Anda di halaman 1dari 33

Tugas kelompok

MAKALAH
FARMAKOTERAPI TERAPAN
GANGGUAN SALURAN CERNA VIRAL HEPATITIS (A, B)

Kelas B
Kelompok VII
Nasyrah Musabar

1620313339

Nenitri Wahyuni

1620313340

Nia

1620313341

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
2016

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan...........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
A. Patofisiologi..................................................................................................4
B. Faktor resiko.................................................................................................7
C. Tanda, Gejala Serta Diagnosis......................................................................7
D. Tujuan Terapi...............................................................................................11
E. Terapi...........................................................................................................12

F.

1.

Terapi Farmakologi.12

2.

Terapi Non-farmakologi..........................................................................14
Identifikasi Problem Medik dan Usulan Pengatasannya.............................15

G. Pemantauan Terapi Obat.............................................................................19


BAB III PENUTUP...............................................................................................20
A. Kesimpulan.................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................22

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hepatitis adalah istilah umum yang berarti radang hati. Hepa berarti
kaitan dengan hati, sementara itis berarti radang (seperti di atritis, dermatitis,
dan pankreatitis). Radang hati atau hepatitis mempunyai beberapa penyebab, yaitu
racun dan zat kimia seperti alkohol berlebihan; penyakit yang menyebabkan
sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan sehat dalam tubuh, yang disebut
sebagai penyakit autoimun; dan mikroorganisme, termasuk virus (Green, 2005).
Hepatitis bisa terjadi secara akut maupun kronis. Hepatitis kronis secara
umum didefinisikan bahwa penyakit menetap selama 6 bulan atau lebih Gejala
penyakit hepatitis adalah demam disertai mual, dan pada hari ketiga ditandai
dengan menguningnya warna putih pada bola mata, rasa nyeri pada ulu hati
disertai mual, warna air seni menjadi kecoklatan seperti air teh yang kental dan
rasa lemas yang berlebihan. Sejak zaman dulu, dunia kedokteran telah mampu
mengenali gejala penyakit hepatitis berdasarkan gejala yang ditimbulkannya
namun belum mengetahui penyebabnya. Dengan ditemukannya mikroskop
electron, para dokter baru mampu mendeteksi virus Hepatitis sekitar tahun 60-an,
dan pada awalnya membagi atas virus hepatitis A dan virus hepatitis B (Herfindal
and Gourley, 2000).
HAV, HBV, dan HCV menyerang sel hati atau hepatosit yang menjadi
tempat yang bersahabat bagi virus untuk berkembang biak. Sebagai reaksi
terhadap infeksi, sistem kekebalan tubuh memberikan perlawanan dan
menyebabkan peradangan hati (hepatitis). Bila hepatitisnya akut (yang dapat
terjadi dengan HAV dan HBV) atau menjadi kronis (yang dapat terjadi dengan
HBV dan HCV) maka dapat bekembang menjadi jaringan parut di hati, sebuah
kondisi yang disebut fibrosis. Lambat laun, semakin banyak jaringan hati diganti
dengan jaringan parut seperti bekas luka, yang dapat menghalangi aliran darah
yang normal melalui hati dan sangat mempengaruhi bentuk dan kemampuannya
untuk berfungsi semestinya. Ini disebut sebagai sirosis. Bila hati rusak berat,
mengakibatkan bendungan di limpa dan kerongkongan bagian bawah akibat

tekanan di organ yang tinggi. Dampak dari kondisi ini, atau disebut sebagai
hipertensi portal termasuk pendarahan saluran cerna atas dan cairan dalam perut
(asites). Kerusakan pada hati juga dapat mengurangi pembuatan cairan empedu
yang dibutuhkan untuk pencernaan yang baik dan mengurangi kemampuan hati
untuk menyimpan dan menguraikan bahan nutrisi yang dibutuhkan untuk hidup.
Dampak lain dari hati yang rusak temasuk ketidakmampuan untuk menyaring
racun dari aliran darah, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan
kesadaran dan bahkan koma (Green, 2005)
Ada lima virus yang diketahui mempengaruhi hati dan menyebabkan
hepatitis: HAV, HBV, HCV, virus hepatis delta (HDV, yang hanya menyebabkan
masalah pada orang yang terinfeksi HBV), dan virus hepatitis E (HEV). Tidak ada
virus hepatitis F. Virus hepatitis G (HGV) pada awal diperkirakan dapat
menyebabkan kerusakan pada hati, tetapi ternyata diketahui sebagai virus yang
tidak menyebabkan masalah kesehatan, dan virus ini sekarang diberi nama baru
sebagai virus GB-C (GBV-C) (Green, 2005)
Dalam perkembangan selanjutnya didapatkan makin banyak jenis virus
hepatitis yang tidak termasuk golongan A ataupun B dan kemudian diberi nama
Hepatitis non A non B. Virus Hepatitis non A non B kemudian disebut sebagai
hepatitis C, hepatitis D sampai Hepatitis G sesuai dengan urutan penemuannya.
Pembagian tersebut berdasarkan perbedaan karakter, penularannya. Pada
umumnya gejala penyakitnya sama, dan hanya bisa dibedakan berdasarkan
pemeriksaan darah dan mikroskop electron. Penularan Hepatitis A berlangsung
melalui mulut melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh Virus Hepatitis.
Hepatitis B hanya bisa ditularkan melalui luka terbuka yang ditimbulkan karena
pemakaian alat bersama seperti alat cukur, alat tato atau alat suntik. Hepatitis B
juga dapat pula ditularkan melalui transfusi darah atau melalui hubungan intim.
Dari penelitian para ahli kedokteran, sekitar 40 % penderita hepatitis tidak
mengetahui bagaimana dan kapan mereka terinfeksi (Green, 2005).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Patofisiologi hepatitis A dan B?
2. Apa saja faktor resiko hepatitis?
3. Apa saja tanda, gejala serta diagnosis hepatitis A dan B?
4. Apa saja tujuan terapi hepatitis?
5. Bagaimana terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi hepatitis A dan
B?
6. Bagaimana cara identifikasi problem medik dan usulan pengatasannya?
7. Bagaimana pemantauan terapi obatnya?
C. Tujuan
1 Mengetahui Patofisiologi hepatitis A dan B.
2 Mengetahui faktor resiko hepatitis.
3 Mengetahui tanda, gejala serta diagnosis hepatitis A dan B.
4 Mengetahui tujuan terapi hepatitis A dan B.
5 Mengetahui terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi hepatitis A dan
6
7

B.
Mengetahui cara identifikasi problem medik dan usulan pengatasannya
pada hepatitis.
Mengetahui Pemantauan Terapi Obat hepatitis.

9
A. Patofisiologi
10

8 BAB II
PEMBAHASAN

Hepatitis digunakan untuk semua jenis peradangan pada

hati (liver). Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari virus sampai
dengan obat-obatan, termasuk obat tradisional.
11

Tabel 1. Klasifikasi Virus Penyebab Hepatitis

12 V
i
r
u
s

17 H
e
p
a
t
i
t
i
s
A

22 H
e
p
a
t
i
t
i
s

13 N
a
m
a
L
a
i
n
18 H
e
p
a
t
i
t
i
s
I
n
f
e
k
s
i
u
s
23 S
e
r
u
m
H
e
p
a

14 Fa
mi
ly

15
Tip

16 Rute
Umu
m
Tran
smisi

19 Pic
or
na
vir
us

20
RN

21 Oral
Fecal

24 He
pa
dn
vir
ida
e

25
DN

26 Dara
h
atau
Seks
ual

27 H
e
p
a
t
i
t
i
s
C
32 H
e
p
a
t
i
t
i
s

t
i
t
i
s
28 N
o
n
A
,
N
o
n
B
33 D
e
l
t
a

29 Fla
viv
iri
da
e

30
RN

31 Dara
h

34 De
lta
Vir
ida
e

35
RN

36 Dara
h
atau
Seks
ual

38

39 Ca
lsi
vir
ida
e

40
RN

41 Fecal
Oral

43

44

45

46 Fecal
Oral

H
e
p
a
t
i
t
i
s

37 H
e
p
a
t
i
t
i
s
E
42 H
e
p
a

t
i
t
i
s
F
47 H
e
p
a
t
i
t
i
s

48

49 Fla
viv
iri
da
e

50

G
52 (Herfindal and Gourley, 2000).
53

Virus

hepatitis

yang

menyerang

hati

menyebabkan

peradangan dan infiltrat pada hepatocytes oleh sel mononukleous. Proses


ini menyebabkan degrenerasi dan nekrosis sel perenchyn hati (Gillespie et
all, 2009).
54

Respon peradangan menyebabkan pembekakan dalam

memblokir sistem drainage hati, sehingga terjadi destruksi pada sel hati.
Keadaan ini menjadi statis empedu (biliary) dan empedu tidak dapat
diekresikan kedalam kantong empedu bahkan kedalam usus, sehingga
meningkat dalam darah sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai
urobilinogen dan kulit hapatoceluler jaundice (Gillespie et all, 2009).
55
Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik sampai dengan
timbunya sakit dengan gejala ringan. Sel hati mengalami regenerasi secara
komplit dalam 2 sampai 3 bulan lebih gawat bila dengan nekrosis hati dan
bahkan kematian. Hepatitis dengan sub akut dan kronik dapat permanen
dan terjadinya gangguan pada fungsi hati. Individu yang dengan kronik
akan sebagai karier penyakit dan resiko berkembang biak menjadi
penyakit kronik hati atau kanker hati (Gillespie et all, 2009).

51 Dara
h

56

Hepatitis akut adalah penyakit yang biasanya sembuh

dengan sendirinya, dengan kasus rendah sampai tingkat yang fatal. Virus
dapat masuk ke sirkulasi darah (biasanya melalui inokulasi oral atau
parenteral atau oleh hubungan sex) dan terakumulasi pada sinusoid hati
dan bagian dalam dari hepatosit. Durasi pada tingkat inkubasi spesifik dan
bervariasi. Pada penjamu (host) tidak ada gejala selama masa inkubasi
tersebut. Virus hepatotropik menyebabkan luka pada hati dikarenakan
respon imun penjamu (host) atau dari virus secara langsung melukai
hepatosis seluler dan respon imun humoral secara langsung melewati
antigen virus ditemukan pada membran hepatosit penjamu dan atau
sirkulasinya dengan bagian vaskular (Sukandar et all, 2009).
57
Hepatitis virus kronis merupakan penyebab penyakit hati
kronik, sirrosis, gagal hati, dan hepatoselular karsinoma (HCC) atau
kanker sel hati di seluruh dunia. Hepatitis virus kronik tersebut dapat
berkembang dalam bentuk tetap. Beberapa berkembang menjadi fibrosis
hati dan sirrosis dan beberapa berkembang menjadi gagal hati atau HCC.
Perkembangan tersebut mungkin terjadi dalma beberapa dekade (Sukandar
et all, 2009).
58
Pasien dengan hepatitis virus kronis memiliki limfosit
sitotoksik dan respon limfosit CD4 yang lemah. Pasien dengan infeksi
kronis HBC mengalami kekurangan produksi limfosit sitotoksik atau
respon interferon (IFN) lemah, yang menyebabkan limfosit tidak tepat
dapat mengarah ke sel target yang terinfeksi. Jika replikasi virus terus
terjadi dan kerusakan hepatosit tidak dapat dihambat, maka hepatosit yang
berfungsi akan menurun bertahap. Fibrosis yang terjadi pada mekanisme
perbaikan sel akan merusak arsitektur dasar sel, dan terjadilah nodul
hepatik. Fibrosis hati dengan nodul yang menyebar disebut sirosis
(Sukandar et all, 2009).
59
60
61
62

63 Hepatitis A
64

66

65 (Gillespie et all, 2009).


Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak

menimbulkan gejala, sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala


mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning, dan
hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu.
Penderita hepatitis A akan menjadi kebal terhadap penyakit tersebut.
Berbeda dengan hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak akan berlanjut
menjadi kronik.
67 Hepatitis B

68

69
70 (Gillespie et all, 2009).
71
72
73

HBV tidak patogenik terhadap sel, tetapi respons imun

terhadap virus ini yang bersifat hepatotoksik. Kerusakan hepatosit


menyebabkan peningkatan kadar ALT (DiPiro JT, et al, 2008).
74

Sebagian penderita hepatitis B akan sembuh sempurna dan

mempunyai kekebalan seumur hidup, tapi sebagian lagi gagal memperoleh


kekebalan. Sebanyak 1-5% penderita dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi
akan berkembang menjadi hepatitis kronis dan viremia yang persisten.
Orang tersebut akan terus-menerus membawa virus hepatitis B dan bisa
menjadi sumber penularan. Penularannya melalui darah atau transmisi
seksual (DiPiro JT, et al, 2008).

B. Faktor resiko
75 Faktor resiko dari penyakit hepatitis antara lain (Pharmaceutical care,
2007):
1. Infeksi virus hepatitis, dapat ditularkan secara fekal-oral (selaput mukosa),
hubungan seksual atau darah (parenteral).
2. Zat-zat toksik, seperti alkohol atau obat-obat tertentu.
3. Genetik atau keturunan, seperti hemochromatosis.
4. Gangguan imunologis, sepeti hepatitis autoimun, yang ditimbulkan karena
adanya perlawanan sistem pertahanan tubuh terhadap jaringan tubuhnya
sendiri. Pada hepatitis autoimun, terjadi perlawanan sel-sel hati yang
berakibat timbulnya peradangan kronis.
5. Kanker, seperti Hepatocellular carcinoma, dapat disebabkan oleh senyawa
karsinogenik antara lain aflatoksin, polivinil klorida (bahan pembuat
plastik), virus dan lain-lain. Hepatitis B dan C maupun sirosis hati jg dapat
berkembang menjadi kanker hati.
C. Tanda, Gejala Serta Diagnosis
Infeksi dibagi menjadi 3 tahap didasarkan pada serologik virus: inkubasi,
hepatitis akut, dan penyembuhan.
Keparahan klinis penyakit bervariasi luas mulai dari tahapan gejala,
hepatitis anikterik, sampai ke hepatitis fulminant yang cepat menjadi fatal.
Pada sebagian besar pasien hepatitis virus akut hanya menunjukkan gejala
ringan dan kerusakan pada sedikit hepatosit. Penyakit dengan gejala ringan
ini dikenal dengan hepatitis anikterik.
Minimal kerusakan pada sel hati direfleksikan oleh peningkatan ringan
serum bilirubin, gama-globulin, dan transaminasi hati (ALT, AST), sekitar
dua kali normal.
Sebagian pasien mengalami kerusakan hepatosit yang cukup banyak
sehingga terjadi perubahan fungsi hati bermakna yang ditandai dengan
menurunnya metabolisme dan aliran bilirubin, menyebabkan terjadinya
jaundice.
Tahap preikterik sering berkaitan dengan gejala influenza yang tidak
spesifik seperti anoreksia, mual, muntah, rasa lelah, dan malaise. Fase
ikterik pada umumnya disertai dengan demam, sakit perut, mual, muntah,

urin berwarna gelap, acholic stools (tinja tanpa empedu), dan


memburuknya gejala-gejala sistemik.
Gejala klinik disertai oleh kenaikan sedang sampai bermakna serum
bilirubin, gama-globulin, dan hepatik transaminase (4-10 kali normal).
Serologik virus dan antibodi penjamu dapat dideteksi pada tahap ini.
Kebanyakan pasien dengan anikterik akut atau hepatitis ikterik dapat
dipulihkan secara tuntas tanpa adanya komplikasi atau menjadi kronis.
1. Hepatitis A
- Insiden terjadinya HAV berkaitan langsung dengan sanitasi dan
praktek higienis yang buruk, infeksi HAV menular/menyebar dari
orang ke orang atau dari makanan atau minuman yang terkontaminasi.
Penyakit ini adalah salah satu dari beberapa penyakit yang dapat
-

dicegah.
Infeksi HAV biasanya adalah penyakit yang dapat sembuh dengan
sendirinya dengan tingkat kasus fatal yang rendah. Penyakit ini dapat
berakhir sampai 6 bulan dalam 3 fase: inkubasi, hepatitis akut, dan
penyembuhan. Sebagian besar pasien dapat sembuh dalam 12 minggu

dan jarang berkembang menjadi hepatitis fulminant.


Kerusakan minimal sel hati ditandai dengan peningkatan serum

transaminase, sekitar dua kali normal.


Masa inkubasi rata-rata 28 hari, dengan kisaran 15-50 hari. Gejala
klinis tergantung umur, pada anak yang kurang dari 6 tahun umumnya
ditunjukkan dengan gejala ringan, seperti pada influenza tanpa kuning
secara klinik. Infeksi pada orang dewasa ditunjukkan pada hepatitis
akut dengan nilai transaminase hati yang meningkat dan kuning.

Gambaran klinik dapat dilihat pada tabel 1.


Diangnosis pada infeksi HAV akut tergantung pada kecurigaan klinis,
gejala khas, peningkatan amino tranferase dan bilirubin, serta antiHAV IgM positif. Puncak antibodi selama fase awal penyembuhan dan
kembali positif selama 4-6 bulan sesudah mulainya sakit.
76

77

Tabel 2. Manifestasi Klinik Hepatitis A Akut

Gejala dan tanda


Fase ikterik dengan gejala seperti influenza non spesifik yaitu anoreksia, mual,
lelah, dan malaise.
Onset mendadak anoreksia, mual, muntah, malaise, demam, sakit kepala, nyeri

pada perut kuadran kanan atas.


Hepatitis ikterik dengan disertai urin gelap, acholic stools (tinja pucat), dan
gejala sistemik bertambah parah.
Pruritus mungkin keluhan pertama pada beberapa pasien.

78

79 Pemeriksaan fisik
Sklera mata, kulit, dan sekret ikterik (kekuningan),
Berat badan turun sedikit, 2-5 kg
Hepatomegali

80

81 Tes laboratorium
Anti-HAV IgM serum positif
Bilirubin serum, gama-globulin, ALT dan AST meningkat sedikit, sampai 2 kali
nilai normal pada kondisi anikterik akut.
Peningkatan alkalin fosfatase, gama-glutamil tranferase, dan bilirubin total pada
kondisi kolestatik.

82
2. Hepatitis B
- Hepatitis B adalah penyebab utama hepatitis kronik, sirosis, dan
-

karsinoma sel hati.


Transmisi pada HBV banyak terjadi lewat kontak dengan darah yang
terinfeksi atau sekret tubuh (saliva, cairan vagina, dan semen) atau

penggunaan bersama jarum suntik pada penyalahgunaan obat.


Dalam kasus tipe infeksi akut HBV, masa inkubasi (1-6 bulan), diikuti oleh
fase simtomatik prodromal (onset penyakit) yaitu rasa tidak enak badan,
lelah, lemah, anoreksia, mialgia, dan athralgia. Ikterik terjadi pada 1/3 dari

pasien dan dapat berlangsung beberapa minggu.


Manifestasi klinik infeksi HBV bergantung pada umur. Bayi baru lahir
yang terinfeksi HBV umumnya asimtomatik. Sekitar 25-30% pasien
dewasa mempunyai gejala-gejala infeksi akut HBV dan 65% orang dewasa

dengan infeksi subklinik, kebanyakan sembuh.


Keparahan gejala infeksi akut bervariasi, yaitu demam, anoreksia, mual,
muntah, kuning, urin gelap, tinja pucat atau berwarna seperti lumpur, dan

nyeri perut.
Sekitar 1-2% penyakit akan berkembang menjadi gagal hepar berat selama

sakit akut.
Sekitar 90% bayi, 10% dari pasien dewasa HBV berkembang menjadi
kronik. Pasien HBV kronik dapat berkembang menjadi penyakit hati
kronis, sirosis, dan karsinoma hati.

Manifestasi ekstrahepatik seperti neuropati, glomerulonefritis, pankreatitis,


dan supresi sepanjang sel hematopoetik (anemia aplastik, trombositopenia)

kadang-kadang terlihat.
HBV akut didiagnosa oleh adanya anti HBc IgM. HBV mempunyai empat
gen region produksi protein viral yang dapat dideteksi: daerah
nukleoplasid (HbcAg dan HbeAg), daerah permukaan (HbsAg) dan daerah
P (DNA polimerase). Dalam tipe infeksi akut HBV antibodi membuat
antigen HBV dalam rangkaian produksi, dari perkembangan HbsAg diikuti
oleh HbeAg (30-60 hari sebelum permukaan dari gejala klinik) terlihat
melalui anti HBs pada saat pemulihan kesehatan sesudah sakit.
83
84
85

86
87
88
89
96

103

110

117

124

Tabel 3. Interpretasi Profil Laboratorium pada Infeksi Virus Hepatitis B


(HBV)
90
91
92
93
94
95
Pol
Ter
H
H
Tot
Ant
Ant
a
Tid
ak
teri
nfe
ksi/
ink
uba
si
awa
l
Infe
ksi
awa
l
aku
t
Infe
ksi
aku
t
Infe
ksi
kro
nis
Infe

97
Tid

98
-

99
-

100

101

102

104
Ya

105
+

106
-

107

108

109

111
Ya

112
+

113
+

114
+

115

116

118
Ya

119
+

120
+/-

121
+

122

123

125

126

127

128

129

130

ksi
ber
akh
ir
131 Peri
ode
jen
dela

me
ngi
kuti
infe
ksi
aku
t

Tid

132
Tid

133
-

134
-

135
+

136

137
+

138

139 Tabel 4. Manifestasi Klinik Hepatitis B Kronik


140 Gejala dan tanda
Mudah lelah, cemas, anoreksia, dan malaise
Asites, kuning, perdarahan varises, ensefalopati hati dapat muncul dengan dekompensasi hati.
Ensefalopati hati dikatikan dengan hipereksetabilitas, penurununan sensasi nyeri, kemunduran aktivitas
mental, bingung, kadang koma.
Muntah dan serangan kejang.

141
142
143

144 Pemeriksaan fisik


Sklera, kulit, dan secret kuning.
Penurunan bunyi lambung, peningkatan lingkar perut, terdeteksi gelombang cairan.
Asteriksis (tremor/bergetar, jelas terlihat pada tangan yang diregang).
Spider angiomata (pelebaran pembuluh-pembuluh darah dengan pola seperti laba-laba).

145

146 Tes laboratorium


Adanya antigen permukaan paling tidak 6 bulan.
Peningkatan fluktuatif ALT dan AST serta DNA virus hepatitis B > 105 kopi/ml.
Biopsi hati untuk klasifikasi patologi, misalnya hepatitis persisten, hepatitis kronik aktif, atau sirosis.

D. Tujuan Terapi
147
Hasil terapi yang diinginkan untuk keseluruhan penyakit hepatitis
adalah :
1. Mengurangi komplikasi akut dan kronis.
2. Sebagian besar orang terinfeksi HAV dapat diharapkan untuk sepenuhnya
pulih. Hampir semua individu akan memiliki resolusi klinis dalam waktu 6
bulan dari infeksi, dan mayoritas 2 bulan.

Jarang sekali gejala terus

berlangsung lebih lama atau kambuh kembali. Tujuan utama dari terapi adalah
melengkapi resolusi klinis. Tujuan lainnya termasuk mengurangi komplikasi

dari infeksi, normalisasi fungsi hati, dan mengurangi infektivitas dan


transmisi.
3. Infeksi HBV tidak dapat disembuhkan, sehingga tujuan terapi adalah untuk
meningkatkan peluang untuk seroclearance, mencegah perkembangan
penyakit pada sirosis dan kanker hati, dan untuk meminimalkan cedera lebih
lanjut pada pasien dengan kerusakan hati yang sedang berlangsung.
4. Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
penyakit liver tahap akhir dengan cara menghilangkan HCV/HBC.
5. Sasaran terapi meliputi meminimalisasi infeksi lainnya, normalisasi
aminotransferase dan menghentikan replikasi DNA.
E. Terapi
148

1. Terapi farmakologi

Hepatitis A
149

Penanganan infeksi HAV yang terutama adalah terapi suportif

termasuk diet sehat, isirahat, mempertahankan imbangan cairan, menghindari


obat hepatotoksik, dan alkohol. Terapi obat tidak memperlihatkan manfaat
yang jelas (Sukandar et al., 2008).
Hepatitis B
150 Interferon mempunyai sistem imun alamiah tubuh dan bertugas
untuk melawan virus. Obat ini bermanfaat dalam menangani hepatitis B, C
dan D. Imunoglobulin hepatitis B dapat membantu mencegah berulangnya
hepatitis B setelah transplantasi hati.
151 Interferon adalah glikoprotein yang diproduksi oleh sel-sel tertentu
dan T- limfosit selama infeksi virus. Ada 3 tipe interferon manusia, yaitu
interferon , interferon dan interferon ; yang sejak tahun 1985 telah
diperoleh murni dengan jalan teknik rekombinan DNA. Pada proses ini,
sepotong DNA dari leukosit yang mengandung gen interferon, dimasukkan ke
dalam plasmid bakteri E.coli. Dengan demikian, bakteri ini mampu
memperbanyak DNA tersebut dan mensintesa interferon.
Interferon A
152 Indikasi : Hepatitis B kronik

153 Dosis :

Interferon -2a
154
SC/IM, 4,5 x 106 unit 3 x seminggu. Jika terjadi toleransi dan tidak
menimbulkan respon setelah 1 bulan, secara bertahap naikkan dosis
sampai dosis maksimum 18 x 10 6 unit 3 x seminggu. Pertahankan dosis

minimum terapi selama 4-6 bulan kecuali dalam keadaan intoleran.


