Anda di halaman 1dari 13

~1~

MAKALAH PENGADAAN OBAT DI APOTEK DAN


RUMAH SAKIT

DI SUSUN OLEH :
EKO PRASETYO (1914440)
HILMA NUR ISLAMI (1914443)
SUGENG DYAN P S (1914460)

PROGRAM STUDI AHLI MADYA FARMASI


AKADEMI FARMASI KUSUMA HUSADA
PURWOKERTO
~2~

2020/2021

DAFTAR ISI
Abstrak ……………………………………….……………………………………3
Pendahuluan…………………………………………………...……………..…… 4
Pembahasan ………………………………………………………………………. 6
Kesimpulan ………………………………………………………………………. 12
Daftar pustaka ……………………..…………………………………………….. 13
~3~

ABSTRAK

Pengelolaan persediaan obat yang optimal memberikan penghematan biaya pengadaan obat.
Dua permasalahan sangat penting dalam pengendalian persediaan obat yaitu memutuskan jenis
dan jumlah obat yang harus dipesan. Untuk mendapatkan solusi pengendalian persediaan maka
diperlukan identifikasi dan analisis permasalahan tersebut. Tujuan penelitian ini menganalisis
sistem pengendalian dan meningkatkan efisiensi siklus pengelolaan obat pasien BPJS Kesehatan
klasifikasi AE di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Siaga medika purbalingga. Obat klasifikasi AE
menggambarkan obat dengan indek kritis tinggi dengan pemakaian dan item banyak, selanjutnya
dianalisis menggunakan metode ABC, VEN dan EOQ. Jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif analitik, pengambilan data dilakukan secara retrospektif. Data yang digunakan obat
pasien BPJS Kesehatan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Siaga medika purbalingga periode
Januari - Desember 2020. Pengumpulan data primer dan sekunder melalui observasi dokumen di
lapangan dan wawancara dengan pihak terkait. Analisis menggunakan metode ABC, VEN dan
EOQ untuk klasifikasi obat AE. Selanjutnya hasil pengolahan data dibandingkan dengan
parameter Reorder Point, Inventory Value, Inventory Turn Over Ratio, Customer Service Level,
Safety Stock dan Maximum level inventory untuk menilai efisiensi pengendalian persediaan
guna memperoleh persediaan obat yang efisien. Hasil penelitian menunjukkan analisis
pengendalian obat pasien BPJS Kesehatan menggunakan metode ABC dan VEN mampu
meningkatkan pengelolaan obat menjadi efektif dan efisien khususnya obat katagori AE. Data
perencanaan, pengadaan dan pemakaian obat pasien BPJS Kesehatan tahun 2018 dianalisis
dengan metode EOQ selanjutnya dibandingkan nilai parameter yang digunakan dapat
mengurangi nilai Stock Out, tetapi efektifitas dan efisiensi pengendalian obat tidak tercapai.
~4~

PENDAHULUAN
Ketersediaan obat di rumah sakit merupakan hal yang harus diperhatikan disebabkan persediaan
yang banyak mengakibatkan resiko kerusakan obat, obat kadaluwarsa cenderung mempunyai
nilai tinggi (Bowersox, 2002). Bila terjadi kekurangan dapat mengganggu pelayanan dan
menimbulkan keluhan pasien terutama pada pasien yang menjadi peserta Jaminan Kesehatan
Nasional. Dalam rangka pemenuhan kepuasan peserta dan kemudahan layanan, BPJS Kesehatan
menerapkan sistem rujukan berjenjang melalui peluncuran sistem rujukan online (Yoki dan
Fazriana, 2019). Pengadaan obat dengan sistem E-catalogue juga mempengaruhi proses
pengendalian persediaan. Selain itu permasalahan tingginya jumlah item obat yang tersedia perlu
adanya analisis untuk meningkatkan pengelolaan persediaan yang optimal (Andryani dkk, 2015).
Faktor jumlah item obat di rumah sakit sangat banyak menyebabkan penerapan metode visual
menjadi sulit, metode kontrol tambahan yaitu metode analisis ABC menjadi sangat diperlukan
(Peterson, 2004). Analisis ABC sering dikombinasi dengan VEN (vital, essential, dan non-
essential), kombinasi ini dipandang lebih efektif karena prioritas tidak hanya masalah uang tetapi
tinggat kekritisanya juga ikut berperan. Analisis kombinasi ABC VEN mempunyai tujuan dan
manfaat dalam efisiensi dan penyesuaian anggaran. Jenis obat kelompok A adalah obat pilihan
untuk menanggulangi penyakit terbanyak, dan obat kelompok A golongan harus E dan sebagian
V. Disamping itu diperlukan juga metode pengendalian persediaan sistem perpetual atau
Economic Order Quantity (EOQ) (Satibi, 2015).
1.Metode EOQ dipergunakan untuk menentukan jumlah pesanan persediaan yang
meminimumkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan (Seto, 2015). Persediaan yang tinggi
berakibat resiko penyimpanan semakin besar, biaya pemeliharaan yang diperlukan juga lebih
besar, meskipun dapat memperkecil biaya pemesanan dan distribusi sehingga perlu adanya
optimalisasi supaya terbentuk kesetimbangan antara jumlah persediaan dengan biaya pemesanan
dan distribusi (Satibi, 2015).
Tujuan penelitian ini menganalisis sistem pengendalian dan meningkatkan efisiensi siklus
pengelolaan obat pasien BPJS Kesehatan klasifikasi AE di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Bhayangkara Kediri. Berdasarkan pengamatan di lapangan dengan diberlakukanya sistem
rujukan berjenjang dan pengadaan obat menggunakan E-catalogue mempengaruhi proses
perencanaan, pengadaan obat dan proses pengendalian persediaan. Selain itu permasalahan
tingginya jumlah item obat BPJS Kesehatan, tingginya nilai persediaan obat pasien BPJS
Kesehatan yang tersedia di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bhayangkara Kediri perlu adanya
analisis untuk meningkatkan pengelolaan persediaan yang optimal. Penelitian sistem
pengendalian dan efisiansi pengelolaan obat pasien BPJS Kesehatan pada saat diberlakukannya
sistem rujukan berjenjang dan pengadaan obat menggunakan E-catalogue masih jarang
dilakukan. Obat yang masuk dalam kelompok A menurut analisis ABC, dan E (essential)
menurut golongan VEN, mengambarkan obat yang tingkatan kritisnya tinggi, nominal
pemakaian banyak dan jumlah item tinggi. Setelah itu, akan dilakukan pemberian rekomendasi
pemilihan metode pengendalian persediaan obat kategori AE supaya pengelolaan obat lebih
efisien.
~5~

2. Metode Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik, pengambilan data dilakukan
secara retrospektif, data obat pasien BPJS Kesehatan yang digunakan periode Januari 2018 –
Desember 2018. Rancangan ini digunakan untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan
pengendalian persediaan obat pasien BPJS Kesehatan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit siaga
medika purbalingga jika terapkan metode EOQ. Populasi dalam penelitian ini adalah data
perencanaan, pengadaan dan penggunaan obat pasien BPJS Kesehatan tahun 2018 yang didapat
dari Kepala Instalasi Farmasi, Kepala Pengadaan dan Kepala Gudang Rumah Sakit siaga medika
purbalingga. Sampel pada penelitian ini adalah data perencanaan, pengadaan dan penggunaan
obat pasien BPJS Kesehatan tahun 2018 kelompok AE. Unit obat yang dianalisis adalah obat
oral (tablet, kaplet, kapsul, sirup), injeksi dan infus serta obat luar (salep, tetes mata, tetes telinga,
suppositoria) yang termasuk dalam kelompok A dari hasil Analisis ABC, golongan E dari hasil
analisis VEN sehingga didapatkan kelompok obat pasien BPJS Kesehatan klasifikasi AE yang
mengambarkan obat yang tingkatan kritisnya tinggi, nominal pemakaian banyak dan jumlah item
tinggi (Satibi, 2015). Analisis yang dilakukan meliputi analisis ABC, VEN, nilai persediaan, Re-
Order Point (ROP), Inventory Turn Over Ratio (ITOR), Customer Service Level (CSL), Safety
Stock (SS), dan Maximum Level Inventory (Deby, 2013).
Analisis obat klasifikasi AE dilakukan dengan menghitung persentase setiap item obat kemudian
dikelompokkan. Jika nilai persentase 0-75%, maka dikategorikan sebagai kelompok J Pharm Sci
Clin Res, 2020, 02 100 A. Jika nilai persentase berkisar antara 75-90%, itu dikategorikan sebagai
kelompok B, sedangkan persentase di kisaran 90-100%, dikategorikan sebagai kelompok C
(Satibi, 2015). Menghitung EOQ obat klasifikasi AE menggunakan persamaan 1. EOQ = √2CoS
CmV Persamaan 1. Rumus perhitungan EOQ obat klasifikasi AE. Keterangan: Co: Cost per
order (sekali pesan) yaitu biaya telepon, kertas dan biaya SDM, Cm: Cost of maintenance atau
biaya penyimpanan dari persediaan setahun dan S: jumlah permintaan setahun, V: Cost per unit.
Mencari Nilai Persediaan (Inventory Value) menrupakan nilai persediaan dalam rupiah, data –
data yang dibutuhkan yaitu awal pemakaian obat dan sisa persediaan selanjutnya dikalikan
dengan harga. Inventory Turn Over Ratio ( ITOR )untuk mengetahui perputaran anggaran obat
dengan menghitung harga pokok penjualan semua obat dalam kurun waktu tertentu, kemudian
dibagi dengan nilai rata-rata persediaan. Tingkat Pelayanan (Customer Service Level) dihitung
jumlah resep yang dilayani, resep yang tidak terlayani juga dihitung kemudian dibandingkan
jumlah resep yang terlayani dengan resep tertolak dikalikan seratus persen. Analisis Reorder
Point (ROP) merupakan nilai persediaan saat pemesanan dilakukan kembali dengan persamaan d
x L, dimana d = D/ jumlah hari kerja, Jika membangun safety stock maka d = kebutuhan per hari,
D= kebutuhan bulanan, L = waktu tenggang (lead time), SS = stok aman (Safety stock). Safety
Stock secara umum merupakan level pengadaan ulang atau level persediaan maksimum termasuk
dalam persediaan cadangan. stok aman (Safety stock) = (LT x CA) dimana LT = Lead time
(waktu tunggu dari pesan obat sampai obat datang), CA = Consumption Average (rata-rata
penggunaan sehari atau sebulan). Maximum level inventory menunjukkan persediaan mencapai
tingkatan yang maksimal. Maximum level inventory = Stok minimum + (periode pengadaan x
rata-rata penggunaan sehari).
~6~

PEMBAHASAN
1. ANALISA ABC

Analisis ABC adalah metode dalam manajemen persediaan (inventory management) untuk
mengendalikan sejumlah kecil barang, tetapi mempunyai nilai investasi yang tinggi.

Analisis ABC didasarkan pada sebuah konsep yang dikenal dengan nama Hukum Pareto ( Ley
de Pareto), dari nama ekonom dan sosiolog Italia, Vilfredo Pareto (1848-1923). Hukum
Pareto menyatakan bahwa sebuah grup selalu memiliki persentase terkecil (20%) yang
bernilai atau memiliki dampak terbesar (80%). Pada tahun 1940-an, Ford Dickie dari General
Electric mengembangkan konsep Pareto ini untuk menciptakan konsep ABC dalam klasikasi
barang persediaan.

Berdasarkan hukum Pareto, analisis ABC dapat menggolongkan barang berdasarkan peringkat
nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan kemudian dibagi menjadi kelas-kelas besar
terprioritas; biasanya kelas dinamai A, B, C, dan seterusnya secara berurutan dari peringkat
nilai tertinggi hingga terendah, oleh karena itu analisis ini dinamakan “Analisis ABC”.
Umumnya kelas A memiliki jumlah jenis barang yang sedikit, namun memiliki nilai yang
sangat tinggi.

Dalam hal ini, saya akan menggunakan tiga kelas, yaitu: A, B, dan C, di mana besaran
masing-masing kelas ditentukan sebagai berikut (Sutarman, 2003, pp. 144–145):

1. Kelas A, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 15-20% dari  total seluruh
barang, tetapi merepresentasikan 75-80% dari total nilai uang.
2. Kelas B, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 20-25% dari total seluruh
barang, tetapi merepresentasikan 10-15% dari total nilai uang.
3. Kelas C, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 60-65% dari total seluruh
barang, tetapi merepresentasikan 5-10% dari total nilai uang.

Adapun langkah-langkah atau prosedur klasikasi barang dalam analisis ABC adalah sebagai
berikut:

1. Menentukan jumlah unit untuk setiap tipe barang.


2. Menentukan harga per unit untuk setiap tipe barang.
~7~

3. Mengalikan harga per unit dengan jumlah unit untuk menentukan total nilai uang dari
masing-masing tipe barang.
4. Menyusun urutan tipe barang menurut besarnya total nilai uang, dengan urutan pertama
tipe barang dengan total nilai uang paling besar.
5. Menghitung persentase kumulatif barang dari banyaknya tipe barang.
6. Menghitung persentase kumulatif nilai uang barang dari total nilai uang.
7. Membentuk kelas-kelas berdasarkan persentase barang dan persentase nilai uang barang.
8. Menggambarkan kurva analisis ABC (bagan Pareto) atau menunjuk tingkat kepentingan
masalah.

Dengan analisis ABC, kita dapat melihat tingkat kepentingan masalah dari suatu barang.
Dengan begitu, kita dapat melihat barang mana saja yang perlu diberikan perhatian terlebih
dahulu.

2. METODE VEN
Metode ven merupaka pengelompokan obat berdasrkan kepada dampak setip jenis obat
terhadap kesehatan. Semua jenis obat yang di rencanakan dikelompokan kedalam 3
kategori yakni :
a) ni Vital (V) adlah kelompok jenis obat yang sangat esensial (vital). Yang
termasuk kedalam kelompok iantara lain : obat penyelamat (live saving drug),
obat obatan untuk pelayanan kesehatan pokok dan obat obatan untuk mengatasi
penyakit penyebab kematian terbesar. Contoh obatnya antara lain :
adrenalin,antitoksin,insulin,obat jantung.
b) Essensial (E) bila perbekalan farmasi tersebut terbukti efektif untuk
menyembuhkan penyakit, atau mengurangi penderitaan pasien. Contoh obat
yang termasuk jenis essensial : antibiotic, obat gastrointestinal, NSAID, dll.
c) Non-essensial (N) meliputi aneka ragam perbekalan farmasi yang di gunakan
untuk penyakit yang sembuh sendiri (self limiting disease), perbekalan farmasi
yang di ragukan manfaatnya, perbekalan farmasi yang mahal namun tidak
mempunyai kelebihan manfaat disbanding perbekalan farmasi lainnya. Contoh
obat yang termasuk jenis non-esensial adalah vitamin,suplemen dll.
~8~

Penggolongan obat system VEN dapat di gunakan :

a. Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan lokasi dana yang tersedia.


b. Dalam penyusunan rencana kebutuha obat yang masuk kelompok vital agar
diusahakan tidak terjadi kekosongan obat.
c. Untuk menyusun daftar VEN perlu di tentukan terlebih dahulu kriteria
penentuan VEN. Dalam penentuan kriteria perlu mempertimabngkan
kebutuhan masing masing spesialisasi.

Langkah langkah menentukan VEN :

1. Menyusun kriteria menentukan VEN


2. Menyediakan data pola penyakit
3. Standar pengobatan.

3. METODE EOQ (ECONOMIC ORDERQUANTITY)

Pengertian Metode Economic Order Quantity (EOQ) – Freddy Rangkuti (2004) menyatakan
bahwa metode EOQ merupakan metode yang digunakan untuk menentukan jumlah pembelian
bahan mentah pada setiap kali pesan dengan biaya yang paling rendah.Hal tersebut juga
didukung oleh Herlina (2007) yang menyatakan bahwa metode EOQ adalah metode untuk
menentukan berapa jumlah pesanan yang paling ekonomis untuk satu kali pesan.

Dalam bukunya, Don R. Hansen, Maryanne M. Mowen (2001) menjelaskan hubungan EOQ
sebagai metode manajemen persediaan tradisional dengan biaya persediaan yang terkait
didalamnya. Dikatakan bahwa jika persediaan bahan baku yang ada dalam perusahaan
merupakan bahan baku yang dibeli dari luar dan bukan diproduksi atau dari dalam perusahaan,
maka biaya yang terkait dengan persediaan diketahui sebagai biaya pemesanan (ordering costs)
dan biaya penyimpanan (carrying costs).

Biaya pemesanan (ordering costs) merupakan biaya-biaya penempatan dan penerimaan


pesanan.Contohnya adalah biaya memproses pesanan (biaya klerikan dan dokumen-dokumen),
asuransi untuk pengiriman dengan kapal laut, dan biaya-biaya bongkar muatan.Biaya
penyimpanan (carrying costs) merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menyimpan
persediaan.Termasuk didalamnya adalah asuransi, pajak persediaan, keusangan, dan biaya
~9~

kesempatan dari dana-dana yang tersimpan dalam persediaan, biaya-biaya penanganan


persediaan, dan biaya gudang.

Jika persediaan tidak diketahui dengan pasti, kategori ketiga dari biaya persediaan disebut biaya
kekurangan persediaan (stock-out costs).Biaya kekurangan persediaan merupakan biaya-biaya
yang timbul karena tidak memiliki produk disaat ada permintaan oleh pelanggan. Misalnya
penjualan yang hilang, biaya ekspedisi (meningkatnya biaya transportasi, jam kerja lembur, dan
sebagainya), dan biaya-biaya kegiatan produksi yang terputus.

Dalam bukunya, Don R. Hansen, Maryanne M. Mowen (2001) menjelaskan pula alasan-alasan
untuk menyimpan persediaan (baik bahan baku maupun barang jadi), yang mana hal ini sejalan
dengan prinsip EOQ, yaitu:

1. Untuk menghadapi ketidakpastian dalam permintaan sebagaimana diketahui bahwa


adanya kemungkinan permintaan yang berfluktuasi, sehingga dapat memuaskan
permintaan pelanggan (misalnya utuk memenuhi jatuh tempo pengiriman).
2. Untuk menghindari fasilitas manufaktur yang tidak bisa bekerja lagi karena adanya
kegagalan mesin, suku cadang yang rusak, suku cadang yang tidak tersedia, dan
pengiriman suku cadang yang terlambat.
3. Untuk mengambil keuntungan dari diskon-diskon.
4. Untuk berjaga-jaga jika terjadi kenaikan harga di masa datang.

Keunggulan dan Kelemahan Metode EOQ


Kartika Hendra (2009) mengemukakan bahwa keunggulan metode EOQ adalah:

1. Dapat digunakan untuk mengetahui berapa banyak persediaan yang harus dipesan, dalam
hal ini bahan baku, dan kapan seharusnya pemesanan dilakukan,
2. Dapat mengatasi ketidakpastian permintaan dengan adanya persediaan pengaman (safety
stock),
3. Mudah diaplikasikan pada proses produksi secara massal,
4. Lazim digunakan pada rumah sakit, yaitu pada persediaan obat.

4. METODE JUST IN TIME

Sistem atau metode Just In Time (JIT) adalah strategi manajemen yang menyelaraskan pesanan
bahan mentah dari pemasok secara langsung sesuai dengan jadwal produksi. Perusahaan
menerapkan strategi inventaris Just in time ini untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi
kelebihan barang dengan menerima barang hanya karena memang membutuhkannya untuk
keperluan proses produksi. Metode Just in time ini mengharuskan produsen untuk
memperkirakan permintaan secara benar dan akurat.
~ 10 ~

KEUNGGULAN SISTEM JIT

Sistem inventarisasi JIT memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan model konvensional
yang ada. Produksi berjalan pendek, yang berarti bahwa produsen dapat dengan cepat bergerak
dari satu produk ke produk yang lain. Selain itu, metode ini mampu mengurangi biaya dengan
meminimalkan kebutuhan gudang untuk menyimpan barang. Perusahaan juga menghabiskan
sedikit biaya untuk membeli bahan baku karena mereka membeli hanya cukup sumber daya
untuk membuat produk yang dipesan dan tidak lebih dari itu.

KEKURANGAN SISTEM JIT

Kerugian dari sistem JIT adalah adanya potensi gangguan dalam rantai pasokan. Jika pemasok
bahan baku memiliki rincian dan tidak dapat memberikan barang pada waktu yang tepat, maka
akan berdampak pada keseluruhan proses produksi.

5.Analisa Menggunganakan Metode ABC atau VEN

Digunakan metode ABC pada pengadaan di RSU.Siaga Medika Purbalingga

Analisis ABC dilakukan terhadap semua jenis obat yang digunakan di IFRS. Jumlah dalam
analisis ABC merupakan total jumlah pemakaian obat bulan Juni 2019 sampai dengan Juni 2020.
Pada bulan Juni 2019 merupakan data obat setelah stok opname sehingga diteliti dalam satu
tahun yaitu sampai dengan Mei 2020. Harga merupakan harga pokok obat selama 1 tahun
periode yang diteliti. Biaya merupakan perkalian antara jumlah dan harga. Sedangkan kumulatif
merupakan jumlah kumulatif dari biaya.
~ 11 ~

