Anda di halaman 1dari 4

ALGORITMA TERAPI

Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olahraga)


belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu
dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam
bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya.
Algoritma terapi menurut Dipiro et.al menyatakan bahwa pasien dengan
kadar gula darah sewaktu 260 mg/dL disarankan menggunakan insulin / insulin
analog dalam terapinya, dapat juga menggunakan kombinasi OHO ( Obat
Hipoglikemik Oral) untuk mencapai target terapi (Gula darah sewaktu < 110-130
mg/dL). Pasien dengan kadar gula darah sewaktu 210 mg/dL disarankan untuk
mendapatkan kombinasi dua antidiabetik oral (metformin-sulfonilurea atau
pilihan kombinasi OHO lainnya) untuk mencapai target terapinya.

Gambar 1. Algoritma terapi Diabetes Melitus menurut Pharmacotherapy A


Pathophsyologic Approach 7th edition (DiPiro, 2009).

Komplikasi Diabetes Melitus


Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan komplikasi
akut dan kronis. Berikut ini akan diuraikan beberapa komplikasi yang sering
terjadi dan harus diwaspadai.
1. Komplikasi Akut
a. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda

dan gejala asidosis dan plasma keton(+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat
(300-320 mOs/mL).
b. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200
mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat
(330-380 mOs/mL), plasma keton (+/).
c. Hipoglikemia

Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60


mg/Dl

Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan


insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama,
sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja
obat telah habis.

2. Komplikasi Menahun
1. Makroangiopati
a. Pembuluh darah jantung
b. Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada
penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal claudicatio
intermittent, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki
merupakan kelainan yang pertama muncul.
c. Pembuluh darah otak.
2. Mikroangiopati
a. Retinopati diabetik : Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko dan memberatnya retinopati.
b. Nefropati diabetik : Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko nefropati. Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8
g/kgBB) juga akan mengurangi risiko terjadinya nefropati.
3. Neuropati
Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,
berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki
dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar

sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM


ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi
adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan
monoilamen 10 gram sedikitnya setiap tahun. Apabila ditemukan adanya
polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko
amputasi (PERKENI, 2011).
KIE
1. Terapi Obat
2. Diet : untuk mengatur jumlah asupan makanan
-

Mengatur pola makan yang sehat dan sesuai dengan kebutuhan pasien
(sebaiknya konsultasi terlebih dahulu kepada ahli nutrisi)

Diet rendah garam (DRG) kurang dari 5 gram per hari penting untuk
mencegah retensi Na+

3. Olahraga ringan.
4. Pemberian pengetahuan mengenai DM kepada keluarga, meliputi :
-

penanganan apabila terjadi hipoglikemi (keringat dingin, gemetar, lemas,


lapar) yaitu minum teh manis atau makan permen.

cek gula darah secara teratur.

cek tekanan darah secara teratur.

Dipiro, Joseph T., Robert .L., Talbert, Gary C., Yee, Gary. R., Matzke, B.G.,
Wells, Posey, L.M. 2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach.
7th Ed., New York: McGraw-Hill.
PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia). 2006. Konsensus pengelolaan
dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di indonesia. Jakarta: Divisi
Metabolik Endokrin, Departemen Ilmu Penyakit dalam Kedokteran
Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai