Anda di halaman 1dari 6

KASUS DISTOKIA PADA KUCING

Kasus distokia ini terjadi pada kucing persia berumur kurang lebih 6
tahun. Kucing persia bernama Cidut ini di bawa oleh pemiliknya pada tanggal 19
September 2018 ke klinik Starvet Ciomas dalam keadaan bunting dan sudah
menunjukan gejala partus pada 4 hari yang lalu namun tidak terjadi kelahiran.
Kucing semakin lemas, tidak mau makan, dan akhirnya dibawa ke klinik.

Sinyalemen
 Nama pasien: Cidut
 Jenis hewan/ras: Kucing/persia
 Warna rambut: belang hitam
 Umur: ± 6 tahun
 Berat badan : 5,1 kg
 Suhu: 35,4oC
 Denyut jantung dan pernafasan serta PE lainnya
tidak dilakukan karena hewan dalam kondisi harus
segera di operasi (urgent)

Anamnese
 Hewan berada di kehamilan ke-7 dengan usai kebuntingan kurang lebih 2
tahun
 Hewan sudah tua (6 tahun)
 Hari minggu  menjukkan kelahiran, berdarah, tapi tidak kaku
 Hari senin  darah tidak ada tapi tidak ada kelahiran
 Hari selasa  belum lahir, tidak mau makan, lemas, ketuban keluar
 Hari rabu  semakin lemas langsung dibawa ke klinik

Gejala Klinis
Gejala umum torsio uteri adalah obstruksi pada saat kelahiran, nyeri pada
daerah abdomen, vagina berdarah, shock, dan gejala-gejala urinari dan intestine.
Menurut Jensen (1992), sejumlah 11% kasus torsio uteri adalah asimptomatik.
Gejala torsio uteri lain adalah sakit abdomen akut, tenesmus, vaginal discharge,
dan distokia. Distokia dan vaginal discharge pada kasus torsio uteri terkait satu
sama lain. Vaginal discharge, atau bisa juga disebut lochia, adalah discharge
setelah proses parturisi. Terdapat tiga jenis lochia, yaitu lochia rubra, lochia
serosa, dan lochia alba (Sherman et al. 1999). Lochia serosa berwarna kecoklatan
dan biasanya terobservasi setelah hari ke-10 setelah kelahiran. Distokia
menyebabkan proses kelahiran tertunda dan fetus tertahan, sehingga lochia serosa
yang dapat digunakan sebagai indikasi untuk hemoragi pasca-kelahiran
terobservasi bahkan sebelum kelahiran berlangsung.
Menjelang kelahiran, fetus akan bergerak dan berputar di sepanjang uterus
untuk mencari jalan keluar atau ke arah vagina. Tenesmus dan nyeri pada daerah
abdomen akibat kontraksi uterus dan pergerakan fetus untuk keluar, tetapi tertahan
karena jalan uterus yang terlilit. Tenesmus berlangsung akibat merejan secara
terus-menerus. Selain itu, pergerakan fetus yang bukan hanya maju ke arah vagina
dan berputar juga menyebabkan torsio uteri.

Predisposisi
Kasus torsio uteri yang terjadi pada kucing Cidut memiliki predisposisi
terhadap usia tua dan jumlah kebuntingan yang pernah dialami. Usia kucing Cidut
yaitu kurang lebih 6 tahun. Sehingga memungkinkan terjadinya torsio uteri yang
disebankan kemampuan tubuh yang semakin menurun seiring denagn
bertambahnya usia dari kucing tersebut. Presdiposisi lain yang dapat
menyebabkan torsio uteri pada kucing Cidut yaitu jumlah kelahiran yang pernah
dialami. Kasus kucing Cidut ini merupakan kebuntingan ketujuh. Berdasarkan
kebuntingan sebelumnya, dokter hewan menyarankan agar kucing Cidut ini tidak
bunting lagi. Namun, terjadinya kebuntingan ketujuh ini menyebabkan
predisposisi dari kasus torsio uteri ini semakin kuat. Kucing ras Persia memiliki
faktor predisposisi dalam kasus distokia (Jackson 2004).

Kausa
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh dokter hewan yang
menangani kasus kucing Cidut, kejadian torsio uteri pada kucing Cidut
disebabkan oleh otot uterus yang sudah lemah dan longgar sehingga pergerakan
fetus memengaruhi bentuk dan kondisi uterus. Jumlah kelahiran yang pernah
dialami menyebabkan otot uterus melemah dan kurangnya kontraksi untuk
menahan pergerakan fetus. Puerpurium atau involusi uteri yang belum sempurna
dari kebuntingan sebelumnya, sehingga uterus belum siap untuk melahirkan
kembali. Ukuran fetus yang besar juga merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya torsio uteri. Ukuran fetus menyebabkan pergerakan yang
terjadi di area uterus juga semakin besar. Torsio uteri dapat berasosiasi dan
lemahnya ligamen dari uterus, pergerakan fetus, kontraksi uterus, lemahnya
dinding uterus, menurunnya mesovarium, jumlah cairan fetus yang sedikit, atau
aktifitas berlebih selama masa kebuntingan (Dalbo et al. 2013). Berdasarkan
Stanley dan Pacchiana (2008), longgarnya ligamen uterus yang disebabkan
kebuntingan sebelumnya, peningkatan aktifitas fisik, lemahnya dinding uterus dan
penanganan yang kasar merupakan faktor yang potesial sebagai penyebab torsio
uteri. Derajat terjadinya torsio uteri beragam, mulai dari 180 derajat hingga 900
derajat.

Diagnosis
Berdasarkan hasil pemeriksaan, kucing diduga mengalami distokia karena
sudah ada tanda-tanda kelahiran pada 4 hari sebelumnya namun fetus tidak keluar.
Tindakan yang dilakukan untuk mendiagnosis kejadian ini adalah palpasi
abdominal. Ketika di palpasi tidak ada pergerakan fetus, kemudian dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut menggunakan USG. Berdasarkan hasil USG didapatkan
hasil bahwa terdapat 4 fetus yang sudah mati dan disarankan untuk segera
dilakukan sectio caesaria. Ketika dilakukan operasi diketahui bahwa kausa
distokia pada kucing ini disebabkan karena torsio uteri. Torsio uteri terjadi dengan
derajat 180 sehingga fetus tidak dapat dilahirkan dan setelah dilihat ukuran dari
fetus tergolong besar (oversize).
Palpasi abdominal merupakan cara paling baik dilakukan di 3–4 minggu
kehamilan ketika kantong amnion janin bisa teraba di tanduk uterus. Di tahap ini
masing-masing vesikel memiliki konsistensi seperti butiran pasir dan berdiameter
antara 1 dan 2 cm. Palpasi mungkin sulit pada induk yang tegang atau gemuk.
Palpasi yang dilakukan diatas 4 minggu umur kehamilan tidak memuaskan karena
vesikel amnion membesar dengan cepat dan menjadi kurang tegang setelah tahap
kebuntingan ini. Pada akhir kehamilan dari 6 minggu dan seterusnya - janin secara
individu bisa diraba dan gerakan janin terdeteksi (Jackson 2004).
Real-time ultrasonografi menyediakan metode diagnosis yang akurat
untuk kehamilan pada kucing. Pada 5 minggu kehamilan, janin sudah terdeteksi,
jantung janin dapat divisualisasikan, dan detak jantungnya dapat dihitung. Angka
janin bisa sangat akurat. Jika lebih dari empat janin, akurasi estimasi angka janin
berkurang. Beberapa keturunan mungkin hilang melalui resorpsi janin selama
kehamilan. Kejelasan dari cairan alantois juga dapat diamati dan kelainan pada
janin mungkin terlihat. Pada beberapa anjing, kehamilan terdeteksi sedini
mungkin 14 hari postcoitus, sementara pada konfirmasi persalinan jumlah janin
menjadi kurang. tepat. Bukti kehidupan janin dapat dilihat melalui gerakan
jantung janin dan juga dapat dideteksi menggunakan Doppler USG dari sekitar 21
hari kehamilan (Jackson 2004). Tetapi pada saat dilakukan palpasi tidak terdeteksi
adanya gerakan janin yang menandakan bahwa janin telah mati.

Patogenesis
Menurut rekam medis pada pasien bernama Cidut, kasus distokia yang
disebabkan oleh torsio uteri ini dipengaruhi oleh umur induk yang sudah tua yakni
kurang lebih 6 tahun, dan sudah 7 kali bunting yang menyebabkan fungsi kerja
kontraksi otot dan ligamen di rahim menurun, sehingga fetus mudah bergerak
bebas baik dari kanan ke kiri maupun sebaliknya. Torsio uteri yang terjadi pada
pasien yang bernama Cidut tersebut berputar 180 derajat. Torsio tersebut
menyebabkan aliran darah ke fetus menjadi terhambat, sehingga fetus tidak
mendapatkan suplai oksigen dan nutrisi. Aliran darah yang terhambat
menyebabkan suhu tubuh menjadi rendah, sehingga induknya mengalami
hipotermia.
Torsio uteri menyebabkan oklusi pembuluh darah dengan pembengkakan
dan ruptur yang menyebabkan perdarahan intraluminal dan iskemia jaringan
(Riyadh et al. 2000). Menurut Mostajeran et al. 2007, radikal bebas oksigen
terbentuk pada lingkungan iskemik yang mengaktifkan peroksidasi lipid dan
mengubah fungsi dan struktur membran sel, meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah. Setelah torsio, irigasi dan drainase uterus terganggu,
menyebabkan nekrosis jaringan uterus dan solusio plasenta, serta gangguan
metabolisme dan hematologi (Riyadh et al. 2000), yang dapat berkembang
menjadi peritonitis, endotoksemia, dan koagulasi intravaskular diseminata (De La
Puerta et al. 2008). Tanda-tanda klinis dan perubahan hemodinamik dari kondisi
ini berbanding lurus dengan derajat torsio, yang dapat bervariasi antara 180 dan
900 ° searah jarum jam dan berlawanan arah jarum jam, parameter ini
dipertimbangkan sebagai indikator prognosis (Thilagar et al. 2011).

Treatment
Kasus torsio uteri sekaligus menyebabkan distokia terjadi pada pasien,
kucing persia bernama cidut yang sudah berumur tua, yakni kurang lebih 6 tahun.
Kasus ini diketahui ketika pasien tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda
kelahiran selama 4 hari dan sudah sangat lemas dan pucat. Pasien tersebut
awalnya di palpasi untuk mengecek masih hidup atau tidaknya fetus di dalam
rahim. Karena tidak menunjukkan hasil yang akurat, pasien tersebut diberi
tindakan USG. Hasil dari USG menunjukkan bahwa fetus dari kucing tersebut
sebanyak 4 ekor dan dinyatakan telah mati semua.
Setelah diberi tindakan USG, pasien tersebut langsung dilakukan tindakan
operasi untuk lebih memastikan penyebab dari kematian fetus kucing tersebut.
Sebelum dioperasi, pasien tersebut dianastaesi terlebih dahulu menggunakan
ketamin-xylazine. Setelah dibuka dan disayat bagian abdomen, kondisi uterus
sudah dalam keadaan torsio dengan posisi melintir 180 derajat. Jaringan uterus
juga sudah terlihat menghitam, yang menandakan jaringannya sudah rusak.
Selanjutnya fetus tersebut dikeluarkan dan semuanya sudah dalam kondisi mati.
Setelah fetus dikeluarkan, pasien tersebut kemudian langsung dilakukan tindakan
steril (OH) guna mencegah terjadinya kasus torsio uteri kembali. Operasi ini
berlangsung kurang lebih selama 1-1,5 jam. Setelah di OH, pasien tersebut
diberikan treatment yakni dengan memberikan cairan infus Nacl+ Vit B12 dengan
tambahan injeksi yohimbin. Untuk pengobatan post operatif, pasien tersebut
diberikan antibiotik (amoxilin dan metronidazole) guna mempercepat proses
penyembuhan pasca operasi serta diberikan obat pronicy untuk meransang nafsu
makan pasien tersebut yang sudah beberapa hari tidak mau makan, lemas dan
pucat.
Gambar. Gambaran torsio uteri
Torsio uteri sering menjadi penyebab kejadian distokia karena faktor
maternal. Distokia adalah keadaan dimana hewan mengalami kesulitan
melahirkan (partus). Penyebab distokia dipicu oleh faktor fetalis dan maternal.
Beberapa penyebab distokia fetalis meliputi defisiensi hormon kortisol yang
menginisiasi kelahiran, disproporsi fetopelvis karena ukuran fetus maupun fetus
cacat, maldisposisi fetus, serta kematian fetus (Jackson 2004). Menurut Vermunt
(2007), distokia karena faktor maternal disebabkan faktor obstruksi atau konstriksi
saluran kelahiran maupun kurangnya daya dorong dari induk saat proses
kelahiran. Obstruksi atau konstriksi saluran kelahiran dapat disebabkan karena
abnormalitas pelvis, neoplasama pada vagina atau vulva, serta torsio uteri (Purohit
et al 2011).
Torsio uteri adalah perputaran uterus pada sumbu memanjangnya.
Peristiwa ini biasanya terjadi pada hewan bunting tua ( Hardjopranjoto 2000).
Kejadian torsio uteri harus dipertimbangkan sebagai kasus emergency sehingga
terapi harus segera dilakukan secepatnya. Pemeriksaan terhadap kondisi pasien
juga harus dilaksanakan. Pasien dievaluasi terhadap kemungkinan terjadinya
toksemia dan shock yang bisa muncul, maka perlu dilakukan tindakan terapi
cairan serta pemberian obat kortikosteroid dan antibiotik sebelum penanganan.
Kasus torsio uteri yang telah berlangsung lebih dari 36 hingga 72 jam cenderung
disertai dengan kejadian toksemia, kehilangan cairan, kematian fetus, serta
inertasi uteri. Anamnesa juga perlu dilakukan untuk mengetahui penanganan dan
terapi yang telah diberikan pada pasien sebelum memberikan tindakan
pertolongan ( Purohit et al 2011). Insidensi robeknya uteri sangatlah tinggi
sehingga pemeriksaan harus dilakukan sebelum tindakan penanganan dilakukan.
Prosedur penanganan torsio uteri dapat dilakukan dengan beberapa pilihan
meliputi penanganan per vaginal, rolling hewan, serta tindakan bedah. Metode
penanganan yang akan digunakan disesuaikan dengan tingkat keparahan torsio,
viabilitas fetus, dan lama kejadiaannya ( Lyons et al 2013).

