Konstipasi
Algoritma terapi konstipasi
Menurut algoritma terapi tersebut, pasien mengalami konstipasi yang tidak induksi oleh obat
atau penyakit lainnya sehingga mengikuti alur terapi dengan penelusuran konstipasi primer.
Konstipasi yang dialami pasien merupakan konstipasi akut. Pasien tidak ada infeksi feses dan
tidak menunjukan tanda kebahayaan seperti perdarahan rectal dengan atau tanpa darah pada
feses, mual, muntah, anemia, luka pada abdominal (CHDF, 2007). Sehingga pasien diberikan
edukasi, modifikasi gaya hidup, diet tinggi serat, meningkatkan intake cairan, latihan fisik,
serta bulk laxative. Bulk laxatife yang digunakan adalah isphagula husk. Bulk laxatife
merupakan terapi yang efektif pada konstipasi pasien geriatric (Best Practice, 2008).
Regimen pengobatan
Konstipasi harus dibedakan antara konstipasi akut dan kronis. Pengobatan juga harus dimulai
sedini mungkin obat-obatan yang aman untuk tubuh. Tujuan dari pengobatan konstipasi
adalah untuk melancarkan proses buang air besar. Normalnya buang air besar terjadi setiap
dua atau tiga hari sekali (tanpa mengejan).
Perubahan pola makan dan gaya hidup akan disarankan oleh dokter untuk mengobati
konstipasi, seperti: Meningkatkan konsumsi serat. BerolahragaBerolahraga secara
teratur.Jangan menunda keinginan untuk buang air besar.
PenggunaanPenggunaan Laksatif (pencahar)
Terdapat beberapa jenis laksatif dengan cara kerja yang berbeda, diantaranya:
Jika obat yang dijual bebas untuk konstipasi tidak membantu, maka dokter akan
memberikan obat resep, terutama jika menderita irritable bowel syndrome, seperti:
Obat–obatan untuk menyerap cairan dari usus halus terutama untuk konstipasi kronis
seperti lubiprostone dan linaclotide.
Obat–obatan lainnya seperti misoprostol, colchicines/probenesid dan
onabotulinumtoxina.
Kasus
NY.Ws (49 tahun) datang ke apotek NH Beji dengan keluhan konstipasi sejak 1 hari
yang lalu. Ws memiliki riwayat penyakit maag yang sering kambuh. Sebulan terakhir
Ws tidak mengkonsumsi obat apapun. Kesehariannya Ws bekerja sebagai ibu rumah
tangga dan kurang mengkonsumsi makanan berserat.
1. Subjective
Nama : Ny. W
Umur : 49 th
Jenis kelamin : perempuan
Keluhan : Sulit BAB
Riwayat penyakit : dispepsia
Riwayat obat :-
Riwayat alergi :-
Diagnosa : Konstipasi
2. Objective : -
3. Assesment
Diagnosa pasien : Konstipasi
Problem medik pasien :-
Assesment Problem Medik pada pasien
Tgl Subjektif objektif Assesment
4. Plan
a. Tujuan terapi
Mengatasi konstipasi
Memberikan terapi non farmakologis dan farmakologi
b. Terapi non-farmakologis
1. konstipasi
Makan makanan kaya serat seperti sayur dan buah, namun hindari sayur
dan buah yang bersifat asam (misalnya jeruk, tomat, lemon, nanas).
Berolahraga secara rutin, minimal 30 menit sehari.
Banyak minum air putih (8-10 gelas/ hari) (Best Practice, 2008).
c. Terapi farmakologi
1. Isphagula Husk
Isphagula husk merupakan bulk laxatif yang terdiri dari serat yang
ketika bercampur dengan air akan membentuk massa seperti gel. Massa ini
akan ke saluran pencernaan dan membuat feses menjadi lembut dengan
meningkatkan komponen air. Obat ini harus digunakan dengan cairan yang
banyak. Apabila penggunaanya bersama obat lain maka diberikan ½-1 jam
sebelum atau sesudah obat lain diminum. Isphagula husk hanya boleh
digunakan pada pasien umur 12 tahun keatas. Efek samping yang sering terjadi
adalah flatulensi dan distensi abdominal. Isphagula ini tersedia dalam bentuk
serbuk sehingga diminum dengan cara melarutkannya 1 sachet dalam segelas
air. Apabila serbuk ini terhirup akan memicu reaksi sensitisasi dan berpotensi
untuk timbul reaksi alergi (HPMC, 2013).
d. KIE
Komunikasi Untuk Keluarga Pasien
- Cara minum obat dan frekuensinya
Nama Jadwal Jumlah Manfaat Hal yang perlu
Obat Minum diperhatikan
Ispaghula Sebelum 1 sachet untuk Tidak boleh
husk atau sesudah dalam 1 melunakkan diminum sebelum
makan gelas air, feses tidur.
1-3 x
sehari
e. Monitoring
Hal yang perlu dimonitoring dari pengobatan adalah:
Monitoring Target
Obat
Keberhasilan ESO Keberhasilan
Ispaghula husk BAB lancar Perut kembung, BAB tidak sakit
obstruksi saluran dan lancar.
cerna dan
hipersensitivitas.