6. Buatlah hasil pengelompokannya

Penggunaan obat dalam periode tersebut yaitu 1403 item obat dan diperoleh hasil ringkasan
analisis ABC terhadap obat yang digunakan di IFRS RSU.Siaga Medika Purbalingga sebagai
berikut :

NO KELOMPOK JUMLAH BIAYA (RP) PRESENTASI PRESENTASI


OBAT ITEM ITEM (%) BIAYA (%)
1 A 194 1.691.548.975 14 70
2 B 274 485.169.607 20 20

3 C 935 241.936135 26 10

TOTAL 1.403 2.418.654.717 100 100

Berdasarkan analisis ABC tersebut terlihat bahwa jumlah obat yang termasuk kelompok A
sebanyak 194 item (14%) dengan biaya 48 sebesar Rp. 1.691.548.975 (70%), sedangkan yang
termasuk kelompok B sebanyak 274 item (20%) dengan biaya sebesar Rp. 485.169.607 (20%),
dan yang termasuk kelompok C sebanyak 935 item (66%) dengan biaya sebesar Rp. 241.936.135
(10%).
~ 12 ~

Kesimpulan

Penggunaan analisis ABC dalam perencanaan bertujuan untuk melakukan identifikasi obat
menurut nilai pemakaian dan nilai investasi, sehingga manajemen yang efektif dapat
berkonsentrasi pada obat yang jumlahnya sedikit tetapi mempunyai nilai investasi yang besar.
Tanpa analisis ABC dimungkinkan akan dilakukan upaya besar untuk mencoba mengatur semua
obat dengan prioritas yang sama sehingga menjadi tidak efektif secara keseluruhan. Dengan
kelompok A dan B berarti sudah bisa mengendalikan sekitar 80-95% dari nilai obat yang
digunakan di RS. Dengan pengelompokan tersebut maka cara pengelolaan masing-masing akan
lebih mudah sehingga peramalan, pengendalian stok dan keandalan pemasok dapat menjadi lebih
baik. Sesuai hasil analisis menggunakan metode ABC yaitu prosentase kelompok obat kategori
A-B mencapai 90-94% prosentse biaya. Kelompok A dan B menyerap biaya investasi sebesar
90% dari total investasi keseluruhan, sehingga memerlukan perhatian khusus pada pengendalian
persediaan agar selalu dapat terkontrol. Stok untuk kedua kelompok ini hendaknya ditekan
serendah mungkin, tetapi frekuensi pembelian dilakukan lebih sering, seperti yang selama ini
dilakukan yaitu setiap minggu. Hanya yang perlu 58 diperhatikan kerja sama yang baik dengan
pihak supplier agar pemesanan dapat dipenuhi tepat waktu, sehingga tidak terjadi kekosongan
persediaan. Analisis ABC ini dapat digunakan, apalagi bila sudah adanya standarisasi obat.
Untuk itu diperlukan kerja sama dan koordinasi yang baik dengan unit terkait, misalnya bagian
keuangan, logistik, dokter, serta unit pelayanan lainnya.
~ 13 ~

Daftar pustaka

Data pengadaan RSU.Siaga Medika 2019-2020 desember

Aisha Hutami, Nur Mayke Eka Normasari. (2018). Analisis Perencanaan Persediaan Obat Kelompok
Slow Moving Product Pada Layanan Farmasi dI Yogyakarta, Tesis, Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.

Andryani Ningsih, Achmad Fudholi, Sumarni. (2015). Hubungan Penerapan Elektronik Katalog
Terhadap Efisiensi Pengadaandan Keersediaan Obat, Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi,5:241-
248.

Agnes, S., Erna, K., Agastya. (2017). Identifikasi Faktor yang Mempengaruhi Total Biaya Inventori
Obat-obatan Golongan A di Rumah Sakit Swasta Tipe B di Jakarta Tahun 2015, Medicoeticolegal dan
Manajemen Rumah Sakit, 6 (1): 1-8.

Bowersox, D.J. (2002). Supply Chain Logistics Management, New York: The McGraw-Hill Companies,
Inc.

Deby, (2013). Pengaruh Pengendalian Obat dengan Analisis ABC, EOQ dan ROP Terhadap Efisiensi
Pengelolaan Obat Askes Klasifikasi A di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Undata Palu, Tesis, Program
Studi S2 Ilmu Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai