KELOMPOK 8
DISUSUN OLEH
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof Teti
Indrawati,M.S.,Apt selaku dosen mata kuliah TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI yang telah
membimbing dalam penyusunanan makalah ini. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini
belum sempurna, karena itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya sehingga pada akhirnya
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di masa
mendatang.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan Makalah..........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................4
2.1 Vitamin C...................................................................................................4
2.2 Tablet Effervescent....................................................................................4
2.2.1 Bahan Tablet Effervescent.....................................................................5
2.2.2 Pembuatan Tablet...................................................................................7
2.3 Cara Pembuatan Obat Yang Baik .............................................................9
2.4 Alur pengadaan Bahan Baku Sediaan Obat.............................................11
2.5 Alur Produksi Obat..................................................................................12
2.6 Evaluasi Sediaan Tablet ..........................................................................13
2.7 Pengemasan.............................................................................................17
2.8 Penyimpanan dan Distribusi Yang Baik..................................................18
2.9 Formulasi.................................................................................................19
2.10 Monografi Bahan...................................................................................19
BAB III Pembahasan...........................................................................................22
3.1 Produksi Effervescent Vitamin C yang Baik...........................................22
3.2 Komponen Rancangan Formulasi............................................................23
3.3 Pengadaan Bahan Baku dan Alurnya ......................................................27
3.4 Alur, Proses, Pengemasan, Penyimpanan, dan Distribusi .......................30
3.5 Formulasi Sediaan Yang di Buat..............................................................34
BAB IV Kesimpulan Dan Saran.........................................................................35
4.1 Kesimpulan............................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................38
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Vitamin C adalah zat organik yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dalam jumlah
kecil, untuk memelihara fungsi metabolisme. Vitamin ini sangat diperlukan oleh manusia .
Vitamin C tidak dapat disintesis di dalam tubuh manusia, sehingga diperlukan vitamin C
dari luar tubuh. Vitamin C sering terdapat bersama dengan zat-zat atau vitamin-vitamin
lainnya di dalam makanan. Bahan makanan yang mengandung vitamin C paling utama
adalah buah-buahan dan sayuran. Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air,
memiliki peranan penting dalam perbaikan jaringan tubuh dan proses metabolisme tubuh
melalui reaksi oksidasi dan reduksi. Vitamin C juga berperan sebagai antioksidan,
mempercepat penyembuhan luka, proses hidroksilasi hormon koteks adrenal, pembentukan
kolagen dan menurunkan kadar kolesterol di dalam darah. Fungsi Vitamin C dalam tubuh
adalah untuk membentuk kolagen interselluler guna menyempurnakan tulang dan gigi,
mencegah bisul dan pendarahan. Vitamin C berperan sebagai antioksidan yang kuat yang
dapat melindungi sel dari agen-agen penyebab kanker, dan secara khusus mampu
meningkatkan daya serap tubuh atas kalsium (mineral untuk pertumbuhan gigi dan tulang)
serta zat besi dari bahan makanan lain (Godam, 2006).
Diantara bentuk sediaan farmasi adalah tablet effervescent merupakan pilihan
formulasi yang praktis. Bentuk effervescent lebih disukai karena praktis, cepat larut dalam
air, membentuk larutan yang memberikan efek sparkle seperti pada rasa minuman bersoda.
Sediaan effervescent merupakan campuran senyawa asam dan basa bila ditambahkan dengan
karbonat yang dihasilkan dapat menutupi rasa garam atau rasa lain yang tidak diinginkan
dari zat obat. Selain itu, sediaan ini dalam hal tertentu relatif memiliki keuntungan dibanding
bentuk sediaan lain. Beberapa keuntungan sediaan effervescent yaitu penyiapan larutan
dalam waktu seketika, penggunaannya lebih mudah, dapat diberikan kepada orang yang
1
mengalami kesulitan menelan tablet atau kapsul dan bentuk granul effervescent akan larut
dengan lengkap dalam air sehingga lebih mudah untuk diabsorbsi dan adanya karbonat dapat
obatan dan suplemen vitamin. Industri farmasi sebagai produsen obat memiliki tanggung
jawab pada kualitas (quality), keamanan (safety), dan efektifitas (efficacy). Oleh karena itu,
diperlukan suatu pedoman seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang telah di
tetapkan dalam Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Apoteker bertanggung
jawab untuk menghasilkan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat utuk memenuhi
proses registrasi produk, pelaksanaan pengawasan mutu, proses produksi adalah beberapa
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana memproduksi sediaan effervescent vitamin c yang baik
2. Apa komponen sediaan dan bagaimana rancangan formulasi sediaan tablet effervescent
vitamin c.
3. Bagaimana pengadaan barang dan alurnya.
4. Bagaimana memproduksi sediaan yang baik (alur, proses produksi, evaluasi,
pengemasan, penyimpanan dan distribusi.
5. Bagaimana formulasi sediaan effervescent vitamin c yang baik
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Vitamin C
Vitamin C adalah Kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam keadaan kering
vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut vitamin C mudah rusak karena
bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Oksidasi dipercepat
dengan adanya tembaga dan besi. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup
stabil dalam larutan asam (Almatsier S, 2005).
Vitamin ini mempunyai rasa asam, enak untuk di konsumsi sehari-hari dan fungsinya
banyak sekali untuk kesehatan. Banyak bukti dari penilitian yang mendukung fakta bahwa
vitamin C memiliki peran penting dalam pelbagai mekanisme imunologis. Kadarnya yang
tinggi di dalam sel darah putih (10 sampai 80 kali lebih tinggi dari kadar plasma), terutama
limfosit, dengan cepat habis selama infeksi. Kondisi tersebut mirip dengan kasus gusi
berdarah bila kekurangan vitamin C (Vitahealth, 2004 dalam Dwi dan Istikhomah).
Status vitamin C seseorang sangat bergantung dari usia, jenis kelamin, asupan vitamin
C harian, kemampuan absorpsi dan ekskresi, serta adanya penyakit tertentu (Schetman dkk,
1989; Levine dkk, 1995 dalam Dwi dan Istikhomah). Nama lain vitamin C adalah asam
askorbat, antiskorbut vitamin, acidium ascorbinicum, cevitamid, cantau, cabion, ascorvit,
planacit C,I-ascorbinezuur, 3 okso-L-gulofucanolakton, asam sevitamat, asam xiloaskorbat,
dan phamascorbine (Depkes, 1995).
Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet
kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan pengempaan dan merupakan bentuk sediaan
yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi
pada serbuk atau granul menggunakan cetakan saja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai
ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan (Depkes RI,
1995).
4
Menurut Farmakope edisi IV, tablet effervescent adalah tablet yang larut, dibuat
dengan cara dikempa. Selain zat aktif, juga mengandung campuran asam (asam sitrat, asam
tartrat) dan natrium bikarbonat, yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbon
dioksida. Tablet dilarutkan atau didispersikan dalam air sebelum pemberian. Tablet
effervescent harus disimpan dalam wadah tertutup atau kemasan lembab, pada etiket tidak
tertera tidak untuk langsung ditelan (Depkes RI, 1995)19. Tablet effervescent adalah tablet
tidak bersalut, mengandung asam karbonat atau bikarbonat yang bereaksi dengan cepat pada
penambahan air dengan melepaskan gas karbondioksida.
5
2. Sumber Basa
Sumber basa yang paling banyak digunakan dalam formulasi effervescent adalah
garam karbonat kering karena kemampuannya menghasilkan CO2 . Sumber
karbonat yang biasa digunakan adalah natrium bikarbonat, natrium karbonat,
kalium hidrogen karbonat dan kalium bikarbonat. Natrium Bikarbonat (NaHCO3 )
merupakan serbuk kristal berwarna putih, berasa asin dan mampu menghasilkan
karbon dioksida. Senyawa ini berhasil menghasilkan karbondioksida dalam sistem
effervescent karena harganya yang murah dan dapat larut dalam air secara
sempurna. Senyawa ini tersedia secara komersial dalam bentuk bubuk sampai
granula dan mampu menghasilkan karbon dioksida sekitar 52% (Siregar, 2010).
Natrium karbonat dan natrium bikarbonat, keduanya adalah yang paling reaktif.
Dalam tablet effervescent, sodium bikarbonat merupakan sumber karbon yang
paling utama, yang dapat larut sempurna, nonhigroskopik, murah, banyak, dan
tersedia secara komersial mulai dari bentuk bubuk sampai bentuk granul. Natrium
karbonat menunjukkan efek menstabilkan ketika digunakan dalam tablet
effervescent dikarenakan kemampuannya mengadsorbsi lembab. Hal ini dapat
mencegah reaksi awal (asam basa) effervescent. Sehingga natrium bikarbonat
lebih banyak dipakai dalam pembuatan tablet effervescent (Candra, 2008).
3. Bahan Pengikat
Pengikat adalah bahan yang membantu mengikat bahan lain bersama–sama.
Kebanyakan bahan memerlukan beberapa pengikat untuk memformulasi suatu
granul yang sesuai untuk pengempaan tablet. Dibandingkan dengan tablet
konvensional, penggunaan pengikat dalam formulasi tablet effervescent lebih
terbatas, bukan karena pengikat tidak diperlukan, tetapi karena dua cara kerja dari
pengikat itu sendiri. Pengikat seperti gom alam, gom selulosa, gelatin, dan
mucilago amilum pada umumnya tidak digunakan karena kelarutannya yang
rendah atau kandungan residu air yang tinggi. Pengikat kering seperti laktosa,
dekstroksa, dan manitol dapat digunakan tetapi sering tidak efektif dalam
konsentrasi yang rendah yang biasanya diperbolehkan dalam tablet effervescent
karena sifatnya sebagai perintang disintegrasi dan juga pengendali bobot atau
6
volume. Bahan pengikat yang biasa digunakan dalam tablet effervescent adalah
PVP (Siregar, 2010).
4. Bahan Pengisi
Bahan pengisi dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Bahan pengisi
menjamin tablet memiliki ukuran atau massa yang dibutuhkan. Bahan pengisi
yang baik memiliki beberapa kriteria, yaitu tidak bereaksi dengan zat aktif dan
eksipien lain, tidak memiliki aktivitas fisiologis dan farmakologis, mempunyai
sifat fisika dan kimia yang konsisten, tidak menyebabkan dan berkontribusi pada
segragasi campuran bila ditambahkan, tidak menyebabkan berkembang biaknya
mikroba, tidak mempengaruhi disolusi dan bioavailabilitas, tidak berwarna, dan
tidak berbau. Bahan pengisi yang biasa digunakan antara lain sukrosa, laktosa,
amilum, kaolin, kalsium karbonat, dekstroksa, manitol, sorbitol, dan bahan lain
yang cocok (Kumullah, 2016).
5. Bahan Pelincir
Bahan pelincir memenuhi fungsi berbeda, antara lain berfungsi sebagai bahan
pengatur aliran, bahan pelincir dan bahan pemisah bentuk. Bahan pengatur aliran
berfungsi memperbaiki daya luncur masa yang ditabletasi. Bahan pelincir
berfungsi untuk memudahkan pendorongan tablet ke atas dan ke ruang cetak
melalui pengurangan gesekan antara dinding dalam lubang ruang cetak dan
permukaan sisi tablet. Sedangkan bahan pemisah bentuk berguna untuk
menghindarkan lengketnya masa tablet pada stempel dan pada dinding dalam
ruang cetak (Hidayati, 2007). Garam magnesium, kalsium, dan garam seng dari
asam stearat adalah zat yang paling efisien dan biasa digunakan. Konsentrasi 1 %
atau kurang biasanya efektif. Akan tetapi, zat tersebut tidak larut air sehingga
dapat merintangi disintegrasi tablet dan menghasilkan larutan keruh (Siregar,
2010).
7
2.2.2 Pembuatan Tablet
Secara sederhana proses pembuatan tablet effervescent dapat di bagi dalam dua
a. Proses Pencampuran
Pencampuran adalah proses dimana dua atau lebih komponen diperlakukan
sehingga saling berdekatan dan memungkinkan untuk terjadi kontak dengan
partikel dari masing-masing komponen. Proses pencampuran ini bertujuan
untuk mendapatkan massa tablet yang homogen. Proses ini harus dilakukan
dalam kelembaban yang rendah, sebaiknya kelembaban relative (RH)
dibawah 25%.
b. Proses pembuatan tablet
Pada prinsipnya tablet dapat dibuat melalui kempa langsung atau granulasi,
baik granulasi basah atau granulasi kering. Untuk menentukan metode
pembuatannya apakah dibuat kempa langsung atau granulasi sangat
tergantung pada dosis dan sifat zat aktifnya. Dibandingkan dengan metode
granulasi, metode kempa langsung dinilai lebih menguntungkan dalam hal
penghematan waktu, peralatan, ruangan maupun energy yang dibutuhkan
(Rohdiana, 2003).
Proses pembuatan tablet harus dilakukan pada ruangan khusus sehingga bisa
diatur kelembaban relatifnya, kira-kira dibawah 25%. Apabila kelembaban
relatifnya diatas 25% maka akan mengalami kesulitan pada proses pembuatan
dan sukar tercapai tablet effervescent yang stabillitasnya bagus (Mohrle,
1989). Kelembaban relatif didefinisikan seabagai perbandingan antara
tekanan uap air dalam atmosfer dengan tekanan uap air jenuh pada
temeperatur tertentu (Anonim, 2007). Kelembaban related dinyatakan
seabagai presentase dan dihitung dengan cara berikut:
8
2.2.3 Formulasi
9
zat anhidrat. Pemerian dari bahan ini yaitu hablur bening tidak berwarna atau
serbuk hablur granul sampai halus, putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau,
rasanya sangat asam. Bentuk hidrat mekat dalam udara kering. Kelarutan bahan
ini sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan sedikit sukar larut
dalam eter (Farmakope Indonesia IV, 1995).
2. Asam tartrat (Asam Tartaricum)
Asam tartrat memiliki rumus kimia C4 H6 O6 dengan berat molekul 150, 09.
Pemerian dari bahan ini yaitu hablur, tidak berwarna atau bening atau serbuk
hablur halus, warna putih, tidak berbau, rasa asam dan stabil di udara. Kelarutan
bahan ini sangat mudah larut dalam air dan mudah larut dalam etanol (Farmakope
Indonesia IV, 1995)32. Bersifat higroskopis, merupakan asam kuat dan
pemakaiannya lebih banyak daripada asam sitrat sehingga mudah ditemukan di
pasaran.
3. Manitol (Mannitolum)
Manitol mengandung tidak kurang dari 96, 0% dan tidak lebih dari 101,5% C6
H14O6 , dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Mempunyai berat molekul
182, 17. Pemerian dari bahan ini serbuk hablur atau granul mengalir bebas, putih,
tidak berbau, dan rasa manis. Kelarutannya mudah larut dalam air, larut dalam
larutan basa, sangat sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam eter.
Manitol digunakan sebagai pengisi tablet pada kadar 10%-90% dalam formulasi
tablet dan merupakan serbuk yang kohensifitasnya tinggi dan memiliki densitas
1,541g/cm3 . Tingkat kemanisan manitol sama dengan glukosa dan setengah dari
tingkat kemanisan sukrosa. Bersifat non-higroskopis sehingga mudah dikeringkan
dan membutuhkan lubrikan dalam jumlah besar agar dapat dikempa dengan
mudah (Farmakope Indonesia IV, 1995).
4. Natrium Bikarbonat
Natrium bikarbonat mempunyai rumus kimia NaHCO3 dengan berat molekul 84,
01. Natrium mengandung tidak kurang dari 99, 0% dan tidak lebih dari 100, 5%
NaHCO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemeriannya serbuk
hablur, putih, stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembap secara perlahan-
lahan akan terurai. Larutan segar dalam air dingin, tanpa dikocok, bersifat basa
10
terhadap lakmus. Kebasaan bertambah bila larutan dibiarkan, digoyangkan kuat
atau dipanaskan (Farmakope Indonesia IV, 1995). Standar penggunaan natrium
bikarbonat dalam tablet effervescent menurut Handbook of Pharmaceutical
Exicipient adalah 25% -50%.
11
Untuk melakukan uji waktu air menggunakan alat yang dikatakan sebagai metoda corong
a. Timbang 100 gram granul yang sudah ditambahkan komponen luar (granulasi basah)
b. Masukkan kedalam corong dengan ukuran tertentu yang bagian bawahnya (yaitu kran)
tertutup.
c. Siapkan stopwatch. Alat dijalankan dengan membuka kran, kemudian catat waktu yang
diperlukan seluruh granul untuk melalui corong tersebut dengan menggunakan stopwatch
tersebut.
d. Waktu alir granul yang baik adalah jika waktu yang diperlukan kurang lebih atau sama
dengan 10 detik untuk 100 gram granul. Dengan demikian kecepatan alir yang baik
e. Dapat pula menggunakam granul 25 gram. Jika menggunakan 25 gram granul, maka
2. Sudut Diam
Sudut diam adalah sudut tepat yang terjadi antara timbunan partikel berbentuk kerucut
dengan bidang horizontal. Jika sejumlah serbuk dituang kedalam alat pengukur, besar
kecilnya sudut diam dipengaruhi oleh bentuk ukuran dan kelembaban serbuk. Bila sudut
diam lebih kecil atau sama dengan 300 menunjukkan bahwa serbuk dapat mengalir
dengan bebas, bila sudut lebih besar dari 400 artinya mengalirnya kurang baik.
12
Tabel 2. Hubungan Antara Sudut Henti dengan Sifat Alir
c. Kompresibilitas
Kompresibilitas adalah kemampuan serbuk untuk tetap kompak dengan adanya tekanan.
Uji kompresibility dilakukan dengan alat yang disebut bulk density .
Tabel 3. Persentase Kompresibilitas Terhadap Sifat Alur Serbuk
13
Pengukuran lain dari sebuk yang bebas mengalir adalah kompresibilitas yang dihitung dari
kerapatan granul, yaitu dengan memasukkan sejumlah tertentu granul kedalam gelas ukur.
c. Volume awal dicatat, kemudian ketuk atau hidupkan alat sampai tidak terjadi pengurangan
volume.
Uji terhadap kadar lembab ini dikhususkan untuk granulasi basah. Penentuan kelembaban
terhadap granul ini sangat diperlukan. Selanjutnya, untuk menentukan kandungan air didalam
bahan padat dapat digunakan metode cara timbang-pengeringan. Cara ini berdasarkan atas
perbedaan berat zat, dimana yang paling sederhana, bahan yang akan dikeringkan (granulat)
ditimbang sebelum dan sesudah pengeringan (misalnya di dalam lemari pengering) dan
selisihnya adalah kandungan air (%) (Lachman, dkk, 1994). Persyaratan kadar air adalah kurang
Dari uji kadar lembab dapat diperoleh persen kelembaban di bawah ini :
% kadar lembab = 𝑊𝑜−𝑊1 x 100 %
𝑊1
Keterangan :
Wo = Bobot granul awal
W1 = Bobot setelah pengeringan
14
Uji kadar lembab terhadap granul (granulasi basah) dapat juga dilakukan menggunakan alat yang
B. Evaluasi Tablet
1. Pemeriksaan Organoleptik
Pemeriksaan organoleptic adalah Pemeriksaan meliputi warna, rasa, bau, penampilan
(mengkilap atau kusam), tekstur permukaan (halus atau kasar), derajat kecacatan seperti
serpihan, dan kontaminasi benda asing (rambut, tetesan minyak, kotoran). Warna yang tidak
seragam dan adanya kecacatan pada tablet selain dapat menurunkan nilai estetikanya juga
dapat menimbulkan persepsi adanya ketidakseragaman kandungan dan kualitas produk yang
buruk.
2. Keseragaman Ukuran
Ukuran tablet meliputi diameter dan ketebalan. Ketebalan inilah yang berhubungan dengan
proses pembuatan tablet, karena harus terkontrol sampai perbedaan 5 % dari nilai rata-rata.
Pengontrolan ketebalan tablet diperlukan agar dapat diterima oleh konsumen dan dapat
mempermudah pengemasan. Alat untuk mengukur tablet adalag jangka sorong.
15
Gambar 4. Jangka Sorong
Prosedur kerja uji keseragaman ukuran adalah sebagai berikut (Farmakope Indonesia, 1976)
a. Ambil 20 tablet, dapat juga menggunakan hanya 10 tablet.
b. Ukur diameter dan tebal tablet satu persatu.
c. Lihat syarat keseragaman ukuran tablet.
d. Tablet yang baik mempunyai diameter tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1⅓ tebal
tablet.
3. Keseragaman Bobot
Bobot tablet yang dibuat harus diperiksa secara acak untuk memastikan bahwa setiap tablet
mengandung obat dengan jumlah yang tepat. Syarat keseragam bobot menurut Farmakope
Indonesia Edisi III adalah bila bobot rata-rata lebih kurang 300 mg, jika ditimbang satu
persatu tidak lebih dari 2 buah tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang 5% dari
bobot rata-ratanya, dan tidak ada satupun tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari 10%
dari bobot rata-ratanya. Alat yang digunakan yaitu Timbangan.
16
Adapun cara melakukan uji keseragaman terhadap bobot tablet menggunakan timbangan analitik
adalah sebagai berikut:
a. Pilih 20 tablet.
b. Timbang 20 tablet tersebut.
c. Timbang satu persatu.
d. Hitung bobot rata-ratanya.
e. Hitung persen penyimpangan tiap-tiap tablet dengan cara:
% penyimpangan = selisih 𝑊𝑜−𝑊1 x 100 %
𝑊1
Keterangan:
Wo = bobot rata-rata
W1 = bobot tablet
f. Hasilnya, tidak lebih dari dua tablet yang mempunyai penyiampangan lebih besar dari kolom
A dan tidak boleh ada satu tabletpun yang mempunyai penyimpangan bobot lebih besar dari
4. Kekerasan Tablet
Tablet harus mempunyai kekuatan dan kekerasan tertentu serta dapat bertahan dari berbagai
goncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan dan transportasi. Alat yang biasa
digunakan adalah hardness tester. Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan
ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi
keretakan talet selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian. Kekerasan ini dipakai
sebagai ukuran dari tekanan pengempaan. Keseragaman minimum 4 kg diukur dengan alat
Hardness tester. Caranya :
1. Ambil masing-masing 6 tablet dari tiap batch
2. Yang kemudian diukur kekerasanya dengan alat pengukur kekerasan tablet
3. Letakkan sebuah tablet dengan posisi tegak diantara anvit dan punch
4. lalu tablet dijepit dengan cara memutar sampai tablet pecah dan retak
5. Pada saat tersebut angka yang ditunjukkan oleh jarum adalah kekerasan tablet
tersebut.
17
Gambar 6. Alat uji kekerasan tablet manual
18
Gambar 8. Alat uji kerapuhan tablet
6. Waktu Hancur
Waktu hancur tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet biasa dan 60 menit untuk tablet
bersalut gula dan selaput. Nama alat Disintegration Tester tipe ZT 2-Erweka. Cara
kerjanya yaitu :
1. Pengujian waktu menggunakan 6 buah tablet.
2. Masukkan tablet pada masing-masing tabung kecil dari keranjang.
3. Masukkan 1 cakram pada tiap-tiap tabung.
4. Gunakan air bersuhu 37 +/- 2 c sebagai media yang ada di penangas.
5. Setelah alat dioperasikan, keranjang akan bergerak keatas dan kebawah sebanyak
30 kali dalam semenit.
Tablet hancur sempurna bila sisa sediaan yang tertinggal pada kasa alat uji merupakan
masa lunak yang tidak mempunyai inti yang jelas. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak
hancur sempurna, ulangi pengujian dengan waktu yang ditambah sebanyak 15 menit.
Semua tablet harus hancur tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan
untuk tablet bersalut waktunya 60 menit.
19
Gambar 9. Desintegrator Tester
20
d. Punch bawah
Punch bawah adalah alat untuk mengeluarkan tablet yang telah dicetak. Punch bawah
dijumpai di bagian dalam ruang cetak, yaitu yang membatasi ruang pengisian ke bawah.
Selama pencetakan punch bawah membentuk tempat lawan (hanya pada mesin-mesin
yang lebih besar juga terlibat pada aksi pencetakan). Setelah pencetakan selesai, punch
bawah akan mengarah ke atas dan dengan demikian membawa tablet ke sisi atas ruang
cetak, dimana tablet ini didorong kesamping. Pada saat yang bersamaan punch bawah
jatuh kembali ke posisi semula dan kemudian ruang cetak siap untuk pengambilan
pengisisan selanjutnya. Saudara mahasiswa, ada yang perlu Anda ketahui bahwa seluruh
pengempaan dilakukan oleh punc atas.
tablet yang pernah digunakan untuk memproduksi tablet dalam industri farmasi. Mesin-
Karakteristik yang menonjol pada mesin cetak ini adalah bahwa ruang cetak diam
dan corong pengisi bergerak. Corong pengisi meluncur kesana kemari di atas
21
ruang cetak dan mendukung untuk pengisian yang baru di ruang cetak secara
tetap. Pada mesin cetak ini hanya melibatkan punch atas. Tekanan berlangsung
dan bagian tablet menunjukkan kekerasan yang tidak sama. Akibat gerakan sepatu
pengisi yang tersendat-sendat. Pada granulat dengan bentuk tidak seragam dapat
terjadi suatu pemisahan parsial yang menyebabkan granulat berupa butiran kecil
terkumpul pada bagian bawah sepatu pengisi. Kondisi inipun dapat menyebabkan
variasi bobot. Mesin tunggal ini biasanya digunakan dalam apotik dan pusat-pusat
obat galenika, karena mudah digunakan dan lagi pula harganya cukup terjangkau.
Bila menggunakan punch ganda menghasilkan tablet menjadi berlipat. Jenis lain
Desain mesin cetak rotary maupun cara operasionalnya sangat berbeda sekali
dengan mesin cetak tunggal apalagi dengan mesin cetak yang menggunakan
tangan. Mesin cetak rotary ini dilengkapi dengan meja die yang bundar yang
memiliki beberapa dies didalamnya disertai satu set punch yang jumlahnya sesuai
22
dengan dies yang ada pada meja tersebut. Pada mesin ini sepatu pengisi dalam
keadaan diam, sedangkan ruang cetaknya bergerak. Mesin ini berupa suatu
piringan bundar horizontal memuat sejumlah ruang cetak. Mesin tablet yang kecil
yang besar (misalnya 12 – 16). Untuk setiap ruang cetak memiliki sebuah punch
atas dan punch bawah. Melalui pemutaran piringan horizontal, ruang-ruang cetak
pengisi. Massa tablet disorong bersama dari atas dan bawah kemudian dibentuk
menjadi tablet. Kekerasan bagian atas dan bagian bawah tablet adalah sama.
23
2.5 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)
CPOB adalah bagian dari Manajemen Mutu yang memastikan obat dibuat dan
dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaan dan persyaratan Izin Edar, Persetujuan Uji Klinik atau spesifikasi produk.
CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. Prinsip dasar CPOB adalah:
a. semua proses pembuatan obat ditetapkan secara jelas, dikaji secara sistematis
berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu menghasilkan obat yang memenuhi
persyaratan mutu dan spesifikasi yang ditetapkan secara konsisten;
b. tahap kritis dalam proses pembuatan, dan perubahan signifikan dalam proses
divalidasi;
c. tersedia semua fasilitas CPOB yang diperlukan mencakup:
1. personel terkualifikasi dan terlatih;
2. bangunan-fasilitas dengan luas yang memadai;
3. peralatan dan sarana penunjang yang sesuai;
4. bahan, wadah dan label yang benar;
5. prosedur dan instruksi yang disetujui sesuai Sistem Mutu Industri Farmasi; dan
6. tempat penyimpanan dan transportasi memadai.
d. prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa jelas, tidak
bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada fasilitas yang tersedia;
e. prosedur dan instruksi dilaksanakan dengan benar dan operator diberi pelatihan untuk
menerapkannya;
f. pencatatan dilakukan selama pembuatan baik secara manual dan/atau dengan alat
pencatat yang menunjukkan bahwa semua langkah pembuatan dalam prosedur dan
instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan bahwa jumlah serta mutu
produk sesuai yang diharapkan;
g. setiap penyimpangan signifikan dicatat dengan lengkap, diinvestigasi dengan tujuan
untuk menentukan akar masalah dan pelaksanaan tindakan korektif dan tindakan
pencegahan yang tepat;
h. catatan pembuatan termasuk distribusi obat yang memungkinkan ketertelusuran
riwayat bets, disimpan dalam bentuk yang komprehensif dan mudah diakses;
24
i. Cara Distribusi Obat yang Baik memperkecil risiko yang berdampak pada mutu obat;
j. sistem penarikan bets obat dari peredaran tersedia; dan
k. keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi
serta tindakan tepat diambil terkait cacat produk dan pencegahan keberulangan
keluhan.
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang mencakup pengambilan sampel,
spesifikasi dan pengujian, serta mencakup organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan
yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan. Bahan
tidak boleh diluluskan untuk digunakan dan produk tidak boleh diluluskan untuk dijual atau
didistribusi sampai mutunya dinilai memuaskan.
Pembuatan obat yang benar mengandalkan sumber daya manusia. Oleh sebab itu
industri farmasi harus bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang terkualifikasi
dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tanggung jawab individual
secara jelas dipahami oleh masing-masing dan didokumentasikan. Seluruh personel
hendaklah memahami prinsip CPOB yang menyangkut tugasnya serta memperoleh pelatihan
awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi higiene yang berkaitan dengan
pekerjaannya. Personel Kunci dalam industry farmasi adalah Kepala Produksi, Kepala
Pengawasan Mutu, dan Kepala Pemastian Mutu. Posisi kunci tersebut dijabat oleh Apoteker
purnawaktu. Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu dan Kepala Pemastian Mutu harus
independen satu terhadap yang lain. Hendaklah personel tersebut tidak mempunyai
kepentingan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial.
1. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
karenatidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan mutu
25
secarakonsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara
menyeluruh dan diterapkan secara benar. Mutu suatu produk tergantung pada:
a. Bahan awal
b. Proses pembuatan
c. Pengawasan mutu
d. Bangunan
e. Peralatan yang digunakan
f. Personalia
Untuk menjamin mutu produk suatu industri Farmasi, maka tiap industri farmasi
selalu memiliki bagian Quality Managemen. Tugas utama dari bagian Quality
Managemen adalah memastikan bahwa mutu produk obat itu dibangun sejak awal
kedalam produk, dan memastikan bahwa mutu produk tidak akan berubah hingga ke
tangankonsumen. Bagian Quality Managemen terdiri atas 2 bagian, yaitu :
26
hendaklah ditetapkan secara tertulis yang disimpan oleh bagian SDM, tapi juga dapat
ditampilkan pada Uraian Tugas masing-masing (BPOM 2018).Jumlah personil yang
memadai sangat mempengaruhi proses produksi. Kekurangan jumlah personil
cenderung mempengaruhi kualitas obat, karena tugas akan dilak ukan secara tergesa-
gesa dengan segala akibatnya. Disamping itu, kekurangan jumlah karyawan biasanya
mengakibatkan kerja lembur sering dilakukan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik
dan mental baik bagi operator ataupun supervisor atau malahan bagi personil pada
tingkat lebih atas yang melakukan evaluasi dan/atau mengambil keputusan (BPOM
2018).
27
didesain seperti ruang penyangga dan digunakan sebagai pembatas fisik untuk berbagai
tahap penggantian pakaian dan memperkecil cemaran mikroba dan partikulat terhadap
pakaiann pelindung. Ruang ganti tersebut hendaklah dibilas secara efektif dengan udara
yang telah tersaring. Tahap terakhir dari ruang ganti hendaklah pada kondisi ”non-
operasional”, mempunyai tingkat kebersihan yang sama dengan ruang berikutnya.
Penggunaan ruang ganti terpisah untuk memasuki dan meninggalkan daerah bersih
kadang-kadang diperlukan. Suhu dan kelembaban ruangan hendaklah dijaga pada tingkat
yang tidak menyebabkan personil berkeringat secara berlebihan dalam pakaian kerjanya.
(BPOM, 2018)
a. Area Penimbangan
Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara penimbangan
hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan
tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi.
b. Area Produksi
Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat terjadinya pencemaran-silang,
suatu sarana khusus dan selfcontained hendaklah disediakan untuk produksi obat tertentu
seperti produk yang dapat menimbulkan sensitisasi tinggi. Produk lain seperti antibiotik
tertentu (misal: penisilin), produk hormon seks, produk sitotoksik, produk tertentu dengan
bahan aktif berpotensi tinggi, produk biologi (misal: yang berasal dari mikroorganisme
hidup) dan produk nonobat hendaklah diproduksi di bangunan terpisah.
Pembuatan produk yang diklasifikasikan sebagai racun seperti pestisida dan
herbisida tidak boleh dilakukan di sarana produksi obat. Tata letak ruang produksi
sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk:
1. Memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan antara
satu ruangan dengan ruangan lain mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas
kebersihan yang dipersyaratkan
2. Mencegah kesesakan dan ketidakteraturan
3. Memungkinkan terlaksananya komunikasi dan pengawasan yang efektif
4. Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang sedang dalam proses
hendaklah memadai untuk memungkinkan penempatan peralatan dan bahan secara
teratur dan sesuai dengan alur proses, sehingga dapat memperkecil risiko terjadi
28
kekeliruan antara produk obat atau komponen obat yang berbeda, mencegah
pencemaran silang dan memperkecil risiko terlewatnya atau salah melaksanakan
tahapan proses produksi atau pengawasan.
5. Permukaan dinding, lantai dan langit langit bagian dalam ruangan di mana terdapat
bahan baku dan bahan pengemas primer, produk antara atau produk ruahan yang
terpapar kelingkungan hendaklah halus, bebasretak dan sambungan terbuka, tidak
melepaskan partikulat, serta memungkinkan pelaksanaan pembersihan
(bilaperludisinfeksi) yang mudah dan efektif.
6. Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air,
permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan yang cepat dan efisien apabila
terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai di area pengolahan hendaklah
berbentuk lengkungan.
7. Pipa, fiting lampu, titik ventilasi dan instalasi sarana penunjang lain hendaklah
dirancang dan dipasang sedemikian rupa untuk menghindari terbentuknya ceruk yang
sulit dibersihkan. Untuk kepentingan perawatan, sedapat mungkin instalasi sarana
penunjang seperti ini hendaklah dapat dijangkau dari luar area pengolahan.
8. Pipa yang terpasang di dalam ruangan tidak boleh menempel pada dinding tetapi
digantungkan dengan menggunakan sikusiku pada jarak cukup untuk memudahkan
pembersihan menyeluruh.
9. Pemasangan rangka atap, pipa dan saluran udara di dalam ruangan hendaklah dihindari.
Apabila tidak terhindarkan, maka prosedur dan jadwal pembersihan instalasi tersebut
hendaklah dibuat dan diikuti.
10. Saluran pembuangan air hendaklah cukup besar, dirancang dan dilengkapi dengan bak
kontrol serta ventilasi yang baik untuk mencegah aliran balik. Sedapat mungkin saluran
terbuka dicegah tetapi bila perlu hendaklah cukup dangkal untuk memudahkan
pembersihan dan disinfeksi.
11. Area produksi hendaklah diventilasi secara efektif dengan menggunakan sistem
pengendali udara termasuk filter udara dengan tingkat efisiensi yang dapat mencegah
pencemaran dan pencemaran-silang, pengendali suhu dan, bila perlu, pengendali
29
kelembaban udara sesuai kebutuhanp roduk yang diproses dan kegiatan yang dilakukan
di dalam ruangan dan dampaknya terhadap lingkungan luar pabrik.
12. Area di mana dilakukan kegiatan yang menimbulkan debu misalnya pada saat
pengambilan sampel, penimbangan bahan atau produk, pencampuran dan pengolahan
bahan atau produk, pengemasan produk serbuk, memerlukan sarana penunjang khusus
untuk mencegah pencemaran-silang dan memudahkan pembersihan.
13. Tata letak ruang area pengemasan hendaklah dirancang khusus untuk mencegah campur
baur atau pencemaran-silang.
14. Pintu area produksi yang berhubungan langsung ke lingkungan luar, seperti pintu
bahaya kebakaran, hendaklah ditutup rapat. Pintu tersebut hendaklah diamankan
sedemikian rupa sehingga hanya dapat digunakan dalam keadaan darurat sebagai pintu
keluar. Pintu di dalam area produksi yang berfungsi sebagai barier terhadap pencemaran
silang hendaklah selalu ditutup apabila sedang tidak digunakan.
4. Peralatan
Sedapat mungkin peralatan yang digunakan untuk memproses produk steril
hendaklah dipilih supaya dapat disterilisasi secara efektif dengan menggunakan uap, atau
panas kering atau metode lain. Peralatan, fiting dan sarana lain, sejauh memungkinkan
hendaklah dirancang dan dipasang sedemikian rupa sehingga kegiatan, perawatan dan
perbaikan dapat dilaksanakan dari luar area bersih. Jika proses sterilisasi diperlukan
hendaklah dilakukan setelah perakitan kembali selesai, bila memungkinkan. Bila standar
kebersihan tidak dapat dipertahankan saat dilakukan pekerjaan perawatan yang
diperlukan di dalam ruang bersih, ruang tersebut hendaklah dibersihkan, didisinfeksi
dan/atau disterilkan sebelum proses dimulai kembali. Instalasi pengolahan dan sistem
distribusi air hendaklah didesain, dikonstruksi dan dirawat untuk menjamin agar air yang
dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang sesuai.
30
dan filter gas serta sistem pengolahan, penyimpanan dan pendistribusian air. Persetujuan
untuk penggunaan kembali setelah dilakukan perawatan harus dicatat. (CPOB, 2006)
Pada setiap aspek produk sediaan injeksi penicillin setiap tahapnya harus
diperhatikan agar terbebas dari kontaminasi mikroba, dari komponen toksik, tingkat
kemurnian yang tinggi dan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi
persyaratan kesehatan. Upaya tersebut selalu ditingkatakan oleh perusahaan terhadap
tenaga kerja, bangunan, peralatan, bahan, proses produksi, pengemasan dan setiap hal
yang dapat menjadi sumber pencemaran produk. Hygiene dari personil/karyawan
diwajibkan merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan. Personil/karyawan
diwajibkan mencuci tangan dan menyemprotkan alcohol 70% setiap memasuki ruangan
produksi, diwajibkan mengenakan pakaian yang hanya dikenakan di ruangan produksi
agar produk tidak terkontaminasi benda-benda asing. Selama melakukan pekerjaan
karyawan diharuskan menahan diri untuk tidak makan dan minum atau melakukan
pekerjaan yang dapat mengakibatkan pencemaran terhadap produk. (BPOM, 2006)
6. Produksi
Selain itu, produksi baiknya dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap produk akhir,
melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi sejak
pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia, bangunan, peralatan,
kebersihan dan hygiene sampai dengan pengemasan.
31
b. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang seidentik
mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah diproduksi maupun
yang akan diproduksi.
Sedangkan hakikat produksi adalah :
a. Mutu produk obat tidak ditentukan oleh hasil akhir analisa saja, tetapi ditentukan
oleh keseluruhan proses produksi (built inprocess).
b. Adanya prosedur baku (standar) untuk setiap langkah (tahapan) proses produksi
dengan persyaratan yang harus diikuti dengankonsisten.
32
5. Penimbangan dan Penyerahan
Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan
produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan
dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara
dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih
belum daluarsa yang boleh diserahkan (BPOM, 2006).
6. Pengembalian
Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang
penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar (BPOM, 2006).
7. Pengolahan
Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum
dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa
sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis
sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan
mengikusi prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dilaporkan.
Semua produk antara hendaklah diberi label yang benar dan dikarantina sampai
diluluskan oleh bagian pengawasan mutu (BPOM, 2006).
c. Kegiatan Pengemasan
33
memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur
pengemasan induk.
e. Karantina Produk Jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum
penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan
untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah
dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengolahan bets
memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.
7. Pengawasan Mutu
34
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan
pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri
hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk
menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang
kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus,
misalnya dalam hal terjadi penarikan obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang.
Semua saran untuk tindakan perbaikan hendaklah dilaksanakan. Prosedur dan catatan
inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem
manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya
dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk khusus
untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.
Untuk melindungi kesehatan masyarakat, suatu sistem dan prosedur yang sesuai
hendaklah tersedia untuk mencatat, menilai, menginvestigasi dan meninjau keluhan
termasuk potensi cacat mutu dan, jika perlu, segera melakukan penarikan obat termasuk
obat uji klinik dari jalur distribusi secara efektif.
Semua otoritas pengawas obat terkait hendaklah diberitahu secara tepat waktu
jika ada cacat mutu yang terkonfirmasi (kesalahan pembuatan, kerusakan produk,
temuan pemalsuan, ketidakpatuhan terhadap izin edar atau spesifikasi produk, atau isu
mutu serius lain) terhadap obat atau obat uji klinik yang dapat mengakibatkan penarikan
produk atau pembatasan pasokan. Apabila ditemukan produk yang beredar tidak sesuai
dengan izin edarnya, hendaklah dilaporkan kepada Badan POM dan/atau otoritas
pengawas obat terkait sesuai dengan ketentuan berlaku.
35
Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa
bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan kembali
dilakukan apabila ditemukan produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas
dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan yang merugikan
kesehatan (BPOM, 2009).
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri dan beredar
yang kemudian dikembalikan ke industri karena adanya keluhan, mengenai kerusakan,
kadaluarsa, atau alasan lain misalnya mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan
sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu serta kesalahan
administratif yang menyangkut jumlah dan jenis (BPOM, 2009).
10. Dokumentasi
Dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari sistem pemastian
mutu dan merupakan kunci untuk pemenuhan persyaratan CPOB. Berbagai jenis
dokumen dan media yang digunakan hendaklah sepenuhnya ditetapkan dalam Sistem
Mutu Industri Farmasi. Dokumentasi dapat dibuat dalam berbagai bentuk, termasuk
media berbasis kertas, elektronik atau fotografi.
Tujuan utama sistem dokumentasi yang dimanfaatkan haruslah untuk
membangun, mengendalikan, memantau dan mencatat semua kegiatan yang secara
langsung atau tidak langsung berdampak pada semua aspek kualitas obat. Acuan lebih
lanjut terkait penerapan Cara Dokumentasi yang Baik untuk menjamin integritas
dokumen dan catatan dapat mengacu pada Pedoman WHO Guidance on Good Data and
Record Management Practices atau pedoman internasional lain terkait.Dokumen harus
bebas dari kesalahan dan tersedia secara tertulis dan menjelaskan tentang aktivitas yang
sesuai CPOB.
36
BAB III
PEMBAHASAN
Kegiatan produksi dilaksanakan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi
ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan
mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Pemegang Izin Industri Farmasi
harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai tujuan penggunaan, memenuhi persyaratan Izin
Edar atau Persetujuan Uji Klinik, jika diperlukan, dan tidak menimbulkan risiko yang
membahayakan pasien pengguna disebabkan karena keamanan, mutu atau efektivitas yang tidak
memadai. Industri farmasi harus menetapkan manajemen puncak yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan atau pabrik dengan kewenangan dan tanggung jawab memobilisasi
sumber daya dalam perusahaan atau pabrik untuk mencapai kepatuhan terhadap regulasi.
memerlukan partisipasi dan komitmen dari personel pada semua tingkat diberbagai departemen
dalam perusahaan, juga pemasok dan distributor. Untuk mencapai sasaran mutu yang handal,
diperlukan Sistem Mutu yang didesain secara komprehensif dan diterapkan secara benar serta
mencakup Cara Pembuatan Obat yang Baik dan Manajemen Risiko Mutu.
Pembuatan obat yang benar mengandalkan sumber daya manusia. Oleh sebab itu industri
farmasi harus bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang terkualifikasi dalam jumlah
yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Manajemen puncak hendaklah menunjuk
Personel Kunci termasuk Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu, dan Kepala Pemastian
Mutu. Posisi kunci tersebut dijabat oleh Apoteker purnawaktu. Kepala Produksi, Kepala
37
Pengawasan Mutu dan Kepala Pemastian Mutu harus independen satu terhadap yang lain.
Hendaklah personel tersebut tidak mempunyai kepentingan lain yang dapat menimbulkan konflik
Dalam melakukan produksi obat yang baik, formula dirancang oleh formulator pada
bagian Research and Developmetn ( R and D) yang di kepalai oleh Apoteker, kemudian obat di
produksi di ruang produksi, dilakukan dan disupervisi oleh personel yang kompeten dibawah
tanggung jawab Apoteker sebagai Kepala Produksi. Selanjutnya bahan akan dikemas oleh
personel bagian pengemasan yang memperoleh pelatihan agar memahami persyaratan
pengawasan selama-proses dan melaporkan tiap penyimpangan yang ditemukan pada saat
mereka menjalankan tanggung jawab spesifik tersebut, Di bawah tanggung jawab Apoteker.
Setelah selesai dikemas, produk jadi hendaklah ditempatkan di area karantina produk jadi sambil
menunggu pelulusan dari kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Setelah pelulusan
suatu bets/lot oleh bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), produk tersebut hendaklah
disimpan sebagai stok yang dapat digunakan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh industri
farmasi. Produk dapat dipindahkan dari area karantina ke gudang produk jadi.
38
Lactosa - 11 11 Larut air
Pemanis Aspartam 3 - 3 Sangat manis, mudah
larut
Sakarin Na - 1,8 - Sangat manis, mudah
larut
Pelicin Mg Stearat - 0,1 - Tidak larut air
PEG 6000 2 - 2 Larut air
Metode Garnulasi kering
Prosedur Alur prosedur pembuatan tablet menggunakan metoda granula
kering adalah sebagai berikut ini :
a. Bahan aktif dan eksipien dihaluskan terlebih dahulu.
b. Bahan aktif dan semua eksipien (pengisi, pengikat kering,
sebagian penghancur, lubrikan, dan glidan) sampai lebih
kurang 50% dari jumlah yang ada dalam formula.
c. Campuran serbuk kemudian dikempa dengan mesin besar
khusus dan kuat yang disebut “mesin bongkah” (slugging
machine) yang menghasilkan bongkahan (slug) atau
dengan mesin chilsonator yang menghasilkan
pita/lempeng yang rapuh.
d. Bongkahan atau pita/lempeng kemudian diayak melalui
pengayak dengan mesh 18 – 20.
e. Serbuk hasil ayakan dilakukan slugging lagi dan di ayak
dengan ayakan yang sama.
f. Granul yang dihasilkan dicampurkan dengan fase luar
yaitu sisa lubrikan, penghancur, dan glidan lalu siap
dicetak menjadi tablet
Dalam industri farmasi, komponen terbesar dalam struktur biaya produk adalah biaya
pengadaan barang, termasuk di dalamnya adalah pengadaan bahan awal (starting material)
yang terdiri dari bahan baku (baik bahan baku aktif maupun bahan penolong) serta bahan
pengemas. Tidak kurang dari 60 - 70% dari total biaya perusahaan digunakan untuk
melakukan pengadaan bahan awal ini.
Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan
memenuhi spesifikasi yang relevan (BPOM, 2018). Sebelum diluluskan untuk digunakan,
tiap bahan awal hendaklah memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan nama yang
dinyatakan dalam spesifikasi. Singkatan, kode ataupun nama yang tidak resmi hendaklah
tidak dipakai (BPOM, 2018)
39
Pengadaan barang dilakukan sesuai dengan pemintaan masing-masing bagian.
Permintaan barang-barang inventory dilakukan oleh bagian PPIC dengan cara mengeluarkan
MPR (Material Purchase Requisition), sedangkan barang-barang non-inventory diminta oleh
bagian yang bersangkutan dengan cara mengeluarkan Purchase Requisition (PR). Kedua
surat tersebut kemudian diserahkan ke bagian Purchasing, kemudian bagian purchasing,
melakukan pembelian sesuai dengan kebutuhan. Bagian purchasing melakukan pembelian
sesuai dengan supplier yang telah ditetapkan sebelumnya. Pembelian barang dilakukan oleh
bagian purchasing dengan cara mengeluarkan Purchase Order (PO) yang diserahkan ke
supplier. Purchase Order yang akan diberikan kepada supplier, sebelumya harus sudah
mendapatkan persetujuan dari Plant Manager.
A. Pengadaan bahan baku pengadaan barang di industri farmasi tidak bisa dilepaskan dari
peran dan fungsi dari PPIC (Production Planning and Inventory Control). Pemilihan dan
treatment terhadap bahan baku harus dilakukan dengan baik, karena setiap bahan baku
yang berasal dari suplier yang berbeda memiliki ciri khas masing-masing, dan pemilihan
bahan baku sesuai yang dibutuhkan. Bagian PPIC dikepalai oleh seorang apoteker.
B. Bagian pembelian melayani pembelian bahan baku dan bahan kemas yang dibutuhkan
baik untuk proses produksi, proses penelitian dan pengembangan produk, maupun untuk
pengujian-pengujian yang dilakukan QC. Kepala atau manager pembelian adalah seorang
apoteker karena apotekerlah yang mengetahui tentang bahan baku dan bahan kemas itu
sendiri beserta dokumen-dokumen penyertanya sehingga perusahaan tidak salah memilih
atau tertipu oleh supplier (pemasok bahan baku atau bahan kemas).
C. Penerimaan Bahan Baku Setelah bahan baku diterima, bagian Quality Control yang
dikepalai oleh seorang apoteker akan melakukan pemeriksaan untuk memastikan
kesesuaiannya dengan pesanan. Jika bahan yang tidak sesuai pesanan akan dikembalikan
ke pemasok atau suplier, dan bahan yang memenuhi spesifikasi akan dirubah labelnya
dari quarantine menjadi released.
1. Barang diterima bagian gudang, lalu disimpan sementara diarea karantina, diberi
label karantina (label kuning), dicek fisik secara visual sesuai dengan surat
pesanan barang yang meliputi kebenaran label bahan, nomer batch/lot, keutuhan
40
kemasan (wadah, label, segel, bruto, asal negara, tanggal pembuatan, tanggal
kedaluarsa), jumlah dan CoA.
2. Apabila sudah selesai, maka dibuatkan bukti titipan barang sementara (BTBS).
BTBS dibuat tiga rangkap, lembar asli untuk supplier, copy 1 untuk arsip gudang,
copy 2 sebagai surat permohonan pemeriksaan kepada QC.
3. Barang diterima oleh supervisor penyimpanan bahan baku dan disetujui oleh
asisten manager penyimpanan. Dilakukan pemeriksaan oleh laboratorium QC,
selama masa pemeriksaan QC memberi label karantina berwarna kuning pada
label tersebut.
4. QC akan melakukan sampling terhadap bahan baku yang datang, barang diterima
atau ditolak berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium.
5. Setelah bahan baku diluluskan, bagian penyimpanan akan membuat bukti
penerimaan bahan baku (BPBB). Bahan baku akan disimpan dalam gudang sesuai
dengan stabilitas bahan baku. Bahan baku yang diluluskan diberi label hijau
dengan tulisan diluluskan dan ditempel diatas label karantina.
6. Jika bahan baku ditolak, maka gudang akan membuat surat pemberitahuan kepada
bagian pembelian bahwa barang yang dikirim oleh pemasok tidak memenuhi
syarat dengan melampirkan HPL (Hasil Pemeriksaan Laboratorium) dan surat
pengembalian barang ke supplier dan pemasok (retur). Bahan baku yang ditolak
diberi label merah dan ditempel diatas label karantin.
7. Bahan baku akan diperiksa ulang 1 tahun sekali maksimal 12 hari sebelum jatuh
tempo bagian penyimpanan bahan baku harus mengajukan surat permohonan
pemeriksaan ke laboratorium QC. Selam pemeriksaan ulang berlangsung, status
bahan baku adalah karantina (label kuning).
8. Untuk bahan baku maupun bahan jadi yang diimpor dari manufacturing asing
langsung dilakukan pemeriksaan QC. Jika bahan baku ditolak, maka barang bisa
dikembalikan.
D. Penyimpanan Bahan Baku Setelah bahan baku diterima, bagian gudang memiliki
tugas yang penting untuk menyimpan bahan baku. Penyimpanan bahan baku tidak
41
tersendiri. Lingkungan penyimpanan juga harus dijaga dengan baik. Ada bahan yang
harus disimpan dalam suhu ruang biasa, ada yang harus disimpan dalam suhu dingin, dan
ada yang harus disimpan dalam lemari es. Bahan baku terutama yang dapat rusak karena
terpapar panas, hendaklah disimpan di dalam ruangan yang suhu udaranya dikondisikan
dengan ketat; bahan yang peka terhadap kelembaban dan/atau cahaya hendaklah
E. Penyerahan (Distribusi) Bahan Baku Proses produksi bahan tersebut akan diminta melalui
form permintaan bahan, untuk kemudian ditimbang dan dilanjutkan ke bagian produksi.
Karena spesifikasi ruang gudang dengan spesifikasi ruang produksi berbeda. Penyerahan
hendaklah dilakukan hanya oleh personil yang berwenang sesuai dengan prosedur yang
telah disetujui. Catatan persediaan bahan hendaklah disimpan dengan baik agar
rekonsiliasi persediaan dapat dilakukan.
Pengadaan / Pemesanan
Pembelian
Penerimaan
Penyimpanan
Distribusi
42
c.4 Alur, Proses, Evaluasi, Pengemasan, Penyimpanan, dan Distribusi Sediaan Tablet
Effervescent Vitamin C
43
2. Proses Pembuatan Tablet Effervescent
Alur produksi tablet diawali dengan penimbangan bahan baku. Semua proses
pembuatan dilakukan dalam ruang dengan kelembaban relative terkontrol ± 25%. Tablet
kering (slugging) ini adalah memproses partikel bahan aktif dan eksipien dengan mengempa
campuran bahan kering menjadi massa padat. Setelah menjadi masa padat, selanjutnya
dipecah lagi untuk menghasilkan partikel yang berukuran lebih besar dari serbuk semula
(granul). Pembuatan tablet dengan metoda granulasi kering ini dilakukan dengan
menggunakan mesin khusus pembuat bongkahan (slugging), yaitu mesin berat pembuat
tablet besar dengan lubang, kempa, dan pons besar yang biasanya berdiameter 2,5 cm atau
tablet dikompakan dengan mesin cetak tablet lalu ditekan ke dalam die dan dikompakan
dengan punch, sehingga diperoleh massa yang disebut slug. Oleh karena itu, prosesnya
disebut dengan istilah slugging. Pada proses selanjutnya, slug ini kemudian diayak dan
diaduk untuk mendapatkan granul yang daya mengalirnya lebih baik dari campuran awal.
Alur prosedur pembuatan tablet menggunakan metoda granula kering adalah sebagai
erikut ini :
h. Bahan aktif dan semua eksipien (pengisi, pengikat kering, sebagian penghancur,
lubrikan, dan glidan) sampai lebih kurang 50% dari jumlah yang ada dalam
formula.
44
i. Campuran serbuk kemudian dikempa dengan mesin besar khusus dan kuat yang
– 20.
k. Serbuk hasil ayakan dilakukan slugging lagi dan di ayak dengan ayakan yang sama.
l. Granul yang dihasilkan dicampurkan dengan fase luar yaitu sisa lubrikan,
Granul yang didapat selanjutnya ditimbang dan dilanjutkan dengan penambahan fase
luar sesuai dengan bobot granul yang didapatkan. Granul yang diperoleh dilakukan
pemeriksaan meliputi pemeriksaan kadar air dan kadar zat aktif, jika hasil pemeriksaan
memenuhi persyaratan, granul dicetak menjadi produk ruahan. Tablet yang dihasilkan diuji
kekerasan tablet, kerapuhan (abrasi), bobot rata-rata, disolusi, waktu hancur dan kadar zat
aktif pada waktu-waktu tertentu.. Tablet yang dihasilkan dikemas dengan kemasan primer
berupa kemasan strip atau dalam botol, kemudian dikemas sekunder dan dilakukan
pemeriksaan kemasan. Setelah proses produksi selesai, dibuat berita acara pembuatan tablet.
Produk yang sudah dikemas dan memenuhi syarat dapat dikirim ke unit gudang obat jadi.
45
c.5 Evaluasi Sediaan Tablet Effervescent Vitamin C
Untuk melakukan pengujian terhadap suatu produk sediaan tablet yang dihasilkan
dilakukan secara 2 (dua) tahapan, yaitu tahap evaluasi sediaan granul (massa cetak) dan
1. Kecepatan Alir
Uji kecepatan alir serbuk pada Formula 1 memiliki waktu alir 8,43g/detik. Formula 2
memiliki 3.68g/detik dan Formula 3,83 g/detik. Syarat yang ditetapkan adalah untuk 10
gram massa massa tidak lebih dari 1 detik (Aulton, M.E. 1988). Hasil uji kecepatan alir
serbuk pada 3 formulasi memenuhi syarat uji kecepatan alir. Ketiga formulasi memeiliki
2 Sudut Diam
Formulasi 1 memiliki sudut diam 34,300 dapat disimpulkan memiliki sifat alir baik.
3. Kompresibilitas
Uji kompresibilitas yang dilakukan pada formula 1 adalah 13,37% , formula 2 adalah
13,35% dan formula 3 adalah 13,29% dapat disimpulkan uji kompresibilitas dari ketiga
Uji kadar lempab pada formula 1 adalah 0,65%, formula 2 adalah 1,71% dan formula 3
46
B. Evaluasi Tablet
1. Uji Organoleptis
Penampilan fisik tablet dan larutan effervescent, hasil evaluasi penampilan tablet effervescent
formula I, II dan III adalah sama yaitu tablet berbentuk bulat pipih dengan permukaan halus.
Larutan effervescent formula I, II dan III yang dihasilkan juga sama yaitu koloid kuning
Formula 3 memiliki uji keseragaman bobot 2802,3 mg. Ketiga fomula tidak ada yang
menyimpang dari berat 20 tablet yang lain maka dapat disimpulkan keseragaman bobot dari
Uji keseragaman ukuran pada formula 1, formula 2 dan formula 3 terlihat memenuhi
persyaratan keseragaman yakni diameter 25,2 mm dengan tebal berkisar 6,60-7,00 mm..
Dapat disimpulkan uji keseragaman ukuran ketiga formulasi memenuhi persyaratan. Kecuali
dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 ⅓ tebal tablet
4. Uji Kekerasan
Uji kekerrasan tablet effervescent pada formula 1 adalah 12kp, formula 2 adalah 5,8 kp dan
formula 3 adalah 7,1 kp. Menurut Wehling and Freed (2004), kekerasan tablet yang baik
untuk tablet effervescent adalah 6-8kp. Dari uji kekerasan disimpulkan bahwa formula 1
47
5. Kerapuhan Tablet
Uji kerapuhan tablet formula 1 adalah 0.878%, formula 2 adalah 0.985% dan formula 3
adalah 0,5%. Ketiga formulasi memenuhi persyaratan uji kerapuhan tablet. Menurut Banker
and Anderson (1986)kerpuhan tablet memenuhi persyaratan bila kerapuhan lebih kecil dari
1%. Kekerasan dan keregasan ini berpengaruh pada ketahanan terhadap guncangan mekanik
Uji waktu hancur dilakukan pada formula 1 adalah 2,590 menit, formula 2 adalah 1.3844
menit dan formula 3 adalah 1,4820 menit. Menurut Lindberg dkk (1992) tablet effervescent
yang baik memiliki waktu kelarutan 1-2 menit. Formula 2 dan formula 3 memiliki uji waktu
hancur yang memenuhi persyaratan. Formula 1 memiliki waktu hancur lebih dari 2 menit
produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk
menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Kegiatan pengemasan,
kecampur bauran atau substitusi. Produk yang berbeda tidak boleh dikemas berdekatan
kecuali ada segregasi fisik atau sistem lain yang dapat memberikan jaminan yang sama.
Adanya prosedur tertulis yang menguraikan penerimaan dan identifikasi produk ruahan dan
bahan pengemas, pengawasan untuk menjamin bahwa produk ruahan dan bahan pengemas
cetak dan bukan cetak serta bahan cetak lain yang akan dipakai adalah benar, pengawasan
selama-proses pengemasan rekonsiliasi terhadap produk ruahan, bahan pengemas cetak dan
48
bahan cetak lain, serta pemeriksaan hasil akhir pengemasan. Semua kegiatan pengemasan
hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan
pengemasan hendaklah dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets. Risiko kesalahan terjadi
a. menggunakan label-gulung;
d. label dan bahan cetak lain didesain sedemikian rupa sehingga masing-masing
dilakukan pula pemeriksaan secara independen oleh bagian Pengawasan Mutu selama
cermat untuk memastikan bahwa kemasan produk tersebut sepenuhnya sesuai dengan
ditempatkan di area karantina produk jadi sambil menunggu pelulusan dari kepala bagian
Penyimpanan dan distribusi adalah bagian yang penting dalam kegiatan dan manajemen
rantai pemasokan obat yang terintegrasi. Untuk menjaga mutu awal obat, semua kegiatan dalam
penyimpanan dan pengirimannya hendaklah dilaksanakan sesuai prinsip CPOB dan CDOB. Obat
49
hendaklah ditangani dan disimpan dengan cara yang sesuai untuk mencegah kontaminasi,
yang memadai sehingga semua kegiatan dapat dilakukan secara akurat dan aman.
Obat hendaklah disimpan dan diangkut dengan memenuhi prosedur sedemikian hingga
kondisi suhu dan kelembaban relatif yang tepat dipertahankan, misal menggunakan cold chain
untuk produk yang tidak tahan panas. Penyimpanan dan pengangkutan produk yang tidak tahan
panas dapat mengacu pada dokumen WHO Model Guidance for the Storage and Transport of
Time and Temperature–Sensitive Pharmaceutical Products atau pedoman internasional lain yang
setara.
menangani obat hendaklah sesuai dengan penggunaannya dan diperlengkapi dengan tepat untuk
mencegah pemaparan produk terhadap kondisi yang dapat memengaruhi stabilitas produk dan
keutuhan kemasan, serta mencegah semua jenis kontaminasi. Rancangan dan penggunaan
kendaraan dan perlengkapan harus bertujuan untuk meminimalkan risiko kesalahan dan
kontaminasi, penumpukan debu atau kotoran dan/atau efek merugikan terhadap obat yang
didistribusikan. Hendaklah dibuat catatan pengiriman obat dan minimal meliputi informasi
berikut:
a. tanggal pengiriman;
c. nama, alamat dan status penerima (misal apotek, rumah sakit, klinik);
d. deskripsi produk, mencakup nama, bentuk sediaan dan kekuatan (jika tersedia);
e. jumlah produk, misal jumlah wadah dan jumlah produk per wadah;
50
f. nomor bets dan tanggal kedaluwarsa;
aktif obat akan berubah. Vitamin C tidak sesuai bila digunakan metode granulasi basah
dalam pembuatannya. Sehingga metode granulasi kering dan kempa langsung merupakan
konsentrasi 10%
Tablet effervescent mengandung unsur zat aktif dalam campuran kering, biasanya
terdiri dari sumber basa dan sumber asam bila ditambahkan dengan air menmbebaskan
menutupi rasa garam dan rasa lain yang tidak diinginkan dari zat aktif. Sumber asam
biasanya adalah asam sitrat dan asam tartrat sedangkan sumber basa adalah natrium
Tablet effervescent biasanya diolah dari kombinasi asam sitrat dan asam tartrat
daripada hanya satu macam asam saja, karena penggunaan asam tunggal saja akan
menimbulkan kesukaran(Ansel, 1985). Apabila asam tartrat sebagai asam tunggal, granul
51
yang dihasilkan akan mudah kehilangan kekuatannya dan akan menggumpal. Asam sitrat
Reaksi antara asam sitrat dan natrium bikarbonat serta asam tartrat dan natrim
Berdasarkan persamaan tersebut maka dapat menentukant jumlah sumber asam dan
bikarbonat, 28% asam tartrat dan 19% asam sitrat berdasarkan ini maka formulasi 3
dibuat untuk memnentukan jumlah sumber asam dan sumber basa dari agar terbentuk
sediaan effervescent yang optimal dan stabil. Pada formula 1 dan 2 campuran sumber
asam dan sumber basa belum sesuai dengan formulasi standar USP. Hal ini dapat
menyebabkan kelarutan tablet effervescent pada formula 1 dan formula 2 lebih dari 2
menit .
Pada rasio sumber asam dan sumber basa di 40-45%, memiliki waktu
disintegrasi yang optimal yaitu 190 detik (Sun, et al, 2020). Menurut Lindberg
(1992). Sediaan tabet effervescent yang baik mempunyai kelarutan 1-2 menit dan
memiliki residu dari bahan yang tidak terlarut seminimal mungkin. Asam sitrat
dominan dalam menentukan kekerasan dan waktu larut sediaan effervescent vitamin
52
C sedangkan asam tartrat dominan dalam menentukan kerapuhan sediaan effervescent
vitamin C.
1. Bahan Pengikat
Bahan pengikat yang digunakan pada formula 2 dan formula 3 adalah PVP
(polivinilpirolidon). PVP adalah bahan pengikat yang efektif dalam pembuatan tablet
pengikat berkisar antara 0,5% - 5% (Khankari dan Hortz, 1997). Pada formulasi 2
kemampuan sebagai bahan pengikat terlihat dari kekerasan tablet effervescent yang
dihasilkan jika dibandingkan oleh formulasi yang ttidak menggunakan PVP. Pada
campuran serbuk yang lengket dikarenakan PVP yang bersifat higroskopis. Selain
itu, tablet yang dihasilkan sangat keras sehingga waktu larutnya menjadi semakin
air dan dalam larutan dengan konsentrasi 0,5 % - 3 % dapat sekaligus meningkatkan
tablet yang dihasilkan akan sukar dicetak dan menjadi terlalu rapuh. Hal ini dapat
b. Bahan Pengisi
53
Bahan pengisi biasanya digunakan untuk membuat kecocokan berat tablet.
larut dalam air, ukuran partikel yang mirip dengan komponen lain dalam tablet,
serta bentuk kristal sehingga memiliki sifat kompresibilitas yang besar. Pada
tablet effervescent umumnya membutuhkan adanya bahan pengisi. Hal ini karena
komposisi bahan effervescent itu sendiri sudah tersedia dalam jumlah yang
daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung atau untuk memacu aliran. Bahan
merupakan gula yang biasa digunakan sebagai pengisi tablet, mempunyai rasa
yang manis dan dingin dimulut, tetapi kelarutannya lambat, dan relatif tidak
higroskopis. Formula dengan manitol mempunyai sifat alir yang kurang baik.
Selain itu juga manitol merupakan gula yang paling mahal, oleh karena itu
kombinasi laktosa (Lachman dkk, 1994). Manitol mempunyai sifat alir dan
kompresibilitas yang kurang baik, oleh karena itu formula dengan konsentrasi
dengan manitol lebih besar, waktu alirnya semakin lama (Lachman dkk, 1994).
pelepasan obat yang baik. Selain itu, harga laktosa lebih murah daripada banyak
54
pengisi tablet effervescent menghasilkan tablet effervescent yang stabil dan
ekonomis.
7. Bahan Pelicin
effervescent, karena tanpa bahan ini produk tablet effervescent pada kecepatan
tinggi tidak mungkin bisa dilaksanakan. Bahan pelicin yang digunakan harus
mudah larut dalam air supaya tidak meninggalkan residu. Bahan pelicin dapat
untuk bahan pelicin internal dan asam lemak untuk bahan pelicin eksternal
(Mohrle, 1980). Antirekat (pelincir) yaitu zat yang meningkatkan aliran bahan
memasuki cetakan tablet dan mencegah lekatnya bahan pada cetakan serta
membuat tablet menjadi lebih bagus dan mengkilat (Lieberman, et al, 1989).
2%. PEG 6000 dapat terdispersi dalam air sehingga menghasilkan larutan
effervescent yang jernih. Konsentrasi yang biasa digunakan berkisar 1-5%. PEG
6000 dapat larut dengan mudah dalam air dan memiliki tingkat higroskopisitas
yang rendah.
sebagai pelicin. Mg stearate bersifat tidak larut air. Idealnya bahan pelicin untuk
tablet effervescent memenuhi persyaratan tidak toksik, tidak berasa, dan larut air
(Lindberg, et al.1992). Magnesium stearat tidak larut air maka semakin tinggi
55
konsentrasi magnesium stearat maka akan semakin banyak partikel magnesium
stearat yang menempel dan menyumbat pori partikel-partikel lai sehingga dapat
kelarutannya yang baik dalam air. PEG 6000 dengan kosentrasi 2% mampu
Penggunaan PEG 6000 meningkatkan aliran bahan memasuki cetakan tablet dan
mencegah lekatnya bahan pada cetakan serta membuat tablet menjadi lebih bagus
dan mengkilat.
8. Bahan Pemanis
pewarna untuk memperbaiki penampilan dan rasa tablet. Bahan tambahan yang
digunakan harus mudah larut dalam air agar tidak meninggalkan residu (Mohrle,
1980). Bahan pemanis yang bisa digunakan adalah manitol, aspartam, sukrosa, dan
sakarin.
Sakarin 500 kali lebih manis dibandingkan sukrosa, kekurangannya berasa pahit pada
akhir dan bersifat karsinogenik. Aspartame 180 kali lebih manis dibanding sukrosa, tetapi
kurang stabil pada kondisi lembab sehingga tidak dapat digunakan dengan komponen yang
higroskopis.
formula 2 menggunakan aspartam dengan konsentrasi 3%, maka pada formula 3 dipilih
aspartam sebagai bahan pemanis dengan pertimbangan aspartame tidak memiliki efek
56
Formula 1 menggunakan sakarin dengan konsentrasi 1,8% dari bobot tablet. Sakarin
memnag lebih manis dibandingkan aspartame tetapi dengan efek karsinogenik sehingga
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
57
4.1 Kesimpulan
1. Kegiatan produksi tablet effervescent harus memenuhi ketentuan CPOB yang yang
bertujuan untuk memastikan agar mutu sesuai dengan persyaratan dan tujuan
penggunaan. Personel kunci dalam produksi tablet effervescent pada industri farmasi
adalah Kepala Produksi, Kepala Pengawasan Mutu, dan Kepala Pemastian Mutu.
Posisi kunci tersebut dijabat oleh Apoteker purnawaktu.
2. Komponen yang digunakan dalam formula tablet effervescent, terdiri dari bahan
aktif, sumber asam (asam sitrat dan asam tartrat) dan sumber basa (natrium bikarnat,
natrium karbonat), bahan pengikat (polivinil pirolidon, sukrosa, CMC), bahan
pengisi (Lactosa, Manitol, Amilum), bahan pelicin (Magnesium stearat), dan
pemanis (sukrosa, aspartam).
3. Alur proses pengadaan bahan baku di industri farmasi tidak bisa dilepaskan dari
peran dan fungsi dari PPIC (Production Planning and Inventory Control). Bagian
PPIC dikepalai oleh seorang apoteker. Bagian pembelian melakukan pembelian
bahan baku dan bahan kemas yang dibutuhkan baik untuk proses produksi, proses
penelitian dan pengembangan produk, maupun untuk pengujian-pengujian yang
dilakukan QC. Kepala atau manager pembelian adalah seorang apoteker karena
apotekerlah yang mengetahui tentang bahan baku dan bahan kemas itu sendiri
beserta dokumen-dokumen penyertanya. Penerimaan bahan baku dilakukan oleh
bagian Quality Control (QC) yang dikepalai oleh seorang apoteker akan melakukan
pemeriksaan terhadap penerimaan bahan baku untuk memastikan kesesuaiannya
dengan pesanan. Jika bahan yang tidak sesuai pesanan akan dikembalikan ke
pemasok atau suplier, dan bahan yang memenuhi spesifikasi akan dirubah labelnya
dari quarantine menjadi released.
4. Alur produksi tablet diawali dengan penimbangan bahan baku. Tablet yang
diproduksi dengan menggunakan metode granulasi kering. Tablet yang dihasilkan
evaluasi dengan uji kekerasan tablet, kerapuhan (abrasi), keseragaman ukuran, waktu
hancur. Tablet yang dihasilkan dikemas dengan kemasan primer berupa kemasan
strip atau dalam botol (tube) effervescent, kemudian dikemas sekunder dan dilakukan
58
pemeriksaan kemasan. Setelah proses produksi selesai, dibuat berita acara pembuatan
tablet.
5. Formulasi sediaan effervescent vitamin c yang dibuat dengan kontrol kelembaban
relatif ±25% dengan metode granulasi kering dikarenakan vitamin c mudah
teroksidasi oleh air dan dan tidak tahan panas. Evaluasi tablet effervescent yang
dilakukan pada formula 1 tidak memenuhi persyaratan pada uji kekerasan tablet dan
uji waktu hancur, sedangkan formulasi 2 dan formulasi 3 memenuhi semua uji
evaluasi tablet effervescent. Formulasi 3 mempunyai hasil evaluasi terbaik
dibandingkan formula lainnya.
4.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian serupa dengan variasi sumber asam dan sumber basa
2. Perlu dilakukan uji stabilitas untuk menentukan stabilitas dari tablet effervescent.
3. Sebaiknya ditambahkan bahan pewarna dan pengaroma pada tablet effervescent agar
59
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, 2011. Pharmaceutical Dosage Forms And Drug Delvery Systems Ninth Edition,
Philadelphia.
Author. 6th edition. 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition, London:
Pharmaceutical Press.
Ayu, Anesakirani. Et.al. 2018. Karakteristik Fisik dan Organoleptik Tablet Effervescent
Buah Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.), Jurnal Teknologi Pangan 2(1)59–63.
Depkes. III edition. 1979, Farmakope Indonesia, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Lachman, L., Liberman, H.A., Kanig, J.L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri. Ed III.
(Terjemahan) Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press. Hal 267, 383,
60
Lieberman, dkk. 1998. Pharmaceutical Dosage Form: Disperse System, 3rd Edition. , New
York: Marcel Dekker Inc. hal 267
Rosmala, Dewi., et al. 2014. Tablet Effervescent Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) dengan variasi Kadar Pemanis Aspartam. Jurnal, Pharm Sci Res ISSN
2407-2354
Voight, R., 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi (Terjemahan). Noerono, S. Edisi V.
61