Interferon -2b
155 SC, 3 x 106 unit 3 x seminggu. Tingkatkan dosis 5-10 x 106 unit 3 x
seminggu setelah 1 bulan jika terjadi toleransi pada dosis lebih
rendah dan tidak berefek. Pertahankan dosis minimum terapi
selama 4-6 bulan kecuali dalam keadan intoleran.
156 Lamivudine adalah obat antivirus yang efektif untuk penderita

hepatitis B. Virus hepatitis B membawa informasi genetik DNA. Obat ini


bekerja dengan cara mempengaruhi proses replikasi DNA dan membatasi
kemampuan virus hepatitis B berproliferasi. Lamivudine merupakan analog
nukleosida deoxycytidine dan bekerja dengan menghambat pembentukan
DNA virus hepatitis B. Pengobatan dengan lamivudine akan menghasilkan
HBV DNA yang menjadi negatif pada hampir semua pasien yang diobati
dalam waktu 1 bulan. Lamivudine akan meningkatkan angka serokonversi
HBeAg, mempertahankan fungsi hati yang optimal, dan menekan terjadinya
proses nekrosis-inflamasi. Lamivudine juga dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya fibrosis dan sirosis serta dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
kanker hati. Profil keamanan lamivudine sangat memuaskan, dimana profil
keamanannya sebanding dengan plasebo. Lamivudine diberikan peroral
sekali

sehari, sehingga memudahkan pasien dalam penggunaannya dan

meningkatkan

keteraturan

pengobatan.

Oleh

karenanya

penggunaan

lamivudine adalah rasional untuk terapi pada pasien dengan hepatitis B kronis
aktif.
Lamivudine
157

Indikasi : Hepatitis B kronik

158

Dosis :

159

Dewasa, anak > 12 tahun : 100 mg 1 x sehari. Anak usia 2-11 tahun

: 3 mg/kg 1 x sehari (maksimum 100 mg/hari).


160

Efek samping :

161

Diare, nyeri perut, ruam, malaise, lelah, demam, anemia,

neutropenia, trombositopenia, neuropati, prankeatitis.


162

Interaksi obat :

163

Trimetroprim menyebabkan peningkatan kadar Lamivudine dalam

plasma.
164

Perhatian :

165

Pankreatitis, kerusakan ginjal berat, penderita sirosis berat, hamil

dan menyusui
166

(Sukandar et al., 2008).

2. Terapi Non-farmakologi
167 Penanganan dengan menggunakan terapi non-farmakologi dapat
dilakukan terutama untuk hepatitis A (HAV) dimana penanganan tersebut yang
utama adalah terapi suportif termasuk diet sehat, istirahat, menjaga
keseimbangan cairan tubuh, serta menghindari obat-obat hepatotoksik dan
alkohol.
168 Diet

pada

penyakit

hati

bertujuan

memberikan

makanan

secukupnya guna mempercepat perbaikan faal hati tanpa memberatkan


pekerjaannya. Syarat diet ini adalah kalori tinggi, hidrat arang tinggi, lemak
sedang, dan protein disesuaikan dengan tingkat keadaan klinik pasien. Diet
diberikan secara berangsur-angsur disesuaikan dengan nafsu makan dan
toleransi pasien terhadap protein. Diet ini harus cukup mineral dan vitamin;
rendah garam bila ada retensi garam/air, cairan dibatasi bila ada asites hebat;
serta mudah dicerna.
169 Bahan makanan yang tidak boleh diberikan adalah sumber lemak,
yaitu semua makanan dan daging yang banyak mengandung lemak, seperti
daging kambing dan babi serta bahan makanan yang menimbulkan gas, seperti
ubi, kacang merah, kol, sawi, lobak, ketimun, durian, dan nangka.

170 Selain itu, penyebaran HAV dapat dikendalikan dengan baik


dengan cara menghindari pemaparan. Cara yang paling penting untuk
menghindari pemaparan tersebut adalah dengan teknik cuci tangan yang baik
dan praktek higienis personal yang baik.
F. Identifikasi Problem Medik dan Usulan Pengatasannya
1. Identitas Pasien
171

