Anda di halaman 1dari 18

STUDI KASUS CHF, STEMI dan NSTEMI

Nama: Fatimah Hargiyani Zahrah


NPM: 2043700258

Seorang pasien pria berusia 65 tahun dengan tinggi badan 160 cm dan berat badan 66 kg di rawat
di rumah sakit karena keluhan sesak pada dada sebelah kiri

Riwayat Penyakit Sebelumnya ; Hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dan


hiperkolesterolemia/dyslipidemia sejak 10 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang : Adanya keluhan nyeri dada sebelah kiri.

Riwayat Penyakit keluarga: Ayah meninggal karena stroke, Ibu meninggal karena komplikasi
jantung

Obat yang sedang digunakan; Captopril 12,5 mg 2 kali sehari, Amlodipin 5 mg 1 kali sehari,
simvastatin 20 mg 1 kali sehari

Pemeriksaan Vital Sign


Tekanan Darah ; 170/90 mmHg
T (suhu) ; 37 C
Nadi ; 85/menit
Pernafasan ; 22/menit

Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit ; 8.000/mm3
HB ; 11 mg/dl
K+ : 4,6 meq/L
Na+ :
140 meq/L
LDL : 150 mg/dl
Total Kolesterol ; 250 mg/dl
Trigliserida : 170 mg/dl
HDL : 55 mg/dl

Dokter berdiskusi dengan Apoteker untuk pemberian obat:


1. Cairan (RL)
2. Antihipertensi
3. Vasodilator
4. Antikoagulan/antiplatelet
5. Antikolesterol
6. Pertimbangan untuk pemberian inotropic positif

Dokter menilai pasien sudah mengalami gangguan jantung tingkat II

Pertanyaan

1. Jelaskan penyebab penyebab sesak nafas pasien?


2. Jelaskan perbedaan CHF, STEMI dan NSTEMI!
3. Jelaskan perbedaan gangguan jantung grade I, II dan III!
4. Jelaskan patofisiologi penyakit diatas!
5. Jelaskan obat-obat apa saja yang akan diberikan oleh dokter setelah berdiskusi
dengan Apoteker!
6. Jelaskan indikasi, Efek samping, mekanisme aksi dari masing2 obat diatas!
7. Dilhat dari keadaan pasien dan nilai lab pasien, apakah perlu penggantian
pemberhentian obat yang ada?
8. Jika dokter meresepkan aspilet? Apa saja perhatian khusus untuk obat tersebut?
9. Dari nilai lab diatas manakah yang tidak normal?
10. Jelaskan konseling yang harus diberikan pada pasien diatas!
11. Jelaskan S-O-A-P untuk pasien di atas!
12. Cantumkan referensi dari guideline terbaru!
Jawab:
1. Sesak napas yang dialami pasien disebabkan, karena ventrikel kiri jatung tidak mampu
memompa darah dengan baik keseluruh tubuh sehingga menyebabkan tubuh
kekurangan arah dan oksigen.
2. Perbedaan CHF, STEMI, dan NSTEMI:
• Gagal Jantung Kongestif atau Congestive heart failure (CHF) merupakan
kegagalan jantung dalam memompa pasokan darah yang dibutuhkan tubuh. Hal
ini dikarenakan terjadi kelainan pada otot-otot jantung sehingga jantung tidak
bisa bekerja secara normal.
• STEMI (ST-segment Elevation Myocardial Infarction) kondisi ini terjadi saat
pembuluh darah arteri yang ada di jantung tersumbat total, sehingga
menyebabkan jantung kehilangan suplai darah dan oksigen. STEMI
menyebabkan kerusakan serius pada otot jantung.
• NSTEMI (Non ST-segment Elevation Myocardial Infarction) kondisi ini terjadi
saat pembuluh darah arteri yang ada di jantung tidak tersumbat seluruhnya,
sehingga kerusakan otot jantung tidak seberat ketika mengalami STEMI.
3. Klasifikasi gangguan jantung
Klasifikasi berdasarkan kelainan Klasifikasi berdasarkan kapsitas
struktural jantung fungsional (NYHA)
Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk Tidak terdapat batasan dalam
berkembang menjadi gagal jantung. melakukan aktifitas fisik. Aktifitas fisik
Tidak terdapat gangguan struktural atau sehari-hari tidak menimbulka
fungsional jantung, tidak terdapat tanda
atau gejala
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak
jantung yang berhubungan dengan terdapat keluhan saat istrahat, namun
perkembangan gagal jantung, tidak aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan
terdapat tanda atau gejala kelelahan, palpitasi atau sesak nafas
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simtomatik Terdapat batasan aktifitas bermakna.
berhubungan dengan penyakit struktural Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
jantung yang mendasari tetapi aktfitas fisik ringan
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau
sesak
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut serta Tidak dapat melakukan aktifitasfisik
gejala gagal jantung yang sangat tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
bermakna saat istrahat walaupun sudah istrahat. Keluhan meningkat saat
mendapat terapi medis maksimal melakukan aktifitas
(refrakter) Klasifikasi berdasarkan kapsitas
fungsional (NYHA)
4. Patofisiologi:
Patofisiologi hipertensi sangat kompleks. Walaupun belum diketahui secara pasti,
pada hipertensi essensial, faktor genetik, lingkungan serta gaya hidup dapat
mempengaruhi fungsi dan struktur sistem kardiovaskular, ginjal, dan neurohormonal
hingga menimbulkan peningkatan tekanan darah kronik.
Terkait faktor genetik, polimorfisme lokus-lokus gen yang terlibat dalam regulasi
reseptor angiotensin I dan aldosterone synthase berisiko menimbulkan hipertensi.
Perubahan sistem kardiovaskular, neurohormonal dan ginjal sangat berperan.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat memicu peningkatan kerja jantung yang
berakibat peningkatan curah jantung. Kelainan pada pembuluh darah berperan terhadap
total resistensi perifer. Vasokonstriksi dapat disebakan peningkatan akitivitas saraf
simpatis, gangguan regulasi faktor lokal (nitrit oxide, faktor natriuretik, dan endothelin)
yang berperan dalam pengaturan tonus vaskular. Kelainan pada ginjal berupa defek
kanal ion Na+/K+/ATPase, abnormalitas regulasi hormon renin-angiotensin-aldosteron
serta gangguan aliran darah ke ginjal. Gangguan pada tekanan natriuresis juga dapat
mengganggu pengaturan eksresi sodium hingga mengakibatkan retensi garam dan
cairan. Peningkatan kadar vasokonstriktor seperti angiotensin II atau endotelin
berhubungan dengan peningkatan total resistensi perifer dan tekanan darah.
Pola diet tinggi garam terutama pada pasien dengan sensitivitas garam yang tinggi
berkontribusi dalam menimbulkan tekanan darah tinggi. Pola hidup yang tidak sehat
seperti inaktivitas fisik dan pola diet yang salah dapat menimbulkan obesitas.
Obesitas juga berperan dalam meningkatkan risiko hipertensi esensial sebagaimana
suatu studi menunjukkan penurunan berat badan diikuti penurunan tekanan darah.
Obesitas dapat memicu hipertensi melalui beberapa mekanisme di antaranya kompresi
ginjal oleh lemak retroperitoneal dan visceral. Peningkatan lemak visceral terutama
lemak retroperitoneal dapat memberikan efek kompresi pada vena dan parenkim renal
sehingga meningkatkan tekanan intrarenal, mengganggu natriuresis tekanan hingga
mengakibatkan hipertensi.
Patofisilogi hiperkolesterolemia/dyslipidemia
Dislipidemia berkaitan dengan metabolisme lipid di dalam tubuh. Secara umum,
lemak di dalam darah di metabolisme di hati. Asupan lemak berlebih menyebabkan
terjadinya gangguan proses metabolisme kolesterol yang berujung pada penumpukan
kolesterol di hati. Akibatnya, kolesterol tidak dapat diangkut seluruhnya oleh lipoprotein
menuju ke hati dari aliran darah di seluruh tubuh. Hal ini terjadi berulang-ulang dan
berlangsung cukup lama, sintesis kolesterol di hati terus meningkat dan densitas reseptor
LDL menurun sehingga akhirnya kolesterol menumpuk di dinding pembuluh darah dan
menimbulkan plak.
Usia dan Dyslipidemia
Usia dan jenis kelamin dilaporkan berkaitan erat dengan peningkatan kadar lipid
serum. Studi Framingham menunjukan adanya peningkatan LDL seiring usia pada pria
dan wanita usia 20-60 tahun. Setelah usia 20 tahun, kadar LDL meningkat secara cepat
terutama pada laki-laki. Tetapi saat wanita mengalami menopause, kadar LDL
cenderung lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

