Anda di halaman 1dari 2

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Demam tifoid yang biasa kita kenal juga dengan demam enterik atau tifus merupakan
sindrom klinis yang dihasilkan oleh infeksi organisme Salmonella typhi. Hingga saat ini penyakit
demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di negara-negara berkembang terutama
negara-negara dengan tingkat sanitasi yang rendah termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri
kasus ini tersebar merata diseluruh provinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 385 per 100.000
penduduk per tahun dan di daerah perkotaan 760 per 100.000 penduduk per tahun atau sekitar
600.000 dari 1,5 juta kasus per tahun dengan angka kematian sebesar 3,1% sampai 10,4%
(Pawitro dkk, 2002). Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007 prevalensi
demam tifoid mencapai 1,6%. Di tahun 2010 demam tifoid masih menduduki peringkat tiga dari
10 penyakit terbanyak di Indonesia (Kemenkes, 2010).

Dalam penggunaannya, antibiotika berbeda dengan penggunaan jenis obat-obatan yang


lainnya, selain harus memperhatikan pasien dan obat kita juga harus memperhatikan karakteristik
dari infeksi yang akan ditangani (Gyssen, 2005). Penggunaan antibiotika yang tidak tepat tidak
akan memperbaiki keadaan karena tujuan terapi yang optimal tidak akan tercapai, dapat
menimbulkan resistensi, interaksi obat, efek samping serta melonjaknya biaya pengobatan (Van
der Meer, 2001).

Disinilah diperlukan adanya peran farmasis yang memiliki komitmen kuat dan
berkemampuan dalam memperhatikan pola pemberian antibiotika guna meminimalkan angka
kejadian yang tidak diinginkan. Pada praktik pelayanan farmasi klinik apoteker atau farmasis
memegang peranan penting dalam pencapaian terapi obat dan menghindari terjadinya efek
negatif dari antibiotika. Terutama pada pasien lansia yang tingkat kepatuhan pengobatannya
sangat perlu diperhatikan.

Penelitian ini mengevaluasi penggunaan antibiotik karena pasien geriatri (lansia) memiliki
risiko yang lebih besar mengalami ketidaktepatan penggunaan antibiotik daripada anak-anak dan
orang dewasa, salah satu faktor yang sering kali menjadi penyebab yaitu menurunnya fungsi hati
dan ginjal pada pasien geriatri, kerentanan terhadap penyakit infeksi meningkat dengan
bertambahnya usia, penurunan pH pada gastrointestinal pada proses absorpsi, penurunan cairan
tubuh pada proses distribusi, penurunan aliran darah hepatik pada proses metabolisme, dan
penurunan sekresi tubular pada klirens (Eko, 2013).

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I Monografi
    Bab I Monografi
    Dokumen4 halaman
    Bab I Monografi
    Ripa Badrussalam
    Belum ada peringkat
  • Mikroemulsi
    Mikroemulsi
    Dokumen16 halaman
    Mikroemulsi
    Ripa Badrussalam
    Belum ada peringkat
  • Morfistum Finale
    Morfistum Finale
    Dokumen27 halaman
    Morfistum Finale
    Ripa Badrussalam
    Belum ada peringkat
  • Contoh Proposal Ape
    Contoh Proposal Ape
    Dokumen9 halaman
    Contoh Proposal Ape
    Ripa Badrussalam
    Belum ada peringkat
  • Wa0009
    Wa0009
    Dokumen8 halaman
    Wa0009
    Ripa Badrussalam
    Belum ada peringkat
  • RPS Toksikologi
    RPS Toksikologi
    Dokumen5 halaman
    RPS Toksikologi
    Ripa Badrussalam
    Belum ada peringkat
  • Kasus Konstipasi-1
    Kasus Konstipasi-1
    Dokumen4 halaman
    Kasus Konstipasi-1
    Ripa Badrussalam
    Belum ada peringkat
  • Formulas I
    Formulas I
    Dokumen26 halaman
    Formulas I
    Ripa Badrussalam
    Belum ada peringkat
  • Lomba Sholawat Nabi
    Lomba Sholawat Nabi
    Dokumen3 halaman
    Lomba Sholawat Nabi
    Ripa Badrussalam
    Belum ada peringkat
  • Ikan Cair
    Ikan Cair
    Dokumen11 halaman
    Ikan Cair
    Ripa Badrussalam
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen1 halaman
    Bab Iii
    Ripa Badrussalam
    Belum ada peringkat