Nama

: Bapak A

172

Umur

: 23 Tahun

173

Alamat

: Surabaya, Jawa Timur

174

Ras

: Melayu/Indonesia

175

Pekerjaan

: Pekerja Swasta

176

Agama

: Islam

177

Status perkawinan

: Belum menikah

178
2. Riwayat masuk RS : 3. Riwayat penyakit terdahulu :
179

Epilepsi sejak kelas 5 SMP sampai sekarang. Jika serangan epilepsi

terjadi, dirasakan kejang di kedua tangan dan kaki tanpa disertai


kehilangan kesadaran
4. Riwayat Sosial

180 Kegiatan

181

182 Pola makan/diet:


Vegetarian
183 Merokok
184 Meminum

186

Alkohol
185 Meminum Obat
herbal

187
Tid

188
Tid

189
Tid

190
Tid

191
192
5. Riwayat Alergi : Tidak ada
6. Keluhan / Tanda Umum
193 Tang

194 Subyektif

195 Obyektif

197 Demam
198 Nyeri

199 200 -

gal

196 1
ming
gu
sebel
um
masu
k RS
201 1
hari
sebel
um
masu
k RS

202
203

kepala

204 Mata
kuning
205 Urin
berwarna
teh pekat
206 Feses berwarna
putih

207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219 Badan
lemah
220 Pegal-pegal
221 Nafsu

SGOT/SGPT tidak
normal
- Kadar bilirubin tidak
normal
- Sklera ikterik
Frenulum linguae ikterik
Hepatomegali ringan (+)
- Hepar teraba 1 jari di
bawah arkus kosta dan 1
jari di bawah proc.
xiphoideus, konsistensi
kenyal, tepi tajam,
permukaan rata
223
224 225 226 227 -

makan
berkurang
222 Mual dan
muntah

228
7. Program/Pemeriksaan Penunjang
a. Darah perifer lengkap (Hb, Ht, Trombo, Leuko)
b. GDS
c. Urinalisis (Bilirubin dan Urobilinogen)
d. Serologi (IgM anti HAV, IgM anti HBc, HBsAg, IgM anti HCV)
e. Liver function test (Bilirubin total/direk, SGOT/SGPT, Alkali
fosfatase, Gamma GT)
8. Riwayat Penyakit Dan Pengobatan
229 Nama

230 Tanggal/Tahun

231 Nama Obat

234 Sejak SMP

235 Carbamazepin

Penya
kit
232 Epilep
si

sampai
sekarang
237 1 minggu

233
236 Dema
m

dosis 2 x 1
tablet/hari
238 Parasetamol

sebelum
dirawat di RS

239

240
No.
248
1.

241

Nama
obat
249 I
V
F
D
R
L
/
D
5
a
t
a

242

Indikasi

250

Elektrolit

9. Obat Yang Digunakan Saat Ini


245
243
Dosi
244
Rute
Inter
s
pemberian
aksi
251
20
252
Intra vena 253
gtt
-

246

254
rasa
infek
tem
penyu
trombo

256
257
2.
258

268
3.

276
4.

284
5.

u
A
m
i
n
o
f
e
l
259 C
u
260
Hepatopr
r
otektor
c
261
Menamba
u
h nafsu makan
m
a
269 V
it
270
Koagulan
.
K
277 V
it
.
B
K
278
o
m
p
l
e
k
285 S
Antiinfla
N 286
masi,
M
C antihepatotoksik,
i.
modulasi
v
imunorespon
.

262
3x
1 tablet

263

Oral

264
-

265

271
3x
1 tablet

272

Oral

273
-

274

279
3x
1 tablet

280

Oral

281
-

282

287

1x

2
ampul/hari

288
Invusi
intravena

289
-

290
H
semia, h
edema
ca

10. Assesment
292

293

294

295

Su

Ob

Te

298

299

300

301

Ke

Ca

296 Analisi
s

302 Carba
mazepi
n dapat
mengin
duksi
adanya
kerusa
kan
atau
inflama
si pada
sel hati
melalui
stimula
si
autoim
un

297 D
R
P
303 A
D
R
p
o
t
e
n
s
i
a
l
:
K
e
r
u
s
a
k
a
n
h
a
t
i
(
J
a
u
n
d
i
c
e

,
d
a
r
k
u
r
i
n
e
a
i
r
,
f
e
s
e
s
b
e
r
w
a
r
n
a
,
d
e
m
a
m
,
l
e
m
a

s
,
n
a
f
s
u
m
a
k
a
n
b
e
r
k
u
r
a
n
g
,

304

305

306

307

308 Paraset

Su

Par

amol
dapat
menye
babkan
hepatot
oksik
pada
hati

m
u
a
l
)
309 A
D
R
p
o
t
e
n
s
i
a
l

:
H
e
p
a
t
o
t
o
k
s
i
k
310 I
m
p
r
o
p
e
r
d
r
u
g

311Mata kuning
H Urin berwarna
teh pekat
Lemas
Nafsu makan
berkurang
Mual muntah

IVFD RL/D5
312
SG

atau Aminofel
Curcuma
Vit. K
Vit. B
Komplek
SNMC i.v.

313 Pada
penyak
it hati,
pasien
memerl
ukan
elektrol

s
e
l
e
c
t
i
o
n
314 -

it untuk
keseim
bangan
elektrol
it,
memerl
ukan
curcum
a
sebagai
hepato
protekt
or dan
penam
bah
nafsu
makan,
SNMC
unruk
mengat
asi
inflama
si pada
hati,
vitamin
K
untuk
mengat
asi
pendar
ahan
akibat
defisie
nsi
vitamin
K dan
Vitami
nB
komple
x untuk
mengat
asi
nyeri
otot

dan
memba
ntu
metabo
lisme.

315
11. Care Plan
1. Mendiskusikan ke dokter untuk menghentikan pengobatan carbamazepine
sampai kadar SGOT/SGPT dan kadar bilirubin dalam darah normal.
Carbamazepin dapat menginduksi adanya kerusakan atau inflamasi pada sel
hati melalui stimulasi autoimun dan menyarankan untuk mengganti obat
epilepsi lain yang tidak dimetabolisme besar beasaran di hati seperti
diazepam atau carbamazepin.
2. Mendiskusikan ke dokter untuk menghentikan konsumsi obat parasetamol
(hepatotoksik) dan menyarankan untuk mengganti obat antipiretik lain yang
tidak dimetabolisme besar-besaran di hati seperti ibuprofen.
3. Melakukan pemeriksaan Serologi (IgM anti HAV, IgM anti HBc, HBsAg,
IgM anti HCV) untuk memastikan penyebab penyakit hepatitis.
G. Pemantauan Terapi Obat
1. Melakukan monitoring kadar bilirubin total/direk, SGOT/SGPT, Alkali
fosfatase, Gamma GT
2. Monitoring dengan melihat tanda-tanda fisik
3. Monitoring kepatuhan minum obat dan efek samping obat
316

317 BAB III


318 PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hepatitis digunakan untuk semua jenis peradangan pada hati (liver).
Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obatobatan, termasuk obat tradisional. Virus hepatitis yang menyerang hati
menyebabkan peradangan dan infiltrat pada hepatocytes oleh sel
mononukleous.
2. Faktor resiko hepatitis infeksi virus hepatitis: zat-zat toksik, genetik,
gangguan imunologis, kanker.
3. Gejala dan tanda hepatitis A: Fase ikterik dengan gejala seperti influenza
non spesifik yaitu anoreksia, mual, lelah, dan malaise, urin gelap, acholic
stools (tinja pucat), dan gejala sistemik bertambah parah, Pruritus.
Diagnosis hepatitis A: Anti-HAV IgM serum positif, Bilirubin serum,
gama-globulin, ALT dan AST meningkat sedikit, sampai 2 kali nilai
normal pada kondisi anikterik akut, Peningkatan alkalin fosfatase, gamaglutamil tranferase, dan bilirubin total pada kondisi kolestatik. Gejala dan
tanda hepatitis B : Mudah lelah, cemas, anoreksia, dan malaise Asites,
kuning, perdarahan varises, ensefalopati hati, muntah dan serangan kejang.
Diagnosis: Adanya antigen permukaan paling tidak 6 bulan. Peningkatan
fluktuatif ALT dan AST serta DNA virus hepatitis B > 10 5 kopi/ml. Biopsi
hati untuk klasifikasi patologi, misalnya hepatitis persisten, hepatitis
kronik aktif, atau sirosis.
4. Tujuan terapi hepatitis (A,B) yaitu mengurangi

komplikasi akut dan

kronis, mencegah morbiditas dan mortalitas akibat penyakit liver tahap


akhir dengan cara menghilangkan HCV/HBC.
5. Terapi farmakologi hepatitis A dan B yaitu inerferon dan lamivudine dan
terapi non-farmakologinya yaitu terapi suportif berupa diet sehat, istirahat,
menjaga keseimbangan cairan tubuh, serta menghindari obat-obat
hepatotoksik, alkohol dan cuci tangan.
6. Identifikasi Problem Medik antara lain identitas pasien, Riwayat masuk
RS, Riwayat penyakit terdahulu, Riwayat Sosial, Riwayat Alergi, Keluhan

/ Tanda Umum, Program/Pemeriksaan Penunjang, Riwayat Penyakit Dan


Pengobatan, Obat Yang Digunakan Saat Ini, Assesment, Care Plan
7. Kegiatan Pemantauan Terapi Obat meliputi Melakukan monitoring kadar
bilirubin total/direk, SGOT/SGPT, Alkali fosfatase, Gamma GT,
Monitoring dengan melihat tanda-tanda fisik, Monitoring kepatuhan
minum obat dan efek samping obat
319
320

321 DAFTAR PUSTAKA


322 Depkes RI, 2007, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hati Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.

323
324 DiPiro, J.T., DiPiro,C.V., Schwinghammer, T.L., Wells, B.G., 2009,
Pharmacotherapy Handbook, seventh edition. USA: McGrawHill
Companies.
325
326 Gillespie, Stephen, Kathleen Bamford, 2009, At a Glance Mikrobiologi
Medis dan Infeksi (Edisi Ketiga) terj. Stella Tinia H., Jakarta: Penerbit
Erlangga.
327
328 Green, Chris W., 2005. Hepatitis Virus dan HIV. Jakarta : Yayasan Spiritia.
329
330 Herfindal, Eric T and D.R. Gourley (Ed.). 2000. Textbook of Therapeutics
Drug and Disease Management. Philadephia : Lippincott Williams and
Wilkins.
331
332 Sukandar, E. Y., Andrajati R., Sigit, J. I., Adnyana I. K., Setiadi A. A. P., dan
Kusnandar. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: ISFI Penerbitan. hal. 356361.
333
334
335

Anda mungkin juga menyukai