Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang
sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis
cacing yang termasuk Nematoda usus. Sebagian besar dari Nematoda ini
masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diantara
Nematoda usus tedapat sejumlah spesies yang penularannya melalui tanah
(Soil Transmitted Helminths) diantaranya yang tersering adalah Ascaris
lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan Trichuris
trichiura (Gandahusada, 2000).
Ascariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infestasi cacing
Ascaris lumricoides atau cacing gelang. Ascaris lumbricoides adalah cacing
bulat yang besar dan hidup dalam usus halus manusia. Cacing ini terutama
tumbuh dan berkembang pada penduduk di daerah yang beriklim panas dan
lembab dengan sanitasi buruk. Di indonesia prevalensi askariasis tinggi
terutama pada anak. Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan
pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di
tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah. Cacing betina dewasa
mengeluarkan telur yang kemudian akan menjadi matang dan infektif, dengan
tumbuhnya larva pada telurnya di dalam waktu 2-3 minggu..
Infeksi pada manusia terjadi jika larva cacing ini mengkontaminasi
makanan dan minuman. Di dalam usus halus larva cacing akan keluar
menembus didinding halus dan kemudian menuju pembuluh darah dan limfe
menuju paru. Setelah itu larva cacing ini akan ermigrasi ke bronkus, faring
dan kemudian turun ke esofagus dan usus halus. Lama perjalanan ini sampai
menjadi bentuk cacing dewasa 60-75 hari.
Panjang cacing dewasa 20-40 cm dan hidup di dalam usus halus
manusia untuk bertahun-tahun lamanya. Sejak telur matang tertelan sampai
cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan
1. Patofisiologi Penyakit
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing
dewasa dan larva. Selama bermigrasi larva dapat menyebabkan gejala bila
merusak kapiler atau dinding alveolus paru. Keadaan tersebut akan
menyebabkan terjadinya pendarahan, penggumpalan sel leukosit dan eksudat,
yang akan menghasilkan konsolidasi paru dengan gejala panas, batuk, batuk
darah dan penumonitis Askaris. Pada foto toraks tampak infiltrat yang mirip
pneumonia viral yang menghilang dalam 3 minggu. Keadaan ini disebut
sindrom Loeffler. Pada pemerikasaan darah akan didapatkan eosinifilia.
Larva cacing ini dapat menyebar dan menyerang organ lain seperti
otak, ginjal, mata, sumsum tulang belakang dan kulit. Dalam jumlah yang
sedikit cacing dewasa tidak menimbulkan gejala. Kadang-kadang penderita
mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang,
diare atau konstipasi. Bila infestasi tersebut berat dapat menyebabkan cacing-
cacing ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus. Cacing
dewasa juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi terutama pada anak-anak.
Cacing ini dapat mengadakan sumbatan pada saluran empedu, saluran
pankreas, divertikel dan usus buntu. Selain hal tersebut di atas, cacing ini
dapat juga menimbulkan gejala alergik seperti urtikaria, gatal-gatal dan
eosinofilia. Cacing dewasa dapat keluar melalui mulut dengan perantaraan
batuk, muntah atau langsung melalui hidung.
Gejala klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa.
Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di
paru- paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan
kumpulan tanda seperti demam, sesak nafas, eosinofilia, dan pada foto
Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu.
Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas
saluran cerna seperti tidak nafsu makan, muntah-
muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran empedu
makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian
masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan
akut abdomen.
3. Epidemiologi
Ascaris lumbricoides dijumpai diseluruh dunia dan diperkirakan 1,3
milyar orang pernahterinfeksi dengan cacing ini. Tidak jarang dijumpai infeksi
campuran dengan cacing lain. Telur yang infektif ditemukan di tanah, yang
dapat bertahan bertahun tahun.
Manusia mendapat infeksi dengan cara tertelan telur cacing Ascaris
lumbricoides yang infektif (telur yang mengandung larva). Hal ini terjadi
karena termakan makanan atau minuman yang tercemar oleh telur cacing tadi
(Djuanda,2010). Di daerah tropis, infeksi cacing ini mengenai hampir seluruh
lapisan masyarakat, dan anak lebih sering terinfeksi. Bayi akan terinfeksi
dengan cacing ini melalui jari ibunya yang mengandung telur Ascaris
lumbricoides segera setelah lahir. Pencemaran tanah oleh telur cacing lebih
sering disebabkan oleh tinja anak. Perbedaan insiden dan intensitas infeksi
pada anak dan orang dewasa kemungkinan disebabkan oleh karena berbeda
dalam kebiasaan, aktivitas dan pengembangan imunitas yang didapat.
Parasit ini terdapat di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dengan
sanitasi yang masih buruk. Di Indonesia, prevalensi askariasis masih sangat
tinggi, terutama pada anak yang berusia 1-10 tahun. Adapula yang menyerang
dewasa tapi prevalensinya sedikit. Di negara yang sudah maju, angka kejadian
ini sudah sangat rendah.
Penentu intensitas infeksi dibagi dalam 2 kategori, efek jangka panjang
yang ada selama hidup inangnya (contoh: genetic inang, status social-
ekonomi) dan efek jangka pendek yang ada selama hidup parasit (contoh:
respon imun inang). Kightlinger, dkk. Menilai pengaruh paparan pada infeksi
pada anak-anak di S.E Madagaskar dengan indicator lingkungan, demografi,
tingkah laku dan social-ekonomi. Hasil menunjukkan bahwa intensitas infeksi
A.lumbricoides dipengaruhi oleh faktor tingkah laku dan lingkungan.
Bundi menyatakan bahwa host yang sebelumnya pernah mengalami
infeksi berat akan terinfeksi kembali, menunjukkan bahwa respon imun tidak
bisa digunakan sebagai penentu utama intensitas infeksi.
McCallum melaporkan bahwa factor genetic juga memiliki peranan
dalam kecenderungan infeksi A.lumbricoides. Chan, dkk. Menekankan bahwa
lingkungan atau perilaku keluarga merupakan penentu utama status infeksi.
Resistensi terhadap infeksi A.lumbricoides juga dipengaruhi oleh factor
genetik host, repertoire imun host dan infeksi yang menyertai.
Ascaris tersebar di seluruh dunia di daerah hangat, iklim lembab, dan
daerah yang kurang sinar matahari. Infeksi terjadi di seluruh dunia dan paling
umum di daerah tropis dan subtropics dimana sanitasi dan kebersihannya
buruk. Infeksi ini berhubungan dengan kebersihan diri yang buruk, sanitasi
yang buruk dan tempat dimana kotoran manusia digunakan sebagai pupuk.
Lebih rincinya pencegahan dapat dilakukan dengan cara:
a. Tidak makan makanan mentah (sayuran,daging babi, daging sapi dan
daging ikan), buah dan melon dikonsumsi setelah dicuci bersih dengan air.
b. Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman.
c. Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci tangan
menjelang makan atau sesudah buang air besar.
d. Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak menjadikan
tinja segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan tangki septik, agar
tidak mencemari sumber air
e. Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin diadakan
pemeriksaan parasit, sedini mungkin menemukan anak yang terinfeksi
parasit dan mengobatinya dengan obat cacing.
f. Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan berobat
kerumah sakit.
g. Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada gejala sama
sekali, tetapi mereka tetap bisa menularkannya kepada orang lain, dan
telur cacing akan secara sporadik keluar dari tubuh bersama tinja, hanya
diperiksa sekali mungkin tidak ketahuan, maka sebaiknya secara teratur
memeriksa dan mengobatinya.
h. Pengobatan masal 6 bulan sekali di daerah endemik atau di daerah yang
rawan askariasis.
i. Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik, hygiene keluarga dan
hygiene pribadi seperti:
- Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
- Se belum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan
dicucit erlebih dahulu dengan menggunakan sabun.
- Sayuran segar (mentah) yang akan dimakan sebagai lalapan, harus
dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat karena telur cacing As
caris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-tahun.
- Buang air besar di jamban, tidak di kali atau di kebun.
j. Bila pasien menderita beberapa spesies cacing, askariasis harus diterapi
lebih dahulu dengan pirantel pamoat.
4. Pengobatan
PENDAHULUAN
ETIOLOGI
EPIDEMOLOGI
Askariasis merupakan infeksi cacing pada manusia yang angka kejadian sakitnya
tinggi terutama di daerah tropis dimana tanahnya memiliki kondisi yang sesuai
untuk kematangan telur di dalam tanah. Diperkirakan hampir 1 miliar penduduk
yang terinfeksi dengan 4 juta kasus di Amerika Serikat. Prevalensi pada
komunitas-komunitas tertentu lebih besar dari 80%. Prevalensi dilapokan terjadi
di lembah sungai Yangtze di Cina. Masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi
yang rendah memiliki prevalensi infeksi yang tinggi, demikian juga pada
masyarakat yang menggunakan tinja sebagai pupuk dan dengan kondisi geografis
yang mendukung. Walaupun infeksi dapat menyerang semua usia, infeksi
tertinggi terjadi pada anak-anak pada usia sebelum sekolah dan usia sekolah.
Penyebarannya terutama melalui tangan ke mulut (hand to mouth) dapat juga
melalui sayuran atau buah yang terkontaminasi. Telur askaris dapat bertahan
selama 2 tahun pada suhu 5-10 ºC. Empat dari 10 orang di Afrika, Asia, dan
Amerika Serikat terinfeksi oleh cacing ini.
Prevalensi dan intensitas gejala simtomatis yang paling tinggi terjadi pada anak-
anak. Pada anak-anak obstruksi intestinal merupakan manifestasi penyakit yang
paling sering ditemui. Diantara anak-anak usia 1-12 tahun yang berada di rumah
sakit Cape Town dengan keluhan abdominal antara 1958-1962, 12.8 % dari
infeksinya disebabkan oleh Ascariasis lumbricoides. Anak-anak dengan askariasis
kronis dapat menyebabkan pertumbuhan lambat berkaitan dengan penurunan
jumlah makanan yang dimakan.
Menurut World Health Organization (WHO), intestinal obstruction pada anak-
anak menyebabkan komplikasi fatal, menyebabkan 8000 sampai 100,000
kematian per tahun.
PATOFISIOLOGI
1. Cacing betina menghasilkan 240.000 telur setiap hari yang akan terbawa
bersama tinja.
2. Telur fertil jika jatuh pada kondisi tanah yang sesuai, dalam waktu 5-10
hari telur tersebut dapat menginfeksi manusia.
3. Telur dapat bertahan hidup di dalam tanah selama 17 bulan. Infeksi
umumnya terjadi melalui kontaminasi tanah pada tangan atau makanan.
4. Kemudian masuk pada usus dan akan menetas pada usus kecil
(deudenum).
5. Pada tahap kedua larva akan melewati dinding usus dan akan berpindah
melalui sistem portal menuju hepar (4d) dan kemudian paru.
6. Infeksi yang berat dapat di ikuti pneumonia dan eosinifilia. Larva
kemudian dibatukkan dan tertelan kembali menuju jejunum.
7. Diperlukan waktu 65 hari untuk menjadi cacing dewasa.
DIAGNOSIS
1) Ditegakkan dengan :
2) Pemeriksaan Laboratorium
3) Pemeriksaan Foto
PENGOBATAN
1. Obat pilihan: piperazin sitrat (antepar) 150 mg/kg BB/hari, dosis tunggal
dengan dosis maksimum 3 g/hari
Dosis : 0-1tahun = 3 x 5 mg
1-3 tahun = 3 x 10 mg
3-5 tahun = 3 x 15 mg
Dewasa = 3 x 25 mg
Prognosis : baik, terutama jika tidak terdapat komplikasi dan cepat diberikan
pengobatan.
PENCEGAHAN
Infeksi awal dari cacing ini biasanya tidak ada gejalanya. Gejala akan muncul
seiring pertumbuhan cacing yang semakin berkembang. Terdapat dua gejala yang
dapat terjadi, bergantung ke bagian tubuh mana cacing itu menginfeksi. Organ
tubuh yang biasa diserang adalah paru-paru dan usus.
Gejala yang akan muncul saat terjadi infeksi cacing gelang di paru-paru, yaitu:
Batuk
Napas terasa semakin pendek
Ada darah di dalam mukus
Dada terasa tidak nyaman
Demam
Gejala yang akan muncul saat Ascaris lumbricoides menyerang bagian usus,
antara lain:
Mual
Muntah
Diare
Perut terasa tidak nyaman
Penurunan berat badan
Selera makan menurun
Penyumbatan usus sehingga perut bisa terasa nyeri dan terjadi muntah
parah
Faktor-Faktor Risiko
Apa saja tes yang biasa dilakukan untuk penyakit cacingan (ascariasis)?
Beberapa tes yang biasa dilakukan untuk mendeteksi penyakit cacingan adalah: