3. Manitol (Mannitolum)
Manitol mengandung tidak kurang dari 96, 0% dan tidak lebih dari 101,5% C6
H14O6 , dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Mempunyai berat molekul
182, 17. Pemerian dari bahan ini serbuk hablur atau granul mengalir bebas, putih,
tidak berbau, dan rasa manis. Kelarutannya mudah larut dalam air, larut dalam
larutan basa, sangat sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam eter.
Manitol digunakan sebagai pengisi tablet pada kadar 10%-90% dalam formulasi
tablet dan merupakan serbuk yang kohensifitasnya tinggi dan memiliki densitas
1,541g/cm3 . Tingkat kemanisan manitol sama dengan glukosa dan setengah dari
tingkat kemanisan sukrosa. Bersifat non-higroskopis sehingga mudah dikeringkan
dan membutuhkan lubrikan dalam jumlah besar agar dapat dikempa dengan
mudah (Farmakope Indonesia IV, 1995).
4. Natrium Bikarbonat
Natrium bikarbonat mempunyai rumus kimia NaHCO3 dengan berat molekul 84,
01. Natrium mengandung tidak kurang dari 99, 0% dan tidak lebih dari 100, 5%
NaHCO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemeriannya serbuk
hablur, putih, stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembap secara perlahan-
lahan akan terurai. Larutan segar dalam air dingin, tanpa dikocok, bersifat basa

10
terhadap lakmus. Kebasaan bertambah bila larutan dibiarkan, digoyangkan kuat
atau dipanaskan (Farmakope Indonesia IV, 1995). Standar penggunaan natrium
bikarbonat dalam tablet effervescent menurut Handbook of Pharmaceutical
Exicipient adalah 25% -50%.

2.3 Evaluasi Sediaan Tablet


A. Evaluasi Serbuk
1. Kecepatan Alir
Waktu alir adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan sejumlah serbuk melalui
lubang corong yang diukur dalam sejumlah zat yang mengalir dalam sewaktu-waktu
tertentu. Untuk 10 gram serbuk waktu alirnya tidak boleh lebih dari 1 detik. Waktu alir
berpengaruh terhadap keseragaman bobot tablet. Parameter yang digunakan untuk
mengevaluasi massa tablet adalah pemeriksaan laju alirnya.
Rumus : Kecepatan alir = w/t
Dimana w : massa serbuk (g) t : waktu (detik)
Tabel 1. Kecepatan Laju Sifat Alir Laju Alir Terhadap Sifat Alir Laju Alir (gr/detik)

Laju Alir Terhadap Sifat Sifat Aliran


Alir Laju Alir (gr/detik)
>10 Bebas Mengalir
4-10 Mudah Mengalir
1,6-4 Kohesif
<1,6 Sangat Kohesif

Gambar 1. Alat uji waktu alir

11
Untuk melakukan uji waktu air menggunakan alat yang dikatakan sebagai metoda corong

dilakukan dengan cara adalah berikut:

a. Timbang 100 gram granul yang sudah ditambahkan komponen luar (granulasi basah)

atau massa cetak (cetak langsung).

b. Masukkan kedalam corong dengan ukuran tertentu yang bagian bawahnya (yaitu kran)

tertutup.

c. Siapkan stopwatch. Alat dijalankan dengan membuka kran, kemudian catat waktu yang

diperlukan seluruh granul untuk melalui corong tersebut dengan menggunakan stopwatch

tersebut.

d. Waktu alir granul yang baik adalah jika waktu yang diperlukan kurang lebih atau sama

dengan 10 detik untuk 100 gram granul. Dengan demikian kecepatan alir yang baik

adalah tidak lebih besar dari 10 gram/detik.

e. Dapat pula menggunakam granul 25 gram. Jika menggunakan 25 gram granul, maka

waktu alir granul adalah 2,5 detik.

2. Sudut Diam
Sudut diam adalah sudut tepat yang terjadi antara timbunan partikel berbentuk kerucut
dengan bidang horizontal. Jika sejumlah serbuk dituang kedalam alat pengukur, besar
kecilnya sudut diam dipengaruhi oleh bentuk ukuran dan kelembaban serbuk. Bila sudut
diam lebih kecil atau sama dengan 300 menunjukkan bahwa serbuk dapat mengalir
dengan bebas, bila sudut lebih besar dari 400 artinya mengalirnya kurang baik.

12
Tabel 2. Hubungan Antara Sudut Henti dengan Sifat Alir

Sudut Henti Sifat Aliran


<25 Sangat Baik
25-30 Baik
30-40 Cukup
>40 Buruk

c. Kompresibilitas
Kompresibilitas adalah kemampuan serbuk untuk tetap kompak dengan adanya tekanan.
Uji kompresibility dilakukan dengan alat yang disebut bulk density .
Tabel 3. Persentase Kompresibilitas Terhadap Sifat Alur Serbuk

% Kompresibiltas Sifat Aliran


5-15 Sangat Baik
12-16 Baik
18-21 Cukup Baik
23-35 Buruk
35-38 Sangat Buruk
>40 Buruk Sekali

Gambar 2. Alat uji kompresibilitas

13
Pengukuran lain dari sebuk yang bebas mengalir adalah kompresibilitas yang dihitung dari
kerapatan granul, yaitu dengan memasukkan sejumlah tertentu granul kedalam gelas ukur.

Adapun cara melakukanya menurut Lachman (1994), adalah sebagai berikut :

a. Masukkan granul ke dalam gelas ukur sebanyak 100 ml.

b. Pasang gelas ukur pada alat.

c. Volume awal dicatat, kemudian ketuk atau hidupkan alat sampai tidak terjadi pengurangan
volume.

d. Catat volume akhir.

e. Selanjutnya dihitung persen kompressibilitasnya.

4. Uji Kadar lembab

Uji terhadap kadar lembab ini dikhususkan untuk granulasi basah. Penentuan kelembaban

terhadap granul ini sangat diperlukan. Selanjutnya, untuk menentukan kandungan air didalam

bahan padat dapat digunakan metode cara timbang-pengeringan. Cara ini berdasarkan atas

perbedaan berat zat, dimana yang paling sederhana, bahan yang akan dikeringkan (granulat)

ditimbang sebelum dan sesudah pengeringan (misalnya di dalam lemari pengering) dan

selisihnya adalah kandungan air (%) (Lachman, dkk, 1994). Persyaratan kadar air adalah kurang

dari 2 – 4 % (Farmakope Indonesia, 1979).

Dari uji kadar lembab dapat diperoleh persen kelembaban di bawah ini :
% kadar lembab = 𝑊𝑜−𝑊1 x 100 %
𝑊1

Keterangan :
Wo = Bobot granul awal
W1 = Bobot setelah pengeringan

14
Uji kadar lembab terhadap granul (granulasi basah) dapat juga dilakukan menggunakan alat yang

bernama Moisture Analyzer.

Gambar 3. Moisture Analyzer

B. Evaluasi Tablet
1. Pemeriksaan Organoleptik
Pemeriksaan organoleptic adalah Pemeriksaan meliputi warna, rasa, bau, penampilan
(mengkilap atau kusam), tekstur permukaan (halus atau kasar), derajat kecacatan seperti
serpihan, dan kontaminasi benda asing (rambut, tetesan minyak, kotoran). Warna yang tidak
seragam dan adanya kecacatan pada tablet selain dapat menurunkan nilai estetikanya juga
dapat menimbulkan persepsi adanya ketidakseragaman kandungan dan kualitas produk yang
buruk.
2. Keseragaman Ukuran
Ukuran tablet meliputi diameter dan ketebalan. Ketebalan inilah yang berhubungan dengan
proses pembuatan tablet, karena harus terkontrol sampai perbedaan 5 % dari nilai rata-rata.
Pengontrolan ketebalan tablet diperlukan agar dapat diterima oleh konsumen dan dapat
mempermudah pengemasan. Alat untuk mengukur tablet adalag jangka sorong.

15
Gambar 4. Jangka Sorong
Prosedur kerja uji keseragaman ukuran adalah sebagai berikut (Farmakope Indonesia, 1976)
a. Ambil 20 tablet, dapat juga menggunakan hanya 10 tablet.
b. Ukur diameter dan tebal tablet satu persatu.
c. Lihat syarat keseragaman ukuran tablet.
d. Tablet yang baik mempunyai diameter tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1⅓ tebal
tablet.
3. Keseragaman Bobot
Bobot tablet yang dibuat harus diperiksa secara acak untuk memastikan bahwa setiap tablet
mengandung obat dengan jumlah yang tepat. Syarat keseragam bobot menurut Farmakope
Indonesia Edisi III adalah bila bobot rata-rata lebih kurang 300 mg, jika ditimbang satu
persatu tidak lebih dari 2 buah tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang 5% dari
bobot rata-ratanya, dan tidak ada satupun tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari 10%
dari bobot rata-ratanya. Alat yang digunakan yaitu Timbangan.

Gambar 5. Timbangan Analitik

Tabel 3. Penyimpanan Bobot Rata-Rata

Bobot Rata-rata Penyimpangan Bobot rata-rata Dalam %


25mg atau kurang 15 30
26-150 mg 10 20
151-300 mg 7,5 15
Lebih dari 300 mg 5 10

16
Adapun cara melakukan uji keseragaman terhadap bobot tablet menggunakan timbangan analitik
adalah sebagai berikut:

a. Pilih 20 tablet.
b. Timbang 20 tablet tersebut.
c. Timbang satu persatu.
d. Hitung bobot rata-ratanya.
e. Hitung persen penyimpangan tiap-tiap tablet dengan cara:
% penyimpangan = selisih 𝑊𝑜−𝑊1 x 100 %
𝑊1

Keterangan:
Wo = bobot rata-rata
W1 = bobot tablet
f. Hasilnya, tidak lebih dari dua tablet yang mempunyai penyiampangan lebih besar dari kolom

A dan tidak boleh ada satu tabletpun yang mempunyai penyimpangan bobot lebih besar dari

kolom B (lihat tabel 3). (Farmakope Indonesia, 1979)

4. Kekerasan Tablet
Tablet harus mempunyai kekuatan dan kekerasan tertentu serta dapat bertahan dari berbagai
goncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan dan transportasi. Alat yang biasa
digunakan adalah hardness tester. Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan
ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi
keretakan talet selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian. Kekerasan ini dipakai
sebagai ukuran dari tekanan pengempaan. Keseragaman minimum 4 kg diukur dengan alat
Hardness tester. Caranya :
1. Ambil masing-masing 6 tablet dari tiap batch
2. Yang kemudian diukur kekerasanya dengan alat pengukur kekerasan tablet
3. Letakkan sebuah tablet dengan posisi tegak diantara anvit dan punch
4. lalu tablet dijepit dengan cara memutar sampai tablet pecah dan retak
5. Pada saat tersebut angka yang ditunjukkan oleh jarum adalah kekerasan tablet
tersebut.

17
Gambar 6. Alat uji kekerasan tablet manual

Gambar 7. Alat uju kekerasan tablet digital

5. Kerapuhan Tablet (Friabilitas)


Kerapuhan tablet atau Friabilitas dinyatakan dengan presentase selisih bobot sebelum dan
sesudah pengujian dibagi dengan bobot mula-mula. Alat yang digunakan yaitu Friabilator.
Cara nya yaitu :
1. Tablet yang akan diuji sebanyak 20 tablet, terlebih dahulu dibersihkan dari sebunya
dan ditimbang dengan seksama.
2. Tablet tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam friabilator dan diputar sebnayak
100 kali putaran selama 4 menit , jadi kecepatan putaranya 25 putaran per menit.
3. Setelah selesai, keluarkan tablet dari alat, bersihkan dari debu dan timbang kembali
seluruh tablet dengan seksama.
4. Kemudian hitung persentase kehilangan bobot sebelum dan sesudah perlakuan.
5. Tablet yang baik memiliki keregasan kurang dari 1 %.

18
Gambar 8. Alat uji kerapuhan tablet
6. Waktu Hancur
Waktu hancur tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet biasa dan 60 menit untuk tablet
bersalut gula dan selaput. Nama alat Disintegration Tester tipe ZT 2-Erweka. Cara
kerjanya yaitu :
1. Pengujian waktu menggunakan 6 buah tablet.
2. Masukkan tablet pada masing-masing tabung kecil dari keranjang.
3. Masukkan 1 cakram pada tiap-tiap tabung.
4. Gunakan air bersuhu 37 +/- 2 c sebagai media yang ada di penangas.
5. Setelah alat dioperasikan, keranjang akan bergerak keatas dan kebawah sebanyak
30 kali dalam semenit.

Tablet hancur sempurna bila sisa sediaan yang tertinggal pada kasa alat uji merupakan
masa lunak yang tidak mempunyai inti yang jelas. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak
hancur sempurna, ulangi pengujian dengan waktu yang ditambah sebanyak 15 menit.
Semua tablet harus hancur tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan
untuk tablet bersalut waktunya 60 menit.

19
Gambar 9. Desintegrator Tester

2.4 Alat Cetak Sediaan Tablet


1. Komponen Dasar Mesin Pencentak Tablet
secara umum komponen dasar mesin pencetak tablet menurut Fathur (2014) mencakup
komponen-komponen:
a. Hopper (corong pengisi)
Hopper adalah tempat untuk menyimpan dan memasukkan granulat dan kemudian
mengalirkan granul untuk dikempa. Bagian bawah hopper disebut sepatu pengisi yang
mengandung bahan yang akan dibuat tablet. Sepatu pengisi ini bergerak di atas piring
ruang cetak. Saat mesin dijalankan, dasar dari sepatu pengisi sebagian dipotong. Dengan
demikian, massa tablet pada gerakan ke depan dapat meluncur dari corong ke dalam
ruang cetak. Saat maju ke depan sepatu pengisi mendorong sekaligus tablet yang
terbentuk pada pencetakan sebelumnya di atas sebuah jalan penyalur.
b. Die
Die adalah tempat granul yang akan di cetak dan juga yang menentukan ukuran dan
bentuk tablet
c. Punch atas
Punch atas adalah alat untuk mengempa granul yang telah berada di die. Saat mesin
dijalankan, punch atas meluncur ke dalam ruang cetak dan mendorong serbuk
bersamasama, kemudian mencetaknya menjadi tablet. Tebal tablet, kekompakan, dan
kilau dari hasil pencetakan tablet tersebut tergantung dari punch atas dan tekanannya.
Kedalaman dan kuatnya tekanan dapat diatur.

20
d. Punch bawah
Punch bawah adalah alat untuk mengeluarkan tablet yang telah dicetak. Punch bawah
dijumpai di bagian dalam ruang cetak, yaitu yang membatasi ruang pengisian ke bawah.
Selama pencetakan punch bawah membentuk tempat lawan (hanya pada mesin-mesin
yang lebih besar juga terlibat pada aksi pencetakan). Setelah pencetakan selesai, punch
bawah akan mengarah ke atas dan dengan demikian membawa tablet ke sisi atas ruang
cetak, dimana tablet ini didorong kesamping. Pada saat yang bersamaan punch bawah
jatuh kembali ke posisi semula dan kemudian ruang cetak siap untuk pengambilan
pengisisan selanjutnya. Saudara mahasiswa, ada yang perlu Anda ketahui bahwa seluruh
pengempaan dilakukan oleh punc atas.

Gambar 10. Komponen dasar mesin tablet


2. Macam-Macam Mesin Pencetak Tablet
Voight (1995), menginformasikan kepada kita bermacam-macam mesin pencetak

tablet yang pernah digunakan untuk memproduksi tablet dalam industri farmasi. Mesin-

mesin pencetak tablet yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Mesin cetak tunggal (exzenter/single punch)

Karakteristik yang menonjol pada mesin cetak ini adalah bahwa ruang cetak diam

dan corong pengisi bergerak. Corong pengisi meluncur kesana kemari di atas

21
ruang cetak dan mendukung untuk pengisian yang baru di ruang cetak secara

tetap. Pada mesin cetak ini hanya melibatkan punch atas. Tekanan berlangsung

mendadak, sehingga tablet-tablet yang dihasilkan berbentuk khas. Bagian bawah

dan bagian tablet menunjukkan kekerasan yang tidak sama. Akibat gerakan sepatu

pengisi yang tersendat-sendat. Pada granulat dengan bentuk tidak seragam dapat

terjadi suatu pemisahan parsial yang menyebabkan granulat berupa butiran kecil

terkumpul pada bagian bawah sepatu pengisi. Kondisi inipun dapat menyebabkan

variasi bobot. Mesin tunggal ini biasanya digunakan dalam apotik dan pusat-pusat

obat galenika, karena mudah digunakan dan lagi pula harganya cukup terjangkau.

Bila menggunakan punch ganda menghasilkan tablet menjadi berlipat. Jenis lain

mesin tunggal ini dapat menghasilkan 4000 tablet/jam.

Gambar 11. Mesin single punch

b. Mesin cetak rotary

Desain mesin cetak rotary maupun cara operasionalnya sangat berbeda sekali

dengan mesin cetak tunggal apalagi dengan mesin cetak yang menggunakan

tangan. Mesin cetak rotary ini dilengkapi dengan meja die yang bundar yang

memiliki beberapa dies didalamnya disertai satu set punch yang jumlahnya sesuai

22
dengan dies yang ada pada meja tersebut. Pada mesin ini sepatu pengisi dalam

keadaan diam, sedangkan ruang cetaknya bergerak. Mesin ini berupa suatu

piringan bundar horizontal memuat sejumlah ruang cetak. Mesin tablet yang kecil

memiliki 3 – 5 ruang cetak. Namun demikian, pada umumnya mempunyai jumlah

yang besar (misalnya 12 – 16). Untuk setiap ruang cetak memiliki sebuah punch

atas dan punch bawah. Melalui pemutaran piringan horizontal, ruang-ruang cetak

dengan punchnya berturut-turut dibawa kedalam posisi pengisian di bawah sepatu

pengisi. Massa tablet disorong bersama dari atas dan bawah kemudian dibentuk

menjadi tablet. Kekerasan bagian atas dan bagian bawah tablet adalah sama.

Mampu memproduksi 800/menit diameter 12,7 dengan tebal 17,8-50,8 mm.

Gambar 12. Mesin tablet rotary

23
2.5 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)

CPOB adalah bagian dari Manajemen Mutu yang memastikan obat dibuat dan
dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaan dan persyaratan Izin Edar, Persetujuan Uji Klinik atau spesifikasi produk.
CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. Prinsip dasar CPOB adalah:

a. semua proses pembuatan obat ditetapkan secara jelas, dikaji secara sistematis
berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu menghasilkan obat yang memenuhi
persyaratan mutu dan spesifikasi yang ditetapkan secara konsisten;
b. tahap kritis dalam proses pembuatan, dan perubahan signifikan dalam proses
divalidasi;
c. tersedia semua fasilitas CPOB yang diperlukan mencakup:
1. personel terkualifikasi dan terlatih;
2. bangunan-fasilitas dengan luas yang memadai;
3. peralatan dan sarana penunjang yang sesuai;
4. bahan, wadah dan label yang benar;
5. prosedur dan instruksi yang disetujui sesuai Sistem Mutu Industri Farmasi; dan
6. tempat penyimpanan dan transportasi memadai.
d. prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa jelas, tidak
bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada fasilitas yang tersedia;
e. prosedur dan instruksi dilaksanakan dengan benar dan operator diberi pelatihan untuk
menerapkannya;
f. pencatatan dilakukan selama pembuatan baik secara manual dan/atau dengan alat
pencatat yang menunjukkan bahwa semua langkah pembuatan dalam prosedur dan
instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan bahwa jumlah serta mutu
produk sesuai yang diharapkan;
g. setiap penyimpangan signifikan dicatat dengan lengkap, diinvestigasi dengan tujuan
untuk menentukan akar masalah dan pelaksanaan tindakan korektif dan tindakan
pencegahan yang tepat;
h. catatan pembuatan termasuk distribusi obat yang memungkinkan ketertelusuran
riwayat bets, disimpan dalam bentuk yang komprehensif dan mudah diakses;

24
i. Cara Distribusi Obat yang Baik memperkecil risiko yang berdampak pada mutu obat;
j. sistem penarikan bets obat dari peredaran tersedia; dan
k. keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi
serta tindakan tepat diambil terkait cacat produk dan pencegahan keberulangan
keluhan.

Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang mencakup pengambilan sampel,
spesifikasi dan pengujian, serta mencakup organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan
yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan. Bahan
tidak boleh diluluskan untuk digunakan dan produk tidak boleh diluluskan untuk dijual atau
didistribusi sampai mutunya dinilai memuaskan.

Pembuatan obat yang benar mengandalkan sumber daya manusia. Oleh sebab itu
industri farmasi harus bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang terkualifikasi
dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tanggung jawab individual
secara jelas dipahami oleh masing-masing dan didokumentasikan. Seluruh personel
hendaklah memahami prinsip CPOB yang menyangkut tugasnya serta memperoleh pelatihan
awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi higiene yang berkaitan dengan
pekerjaannya. Personel Kunci dalam industry farmasi adalah Kepala Produksi, Kepala
Pengawasan Mutu, dan Kepala Pemastian Mutu. Posisi kunci tersebut dijabat oleh Apoteker
purnawaktu. Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu dan Kepala Pemastian Mutu harus
independen satu terhadap yang lain. Hendaklah personel tersebut tidak mempunyai
kepentingan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial.

2.3.1 Cara Memproduksi Obat Yang Baik (CPOB)

1. Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan

penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin

edar(registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya

karenatidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan mutu

25
secarakonsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara

menyeluruh dan diterapkan secara benar. Mutu suatu produk tergantung pada:

a. Bahan awal
b. Proses pembuatan
c. Pengawasan mutu
d. Bangunan
e. Peralatan yang digunakan
f. Personalia

Untuk menjamin mutu produk suatu industri Farmasi, maka tiap industri farmasi
selalu memiliki bagian Quality Managemen. Tugas utama dari bagian Quality
Managemen adalah memastikan bahwa mutu produk obat itu dibangun sejak awal
kedalam produk, dan memastikan bahwa mutu produk tidak akan berubah hingga ke
tangankonsumen. Bagian Quality Managemen terdiri atas 2 bagian, yaitu :

a. Quality Control (Pengawasan Mutu)


b. Quality Assurance (Pemastian Mutu)
2. Personalia

Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang sehat,


terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi dapat berjalan
dengan baik. Semua personil harus memahami prinsip CPOB agar produk yang
dihasilkan bermutu (BPOM 2018). Kesehatan personil hendaklah dilakukan pada saat
perekrutan, sehingga dapat dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari petugas
kebersihan, pemasangan dan perawatan peralatan, personil produksi dan pengawasan
hingga personil tingkat manajerial) memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik
sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk yang dibuat. Disamping itu
hendaklah dibuat dan dilaksanakan program pemeriksaan kesehatan berkala yang
mencakup pemeriksaan jenis-jenispenyakit yang dapat berdampak pada mutu dan
kemurnian produk akhir. Untuk masing-masing karyawan hendaklah ada catatan tentang
kesehatan mental dan fisiknya (BPOM 2018).
Dalam kualifikasi dan pengalaman personil yang diperlukan untuk tiap posisi

26
hendaklah ditetapkan secara tertulis yang disimpan oleh bagian SDM, tapi juga dapat
ditampilkan pada Uraian Tugas masing-masing (BPOM 2018).Jumlah personil yang
memadai sangat mempengaruhi proses produksi. Kekurangan jumlah personil
cenderung mempengaruhi kualitas obat, karena tugas akan dilak ukan secara tergesa-
gesa dengan segala akibatnya. Disamping itu, kekurangan jumlah karyawan biasanya
mengakibatkan kerja lembur sering dilakukan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik
dan mental baik bagi operator ataupun supervisor atau malahan bagi personil pada
tingkat lebih atas yang melakukan evaluasi dan/atau mengambil keputusan (BPOM
2018).

3. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,


konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan
baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan
harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan,
pencemaran-silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan
perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran-silang, penumpukan debu atau
kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Pintu hendaklah didesain untuk menghindarkan bagian yang tersembunyi dan


sukar dibersihkan, pintu sorong hendaklah dihindarkan karena alasan tersebut. Pipa dan
saluran serta sarana pendukung lain hendaklah dipasang dengan tepat sehingga tidak
menimbulkan tempat tersembunyi yang sukar dibersihkan. Bak cuci dan drainase
hendaklah dilarang di area kelas C, B dan A. Di area lain penyekat udara hendaklah
dipasang di antara mesin atau bak cuci dan drainase. Saluran pembuangan untuk daerah
yang lebih rendah tingkat kebersihannya, jika dipasang, hendaklah dilengkapi dengan
jebakan yang efektif atau penutup air untuk mencegah aliran balik. Semua saluran air
hendaklah terbuka dan mudah dibersihkan serta dihubungkan dengan drainase luar
dengan tepat untuk mencegah masuknya cemaran mikrobiologis.
Ruang ganti pakaian hendaklah hanya digunakan untuk personil dan tidak
digunakan untuk lalu lintas bahan, wadah dan peralatan. Ruang ganti pakaian hendaklah

27
didesain seperti ruang penyangga dan digunakan sebagai pembatas fisik untuk berbagai
tahap penggantian pakaian dan memperkecil cemaran mikroba dan partikulat terhadap
pakaiann pelindung. Ruang ganti tersebut hendaklah dibilas secara efektif dengan udara
yang telah tersaring. Tahap terakhir dari ruang ganti hendaklah pada kondisi ”non-
operasional”, mempunyai tingkat kebersihan yang sama dengan ruang berikutnya.
Penggunaan ruang ganti terpisah untuk memasuki dan meninggalkan daerah bersih
kadang-kadang diperlukan. Suhu dan kelembaban ruangan hendaklah dijaga pada tingkat
yang tidak menyebabkan personil berkeringat secara berlebihan dalam pakaian kerjanya.
(BPOM, 2018)
a. Area Penimbangan
Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara penimbangan
hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan
tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi.
b. Area Produksi
Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat terjadinya pencemaran-silang,
suatu sarana khusus dan selfcontained hendaklah disediakan untuk produksi obat tertentu
seperti produk yang dapat menimbulkan sensitisasi tinggi. Produk lain seperti antibiotik
tertentu (misal: penisilin), produk hormon seks, produk sitotoksik, produk tertentu dengan
bahan aktif berpotensi tinggi, produk biologi (misal: yang berasal dari mikroorganisme
hidup) dan produk nonobat hendaklah diproduksi di bangunan terpisah.
Pembuatan produk yang diklasifikasikan sebagai racun seperti pestisida dan
herbisida tidak boleh dilakukan di sarana produksi obat. Tata letak ruang produksi
sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk:
1. Memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan antara
satu ruangan dengan ruangan lain mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas
kebersihan yang dipersyaratkan
2. Mencegah kesesakan dan ketidakteraturan
3. Memungkinkan terlaksananya komunikasi dan pengawasan yang efektif
4. Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang sedang dalam proses
hendaklah memadai untuk memungkinkan penempatan peralatan dan bahan secara
teratur dan sesuai dengan alur proses, sehingga dapat memperkecil risiko terjadi

28
kekeliruan antara produk obat atau komponen obat yang berbeda, mencegah
pencemaran silang dan memperkecil risiko terlewatnya atau salah melaksanakan
tahapan proses produksi atau pengawasan.
5. Permukaan dinding, lantai dan langit langit bagian dalam ruangan di mana terdapat
bahan baku dan bahan pengemas primer, produk antara atau produk ruahan yang
terpapar kelingkungan hendaklah halus, bebasretak dan sambungan terbuka, tidak
melepaskan partikulat, serta memungkinkan pelaksanaan pembersihan
(bilaperludisinfeksi) yang mudah dan efektif.
6. Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air,
permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan yang cepat dan efisien apabila
terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai di area pengolahan hendaklah
berbentuk lengkungan.
7. Pipa, fiting lampu, titik ventilasi dan instalasi sarana penunjang lain hendaklah
dirancang dan dipasang sedemikian rupa untuk menghindari terbentuknya ceruk yang
sulit dibersihkan. Untuk kepentingan perawatan, sedapat mungkin instalasi sarana
penunjang seperti ini hendaklah dapat dijangkau dari luar area pengolahan.
8. Pipa yang terpasang di dalam ruangan tidak boleh menempel pada dinding tetapi
digantungkan dengan menggunakan sikusiku pada jarak cukup untuk memudahkan
pembersihan menyeluruh.
9. Pemasangan rangka atap, pipa dan saluran udara di dalam ruangan hendaklah dihindari.
Apabila tidak terhindarkan, maka prosedur dan jadwal pembersihan instalasi tersebut
hendaklah dibuat dan diikuti.
10. Saluran pembuangan air hendaklah cukup besar, dirancang dan dilengkapi dengan bak
kontrol serta ventilasi yang baik untuk mencegah aliran balik. Sedapat mungkin saluran
terbuka dicegah tetapi bila perlu hendaklah cukup dangkal untuk memudahkan
pembersihan dan disinfeksi.

11. Area produksi hendaklah diventilasi secara efektif dengan menggunakan sistem
pengendali udara termasuk filter udara dengan tingkat efisiensi yang dapat mencegah
pencemaran dan pencemaran-silang, pengendali suhu dan, bila perlu, pengendali

29
kelembaban udara sesuai kebutuhanp roduk yang diproses dan kegiatan yang dilakukan
di dalam ruangan dan dampaknya terhadap lingkungan luar pabrik.
12. Area di mana dilakukan kegiatan yang menimbulkan debu misalnya pada saat
pengambilan sampel, penimbangan bahan atau produk, pencampuran dan pengolahan
bahan atau produk, pengemasan produk serbuk, memerlukan sarana penunjang khusus
untuk mencegah pencemaran-silang dan memudahkan pembersihan.
13. Tata letak ruang area pengemasan hendaklah dirancang khusus untuk mencegah campur
baur atau pencemaran-silang.
14. Pintu area produksi yang berhubungan langsung ke lingkungan luar, seperti pintu
bahaya kebakaran, hendaklah ditutup rapat. Pintu tersebut hendaklah diamankan
sedemikian rupa sehingga hanya dapat digunakan dalam keadaan darurat sebagai pintu
keluar. Pintu di dalam area produksi yang berfungsi sebagai barier terhadap pencemaran
silang hendaklah selalu ditutup apabila sedang tidak digunakan.