5. Obat yang diberikan dokter :


a) Cairan (RL)
b) Mengandung k+ yang akan mengkonduksi syaraf dan otak, dehidrasi, shock
hipofolemi. Serta mengandung Na2+ yang menentukan tekanan osmotic.
c) Antihipertensi
d) Pasien hipertensi dengan heart failure -> ACEI/ARB + Beta blocker + diuretic +
sprironolakton, yaitu Captopril + bisoprolol + Furosemid + Spironolakton tetapi
karena pada data lab pasien NA+ mrnunjukan nilai normal maka untuk pemberian
spironolakton tidak dianjurkan.
e) Vasodilator
f) captopril. Captopril bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim ACE,
sehingga mengurangi produksi zat kimia angiotensin yang dapat menyempitkan
pembuluh darah.
g) Antikoagulan/antiplatelet
h) Untuk antikoagulannya menggunakan aspirin
i) Antikolesterol
j) Untuk antikolestrol diberikan golongan statin, yaitu simvastatin.

6. Indikasi, Efek samping dan mekanisme dari tiap obat:


a. Captopril 12,5mg 2x1
• Indikasi : Pengobatan hipertensi ringan sampai sedang. Pada hipertensi
berat digunakan bila terapi standar tidak efektif atau tidak dapat
digunakan. Pengobatan gagal jantung kongesti, digunakan bersama
dengan diuretik dan bila mungkin dengan digitalis.
• Efek samping : Hipotensi; pusing, sakit kepala, letih, astenia, mual
(terkadang muntah), diare, (terkadang konstipasi), kram otot, batuk
kering yang persisten, gangguan kerongkongan, perubahan suara,
perubahan pencecap (mungkin disertai dengan turunnya berat badan),
stomatitis, dispepsia, nyeri perut; gangguan ginjal; hiperkalemia;
angiodema, urtikaria, ruam kulit (termasuk eritema multiforme dan
nekrolisis epidermal toksik), dan reaksi hipersensitivitas (lihat
keterangan di bawah untuk kompleks gejala), gangguan darah
(termasuk trombositopenia, neutropenia, agranulositosis, dan anemia
aplastik); gejala-gejala saluran nafas atas, hiponatremia, takikardia,
palpitasi, aritmia, infark miokard, dan strok (mungkin akibat hipotensi
yang berat), nyeri punggung, muka merah, sakit kuning (hepatoseluler
atau kolestatik), pankreatitis, gangguan tidur, gelisah, perubahan
suasana hati, parestesia, impotensi, onikolisis, alopesia.
• Mekanisme kerja : Captopril merupakan obat antihipertensi dan efekif
dalam penanganan gagal jantung dengan cara supresi sistem renin
angiotensin aldosteron. Renin adalah enzim yang dihasilkan ginjal dan
bekerja pada globulin plasma untuk memproduksi angiotensin I yang
besifat inaktif. “Angiotensin Converting Enzyme” (ACE), akan
merubah angiotensin I menjadi angiotensin Il yang besifat aktif dan
merupakan vasokonstriktor endogen serta dapat menstimulasi sintesa
dan sekresi aldosteron dalam korteks adrenal. Peningkatan sekresi
aldosteron akan mengakibatkan ginjal meretensi natrium dan cairan,
serta meretensi kalium. Dalam kerjanya, kaptopril akan menghambat
kerja ACE, akibatnya pembentukan angiotensin ll terhambat, timbul
vasodilatasi, penurunan sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi
natrium dan cairan serta mensekresi kalium. Keadaan ini akan
menyebabkan penurunan tekanan darah dan mengurangi beban jantung,
baik ‘afterload’ maupun ‘pre-load’, sehingga terjadi peningkatan kerja
jantung. Vasodilatasi yang timbul tidak menimbulkan reflek takikardia.
Kaptopril merupakan obat antihipertensi dan efekif dalam penanganan
gagal jantung dengan cara supresi sistem renin angiotensin aldosteron.
Renin adalah enzim yang dihasilkan ginjal dan bekerja pada globulin
plasma untuk memproduksi angiotensin I yang besifat inaktif.
“Angiotensin Converting Enzyme” (ACE), akan merubah angiotensin I
menjadi angiotensin Il yang besifat aktif dan merupakan vasokonstriktor
endogen serta dapat menstimulasi sintesa dan sekresi aldosteron dalam
korteks adrenal. Peningkatan sekresi aldosteron akan mengakibatkan
ginjal meretensi natrium dan cairan, serta meretensi kalium. Dalam
kerjanya, kaptopril akan menghambat kerja ACE, akibatnya
pembentukan angiotensin ll terhambat, timbul vasodilatasi, penurunan
sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan serta
mensekresi kalium. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan tekanan
darah dan mengurangi beban jantung, baik ‘afterload’ maupun ‘pre-
load’, sehingga terjadi peningkatan kerja jantung. Vasodilatasi yang
timbul tidak menimbulkan reflek takikardia.

b. Bisoprolol 1,25mg peroral


• Indikasi : Digunakan untuk mengatasi hipertensi, angina pektoris akibat
arteriosklerosis koroner, serangan jantung, dan penyakit gangguan
kardiovaskular lainnya. Bisoprolol Fumarate termasuk golongan beta
blocker yang bekerja dengan cara menghalangi respons dari stimulasi
beta –adrenergik dan memiliki aktivitas sebagai antagonis reseptor
beta1 selektif (kardioselektif) pada dosis rendah.
• Efek samping : Hipertensi dan angina. Satu tablet 5 mg sehari sekali pada
pagi hari sebelum atau sesudah makan. Dalam kasus sedang/tidak terlalu
berat, satu tablet sehari mungkin cukup. Kebanyakan kasus dapat terkontrol
dengan pemberian 2 tablet/hari (10 mg), kecuali pada sejumlah kecil kasus
memerlukan dosis 4 tablet/hari (20 mg). Pada pasien dengan disfungsi ginjal
atau disfungsi hati berat, maksimum dosis per hari adalah 2 tablet/hari (10
mg). Gagal Jantung Kronik (CHF). 1,25 mg sehari sekali untuk satu minggu, jika
dapat ditoleransi dengan baik dapat ditingkatkan menjadi 2,5 mg sehari sekali
untuk minggu berikutnya, jika dapat ditoleransi dengan baik dapat
ditingkatkan menjadi 3,75 mg sehari sekali untuk minggu berikutnya, jika
dapat ditoleransi dengan baik dapat ditingkatkan menjadi 5 mg sehari sekali
untuk 4 minggu berikutnya, jika dapat ditoleransi dengan baik dapat
ditingkatkan menjadi 7,5 mg sehari sekali untuk 4 minggu berikutnya, jika
dapat ditoleransi dengan baik dapat ditingkatkan menjadi 10 mg sehari sekali
untuk terapi pemeliharaan. Setelah pemberian awal 1,25 mg, pasien harus
diamati selama lebih kurang 4 jam (terutama berkaitan dengan tekanan
darah, detak jantung, gangguan konduksi, tanda-tanda memburuknya gagal
jantung).
• Mekanisme kerja : Bisoprolol merupakan golongan obat beta-blocker yang
bekerja dengan cara menghambat reseptor beta-1 adrenergik reseptor. Jika
diberikan pada rentang dosis terapi, obat ini tidak memiliki efek
simpatomimetik intrinsik atau tanpa aktivitas stabilisasi membran yang
signifikan. Meski begitu, pada dosis tinggi (20mg), bisoprolol dapat
menghambat adrenoreseptor beta-2 terutama pada otot-otot bronkus
dan pembuluh darah. Sebagai antihipertensi, bisoprolol bekerja dengan
merelaksasi pembuluh darah, mengurangi frekuensi denyut
jantung, meningkatkan waktu pemulihan simpul sinoatrial (SA
node), memperpanjang konduksi atrioventricular node (AV node)
dan memperpanjang periode refrakter AV node dengan stimulasi atrial yang
cepat.

c. Furosemid 20mg
• Indikasi : Furosemide adalah obat untuk mengurangi cairan berlebih dalam
tubuh (edema) yang disebabkan oleh kondisi seperti gagal jantung,
penyakit hati, dan ginjal. Obat ini juga digunakan untuk mengobati tekanan
darah tinggi. Furosemide adalah obat diuretik yang menyebabkan menjadi
lebih sering buang air kecil untuk membantu membuang air dan garam
yang berlebihan dari tubuh.Obat ini juga dapat digunakan untuk
menurunkan kadar kalsium yang tinggi dalam darah (hiperkalsemia).
• Efek samping : gangguan elektrolit, dehidrasi, hipovolemia, hipotensi,
peningkatan kreatinin darah. Umum:hemokonsentrasi, hiponatremia,
hipokloremia, hipokalemia, peningkatan kolesterol darah, peningkatan
asam urat darah, gout, enselopati hepatik pada pasien dengan penurunan
fungsi hati, peningkatan volume urin. Tidak umum:trombositopenia, reaksi
alergi pada kulit dan membran mukus, penurunan toleransi glukosa dan
hiperglikemia, gangguan pendengaran, mual, pruritus, urtikaria, ruam,
dermatitis bulosa, eritema multiformis, pemfigoid, dermatitis eksfoliatif,
purpura, fotosensitivitas. Jarang: eosinofilia, leukositopenia, anafilaksis
berat dan reaksi anafilaktoid, parestesia, vakulitis, muntah, diare, nefritis
tubulointerstisial, demam. Sangat jarang: anemia hemolitik, anemia
aplastik, agranulositosis, tinnitus, pankreatitis akut, kolestasis intrahepatik,
peningkatan transaminase. Tidak diketahui frekuensinya: hipokalsemia,
hipomagnesemia, alkalosis metabolik, trombosis, sindroma Stevens-
Johnson, nekrolisis epidermal toksik, pustulosis eksantema generalisata
akut (Acute Generalized Exanthematous Pustulosis/AGEP), reaksi obat
dengan eosinofilia dan gejala sistemik (Drug Reaction with Eosinophilia
and Systemic Symptom/DRESS), peningkatan natrium urin, peningkatan
klorida urin, peningkatan urea darah, gejala gangguan fungsi mikturisi,
nefrokalsinosis dan/atau nefrolitiasis pada bayi prematur, gagal ginjal,
peningkatan risiko persistent ductus arteriosus pada bayi prematur usia
seminggu, nyeri lokal pada area injeksi.
• Mekanisme kerja : Furosemide bekerja pada bagian segmen tebal pars
asendens lengkung henle dengan menghambat kotransporter
Na+/K+/Cl- (disebut NKCC2) pada membran luminal tubulus. Kerja NKCC2
mereabsorpsi ketiga elektrolit natrium, kalium, dan klorida. Paska reabsorpsi via
NKCC2, kadar ion K+ berlebihan di dalam sel sehingga ion kalium berdifusi
kembali ke lumen tubular. Hal ini memicu reabsorpsi kation (Mg2+, Ca2+) ke
dalam cairan interstisial via jalur paraselular. Akibatnya pemberian furosemide
akan menghambat reabsorpsi natrium, kalium, dan klorida. Selain meningkatkan
ekskresi NaCl, obat ini juga meningkatkan ekskresi magnesium dan kalsium.
Penurunan reabsorpsi tersebut akan meningkatkan konsentrasi zat terlarut yang
dihantarkan ke bagian distal nefron serta penurunan osmolaritas interstisium
medula ginjal. Penurunan osmolaritas medulla ginjal mengakibatkan reabsorpsi
cairan pada duktus koligentes menurun serta memicu penurunan absorpsi air
dari pars desenden ansa henle. Pada akhirnya tak hanya ekskresi ion-ion tersebut
yang meningkat tetapi eksresi air dalam urin juga meningkat. Furosemide juga
meningkatkan kadar prostaglandin E2 yang berperan pada inhibisi reabsorbsi
Na+ dan transport air pada tubulus kolektivus yang dimediasi oleh ADH

d. Aspirin
• Indikasi : Aspirin, obat antiplatelet yang dikenal dengan sebutan “pengencer
darah”, sering digunakan untuk pencegahan serangan jantung dan stroke. Hal
ini akan bermanfaat jika diberikan pada individu dengan risiko tinggi atau
riwayat penyakit jantung dan pembuluh darah. Namun, penggunaan aspirin
untuk pencegahan serangan jantung pada individu sehat tanpa faktor risiko
jantung dan pembuluh darah tidak dianjurkan, seperti disebutkan pada
berbagai guidelines internasional. Pada guideline ACC/AHA yang dikeluarkan
tahun 2019 untuk Primary Prevention of Cardiovascular Disease disebutkan
bahwa aspirin dosis-rendah (75-100 mg oral harian) dapat dipertimbangkan
sebagai pencegahan primer penyakit kardiovaskuler aterosklerotik
(atherosclerotic cardiovascular disease/ASCVD) pada dewasa berusia 40-70
tahun dengan risiko ASCVD tinggi namun tanpa peningkatan risiko
perdarahan. Pada awal tahun 2019, New England Journal of
Medicine menerbitkan tiga studi ASPREE mengenai penggunaan aspirin dosis-
rendah, dengan insight: pemberian rejimen aspirin dosis-rendah harian tidak
memberikan manfaat kesehatan yang signifikan untuk orang dewasa sehat,
sebaliknya dapat menyebabkan bahaya yang serius.
• Efek samping : Antiplatelet bekerja dengan cara mengurangi agregasi
platelet, sehingga dapat menghambat pembentukan trombus pada
sirkulasi arteri, dimana antikoagulan kurang dapat berperan. Asetosal
150-300 mg sebagai dosis tunggal diberikan segera setelah kejadian
iskemik dan kemudian diikuti dengan pemberian jangka panjang
asetosal 75 mg sehari sekali untuk mencegah serangan penyakit jantung
selanjutnya. Penggunaan asetosal jangka panjang pada dosis 75 mg
sehari berguna untuk semua pasien dengan penyakit kardiovaskular,
untuk pasien dengan risiko mengalami penyakit kardiovaskular pada 10
tahun mendatang sebesar 20% atau lebih dan usia di atas 50 tahun; untuk
pasien diabetes yang berusia di atas 50 tahun atau yang telah menderita
diabetes lebih dari 10 tahun dan untuk pasien dengan diabetes yang
menerima pengobatan antihipertensi. Asetosal dosis 75 mg sehari juga
diberikan setelah operasi bypass jantung. Sediaan dengan pelepasan
termodifikasi disarankan untuk pencegahan sekunder stroke iskemik
dan serangan iskemia sementara (TIA). Dipiridamol juga
dikombinasikan dengan asetosal dosis rendah untuk menurunkan risiko
stroke berulang namun bukti manfaat penggunaan jangka panjangnya
belum diketahui dengan pasti. bronkospasme; perdarahan saluran cerna
(kadang-kadang parah), juga perdarahan lain (misal subkonjungtiva).
• Mekanisme Kerja : Efektivitas penggunaan aspirin adalah berdasarkan
kemampuannya menghambat enzim siklooksigenase (cyclooxygenase/COX),
yang mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin H2,
prostaglandin E2, dan tromboksan A2. Aspirin hanya bekerja pada enzim
siklooksigenase, tidak pada enzim lipooksigenase, sehingga tidak
menghambat pembentukan lekotrien (Roy, 2007). Tidak seperti AINS lainnya
yang menghambat enzim secara kompetitif sehingga bersifat reversibel,
aspirin menghambat enzim COX secara ireversibel. Hal ini disebabkan karena
aspirin menyebabkan asetilasi residu serin pada gugus karbon terminal dari
enzim COX, sehingga untuk memproduksi prostanoid baru memerlukan
sintesis enzim COX baru (Vane & Botting, 2003). Hal ini penting karena terkait
dengan efek aspirin, dimana durasi efek sangat bergantung pada kecepatan
turn over enzim siklooksigenase (Roy, 2007). Mekanisme kerja aspirin
terutama adalah penghambatan sintesis prostaglandin E2 dan tromboksan
A2. Akibat penghambatan ini, maka ada tiga aksi utama dari aspirin, yaitu: (1)
antiinflamasi, karena penurunan sintesis prostaglandin proinflamasi, (2)
analgesik, karena penurunan prostaglandin E2 akan menyebabkan
penurunan sensitisasi akhiran saraf nosiseptif terhadap mediator pro
inflamasi, dan (3) antipiretik, karena penurunan prostaglandin E2 yang
bertanggungjawab terhadap peningkatan set point pengaturan suhu di
hipotalamus (Roy, 2007). Aspirin menghambat sintesis platelet melalui
asetilasi enzim COX dalam platelet secara ireversibel. Karena platelet tidak
mempunyai nukleus, maka selama hidupnya platelet tidak mampu
membentuk enzim COX ini. Akibatnya sintesis tromboksan A2 (TXA2) yang
berperan besar dalam agregasi trombosit terhambat. Penggunaan aspirin
dosis rendah regular (81 mg/hari) mampu menghambat lebih dari 95%
sintesis TXA2 sehingga penggunaan rutin tidak memerlukan monitoring
(Harrison, 2007). Molekul prostaglandin I2 (PGI2) yang bersifat sebagai anti
agregasi trombosit diproduksi oleh endothelium pembuluh darah sistemik.
Sel-sel endotel ini mempunyai nukleus sehingga mampu mensintesis ulang
enzim COX. Hal inilah yang dapat menjelaskan mengapa aspirin dosis rendah
dalam jangka panjang mampu mencegah serangan infark miokard melalui
penghambatan terhadap TXA2 namun tidak terlalu berpengaruh terhadap
PGI2 (Roy, 2007). Selain melalui penghambatan terhadap COX, aspirin juga
mampu mengasetilasi enzim Nitric Oxide Synthase-3 (NOS-3) yang akan
meningkatkan produksi Nitric Oxide (NO). Nitric Oxide diketahui bersifat
sebagai inhibitor aktivasi platelet, dengan demikian hal ini menambah
informasi mengenai manfaat aspirin sebagai antiplatelet (O’Kane et al.,
2009).

e. Simvastatin 20mg
• Indikiasi : Hiperkolesterolemia primer (hiperlipidemia tipe Ila) pada
pasien yang tidak cukup memberikan respons terhadap diet dan
tindakan-tindakan lain yang sesuai; untuk mengurangi insiden kejadian
koroner klinis dan memperlambat progresi aterosklerosis koroner pada
pasien dengan penyakit jantung koroner dan kadar kolesterol 5,5 mmol/l
atau lebih.
• Efek samping : Miositis yang bersifat sementara merupakan efek
samping yang jarang tapi bermakna (lihat juga efek pada otot), sakit
kepala, perubahan fungsi ginjal dan efek saluran cerna (nyeri lambung,
mual dan muntah), perubahan uji fungsi hati (hepatitis namun jarang
terjadi), parestesia, dan efek pada saluran cerna meliputi nyeri abdomen,
flatulens, konstipasi, diare, mual dan muntah. Ruam kulit dan reaksi
hipersensitivitas (meliputi angioedema dan anafilaksis) telah dilaporkan
namun jarang terjadi., alopesia, anemia, pusing, depresi, neuropati
perifer.
• Mekanisme kerja : Simvastatin adalah senyawa antilipermic derivat
asam mevinat yang mempunyai mekanisme kerja menghambat 3-
hidroksi-3-metil-glutaril-koenzim A (HMG-CoA) reduktase yang
mempunyai fungsi sebagai katalis dalam pembentukan kolesterol.
HMG-CoA reduktase bertanggung jawab terhadap perubahan HMG-
CoA menjadi asam mevalonat. Penghambatan terhadap HMG-CoA
reduktase menyebabkan penurunan sintesa kolesterol dan
meningkatkan jumlah reseptor Low Density Lipoprotein (LDL) yang
terdapat dalam membran sel hati dan jaringan ekstrahepatik, sehingga
menyebabkan banyak LDL yang hilang dalam plasma. Simvastatin
cenderung mengurangi jumlah trigliserida dan meningkatkan High
Density Lipoprotein (HDL) kolesterol.

7. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium Normal Hasil pemeriksaan pasien

leukosit 3.500-10.500 mm3 8.000 mm3

HB 14-18 g/dl 11 mg/dl

K+ 3,5-5 meq/L 4,6 meq/L


Na+ 135-145 meq/L 140 meq/L

LDL 100-129 mg/L 150 mg/L

HDL 60 mg/L 55 mg/L

Trigliserida ≤ 150 mg/dl 170 mg/dl

Total kolesterol 200 mg/dl 250 mg/dl

• Obat antiplatelet, seperti aspirin, untuk mencegah penggumpalan darah, sehingga darah
tetap dapat mengalir melalui pembuluh darah yang mengalami penyempitan. Acetosal
atau aspirin adalah obat pengencer darah atau obat yang digunakan untuk mencegah
penggumpalan darah. Sebagai pengencer darah, aspirin digunakan pada penderita
penyakit jantung koroner, serangan jantung, penyakit arteri perifer, atau stroke.
• Obat pelebar pembuluh darah, seperti nitrogliserin, untuk melebarkan pembuluh darah
sehingga meningkatkan aliran darah ke jantung. Nitrogliserin atau glyceryl trinitrate
(GTN) adalah obat yang digunakan untuk mengurangi dan mencegah angina (nyeri
dada) akibat penyakit jantung koroner. Nitrogliserin tidak menyembuhkan
penyebab angina. Nitrogliserin merupakan obat golongan nitrat yang bekerja dengan
cara melebarkan pembuluh darah, serta meningkatkan pasokan darah dan oksigen ke otot
jantung. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet minum, tablet sublingual, dan suntik.
• Obat penghambat beta : untuk memperlambat denyut jantung dan merelaksasi pembuluh
darah, sehingga mengurangi beban kerja jantung contohnya bisoprolol. Bisoprolol adalah
obat untuk mengobati hipertensi atau tekanan darah tinggi, angina pektoris, aritmia, dan
gagal jantung. Bisoprolol termasuk ke dalam golongan obat penghambat beta (beta
blockers). Bisoprolol bekerja dengan cara memperlambat detak jantung dan tekanan otot
jantung saat berkontraksi, sehingga beban jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh
dapat berkurang. Dengan turunnya tekanan darah, maka stroke , serangan jantung, dan
gangguan ginjal, juga dapat dicegah.
• Obat untuk Vasodilator : captopril. Captopril bekerja dengan cara menghambat aktivitas
enzim ACE, sehingga mengurangi produksi zat kimia angiotensin yang dapat
menyempitkan pembuluh darah.
• Untuk mengontrol tekanan darah : amlodipine bekerja dengan cara melemaskan dinding
pembuluh darah. Efeknya akan memperlancar aliran darah menuju jantung dan mengurangi
tekanan darah. Selain untuk mengatasi hipertensi, amlodipine juga digunakan untuk
meredakan gejala nyeri dada atau angina pectoris pada penyakit jantung coroner.
• Untuk mengontrol kolesterol memakai atorvastatin , adalah obat yang digunakan
menurunkan kolesterol jahat (LDL) dan trigliserida, serta meningkatkan jumlah kolesterol
baik (HDL) didalam darah. Jika kadar kolesterol dalam darah tetap terjaga dalam nilai
normal, maka akan menurunkan resiko stroke dan serangan jantung.
• HB renda memakai asam folat
• Pertimbangan untuk pemberian inotropic positif tidak dilakukan karena pasien memiliki
penyakit Angina Pektoris yang akan mengarah ke jantung coroner. Pasien harus dipantau
untuk melihat perkembangan