Differential Diagnosis
Terdapat beberapa diferensial diagnosis untuk kejadian distokia. Kejadian
distokia tersebut dapat disebabkan oleh induk maupun fetus. Berbagai macam
faktor distokia tersebut sebagian besar memperlihatkan gejala klinis yang hampir
sama. Kejadian distokia yang disebabkan oleh induk dapat berupa inersia uteri
dan jalan lahir sempit, sedangkan kejadian distokia yang disebabkan oleh fetus
dapat berupa malformasi, oversize, dan kematian fetus (Parkinson et al. 2019).
Inersia uteri merupakan kegagalan uterus mengeluarkan fetus secara normal
akibat berkurangnya atau hilangnya kontraksi uteri. Inersia uteri dibedakan
menjadi 2 yaitu inersia uteri primer dan sekunder. Faktor lainnya adalah
sempitnya jalur kelahiran. Faktor ini dapat disebabkan karena abnormalitas tulang
ataupun abnormalitas jaringan reproduksi (Jackson 2004). Distokia akibat
kematian fetus dapat terjadi karena berbagai macam faktor seperti perubahan
morfologi fetus (oedema, emfisema, maserasi), adanya inflamasi atau nekrosi
pada uterus, ataupun terjadinya penyakit sistemik (septisemia, toxaemia)
(Ekstrand dan Forsberg 1994)

Daftar Pustaka
De La Puerta B, Mcmahon LA, Moores A. Uterine torsion in a non-pregnant cat.
Journal of Feline Medicine and Surgery. 10(1): 395-397.
Ekstrand C, Forsberg CL.1994. Dystocia in the cat: A retrospective study of 155
case. Journal of Small Animal Practice. 35: 459–464.
Hardjopranjoto HS. 2000. Ilmu Kemajiran pada Hewan. Airlangga University
(ID): Surabaya
Jackson PGG. 2004. Handbook of Veterinary Obstetrics 2nd ed. Philadelphia
(US): Saunders Ldt.
Lyon NP, Gordon S, Brosberry J, Moucey J, Macfarlane, Lindsay C. 2013.
Clinical Forum : Uterine Torsion: A Review. 18:18-24
Mostajeran F, Naderi M, Adibi S. Effects of melatonin on histopathological
changes after experimental ovarian torsion-detorsion in cat. Iranian Journal
of Reproductive Medicine. 5(4): 177-181.
Parkinson TJ, Vermunt JJ, Noakes DE. 2019. Veterinary Reprodution and
Obstetrics 10th ed. Philadelphia (US): Saunders Ldt.
Purohit GNY, Barolia C, Kumar P. 2011. Maternal Dystocia in Animals. A
Review. Journal of Animal Sciences. 1(2): 41-53
Riyadh AE, Welsh EA, Gunn-Moore DA. Successful treatment of uterine torsion
in a cat with severe metabolic and haemostatic complications. Journal of
Feline Medicine and Surgery. 2(1): 115-119.
Sherman D, Lurie S, Frenkel E, Kurzweil Y, Bukovsky I, Arieli S. 1999.
Characteristics of normal lochia. American Journal Perinatol. 16 (8): 399–
402.
Thilagar S, Yew YC, Dhaliwal GK, Toh I, Tong LL. Uterine horn torsion in a
pregnant cat. The Veterinary Record. 157(1): 558-560.
Vermunt JJ. 2008. The Caesarean Operation in Case Uterine Torsio. A Review.
Journal of Veterinary Surgery : 82-100

Anda mungkin juga menyukai