4. Peralatan
Sedapat mungkin peralatan yang digunakan untuk memproses produk steril
hendaklah dipilih supaya dapat disterilisasi secara efektif dengan menggunakan uap, atau
panas kering atau metode lain. Peralatan, fiting dan sarana lain, sejauh memungkinkan
hendaklah dirancang dan dipasang sedemikian rupa sehingga kegiatan, perawatan dan
perbaikan dapat dilaksanakan dari luar area bersih. Jika proses sterilisasi diperlukan
hendaklah dilakukan setelah perakitan kembali selesai, bila memungkinkan. Bila standar
kebersihan tidak dapat dipertahankan saat dilakukan pekerjaan perawatan yang
diperlukan di dalam ruang bersih, ruang tersebut hendaklah dibersihkan, didisinfeksi
dan/atau disterilkan sebelum proses dimulai kembali. Instalasi pengolahan dan sistem
distribusi air hendaklah didesain, dikonstruksi dan dirawat untuk menjamin agar air yang
dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang sesuai.

Hendaklah dipertimbangkan agar perawatan sistem air mencakup program


pengujian yang diperlukan. Sistem hendaklah tidak dioperasikan melampaui kapasitas
yang dirancang. Hendaklah dilakukan validasi dan perawatan terencana terhadap semua
peralatan seperti sterilisator, sistem penanganan dan penyaringan udara, ventilasi udara

30
dan filter gas serta sistem pengolahan, penyimpanan dan pendistribusian air. Persetujuan
untuk penggunaan kembali setelah dilakukan perawatan harus dicatat. (CPOB, 2006)

5. Sanitasi dan Hygine

Pada setiap aspek produk sediaan injeksi penicillin setiap tahapnya harus
diperhatikan agar terbebas dari kontaminasi mikroba, dari komponen toksik, tingkat
kemurnian yang tinggi dan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi
persyaratan kesehatan. Upaya tersebut selalu ditingkatakan oleh perusahaan terhadap
tenaga kerja, bangunan, peralatan, bahan, proses produksi, pengemasan dan setiap hal
yang dapat menjadi sumber pencemaran produk. Hygiene dari personil/karyawan
diwajibkan merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan. Personil/karyawan
diwajibkan mencuci tangan dan menyemprotkan alcohol 70% setiap memasuki ruangan
produksi, diwajibkan mengenakan pakaian yang hanya dikenakan di ruangan produksi
agar produk tidak terkontaminasi benda-benda asing. Selama melakukan pekerjaan
karyawan diharuskan menahan diri untuk tidak makan dan minum atau melakukan
pekerjaan yang dapat mengakibatkan pencemaran terhadap produk. (BPOM, 2006)

6. Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah


ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin produk obat
jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar (registrasi) sesuai dengan
spesifikasinya (BPOM,2006).

Selain itu, produksi baiknya dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap produk akhir,
melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi sejak
pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia, bangunan, peralatan,
kebersihan dan hygiene sampai dengan pengemasan.

Prinsip utama produksi adalah :


a. Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets.

31
b. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang seidentik
mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah diproduksi maupun
yang akan diproduksi.
Sedangkan hakikat produksi adalah :
a. Mutu produk obat tidak ditentukan oleh hasil akhir analisa saja, tetapi ditentukan
oleh keseluruhan proses produksi (built inprocess).
b. Adanya prosedur baku (standar) untuk setiap langkah (tahapan) proses produksi
dengan persyaratan yang harus diikuti dengankonsisten.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain:

a. Pengadaan Bahan Awal


Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan
memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah
bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai
pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan, dan tanggal
daluarsa (BPOM, 2006).
b. Pencegahan Pencemaran Silang
Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran
mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat
tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang
sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator.
Tingkat resiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang
tercemar.
Pencemaran silang hendaklah dihindari dengan tindakan teknis atau pengaturan
yang tepat, antara lain:
1. Produksi di dalam gedung yang terpisah (diperlukan untuk produk seperti
penisilin, hormon seks, sitostatik, dan produkbiologi).
2. Tersedia ruang penyangga udara dan penghisap udara.
3. Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area dimana produk yang beresiko
tinggi terhadap pencemaran silang diproses.
4. Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti efektif
(BPOM, 2006).

32
5. Penimbangan dan Penyerahan
Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan
produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan
dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara
dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih
belum daluarsa yang boleh diserahkan (BPOM, 2006).
6. Pengembalian
Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang
penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar (BPOM, 2006).
7. Pengolahan
Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum
dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa
sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis
sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan
mengikusi prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dilaporkan.
Semua produk antara hendaklah diberi label yang benar dan dikarantina sampai
diluluskan oleh bagian pengawasan mutu (BPOM, 2006).
c. Kegiatan Pengemasan

Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk jadi.


Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk
menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua
kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang
diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur
pengemasan induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam
catatan pengemasan bets.

d. Pengawasan Selama Proses


Pengawasan selama proses hendaklah mencakup :
1. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada saat
awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan.
2. Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu
yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan

33
memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur
pengemasan induk.
e. Karantina Produk Jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum
penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan
untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah
dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengolahan bets
memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.

7. Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari CPOB untuk


memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai
dengan tuju nan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang
berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu
mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi obatjadi. Pengawasan mutu tidak
terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang
terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi
dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan
memuaskan

Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian


sertatermasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa
semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk
dipakaiatau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi
persyaratan. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga
harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang penting agar
Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan. (BPOM, 2006).

34
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan
pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri
hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk
menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang
kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus,
misalnya dalam hal terjadi penarikan obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang.
Semua saran untuk tindakan perbaikan hendaklah dilaksanakan. Prosedur dan catatan
inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem
manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya
dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk khusus
untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.

9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Produk dan Produk Kembalian

Untuk melindungi kesehatan masyarakat, suatu sistem dan prosedur yang sesuai
hendaklah tersedia untuk mencatat, menilai, menginvestigasi dan meninjau keluhan
termasuk potensi cacat mutu dan, jika perlu, segera melakukan penarikan obat termasuk
obat uji klinik dari jalur distribusi secara efektif.

Semua otoritas pengawas obat terkait hendaklah diberitahu secara tepat waktu
jika ada cacat mutu yang terkonfirmasi (kesalahan pembuatan, kerusakan produk,
temuan pemalsuan, ketidakpatuhan terhadap izin edar atau spesifikasi produk, atau isu
mutu serius lain) terhadap obat atau obat uji klinik yang dapat mengakibatkan penarikan
produk atau pembatasan pasokan. Apabila ditemukan produk yang beredar tidak sesuai
dengan izin edarnya, hendaklah dilaporkan kepada Badan POM dan/atau otoritas
pengawas obat terkait sesuai dengan ketentuan berlaku.

35
Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa
bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali
dilakukan apabila ditemukan produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas
dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan
kesehatan (BPOM, 2009).
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri dan beredar
yang kemudian dikembalikan ke industri karena adanya keluhan, mengenai kerusakan,
kadaluarsa, atau alasan lain misalnya mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan
sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu serta kesalahan
administratif yang menyangkut jumlah dan jenis (BPOM, 2009).

10. Dokumentasi

Dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari sistem pemastian
mutu dan merupakan kunci untuk pemenuhan persyaratan CPOB. Berbagai jenis
dokumen dan media yang digunakan hendaklah sepenuhnya ditetapkan dalam Sistem
Mutu Industri Farmasi. Dokumentasi dapat dibuat dalam berbagai bentuk, termasuk
media berbasis kertas, elektronik atau fotografi.
Tujuan utama sistem dokumentasi yang dimanfaatkan haruslah untuk
membangun, mengendalikan, memantau dan mencatat semua kegiatan yang secara
langsung atau tidak langsung berdampak pada semua aspek kualitas obat. Acuan lebih
lanjut terkait penerapan Cara Dokumentasi yang Baik untuk menjamin integritas
dokumen dan catatan dapat mengacu pada Pedoman WHO Guidance on Good Data and
Record Management Practices atau pedoman internasional lain terkait.Dokumen harus
bebas dari kesalahan dan tersedia secara tertulis dan menjelaskan tentang aktivitas yang
sesuai CPOB.

36
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Produksi Effervescent Vitamin C Yang Baik

Kegiatan produksi dilaksanakan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi

ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan

mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Pemegang Izin Industri Farmasi

harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai tujuan penggunaan, memenuhi persyaratan Izin

Edar atau Persetujuan Uji Klinik, jika diperlukan, dan tidak menimbulkan risiko yang

membahayakan pasien pengguna disebabkan karena keamanan, mutu atau efektivitas yang tidak

memadai. Industri farmasi harus menetapkan manajemen puncak yang mengarahkan dan

mengendalikan perusahaan atau pabrik dengan kewenangan dan tanggung jawab memobilisasi

sumber daya dalam perusahaan atau pabrik untuk mencapai kepatuhan terhadap regulasi.

Manajemen puncak bertanggung jawab untuk pencapaian sasaran mutu, yang

memerlukan partisipasi dan komitmen dari personel pada semua tingkat diberbagai departemen

dalam perusahaan, juga pemasok dan distributor. Untuk mencapai sasaran mutu yang handal,

diperlukan Sistem Mutu yang didesain secara komprehensif dan diterapkan secara benar serta

mencakup Cara Pembuatan Obat yang Baik dan Manajemen Risiko Mutu.

Pembuatan obat yang benar mengandalkan sumber daya manusia. Oleh sebab itu industri

farmasi harus bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang terkualifikasi dalam jumlah

yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Manajemen puncak hendaklah menunjuk

Personel Kunci termasuk Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu, dan Kepala Pemastian

Mutu. Posisi kunci tersebut dijabat oleh Apoteker purnawaktu. Kepala Produksi, Kepala

37
Pengawasan Mutu dan Kepala Pemastian Mutu harus independen satu terhadap yang lain.

Hendaklah personel tersebut tidak mempunyai kepentingan lain yang dapat menimbulkan konflik

kepentingan pribadi atau finansial.

Dalam melakukan produksi obat yang baik, formula dirancang oleh formulator pada
bagian Research and Developmetn ( R and D) yang di kepalai oleh Apoteker, kemudian obat di
produksi di ruang produksi, dilakukan dan disupervisi oleh personel yang kompeten dibawah
tanggung jawab Apoteker sebagai Kepala Produksi. Selanjutnya bahan akan dikemas oleh
personel bagian pengemasan yang memperoleh pelatihan agar memahami persyaratan
pengawasan selama-proses dan melaporkan tiap penyimpangan yang ditemukan pada saat
mereka menjalankan tanggung jawab spesifik tersebut, Di bawah tanggung jawab Apoteker.
Setelah selesai dikemas, produk jadi hendaklah ditempatkan di area karantina produk jadi sambil
menunggu pelulusan dari kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Setelah pelulusan
suatu bets/lot oleh bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), produk tersebut hendaklah
disimpan sebagai stok yang dapat digunakan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh industri
farmasi. Produk dapat dipindahkan dari area karantina ke gudang produk jadi.

3.2 Komponen rancangan formulasi

Komponen Bahan Jumlah (%) Karakteristik


F1 F2 F3
Vitamin C - 10 10 Mudah larut, mudah
teroksidasi, tidak tahan
panas
Serbuk 33,33 - -
Belimbing
Wuluh
Sumber Basa/ Na 32 - 53 Bersifat basa, mudah
penghancur Bicarbonat larut air
Na - 38 - Bersifat basa, mudah
Karbonat larut air
Sumber Asam Asam Sitrat 9 14 19 Rasa sangat asam,
mudah larut air
Asam 19 14 28 Rasa asam dan mudah
Tartrat larut air
Bahan Pengikat CMC - - -
PVP - 1 1 Larut air, tidak berasa
Bahan Pengisi Manitol 1,17 - - Larut air

38
Lactosa - 11 11 Larut air
Pemanis Aspartam 3 - 3 Sangat manis, mudah
larut
Sakarin Na - 1,8 - Sangat manis, mudah
larut
Pelicin Mg Stearat - 0,1 - Tidak larut air
PEG 6000 2 - 2 Larut air
Metode Garnulasi kering
Prosedur Alur prosedur pembuatan tablet menggunakan metoda granula
kering adalah sebagai berikut ini :
a. Bahan aktif dan eksipien dihaluskan terlebih dahulu.
b. Bahan aktif dan semua eksipien (pengisi, pengikat kering,
sebagian penghancur, lubrikan, dan glidan) sampai lebih
kurang 50% dari jumlah yang ada dalam formula.
c. Campuran serbuk kemudian dikempa dengan mesin besar
khusus dan kuat yang disebut “mesin bongkah” (slugging
machine) yang menghasilkan bongkahan (slug) atau
dengan mesin chilsonator yang menghasilkan
pita/lempeng yang rapuh.
d. Bongkahan atau pita/lempeng kemudian diayak melalui
pengayak dengan mesh 18 – 20.
e. Serbuk hasil ayakan dilakukan slugging lagi dan di ayak
dengan ayakan yang sama.
f. Granul yang dihasilkan dicampurkan dengan fase luar
yaitu sisa lubrikan, penghancur, dan glidan lalu siap
dicetak menjadi tablet

3.3 Pengadaan Bahan Baku dan Alurnya

Dalam industri farmasi, komponen terbesar dalam struktur biaya produk adalah biaya
pengadaan barang, termasuk di dalamnya adalah pengadaan bahan awal (starting material)
yang terdiri dari bahan baku (baik bahan baku aktif maupun bahan penolong) serta bahan
pengemas. Tidak kurang dari 60 - 70% dari total biaya perusahaan digunakan untuk
melakukan pengadaan bahan awal ini.
Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan
memenuhi spesifikasi yang relevan (BPOM, 2018). Sebelum diluluskan untuk digunakan,
tiap bahan awal hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan nama yang
dinyatakan dalam spesifikasi. Singkatan, kode ataupun nama yang tidak resmi hendaklah
tidak dipakai (BPOM, 2018)

39
Pengadaan barang dilakukan sesuai dengan pemintaan masing-masing bagian.
Permintaan barang-barang inventory dilakukan oleh bagian PPIC dengan cara mengeluarkan
MPR (Material Purchase Requisition), sedangkan barang-barang non-inventory diminta oleh
bagian yang bersangkutan dengan cara mengeluarkan Purchase Requisition (PR). Kedua
surat tersebut kemudian diserahkan ke bagian Purchasing, kemudian bagian purchasing,
melakukan pembelian sesuai dengan kebutuhan. Bagian purchasing melakukan pembelian
sesuai dengan supplier yang telah ditetapkan sebelumnya. Pembelian barang dilakukan oleh
bagian purchasing dengan cara mengeluarkan Purchase Order (PO) yang diserahkan ke
supplier. Purchase Order yang akan diberikan kepada supplier, sebelumya harus sudah
mendapatkan persetujuan dari Plant Manager.

A. Pengadaan bahan baku pengadaan barang di industri farmasi tidak bisa dilepaskan dari
peran dan fungsi dari PPIC (Production Planning and Inventory Control). Pemilihan dan
treatment terhadap bahan baku harus dilakukan dengan baik, karena setiap bahan baku
yang berasal dari suplier yang berbeda memiliki ciri khas masing-masing, dan pemilihan
bahan baku sesuai yang dibutuhkan. Bagian PPIC dikepalai oleh seorang apoteker.

B. Bagian pembelian melayani pembelian bahan baku dan bahan kemas yang dibutuhkan
baik untuk proses produksi, proses penelitian dan pengembangan produk, maupun untuk
pengujian-pengujian yang dilakukan QC. Kepala atau manager pembelian adalah seorang
apoteker karena apotekerlah yang mengetahui tentang bahan baku dan bahan kemas itu
sendiri beserta dokumen-dokumen penyertanya sehingga perusahaan tidak salah memilih
atau tertipu oleh supplier (pemasok bahan baku atau bahan kemas).

C. Penerimaan Bahan Baku Setelah bahan baku diterima, bagian Quality Control yang
dikepalai oleh seorang apoteker akan melakukan pemeriksaan untuk memastikan
kesesuaiannya dengan pesanan. Jika bahan yang tidak sesuai pesanan akan dikembalikan
ke pemasok atau suplier, dan bahan yang memenuhi spesifikasi akan dirubah labelnya
dari quarantine menjadi released.

1. Barang diterima bagian gudang, lalu disimpan sementara diarea karantina, diberi
label karantina (label kuning), dicek fisik secara visual sesuai dengan surat
pesanan barang yang meliputi kebenaran label bahan, nomer batch/lot, keutuhan

40
kemasan (wadah, label, segel, bruto, asal negara, tanggal pembuatan, tanggal
kedaluarsa), jumlah dan CoA.
2. Apabila sudah selesai, maka dibuatkan bukti titipan barang sementara (BTBS).
BTBS dibuat tiga rangkap, lembar asli untuk supplier, copy 1 untuk arsip gudang,
copy 2 sebagai surat permohonan pemeriksaan kepada QC.
3. Barang diterima oleh supervisor penyimpanan bahan baku dan disetujui oleh
asisten manager penyimpanan. Dilakukan pemeriksaan oleh laboratorium QC,
selama masa pemeriksaan QC memberi label karantina berwarna kuning pada
label tersebut.
4. QC akan melakukan sampling terhadap bahan baku yang datang, barang diterima
atau ditolak berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium.
5. Setelah bahan baku diluluskan, bagian penyimpanan akan membuat bukti
penerimaan bahan baku (BPBB). Bahan baku akan disimpan dalam gudang sesuai
dengan stabilitas bahan baku. Bahan baku yang diluluskan diberi label hijau
dengan tulisan diluluskan dan ditempel diatas label karantina.
6. Jika bahan baku ditolak, maka gudang akan membuat surat pemberitahuan kepada
bagian pembelian bahwa barang yang dikirim oleh pemasok tidak memenuhi
syarat dengan melampirkan HPL (Hasil Pemeriksaan Laboratorium) dan surat
pengembalian barang ke supplier dan pemasok (retur). Bahan baku yang ditolak
diberi label merah dan ditempel diatas label karantin.
7. Bahan baku akan diperiksa ulang 1 tahun sekali maksimal 12 hari sebelum jatuh
tempo bagian penyimpanan bahan baku harus mengajukan surat permohonan
pemeriksaan ke laboratorium QC. Selam pemeriksaan ulang berlangsung, status
bahan baku adalah karantina (label kuning).
8. Untuk bahan baku maupun bahan jadi yang diimpor dari manufacturing asing
langsung dilakukan pemeriksaan QC. Jika bahan baku ditolak, maka barang bisa
dikembalikan.

D. Penyimpanan Bahan Baku Setelah bahan baku diterima, bagian gudang memiliki

tugas yang penting untuk menyimpan bahan baku. Penyimpanan bahan baku tidak

sesederhana yang dibayangkan, karena bahan baku memiliki spesifikasi penyimpanan

41
tersendiri. Lingkungan penyimpanan juga harus dijaga dengan baik. Ada bahan yang

harus disimpan dalam suhu ruang biasa, ada yang harus disimpan dalam suhu dingin, dan

ada yang harus disimpan dalam lemari es. Bahan baku terutama yang dapat rusak karena

terpapar panas, hendaklah disimpan di dalam ruangan yang suhu udaranya dikondisikan

dengan ketat; bahan yang peka terhadap kelembaban dan/atau cahaya hendaklah

disimpan di bawah kondisi yang dikendalikan dengan tepat.

E. Penyerahan (Distribusi) Bahan Baku Proses produksi bahan tersebut akan diminta melalui
form permintaan bahan, untuk kemudian ditimbang dan dilanjutkan ke bagian produksi.
Karena spesifikasi ruang gudang dengan spesifikasi ruang produksi berbeda. Penyerahan
hendaklah dilakukan hanya oleh personil yang berwenang sesuai dengan prosedur yang
telah disetujui. Catatan persediaan bahan hendaklah disimpan dengan baik agar
rekonsiliasi persediaan dapat dilakukan.

Pengadaan / Pemesanan

Pembelian

Penerimaan

Penyimpanan

Distribusi

Gambar 1. Alur Pengadaan Bahan Baku

42
c.4 Alur, Proses, Evaluasi, Pengemasan, Penyimpanan, dan Distribusi Sediaan Tablet

Effervescent Vitamin C

1. Alur pembuatan tablet effervescent vitamin c metode granulasi kering

43
2. Proses Pembuatan Tablet Effervescent

Alur produksi tablet diawali dengan penimbangan bahan baku. Semua proses

pembuatan dilakukan dalam ruang dengan kelembaban relative terkontrol ± 25%. Tablet

effervescent yang diproduksi dengan menggunakan metode granulasi kering. Granulasi

kering (slugging) ini adalah memproses partikel bahan aktif dan eksipien dengan mengempa

campuran bahan kering menjadi massa padat. Setelah menjadi masa padat, selanjutnya

dipecah lagi untuk menghasilkan partikel yang berukuran lebih besar dari serbuk semula

(granul). Pembuatan tablet dengan metoda granulasi kering ini dilakukan dengan

menggunakan mesin khusus pembuat bongkahan (slugging), yaitu mesin berat pembuat

tablet besar dengan lubang, kempa, dan pons besar yang biasanya berdiameter 2,5 cm atau

lebih. Selanjutnya, bongkahan tersebut dihancurkan dengan mesin granulator untuk

memperoleh karakteristik granul yang dikehendaki. Pada proses ini, komponen-komponen

tablet dikompakan dengan mesin cetak tablet lalu ditekan ke dalam die dan dikompakan

dengan punch, sehingga diperoleh massa yang disebut slug. Oleh karena itu, prosesnya

disebut dengan istilah slugging. Pada proses selanjutnya, slug ini kemudian diayak dan

diaduk untuk mendapatkan granul yang daya mengalirnya lebih baik dari campuran awal.

Alur prosedur pembuatan tablet menggunakan metoda granula kering adalah sebagai

erikut ini :

g. Bahan aktif dan eksipien dihaluskan terlebih dahulu.

h. Bahan aktif dan semua eksipien (pengisi, pengikat kering, sebagian penghancur,

lubrikan, dan glidan) sampai lebih kurang 50% dari jumlah yang ada dalam

formula.

44
i. Campuran serbuk kemudian dikempa dengan mesin besar khusus dan kuat yang

disebut “mesin bongkah” (slugging machine) yang menghasilkan bongkahan (slug)

atau dengan mesin chilsonator yang menghasilkan pita/lempeng yang rapuh.

j. Bongkahan atau pita/lempeng kemudian diayak melalui pengayak dengan mesh 18

– 20.

k. Serbuk hasil ayakan dilakukan slugging lagi dan di ayak dengan ayakan yang sama.

l. Granul yang dihasilkan dicampurkan dengan fase luar yaitu sisa lubrikan,

penghancur, dan glidan lalu siap dicetak menjadi tablet

Granul yang didapat selanjutnya ditimbang dan dilanjutkan dengan penambahan fase

luar sesuai dengan bobot granul yang didapatkan. Granul yang diperoleh dilakukan

pemeriksaan meliputi pemeriksaan kadar air dan kadar zat aktif, jika hasil pemeriksaan

memenuhi persyaratan, granul dicetak menjadi produk ruahan. Tablet yang dihasilkan diuji

kekerasan tablet, kerapuhan (abrasi), bobot rata-rata, disolusi, waktu hancur dan kadar zat

aktif pada waktu-waktu tertentu.. Tablet yang dihasilkan dikemas dengan kemasan primer

berupa kemasan strip atau dalam botol, kemudian dikemas sekunder dan dilakukan

pemeriksaan kemasan. Setelah proses produksi selesai, dibuat berita acara pembuatan tablet.

Produk yang sudah dikemas dan memenuhi syarat dapat dikirim ke unit gudang obat jadi.

45
c.5 Evaluasi Sediaan Tablet Effervescent Vitamin C

Untuk melakukan pengujian terhadap suatu produk sediaan tablet yang dihasilkan

dilakukan secara 2 (dua) tahapan, yaitu tahap evaluasi sediaan granul (massa cetak) dan

tahap evaluasi sediaan tablet.

3.5.1 Evaluasi Sediaan Granul

1. Kecepatan Alir

Uji kecepatan alir serbuk pada Formula 1 memiliki waktu alir 8,43g/detik. Formula 2

memiliki 3.68g/detik dan Formula 3,83 g/detik. Syarat yang ditetapkan adalah untuk 10

gram massa massa tidak lebih dari 1 detik (Aulton, M.E. 1988). Hasil uji kecepatan alir

serbuk pada 3 formulasi memenuhi syarat uji kecepatan alir. Ketiga formulasi memeiliki

sifat alir yang baik.

2 Sudut Diam

Formulasi 1 memiliki sudut diam 34,300 dapat disimpulkan memiliki sifat alir baik.

Formulasi 2 dan formulasi 3 tidak dilakukan uji sudut diam.

3. Kompresibilitas

Uji kompresibilitas yang dilakukan pada formula 1 adalah 13,37% , formula 2 adalah

13,35% dan formula 3 adalah 13,29% dapat disimpulkan uji kompresibilitas dari ketiga

formulasi adalah baik.

4 Uji kadar lembab

Uji kadar lempab pada formula 1 adalah 0,65%, formula 2 adalah 1,71% dan formula 3

adalah 1,83% dapat disimpulkan ketiga formula memenuhi persyaratan. Persyaratan

kadar air adalah kurang dari 2 – 4 % (Farmakope Indonesia, 1979).

46
B. Evaluasi Tablet

1. Uji Organoleptis

Penampilan fisik tablet dan larutan effervescent, hasil evaluasi penampilan tablet effervescent

formula I, II dan III adalah sama yaitu tablet berbentuk bulat pipih dengan permukaan halus.

Larutan effervescent formula I, II dan III yang dihasilkan juga sama yaitu koloid kuning

2. Uji keseragaman bobot


Formula 1 memiliki hasil keseragaman bobot 4.474mg, formula 2 adalah 2588,7mg dan.

Formula 3 memiliki uji keseragaman bobot 2802,3 mg. Ketiga fomula tidak ada yang

menyimpang dari berat 20 tablet yang lain maka dapat disimpulkan keseragaman bobot dari

tablet effervescent memenuhi persyaratan.

3. Uji Keseragaman Ukuran

Uji keseragaman ukuran pada formula 1, formula 2 dan formula 3 terlihat memenuhi

persyaratan keseragaman yakni diameter 25,2 mm dengan tebal berkisar 6,60-7,00 mm..

Dapat disimpulkan uji keseragaman ukuran ketiga formulasi memenuhi persyaratan. Kecuali

dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 ⅓ tebal tablet

(Farmakope Indonesia, 1979).

4. Uji Kekerasan

Uji kekerrasan tablet effervescent pada formula 1 adalah 12kp, formula 2 adalah 5,8 kp dan

formula 3 adalah 7,1 kp. Menurut Wehling and Freed (2004), kekerasan tablet yang baik

untuk tablet effervescent adalah 6-8kp. Dari uji kekerasan disimpulkan bahwa formula 1

tidak memenuhi persyaratan uji kekerasan tablet effervescent.

47
5. Kerapuhan Tablet

Uji kerapuhan tablet formula 1 adalah 0.878%, formula 2 adalah 0.985% dan formula 3

adalah 0,5%. Ketiga formulasi memenuhi persyaratan uji kerapuhan tablet. Menurut Banker

and Anderson (1986)kerpuhan tablet memenuhi persyaratan bila kerapuhan lebih kecil dari

1%. Kekerasan dan keregasan ini berpengaruh pada ketahanan terhadap guncangan mekanik

pada saat pembuatan, pengepakan dan pengangkutan(Lachman, 1986).

6. Uji Waktu Hancur

Uji waktu hancur dilakukan pada formula 1 adalah 2,590 menit, formula 2 adalah 1.3844

menit dan formula 3 adalah 1,4820 menit. Menurut Lindberg dkk (1992) tablet effervescent

yang baik memiliki waktu kelarutan 1-2 menit. Formula 2 dan formula 3 memiliki uji waktu

hancur yang memenuhi persyaratan. Formula 1 memiliki waktu hancur lebih dari 2 menit

sehingga formula 1 tidak memenuhi persyaratan waktu hancur.

3.6 Pengemasan Tablet Effervescent Vitamin C

Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi

produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk

menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Kegiatan pengemasan,

hendaklah diberikan perhatian khusus untuk meminimalkan risiko kontaminasi silang,

kecampur bauran atau substitusi. Produk yang berbeda tidak boleh dikemas berdekatan

kecuali ada segregasi fisik atau sistem lain yang dapat memberikan jaminan yang sama.

Adanya prosedur tertulis yang menguraikan penerimaan dan identifikasi produk ruahan dan

bahan pengemas, pengawasan untuk menjamin bahwa produk ruahan dan bahan pengemas

cetak dan bukan cetak serta bahan cetak lain yang akan dipakai adalah benar, pengawasan

selama-proses pengemasan rekonsiliasi terhadap produk ruahan, bahan pengemas cetak dan
48
bahan cetak lain, serta pemeriksaan hasil akhir pengemasan. Semua kegiatan pengemasan

hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan

pengemas yang tercantum dalam Prosedur Pengemasan Induk. Rincian pelaksanaan

pengemasan hendaklah dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets. Risiko kesalahan terjadi

dalam pengemasan dapat diperkecil dengan cara sebagai berikut:

a. menggunakan label-gulung;

b. pemberian penandaan bets pada jalur pemasangan label;

c. dengan menggunaan alat pemindai dan penghitung label elektronis;

d. label dan bahan cetak lain didesain sedemikian rupa sehingga masing-masing

mempunyai tanda khusus untuk tiap produk yang berbeda; dan

e. di samping pemeriksaan secara visual selama pengemasan berlangsung, hendaklah

dilakukan pula pemeriksaan secara independen oleh bagian Pengawasan Mutu selama

dan pada akhir proses pengemasan.

Pada penyelesaian kegiatan pengemasan, hendaklah kemasan terakhir diperiksa dengan

cermat untuk memastikan bahwa kemasan produk tersebut sepenuhnya sesuai dengan

Prosedur Pengemasan Induk. Setelah rekonsiliasi disetujui, produk jadi hendaklah

ditempatkan di area karantina produk jadi sambil menunggu pelulusan dari kepala bagian

Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

3.7 Penyimpanan dan Distribusi Tablet Effervescent Vitamin C

Penyimpanan dan distribusi adalah bagian yang penting dalam kegiatan dan manajemen

rantai pemasokan obat yang terintegrasi. Untuk menjaga mutu awal obat, semua kegiatan dalam

penyimpanan dan pengirimannya hendaklah dilaksanakan sesuai prinsip CPOB dan CDOB. Obat

49
hendaklah ditangani dan disimpan dengan cara yang sesuai untuk mencegah kontaminasi,

kecampurbauran dan kontaminasi silang. Area penyimpanan hendaklah diberikan pencahayaan

yang memadai sehingga semua kegiatan dapat dilakukan secara akurat dan aman.

Obat hendaklah disimpan dan diangkut dengan memenuhi prosedur sedemikian hingga

kondisi suhu dan kelembaban relatif yang tepat dipertahankan, misal menggunakan cold chain

untuk produk yang tidak tahan panas. Penyimpanan dan pengangkutan produk yang tidak tahan

panas dapat mengacu pada dokumen WHO Model Guidance for the Storage and Transport of

Time and Temperature–Sensitive Pharmaceutical Products atau pedoman internasional lain yang

setara.

Kendaraan dan perlengkapan yang digunakan untuk mengangkut, menyimpan atau

menangani obat hendaklah sesuai dengan penggunaannya dan diperlengkapi dengan tepat untuk

mencegah pemaparan produk terhadap kondisi yang dapat memengaruhi stabilitas produk dan

keutuhan kemasan, serta mencegah semua jenis kontaminasi. Rancangan dan penggunaan

kendaraan dan perlengkapan harus bertujuan untuk meminimalkan risiko kesalahan dan

memungkinkan pembersihan dan/atau pemeliharaan yang efektif untuk menghindarkan

kontaminasi, penumpukan debu atau kotoran dan/atau efek merugikan terhadap obat yang

didistribusikan. Hendaklah dibuat catatan pengiriman obat dan minimal meliputi informasi

berikut:

a. tanggal pengiriman;

b. nama dan alamat perusahaan transportasi;

c. nama, alamat dan status penerima (misal apotek, rumah sakit, klinik);

d. deskripsi produk, mencakup nama, bentuk sediaan dan kekuatan (jika tersedia);

e. jumlah produk, misal jumlah wadah dan jumlah produk per wadah;

50
f. nomor bets dan tanggal kedaluwarsa;

g. kondisi transportasi dan penyimpanan yang ditetapkan; dan

h. nomor unik untuk order pengiriman.

3.5 Formulasi Sediaan Tablet Effervescent yang Baik


3.5.1 Zat Aktif

Vitamin C oleh adanya kelembaban akan mengalami oksidasi sehingga bahan

aktif obat akan berubah. Vitamin C tidak sesuai bila digunakan metode granulasi basah

dalam pembuatannya. Sehingga metode granulasi kering dan kempa langsung merupakan

pilihan yang terbaik. Formula 1 menngunakan ekstarak belimbing wuluh dengan

konsentrasi 33,33%. Formula 2 dan formula 3 menggunakan vitamin c dengan

konsentrasi 10%

3.5.2 Sumber Asam dan Sumber Basa

Tablet effervescent mengandung unsur zat aktif dalam campuran kering, biasanya

terdiri dari sumber basa dan sumber asam bila ditambahkan dengan air menmbebaskan

karbondioksida sehingga menghasilkan buih. Larutan dengan karbonat yang dihasilkan

menutupi rasa garam dan rasa lain yang tidak diinginkan dari zat aktif. Sumber asam

biasanya adalah asam sitrat dan asam tartrat sedangkan sumber basa adalah natrium

bikarbonat atau natrium karbonat

Tablet effervescent biasanya diolah dari kombinasi asam sitrat dan asam tartrat

daripada hanya satu macam asam saja, karena penggunaan asam tunggal saja akan

menimbulkan kesukaran(Ansel, 1985). Apabila asam tartrat sebagai asam tunggal, granul

51
yang dihasilkan akan mudah kehilangan kekuatannya dan akan menggumpal. Asam sitrat

saja akan menghasilkan campuran lekat dan sukar menjadi granul.

Reaksi antara asam sitrat dan natrium bikarbonat serta asam tartrat dan natrim

bikarbonat adalah sebagai berikut :

H3C6H5O7 . H2O + 3NaHCO3 Na3C6H5O7 + 4H2O + 3CO2

Asam sitrat na bikarbonat Na sitrat air karbondioksida

H2C4H4O6 + 2NaHCO3 Na2C4H4O6 + 2H2O + 2CO2

Asam tartrat Na bikarbonat Na tartrat air karbondioksida

Dibutuhkan 3 molekul natrium bikarbonat untuk menetralisir 1 molekul asam

sitrat dan 2 molekul natrium bikarbonat untuk menetralisir 1 asam tartrat.

Berdasarkan persamaan tersebut maka dapat menentukant jumlah sumber asam dan

basa yang digunakan.

Menurut USP formularium tablet effervescent adalah 53% campuran natrium

bikarbonat, 28% asam tartrat dan 19% asam sitrat berdasarkan ini maka formulasi 3

dibuat untuk memnentukan jumlah sumber asam dan sumber basa dari agar terbentuk

sediaan effervescent yang optimal dan stabil. Pada formula 1 dan 2 campuran sumber

asam dan sumber basa belum sesuai dengan formulasi standar USP. Hal ini dapat

menyebabkan kelarutan tablet effervescent pada formula 1 dan formula 2 lebih dari 2

menit .

Pada rasio sumber asam dan sumber basa di 40-45%, memiliki waktu

disintegrasi yang optimal yaitu 190 detik (Sun, et al, 2020). Menurut Lindberg

(1992). Sediaan tabet effervescent yang baik mempunyai kelarutan 1-2 menit dan

memiliki residu dari bahan yang tidak terlarut seminimal mungkin. Asam sitrat

dominan dalam menentukan kekerasan dan waktu larut sediaan effervescent vitamin

52
C sedangkan asam tartrat dominan dalam menentukan kerapuhan sediaan effervescent

vitamin C.

3.5.3 Bahan Tambahan

1. Bahan Pengikat

Bahan pengikat yang digunakan pada formula 2 dan formula 3 adalah PVP

(polivinilpirolidon). PVP adalah bahan pengikat yang efektif dalam pembuatan tablet

effervescent (Mohrle, 1980). Konsentrasi PVP yang digunakan sebagai bahan

pengikat berkisar antara 0,5% - 5% (Khankari dan Hortz, 1997). Pada formulasi 2

dan formulasi 3 mengunakan konsentrasi PVP 1 % sudah dapat menunjukkan

kemampuan sebagai bahan pengikat terlihat dari kekerasan tablet effervescent yang

dihasilkan jika dibandingkan oleh formulasi yang ttidak menggunakan PVP. Pada

konsentrasi diatas 1% tablet yang dihasilkan mengalami sticking karena sifat

campuran serbuk yang lengket dikarenakan PVP yang bersifat higroskopis. Selain

itu, tablet yang dihasilkan sangat keras sehingga waktu larutnya menjadi semakin

lama meskipun PVP bersifat hidrofilik (larut air).

Polivinilpirolidon digunakan untuk meningkatkan kelarutan bahan obat dalam

air dan dalam larutan dengan konsentrasi 0,5 % - 3 % dapat sekaligus meningkatkan

kekompakan tablet (Voigt,1994).

Formula 1 tidak menggunakan bahan pengikat sehingga dikhawatirkan

tablet yang dihasilkan akan sukar dicetak dan menjadi terlalu rapuh. Hal ini dapat

menyebabkan tablet effervescent yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan.

b. Bahan Pengisi

53
Bahan pengisi biasanya digunakan untuk membuat kecocokan berat tablet.

Bahan pengisi dapat ditambahkan dengan pertimbangan memiliki sifat mudah

larut dalam air, ukuran partikel yang mirip dengan komponen lain dalam tablet,

serta bentuk kristal sehingga memiliki sifat kompresibilitas yang besar. Pada

tablet effervescent umumnya membutuhkan adanya bahan pengisi. Hal ini karena

komposisi bahan effervescent itu sendiri sudah tersedia dalam jumlah yang

banyak (Mohrle, 1980). Bahan pengisi ditambahkan juga untuk memperbaiki

daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung atau untuk memacu aliran. Bahan

pengisi harus inert dan stabil (Rohdiana, 2002).

Formula 1 menggunakan manitol sebagai bahan pengisi. Manitol

merupakan gula yang biasa digunakan sebagai pengisi tablet, mempunyai rasa

yang manis dan dingin dimulut, tetapi kelarutannya lambat, dan relatif tidak

higroskopis. Formula dengan manitol mempunyai sifat alir yang kurang baik.

Selain itu juga manitol merupakan gula yang paling mahal, oleh karena itu

biasanya dikombinasikan untuk mengurangi biaya produksi, antara lain dengan

kombinasi laktosa (Lachman dkk, 1994). Manitol mempunyai sifat alir dan

kompresibilitas yang kurang baik, oleh karena itu formula dengan konsentrasi

dengan manitol lebih besar, waktu alirnya semakin lama (Lachman dkk, 1994).

Formula 2 dan Formula 3 mengunakan laktosa sebagai bahan pengisi

tablet effervescent. ). Laktosa stabil secara kimia, fisika, dan mikrobiologis.

Umumnya formula dengan laktosa sebagai bahan pengisi menunjukkan laju

pelepasan obat yang baik. Selain itu, harga laktosa lebih murah daripada banyak

bahan pengisi lainnya (Siregar, 2010). Pemilihan penggunaan laktosa sebagai

54
pengisi tablet effervescent menghasilkan tablet effervescent yang stabil dan

ekonomis.

7. Bahan Pelicin

Bahan pelicin penting penggunaannya dalam pembuatan tablet

effervescent, karena tanpa bahan ini produk tablet effervescent pada kecepatan

tinggi tidak mungkin bisa dilaksanakan. Bahan pelicin yang digunakan harus

mudah larut dalam air supaya tidak meninggalkan residu. Bahan pelicin dapat

ditambahkan secara internal maupun eksternal. Bahan pelicin internal

ditambahkan ke dalam campuran granul dan termasuk dalam formula. Bahan

pelicin eksternal ditambahkan ke alat selama proses penabletan. Bahan pelicin

yang sering digunakan adalah magnesium stearat dan polyethylenglycol (PEG)

untuk bahan pelicin internal dan asam lemak untuk bahan pelicin eksternal

(Mohrle, 1980). Antirekat (pelincir) yaitu zat yang meningkatkan aliran bahan

memasuki cetakan tablet dan mencegah lekatnya bahan pada cetakan serta

membuat tablet menjadi lebih bagus dan mengkilat (Lieberman, et al, 1989).

Pada formula 1 digunakan bahan pelicin PEG 6000 dengan konsentrasi

2%. PEG 6000 dapat terdispersi dalam air sehingga menghasilkan larutan

effervescent yang jernih. Konsentrasi yang biasa digunakan berkisar 1-5%. PEG

6000 dapat larut dengan mudah dalam air dan memiliki tingkat higroskopisitas

yang rendah.

Formula 2 menggunakan magnesium stearat 0,1% dari bobot tablet

sebagai pelicin. Mg stearate bersifat tidak larut air. Idealnya bahan pelicin untuk

tablet effervescent memenuhi persyaratan tidak toksik, tidak berasa, dan larut air

(Lindberg, et al.1992). Magnesium stearat tidak larut air maka semakin tinggi
55
konsentrasi magnesium stearat maka akan semakin banyak partikel magnesium

stearat yang menempel dan menyumbat pori partikel-partikel lai sehingga dapat

menhalangi air untuk masuk ke dalam tablet. Akibatnya membutuhkan waktu

yang lebih lama bagi tablet effervescent untuk larut.

Formula 3 menggunakan PEG 6000 sebagai pengisi dengan pertimbangan

kelarutannya yang baik dalam air. PEG 6000 dengan kosentrasi 2% mampu

berfungsi secara optimal sebagai bahan pelicin dalam tablet effervescent.

Penggunaan PEG 6000 meningkatkan aliran bahan memasuki cetakan tablet dan

mencegah lekatnya bahan pada cetakan serta membuat tablet menjadi lebih bagus

dan mengkilat.

8. Bahan Pemanis

Dalam tablet effervescent biasanya sering ditambahkan bahan pemanis dan

pewarna untuk memperbaiki penampilan dan rasa tablet. Bahan tambahan yang

digunakan harus mudah larut dalam air agar tidak meninggalkan residu (Mohrle,

1980). Bahan pemanis yang bisa digunakan adalah manitol, aspartam, sukrosa, dan

sakarin.

Sakarin 500 kali lebih manis dibandingkan sukrosa, kekurangannya berasa pahit pada

akhir dan bersifat karsinogenik. Aspartame 180 kali lebih manis dibanding sukrosa, tetapi

kurang stabil pada kondisi lembab sehingga tidak dapat digunakan dengan komponen yang

higroskopis.

Pada formula 2 mrnggunakan bahan pemanis sakarin konsentrasi 1,8% sedangkan

formula 2 menggunakan aspartam dengan konsentrasi 3%, maka pada formula 3 dipilih

aspartam sebagai bahan pemanis dengan pertimbangan aspartame tidak memiliki efek

karsinogenik dan stabil pada kondisi kering.

56
Formula 1 menggunakan sakarin dengan konsentrasi 1,8% dari bobot tablet. Sakarin

memnag lebih manis dibandingkan aspartame tetapi dengan efek karsinogenik sehingga

penggunaan sakarin dalam pemanis tablet effervenscent harus dihindari.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

57
4.1 Kesimpulan
1. Kegiatan produksi tablet effervescent harus memenuhi ketentuan CPOB yang yang
bertujuan untuk memastikan agar mutu sesuai dengan persyaratan dan tujuan
penggunaan. Personel kunci dalam produksi tablet effervescent pada industri farmasi
adalah Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu, dan Kepala Pemastian Mutu.
Posisi kunci tersebut dijabat oleh Apoteker purnawaktu.
2. Komponen yang digunakan dalam formula tablet effervescent, terdiri dari bahan
aktif, sumber asam (asam sitrat dan asam tartrat) dan sumber basa (natrium bikarnat,
natrium karbonat), bahan pengikat (polivinil pirolidon, sukrosa, CMC), bahan
pengisi (Lactosa, Manitol, Amilum), bahan pelicin (Magnesium stearat), dan
pemanis (sukrosa, aspartam).
3. Alur proses pengadaan bahan baku di industri farmasi tidak bisa dilepaskan dari
peran dan fungsi dari PPIC (Production Planning and Inventory Control). Bagian
PPIC dikepalai oleh seorang apoteker. Bagian pembelian melakukan pembelian
bahan baku dan bahan kemas yang dibutuhkan baik untuk proses produksi, proses
penelitian dan pengembangan produk, maupun untuk pengujian-pengujian yang
dilakukan QC. Kepala atau manager pembelian adalah seorang apoteker karena
apotekerlah yang mengetahui tentang bahan baku dan bahan kemas itu sendiri
beserta dokumen-dokumen penyertanya. Penerimaan bahan baku dilakukan oleh
bagian Quality Control (QC) yang dikepalai oleh seorang apoteker akan melakukan
pemeriksaan terhadap penerimaan bahan baku untuk memastikan kesesuaiannya
dengan pesanan. Jika bahan yang tidak sesuai pesanan akan dikembalikan ke
pemasok atau suplier, dan bahan yang memenuhi spesifikasi akan dirubah labelnya
dari quarantine menjadi released.
4. Alur produksi tablet diawali dengan penimbangan bahan baku. Tablet yang
diproduksi dengan menggunakan metode granulasi kering. Tablet yang dihasilkan
evaluasi dengan uji kekerasan tablet, kerapuhan (abrasi), keseragaman ukuran, waktu
hancur. Tablet yang dihasilkan dikemas dengan kemasan primer berupa kemasan
strip atau dalam botol (tube) effervescent, kemudian dikemas sekunder dan dilakukan

58
pemeriksaan kemasan. Setelah proses produksi selesai, dibuat berita acara pembuatan
tablet.
5. Formulasi sediaan effervescent vitamin c yang dibuat dengan kontrol kelembaban
relatif ±25% dengan metode granulasi kering dikarenakan vitamin c mudah
teroksidasi oleh air dan dan tidak tahan panas. Evaluasi tablet effervescent yang
dilakukan pada formula 1 tidak memenuhi persyaratan pada uji kekerasan tablet dan
uji waktu hancur, sedangkan formulasi 2 dan formulasi 3 memenuhi semua uji
evaluasi tablet effervescent. Formulasi 3 mempunyai hasil evaluasi terbaik
dibandingkan formula lainnya.

4.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan variasi sumber asam dan sumber basa

untuk memperoleh konsentrasi terbaik dlam pembuatan tablet effervescent,

2. Perlu dilakukan uji stabilitas untuk menentukan stabilitas dari tablet effervescent.

3. Sebaiknya ditambahkan bahan pewarna dan pengaroma pada tablet effervescent agar

lebih disukai dan diterima untuk di konsumsi.

59
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, 2011. Pharmaceutical Dosage Forms And Drug Delvery Systems Ninth Edition,
Philadelphia.

Author. 6th edition. 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition, London:
Pharmaceutical Press.

Aulton M, Taylor KMG. Aulton’s Pharmaceutics 4th Edition.; 2013. doi:10.1016/0168-


3659(89)90050-3

Ayu, Anesakirani. Et.al. 2018. Karakteristik Fisik dan Organoleptik Tablet Effervescent
Buah Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.), Jurnal Teknologi Pangan 2(1)59–63.

Depkes. III edition. 1979, Farmakope Indonesia, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Depkes. IV edition. 1995, Farmakope Indonesia, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik


Indonesia.

Depkes. V edition. 2014, Farmakope Indonesia, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik


Indonesia.

Lachman, L., Liberman, H.A., Kanig, J.L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri. Ed III.
(Terjemahan) Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press. Hal 267, 383,

60
Lieberman, dkk. 1998. Pharmaceutical Dosage Form: Disperse System, 3rd Edition. , New
York: Marcel Dekker Inc. hal 267

Mohrle. R. 1989. Effervescent Tablets in Lieberman. HA. Lachman L (eds). Pharmaceutical


Dossage Form : Tablet Vol I. 225-228. Marcel Dekker. Nye York.

Murtini Gloria. 2018. Teknonologi Sediaan Tablet. Kemenkes RI. Jakarta.

Rosmala, Dewi., et al. 2014. Tablet Effervescent Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) dengan variasi Kadar Pemanis Aspartam. Jurnal, Pharm Sci Res ISSN
2407-2354

Voight, R., 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi (Terjemahan). Noerono, S. Edisi V.

Yogyakarta : UGM Press, hal 202, 208, 205, 223.

61

Anda mungkin juga menyukai