8. Perhatian khusus untuk obat aspirin

• aspirin dapat menimbulkan sakit maag atau memperparah gejalanya. Segeralah pergi ke
dokter jika gejalanya makin parah.
• Jangan memberikan aspirin kepada anak-anak, karena berisiko menimbulkan sindrom
Reye.
• Hindari menggunakan aspirin bila memiliki gangguan pembekuan darah, seperti hemofilia,
kekurangan vitamin K, atau jumlah trombosit yang rendah.
• Beri tahu dokterjika mengalami perdarahan saat menggunakan aspirin, terutama saat haid.
Sebagai obat pengencer darah, aspirin dapat meningkatkan jumlah darah yang keluar
saat menstruasi.
• Beritahudokter jika pernah menderita sakit maag, perdarahan saluran pencernaan, stroke,
hipertensi, asma, penyakit liver, atau penyakit ginjal.
• Jika terjadi reaksi alergi obat atau overdosis, segera temui dokter.

interaksi Obat Aspirin dengan Obat Lainnya


Aspirin berpotensi menimbulkan interaksi jika dikonsumsi bersamaan dengan jenis obat tertentu.
Interaksi antar obat ini bisa menyebabkan perubahan efek pada aspirin, bahkan meningkatkan
risiko munculnya efek samping.
Berikut ini adalah efek interaksi obat yang dapat terjadi bila aspirin dikonsumsi bersama obat lain:

• Meningkatkan risiko terjadinya tukak lambung, bila digunakan bersamaan


dengan kortikosteroid dan phenybutazone.
• Mengganggu fungsi ginjal dan mengurangi efektivitas obat penurun tekanan darah, bila
digunakan dengan obat antihipertensi golongan ACE inhibitor, seperti ramipril.
• Meningkatkan kadar kalium dan berisiko menimbulkan perdarahan, bila digunakan
bersamaan dengan obat ibuprofen dan ketorolac.
• Meningkatkan kadar methotrexate dan pemetrexed dalam darah.
• Meningkatkan efek obat ticlopidine, sehingga memperbesar risiko terjadinya
• Menurunkan efek probenecid dalam membantu tubuh mengeluarkan asam urat melalui
urin.

Efek Samping Aspirin


Efek samping yang umum terjadi akibat konsumsi aspirin antara lain adalah perut mulas, sakit
maag, dan mudah mengalami perdarahan, seperti mimisan, lebam, dan perdarahan yang sulit
berhenti apabila terluka.
Segeralah berkonsultasi dengan dokter apabila efek samping makin memburuk atau bila Anda
mengalami kondisi berikut ini:

• Sakit pada persendian tangan dan kaki. Ini bisa menandakan tingginya kadar asam urat
dalam darah.
• Telinga berdenging.
• Kulit menjadi merah, melepuh, dan mengelupas.
• Adanya darah pada urin, tinja, atau muntah darah.
• Kulit atau bagian putih di mata berubah warna menjadi kuning (penyakit kuning).
• Jumlah urin berkurang atau jarang buang air kecil.
• Tangan dan kaki bengkak akibat penumpukan air dalam tubuh.
9. Data-data yang tidak normal
jenis Hasil Nilai normal
Leukosit 8.000/mm3 3.500 – 10.500 mm3

HB 11mg/dl L : 14-18 g/dL, P: 12-16 g/d


K+ 4,6 meq/L 3.6 to 5.2 meq/L

Na+ 140 meq/L 135 to 145 meq/L

LDL 150 mg/dl* 100-129 mg/dL


Total 170 mg/dl* < 200 mg/dL tolransi, 200-239 mg/dL ambang
Kolesterol batas tinggi, 150 mg/dLdan 240 mg/dL kolesterol
tinggi

HDL 55 mg/dl* 40 mg/dL


Tekanan 170/90 mmHg* 130/80 mmHg hingga 140/90
darah
Nadi 85 per menit 60-100 kali per menit.

Pernafasan 22 permenit 12-16 ali permenit

Dari data lab diata hasil leb yang tidak normal adaah LDL tinggi, total kolesterol ambang batas
tinggi, HDL tinggidan Tekanan darah tinggi.
10. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari pasien kenapa sampai terjadi nyeri dada?
Seorang Apoteker harus dapat menjelaskan kenapa sampai terjadi sakit/nyeri dada spesifik
pada penderita PJK dan bagaimana hubungannya dengan obat yang dikonsumsinya. Nyeri
dada spesifik atau dikenal dengan istilah angina atau angina pektoris adalah disebabkan oleh
karena adanya ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen pada otot jantung. Yang
disebabkan oleh adanya penyumbatan pada pembuluh darah koroner di jantung akibat proses
aterosklerosis. Aterosklerosis adalah suatu proses pengerasan dan penyempitan pembuluh
darah koroner, sehingga aliran darah dalam pembuluh koroner menjadi tidak adekuat lagi.
Akibatnya, dinding otot jantung mengalami iskemia (dan mungkin sampai infark), dimana
oksigen bagi otot jantung sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sel-
selnya. Saat terjadinya ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen di otot jantung,
metabolisme yang terjadi adalah anaerobik, padahal metabolisme dalam sel otot jantung
sepenuhnya adalah aerobik, artinya membutuhkan oksigen yang mengakibatkan produksi
asam laktat akan semakin menumpuk. Zat ini akan menoreh syaraf dan menimbulkan rasa
nyeri yang hebat di balik tulang dada, yang dikenal sebagai nyeri angina. Dan keluhan angina
dapat timbul berulangulang, setiap kali keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan oksigen
terganggu. Sewaktu-waktu bisa terjadi serangan jantung atau infark miokard akut.
Aspirin dosis rendah bisa mengurangi kemungkinan serangan jantung berulang dengan cara
mencegah melekatnya sel-sel darah (platelet-platelet) bersamasama. Produk yang berisi
dosis biasa lebih tinggi dari aspirin tidak memiliki efek ini, dengan demikian obat OTC lain
yang mengandung aspirin tidak boleh digunakan. Suplai aspirin dosis rendah kemudian
dapat didapat melalui resep GP atau membeli dari apotek. Aspirin paling baik digunakan
bersama makanan untuk mencegah iritasi lambung.
Obat statin ini mempunyai mekanisme pleotrophic effect, yaitu efek lain selain efeknya
dapat mengurangi atau menekan kolesterol darah (antilipidemia). Statin dibuktikan ternyata
dapat memperbaiki fungsi endotel (RICIFE trial), menstabilkan plak, mengurangi
pembentukan trombus, bersifat anti-inflamas dan mengurangi oksidasi lipid. Dengan kata
lain obat golongan statin di samping dapat mengontrol kolesterol darah juga dapat
melindungi/memelihara jantung. Sehingga, ada kalanya pada penderita SKA (sindrom
koroner akut) yang kadar kolesterol darahnya normal tetap diberikan obat golongan statin.
Dengan kata lain bila penderita bertanya kenapa obat golongan statin tetap diberikan padahal
kadar kolesterolnya normal, hal ini dikarenakan sifat pleotrophic effect dari statin sangat
bermanfaat pada penderita SKA.
11. S-O-A-P
Subject

• keluhan sesak dan nyeri pada dada sebelah kiri

Objective
- hipertensi dan hiperkolesterolemia sejak 10 tahun yang lalu
- pemeriksaan vital sign :
BP : 170/90 mmHg (tinggi)
Suhu badan : 37oC
Nadi : 85/menit
Pernafasan : 22/menit
- Pemeriksaan Laboratorium:
Leukosit : 8.000/mm3(normal)
HB : 11 mg/dL (rendah)
K+ : 4,6 meq/L (normal)
Na+ : 140 meq/L (normal)
LDL : 150 mg/dL (tinggi)
Total kolesterol : 250 mg/dL (tinggi)
Trigliserida : 170 mg/dL (tinggi)
HDL : 55 mg/dL (normal)
Assesment
- Diagnosa dokter pasien sudah mengalami gangguan jantung tingkat II
- Pasien memiliki riwayat hipertensi dan hiperkolesterolemia
- Adanya DRP (Drug Related Problem)
1. Total kolesterol tinggi, perlu penambahan dosis atau penggantian obat atau obat
dikombinasikan
2. Tidak disarankan pemberian inotropic positif seperti digoksin. Penggunan bersama
ACEI dapat meningkatkan konsentrasi plasma digoksin.
3. Adanya interaksi antara antihipertensi vasodilator dengan antihipertensi golongan
antagonis kalsium (amlodipine) dan ACEI (captopril) = hipotensi
4. Pemberian aspilet >300 mg/hari, dikombinasi dengan ACEI beresiko gangguan fungsi
ginjal

Plan
1. Penggunaan atorvastatin sebagai pengganti simvastatin
2. Penggunaan aspilet dengan dosis yang rendah

12. Referensi yang di pakai:

• Hfa, A., Voors, A. A., Germany, S. D. A., Uk, J. G. F. C., Uk, A. J. S. C., Harjola, V., ...
Uk, P. E. (2016). 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure The Task Force for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure of the European Society of Cardiology ( ESC ) Developed with the special
contribution of the Heart Failure. https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehw128 


• Delacroix, S., & Chokka, R. G. (2014). Hypertension: Pathophysiology and Treatment.


Journal of Neurology & Neurophysiology, 05(06). https://doi.org/10.4172/2155-
9562.1000250 


• National Heart Foundation of Australia and the Cardiac Society of Australia and New
Zealand (Chronic Heart Failure Guidelines Expert Writing Panel). Guidelines for the
prevention, detection and management of chronic heart failure in Australia. Updated
October 2011

• Kupper, N., Bonhof, C., Westerhuis, B., Widdershoven, J. O. S., & Denollet, J. (2016).
Determinants of Dyspnea in Chronic Heart Failure. Journal of Cardiac Failure, 22(3),
201–209. https://doi.org/10.1016/j.cardfail.2015.09.016 

• Adnan, T., Ahmad, M., Chaudhri, W. M., Zil-E-Ali, A., Gondal, M. U. M., Ali, S. M. H.,
... Wasiq, S. (2018). Pathophysiology of Dyslipidemia and its Management by PCSK9
Inhibitors: A Literature Review. Internal Medicine and Medical Investigation Journal,
3(3), 92. https://doi.org/10.24200/imminv.v2i4.172 


• Tatalaksana, P., & Jantung, G. (n.d.). Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. PP PERKI
2020 


Anda mungkin juga menyukai