Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU BEDAH KHUSUS

OH

Nama : Safira Zulfaya


NIM : 155130100111004
Kelas : B/2015
Kelompok :1
Asisten : Waga Agya Filhayat

LABORATORIUM ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemeliharaan hewan kesayangan terutama anjing dan kucing meningkat dengan pesat
akhir-akhir ini. Anjing dan kucing tidak hanya dijadikan sebagai hewan penjaga rumah, tetapi
juga sudah dianggap sebagai bagian dari anggota keluarga. Namun, apabila populasi mereka
meningkat secara tidak terkontrol akibat perkawinan yang tidak diinginkan tentu akan sangat
merepotkan. Peningktan populasi hewan dalam jumlah besar menjadi masalah tersendiri bagi
kesehatan manusia, terutama hewan kecil seperti anjing dan kucing, karena hewan-hewan
tersebut dapat membawa dan menularkan berbagai agen penyakit. Oleh karena itu, salah satu
solusi untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan melakukan ovariohysterectomy(OH).
Ovariohysterectomy (OH) merupakan tindakan sterilisasi pada anjing maupun kucing
betina. Sterilisasi merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat atau menghilangkan
ovarium (betina). Sterilisasi pada hewan betina dapat dilakukan dengan hanya mengangkat
ovariumnya saja (ovariectomy) atau mengangkat ovarium beserta dengan uterusnya
(ovariohysterectomy).  Tindakan bedah ini akan memberikan efek pada hewan seperti
perubahan tingkah laku seperti hewan tidak berahi, tidak bunting, dan tidak dapat menyusui.
Perubahan tingkah laku ini dapat terjadi akibat ketidakseimbangan hormonal (Sudisma,
2006).

1.2 Tujuan
Mahasiswa dapat mempelajari serta melakukan Ovariohysterectomy pada kucing dengan
baik dan benar.
1.3 Manfaat
Mahasiswa mampu melakukan teknik Ovariohysterectomy pada kucing dengan baik dan
benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ovariohysterectomy (OH)
Ovariohysterectomy merupakan istilah kedokteran yang terdiri
dari ovariectomy dan histerectomy. Ovariectomy adalah tindakan mengamputasi,
mengeluarkan dan menghilangkan ovarium dari rongga abdomen.
Sedangkan histerectomy adalah tindakan mengamputasi, mengeluarkan dan menghilangkan
uterus dari rongga abdomen. OH adalah tindakan bedah yang dilakukan untuk mengangkat
dan membuang uterus dan ovariumnya sekaligus dari tubuh hewan betina.
Ovariohysterectomy dilakukan pada kasus-kasus pyometra, metritis, dan salphingitis. Selain
itu, tindakan operasi ini juga dianjurkan dilakukan pada anjing betina yang sudah tua yang
tidak ingin dikawinkan lagi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya tumor kelenjar mamae
(Sudisma, 2006).
Ovariohysterectomy merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan untuk
mengangkat ovarium dan/atau bersama uterus.  Ovariectomy merupakan tindakan
mengamputasi, mengeluarkan, dan menghilangkan ovarium dari rongga abdomen.
Hysterotomy merupakan tindakan pembedahan berupa insisi uterus yang dilakukan melalui
dinding abdomen atau melalui vagina sedangkan Hysterectomy merupakan operasi
pemotongan dan pengambilan keseluruhan uterus (Kirpensteijn, 2008).
Kerugian dari OH ini yaitu akan memunculkan kondisi ketidakseimbangan hormonal
untuk sementara waktu seperti perubahan tingkah laku hewan tidak berahi, tidak bunting, dan
tidak dapat menyusui. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan ovarium  merupakan kelenjar
yang juga berfungsi sebagai kelenjar endokrin. Namun, keuntungan dari dilakukannya OH
adalah dapat mencegah terjadinya tumor mamae dan akan menghilangkan kemungkinan
terjadinya kasus pyometra. Selain itu juga untuk mengurangi over populasi hewan yang
tumbuh tidak terkontrol, penggemukan hewan, dan hewan lebih jinak atau lebih mudah
dikendalikan (Goathem, et al., 2006).

2.2 Anatomi
Sistem reproduksi pada hewan betina terdiri dari ovarium,oviduc,uterus , vulva dan
vagina.

Berikut adalah anatomi dari ovariohysterectomy :


1. Kedua ovarium berada di caudal ginjal, dengan ovarium kanan berada lebih cranial
dan lebih sulit dijangkau.
2. Ligamentum suspensorium yang arahnya craniodorsal dari ovarium menautkan
ovarium dengan dinding tubuh.
3. Ligamentum utama dari ovarium menautkan ovarium dengan uterus. Ligamentum
yang cukup kuat ini, nantinya akan di jepit dengan tang arteri.
4. Arteri dan vena pada ovarium sangat rapuh dan mudah pecah. Tertetak pada bagian
dorsal dari ovarium. Pada hewan tua, arteri dan vena tersebut kadang ditutupi oleh lemak.
5. Ligamentum sekitar menautkan ovarium dengan dorsolateral tubuh (Kirpensteijn,
2008)

2.3 Fisiologi Kucing


2.3.1 Sistem Sirkulasi (Kardiovaskuler)
Sistem kardiovaskuler adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari jantung,
pembuluh darah, dan darah. Fungsi utama sistem kardiovaskuler adalah sebagai sistem
sirkulasi atau alat transport. Sirkulasi darah akan mengangkut substansi penting untuk
kesehatan dan kehidupan seperti oksigen (O2) dan nutrisi yang diperlukan oleh setiap sel
dalam tubuh. Pengamatan frekuensi denyut jantung dapat dihitung secara auskultasi
menggunakan stetoskop yang diletakkan tepat diatas apex jantung di rongga dada sebelah kiri,
atau dapat pula dengan merasakan pulsus hewan pada pembuluh darah arteri femoralis atau
arteri brachialis. Frekuensi denyut jantung normal pada kucing yaitu 110-130 denyut per
menit (Suwed et al., 2011).
2.3.2 Suhu Tubuh
Pada kedokteran hewan, pengukuran temperatur atau suhu tubuh hewan termasuk
kucing dapat dilakukan menggunakan termometer yang dimasukkan ke dalam rectum.
Pengukuran melalui rectum, dilakukan ketika feses tidak ada didalam rectum agar suhu yang
muncul pada termometer dapat menjadi wakil dari keseluruhan tubuh. Suhu normal pada
kucing berkisar antara 38⁰C – 39,3⁰C. Pada semua hewan, suhu tubuh dapat berubah-ubah
sepanjang hari, pada pagi hari suhu tubuh lebih rendah, tengah hari agak tinggi, dan mencapai
puncak pada sore hari sekitar pukul 18.00 dengan rentang suhu sehari adalah 0,8⁰C (Suwed et
al. 2011).
2.3.3 Sistem Respirasi
Sistem pernafasan kucing terdiri atas paru-paru, bronchial passage, dan diafragma.
Sistem pernafasan juga membantu kucing menyeimbangkan temperatur atau suhu tubuh,
dengan cara mendinginkannya. Rata-rata kucing normal bernapas sekitar 20-30 napas per
menit. Salah satu proses respirasi adalah ventilasi paru yang berarti masuk dan keluarnya
udara antara atmosfer dan alveoli. Hal tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
gerakan turun dan naik dari diafragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada dan
depresi atau elevasi tulang rusuk untuk memperbesar atau memperkecil diameter
anteroposterior rongga dada (Suwed et al. 2011).

2.4 Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian zat kimia sebelum tindakan anestesi umum dengan
tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi
dosis anestetikum, mengurangi nyeri selama operasi maupun pasca operasi. Premedikasi
diberikan dengan tujuan membuat hewan lebih tenang dan terkendali, mengurangi dosis
anestesi, mengurangi efek-efek otonomik yang tidak diinginkan, mengurangi nyeri pre-
operasi. Agen anastesi digolongkan menjadi 4 yaitu: antikolinergik, morfin serta derivatnya,
transquilizer, dan neuroleptanalgesik (Goathem, et al., 2006).Premedikasi yang digunakan
pada OH yaitu atropin sulfat yang diberikan dengan dosis 0.02 mg/kg BB, konsentrasi 0,25
mg/ml, volume 0,208 ml secara subkutan.

2.5 Anastesi
Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun obat anestesi
umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan kesadaran.
Hampir semua obat anestetik menghambat aktivitas sistem saraf pusat secara bertahap diawali
fungsi yang kompleks yang dihambat dan yang paling akhir dihambat adalah medula
oblongatandimana terletak pusat vasomotor dan pusat respirasi yang vital. Depresi umum
pada sistem saraf pusat tersebut akan menimbulkan hipnosis, analgesi, dan depresi pada
aktivitas refleks. Pada OH digunakan teknik anastesi umum atau regional (Goathem, et al.,
2006).Adapun obat anastesi yang digunakan yaitu ketamin dosis 10 mg/kg BB, konsentrasi
100 mg/ml, volume 0,26 ml dan xylazine dosis 2 mg//kg BB, konsentrasi 20 mg/ml, volume
0,26 ml secara intramuskular.
Menurut Sardjana dan Kusumawati (2011) , stadium anastesi umum dibagi menjadi
empat tingkatan yaitu :
1. Stadium I (stadium analgesia/Induksi)
Stadium I (stadium analgesia) dikenal juga sebagai stadium eksitasi yang disadari atau
disorientasi, stadium ini berlangsung antara saat induksi dilakukan sampai hilangnya
kesadaran hewan penderita. Pada stadium ini pupil tidak melebar (midriasis) akibat terjadinya
rangsangan psikosensorik.
2. Stadium II (Stadium Eksitasi)
Stadium II dimulai dari hilangnya kesadaran, terjadi reaksi berlebihan maupun refleks yang
tidak terkendali terhadap segala bentuk rangsangan, refleks faring yang berhubungan dengan
menelan dan muntah meningkat. Pada stadium ini pupil mengalami midriasis akibat
rangsangan simpatik pada otot dilatator. Stadium I dan II adalah stadium menyulitkan ahli
anestesi karena bisa berbahaya bagi hewan penderita, oleh karena itu diupayakan bisa
melewati secepatnya untuk mencapai stadium III.
3. Stadium III (Stadium Anestesi)
Stadium III adalah stadium anestesi (stadium pembedahan), pupil mengalami midriasis
disebabkan pelepasan adrenalin. Stadium pembedahan ini dilakukan bila pupil dalam posisi
terfiksasi di tengah dan respirasi teratur. Pada anestesi yang dalam pupil mengalami dilatasi
maksimal akibat paralisis saraf kranial III. Stadium pembedahan ini dibagi menjadi 4 plane :
a. Plane 1, ventilasi teratur bersifat torakoabdominal, pernafasan dada dan perut seimbang,
pernafasan teratur, spontan, terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil
miosis, refleks cahaya positif, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah negatif, tonus
otot menurun,belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna.
b. Plane 2, operasi kecil dapat dilakukan pada tingkat ini. Pernafasan teratur tetapi kurang
dalam dibandingkan tingkat I, ventilasi teratur bersifat abdomino torakal, bola mata tidak
bergerak, pupil midriasis, refleks cahaya menurun dan refleks kornea negatif, refleks laring
negatif, relaksasi otot sedang, tonus otot menurun, refleks laring hilang sehingga dapat
dikerjakan intubasi. Semua operasi dapat dilakukan pada tingkat ini.
c. Plane 3, pernafasan perut lebih nyata daripada pernafasan dada karena otot interkostal
mulai mengalami paralisis, pupil melebar, tonus otot makin menurun, relaksasi otot lurik
sempurna, refleks laring dan peritonium negatif. Semua operasi dapat dilakukan pada tingkat
ini.
d. Plane 4, ventilasi tidak teratur, tonus otot menurun, pernafasan perut sempurna karena
kelumpuhan otot interkostal sempurna, tekanan darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan
refleks cahaya hilang.
4. Stadium IV (Stadium Overdosis)
Stadium IV disebut stadium overdosis, hewan mengalami henti napas dan henti jantung yang
berakhir dengan kematian (Sardjana dan Kusumawati, 2011).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat 3.1.2 Bahan
- Needle Holder - Amoxicilin 200 mg/ml 10 mg/kg BB
- Rochester Pean - Atropin 0,25 mg/ml 0.02 mg/kg BB
- Kelly - Ketamine 100 mg/ml 10 mg/kg BB
- Scalpel Handle - Xylazine 20 mg/ml 1 mg/kg BB
- Blade - Povidone Iodin
- Pinset Anatomis - Alkohol 70%
- Pinset Chirurgis - Tampon
- Gunting TATA, TUTU, TATU - Gloves, Masker, Nurse Cap
- Silet - Benang cat gut chromic 2-0
- Bohlam - Duk
- Kabel - Tali
- Stetoskop
- Termometer
- Towel Clamp

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Preparasi Alat Bedah

Alat Bedah

Dilakukan sterilisasi pada alat bedah tumpul menggunakan Autoclaft 1210C


selama 15 menit yang sebelumnya peralatan dibungkus dengan koran.
Dilakukan sterilisasi pada alat bedah tumpul menggunakan alkohol 70%.

Hasil

3.2.2 Preparasi Hewan

Kucing

Dilakukan grooming pada hewan.


Dilakukan pemeriksaan fisik pada hewan.
Dilakukan pemotongan kuku kaki kucing dan bulu di area pembedahan
dicukur hingga bersih menggunakan silet.
Dipuasakan hewan selama 8-12 jam sebelum operasi.

Hasil
3.2.3 Preparasi Operator

Operator

Dilakukan pemotongan kuku jari operator.


Dilakukan pemakaian masker dan tutup kepala (nurse cap).
Dilakukan pencucian jari tangan hingga siku menggunakan sabun lalu
dibiarkan kering dengan posisi telapak tangan diangkat ke atas.
Dilakukan pemakaian gloves steril dan baju operasi.

Hasil

3.2.4 Prosedur Operasi

Kucing

Dilakukan injeksi Amoxicilin 200 mg/ml dosis 10 mg/kg BB secara


intramuskular, 15 menit kemudian diberikan premedikasi.
Dilakukan injeksi pre medikasi Atropine Sulfat Atropin Sulfat 0,25 mg/ml
dosis 0.02 mg/kg BB secara subkutan,15 menit kemudian baru diberikan
induksi anestesi lalu dipasang infus pada kucing.
Dilakukan injeksi anastesi Ketamine HCl 100 mg/ml dosis 10 mg/kg BB dan
Xylazine 20 mg/ml dosis 2 mg/kg BB secara intramuskular.
Diposisikan hewan posisi terlentang dan keempat kakinya difiksasi
menggunakan tali.
Dipasang duk pada lokasi pembedahan dan lokasi pembedahan diolesi
antiseptik alkohol (dibiarkan 10 menit) dan povidone iodine (dibiarkan 15
menit).
Dibuat insisi dimulai dari caudal umbilikus 1/3 bagian 1/3 bagian tengah
abdominal ke caudal sepanjang 5 cm.
Dilakukan incisi pada kulit dan subkutan 5 cm untuk membuka linea alba.
Linea alba dipegang dan diangkat sedikit keluar untuk dapat melakukan insisi.
Insisi pada linea alba dilebarkan ke cranial dan kaudal untuk membuka rongga
abdomen.
Dikuakkan dinding abdominal kiri dan dimasukkan ovariectomy hook. Hook
dimasukkan menelusuri dinding bagian kiri abdominal, 2-3 cm ke kaudal
ginjal. 
Digerakkan hook ke medial untuk mengangkat kornua uteri, ditelusuri ke
kaudal untuk menemukan bifurkasio uteri dan ke kranial untuk menemukan
ovarium. Apabila koruna uteri tidak ditemukan dengan menggunakan hook,
dilakukan palpasi pada kantong kencing sepanjang insisi. 
Corpus uteri berada diantara kantong kencing dan colon. Setelah ovarium
ditemukan, dipalpasi adanya ligamentum suspensarium pada ujung proximal
ovarium.
Ditelusuri ligamentum dengan jari telunjuk, ditarik dan dilakukan pemutusan
di dekat ginjal tanpa merobek pembuluh darah. Tanpa dilakukan pemutusan
ligamentum, ovarium akan sulit dikeluarkan.
Dipasang 2 atau 3 clamp didekat ovarium untuk persiapan dilakukan ligasi. 
Clamp paling maksimal digunakan untuk tempat ligase, clamp ditengah
digunakan untuk memegang saat menggunakan ligase, sedangkan clamp paling
distal digunakan untuk mencegah kembalinya aliran darah setelah dilakukan
transeksi. 
Dilakukan ligase pada pembuluh darah ovarium dengan benang absorbable 2-
0.
Dibuat ikatan kedua diatas ikatan pertama untuk mencegah perdarahan. Lalu
dipotong ovarium dan control terjadinya perdarahan.
Diangkat ovarium, penggantungnya dipotong dan dikontrol terjadinya
perdarahan. 
Ditelusuri cornua uteri sampai pada bivorkarsio uteri untuk mendapatkan
koruna dan ovarium sebelahnya. 
Diletakan clamp dan dilakukan ligase seperti langkah yang telah dijelaskan
diatas. Setelah kedua ovarium terpotong, uterus ditarik keluar dan dilakukan
ligase pada pembuluh darah kiri dan kanan korpus uteri dengan 2-0 cromic
catgut dan seluruh corpus uteri juga diikat didekat servix. 
Dilakukan pemotongan badan uterus dan diamati terjadinya perdarahan.
Diligasi jika ada perdarahan. Sisa potongan uterus dimasukan kedalam
abdominal sebelum clamp dilepaskan. 
Dinding abdominal ditutup dan dilakukan dengan menjahit muskulus dengan
jahitan simple interrupted, subkutan dijahit dengan jahitan simple continous,
dan dilakukan jahitan subdermal dengan jahitam intradermal.

Hasil

3.2.5 Prosedur Post – Operasi

Kucing

Dimasukkan kucing ke dalam kandang yang dilengkapi bohlam.


Ditunggu suhu kucing hingga normal (38⁰C – 39,3⁰C), setelah mencapai suhu
normal diberi ketoprofen 50 mg/ml dosis 1 mg/kg BB.
Diberikan Amoxicilin (Long Acting) 150 mg/ml dosis 10 mg/kg BB secara
subkutan yang diberikan 2 jam setelah injeksi Amoxicilin short acting .
Diberikan salep Gentamicin Sulfat mulai hari kedua post operasi 1 kali sehari
secara tipis pada lokasi incisi pada sore hari selama 7 hari.
Diberi amoxicilin oral mulai hari ketiga post operasi 2 kali sehari selama 5
hari.
Diberikan asupan pakan dan minum dengan baik dan teratur.
Dilakukan pemeriksaan seminggu post operasi dengan dokter hewan.
Dilakukan release kucing.

Hasil
BAB IV
HASIL

Pemeriksaan Hewan

SIGNALEMENT
Nama : Chiki
Jenis hewan : Kucing
Kelamin : Betina
Ras/breed : Domestic Short Hair
Warna bulu/kulit : Coklat, Putih
Umur : ± 1 tahun
Berat badan : 2,68 Kg
Tanda kusus :-

Pemeriksaan Hewan
Hospital Name : CLINIC VETERINARY OF BRAWIJAYA UNIVERSITY
Address : JL. MT. HARYONO
City : MALANG
Tanggal : 08 September 2018
Temp : 38,6 ⁰C
Pulse : 88 kali/menit Respirasi : 40 kali/menit
Membrane color : Rose CRT : < 2 s
Hydration : < 2 s Body Weight : 2,68 Kg
Color and consistency of feces: kering dan berbentuk
Body condition :  Underweight  Overweight √ Normal
System Review
a. Integumentary b. Otic c. Optalmic d. Muscoloskeletal
√ Normal √ Normal √ Normal √ Normal
 Abnormal  Abnormal  Abnormal  Abnormal
e. Nervus f. Cardiovaskuler g. Respiration h. Digesty
√ Normal √ Normal √ Normal √ Normal
 Abnormal  Abnormal  Abnormal  Abnormal
i. Lympatic j. Reproduction k. Urinaria
√ Normal √ Normal √ Normal
 Abnormal  Abnormal  Abnormal
Deskripsi Abnormal : -
Vaksinasi  Ya √ Tidak

Ctt :

Disease Record : -
FORM OPERASI
OH

Nama Pemilik : B1 Temp : 38,60C


Alamat : Jl. Bandulan , Dieng, Malang Membrane mucosa : Rose
Nama : Chiki CRT :<2s
Jenis Kelamin : Betina Pulsus : 88 kali / menit
Jenis Hewan : Kucing Respirasi : 40 / menit
Ras/ Brees : Domestic Short Hair Hydration :<2s
KONTROL ANASTESI
DOSIS KOSENTRAS Volume
Obat Golongan Obat (mg/Kg I Obat Rute Waktu
BB) (mg/ml) (ml)
Amoxicili
n Short ANTIBIOTIK 10 200 0,13 IM 13.33
Act
Atropin
PREMEDIKASI 0,02 0,25 0,208 SC 13.47
Sulfat
Ketamin ANASTHESI 10 100 0,26 IM 14.24
Xylazine ANASTHESI 2 20 0,26 IM 14.24
Amoxicili
n (Long ANTIBIOTIK 10 150 0,173 SC 15.48
Acting)
Ketoprofen NSAID 1 50 0,052 IM

KONTROL PEMERIKSAAN
Menit 0 15 30 45
Pulsus (/menit) 88 124 138 140
Temp (0C) 38,6 36,8 34,7 33,3

Mulai Operasi :14.44 WIB

Selesai Operasi :15.30 WIB


FORM MONITORING
PASCA
Mulai OPERASI : 14.24 WIB
Anastesi
Nama Hewan : Chiki Nama Pemilik : B1
Jenis Hewan : Kucing Alamat : Jl. Bandulan, Dieng,
Ras/Breed : Domestic Short Hair Malang
Umur : ± 1 Tahun No telp : 081231270177
Jenis Kelamin : Betina

Tgl Pemeriksaan Terapi


6 Suhu : 380C Appetice :++ T/ -
Nov Pulsus : 115 / menit Defekasi : ++
2018 CRT : < 2 s Urinasi :+
SL :+++
7 Suhu : 38,1 0C Appetice :++++ T/
Nov Pulsus : 121 / menit Defekasi : - Gentamicin
2018 CRT : < 2 s Urinasi :+++ 1 x sehari
SL :++++
8 Suhu : 38,80C Appetice :++ + T/
Nov Pulsus : 120 / menit Defekasi : +++ Gentamicin
2018 CRT : < 2 s Urinasi : +++ 1 x sehari
SL :+++ Amoxilin oral
2x sehari
9 Suhu : 37,8 0C Appetice :+++ T/
Nov Pulsus : 112/ menit Defekasi :+++ Gentamicin
2018 CRT : < 2 s Urinasi :+++ 1 x sehari
SL :++++ Amoxilin oral
2x sehari
10 Suhu : 36,90C Appetice :+++ T/
Nov Pulsus : 114 / menit Defekasi :+++ Gentamicin
2018 CRT :< 2 s Urinasi :+++ 1 x sehari
SL :++++ Amoxilin oral
2x sehari
11 Suhu : 36,7 0C Appetice :+++ T/
Nov Pulsus : 112/ menit Defekasi :+++ Gentamicin
2018 CRT : < 2 s Urinasi :+++ 1 x sehari
SL :++++ Amoxilin oral
2x sehari
12 Suhu : 37,1 0C Appetice :+++ T/
Nov Pulsus : 110/ menit Defekasi :+++ Gentamicin
2018 CRT : < 2 s Urinasi :+++ 1 x sehari
SL :++++ Amoxilin oral
2x sehari

13 Suhu : 37,5 0C Appetice :+++ T/


Nov Pulsus : 92/ menit Defekasi :+++ Gentamicin
2018 CRT : < 2 s Urinasi :+++ 1 x sehari
SL :++++
Perhitungan Dosis
1. Amoxicilin Short Acting
Volume = Dosis x Berat Badan : Konsentrasi
= 10 x 2,68 : 200
= 0,13 ml
2. Atropin Sulfat
Volume = 0,02 x 2,68 : 0,25
= 0,208 ml
3. Ketamin
Volume = 10 x 2,68 : 100
= 0,26 ml
4. Xylazine
Volume = 2 x 2,68 : 20
= 0,26 ml
5. Ketoprofen
Volume = 1 x 2,68 : 50
= 0,052 ml
6. Amoxicilin Long Acting
Volume = 10 x 2,68 : 150
= 0,173 ml
7. Amoxicilin Oral
Volume = 15 x 2,68 : 25
= 1,56 ml
Maintenance
A. (BB x 30) + 70
= (2,68 x 30) + 70
= 148 ml
B. Tetes / Menit
= total mantenance : 120 menit x 20 tetes/menit
= 148 : 120 x 20
= 24,6
= 25 tetes/menit
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Analisa Prosedur
5.1.1 Manajemen Pre-Operasi
Adapun prosedur pre operasi yang dilakukan pada praktikum ini yaitu berupa
preparasi alat dan ruang operasi, preparasi hewan, dan preparasi operator.
1. Preparasi alat dan ruang operasi
Ruang operasi harus dibersihkan dari kotoran dengan disapu lalu disterilisasi
menggunakan alkohol 70%. Sterilisasi alat dapat dilakukan dengan membungkus alat-alat
bedah tumpul yang telah dimasukkan ke dalam nierbeken menggunakan koran, lalu
dimasukkan ke dalam autoclaf 121°C selama 15 menit. Sedangkan untuk alat-alat bedah
tajam dapat dilakukan sterilisasi menggunakan desinfektan alkohol 70% (Yusuf, 2015).
2. Preparasi hewan
Hewan yang akan dioperasi sebelumnya harus dipuasakan selama 8-12 jam. Hewan
juga harus digrooming agar bersih dan dilakukan pemeriksaan fisik. Sebelum operasi, rambut
di area pembedahan harus dicukur dahulu hingga bersih. Pencukuran dapat dilakukan dengan
menggunakan sabun dan silet (Yusuf, 2015).
3. Preparasi Operator
Hal yang harus dilakukan operator sebelum melakukan pembedahan yaitu operator
harus menguasai materi pembedahan yang akan dilakukan. Operator juga harus steril.
Sebelum melakukan operasi, operator terlebih dahulu menggunakan masker dan penutup
kepal. Kemudian operator harus mencuci tangan dari sela-sela jari tangan hingga siku
menggunakan sabun. Tangan dibiarkan kering di udara dengan posisi telapak tangan di atas.
Setelah kering, operator dapat menggunakan gloves sendiri serta baju operasi yang biasanya
dipakaikan oleh asisten (Yusuf, 2015).
5.1.2 Manajemen Operasi
Hewan yang akan dioperasi terlebih dahulu harus diinjeksi Amoxicilin Short Act 200
mg/ml dosis 10 mg/kg BB secara intramuskular, 15 menit kemudian diberikan premedikasi.
Injeksi pre medikasi dilakukan menggunakan Atropin Sulfat 0,25 mg/ml dosis 0.02 mg/kg
BB secara subkutan,15 menit kemudian baru diberikan induksi anestesi. Setelah itu dipasang
infus pada exremitas cranial kucing dengan faktor ttes sebanyak 25 tetes per menit. Anasesi
yang diberikan berupa Ketamine HCl 100 mg/ml dosis 10 mg/kg BB dan Xylazine 20 mg/ml
dosis 2 mg/kg BB secara intramuskular. Hewan diposisikan pada rebah dorsal atau lateral dan
keempat kakinya difiksasi menggunakan tali. Dipasang duk pada lokasi pembedahan dan
lokasi pembedahan diolesi antiseptik alkohol (dibiarkan 10 menit) dan povidone iodine
(dibiarkan 15 menit).
Setelah persiapan selesai, dapat dilakukan insisi kira-kira 5 cm pada 1/3 caudal
umbilikus . Incisi kulit, subkutan, hingga muskulus sampai terlihat organ pencernaan kucing.
Dimasukkan hook untuk mencari uterus. Setelah mendapatkan uterus lalu ditarik keluar.
Dipasang 3 klem pada pembuluh darah dan penggantung ovarium. Di tengah-tengah operasi
diberikan amoxicilin long acting 150 mg/ml dosis 10 mg/kg BB di area incisi tetes demi tetes.
Selain itu juga diberi NaCl untuk flushing. Dilakukan 2 ligasi yaitu di atas klem pertama dan
di antara klem pertama dan kedua lalu dipotong penggantung dan pembuluh darah setelah
klem kedua. Lakukan hal yang sama pada ovarium yang lain. Kemudian ligasi cornua uteri,
lalu dipasang 3 klem pada corpus uteri. Diligasi corpus uteri di antara klem kedua dan klem
ketiga serta setelah klem ketiga. Dipotong cornua uteri di antara klem pertama dan kedua.
Dimasukkan dida uterus ke dalam abdomen kemudian dilakukan penjahitan. Muskulus dijahit
dengan pola jahitan simple interrupted menggunakan benang absorbable. Subkutan dijahit
dengan pola jahitan simple continous menggunakan jahitan absorbable. Kemudian jaringan
subdermal dijahit menggunakan pola jahitan intradermal dengan benang non absorbable.
Setelah operasi selesai, diberikan povidone iodine pada lokasi incisi. Selama operasi harus
dilakukan pemantauan suhu dan pulsus setiap 15 menit (Yusuf, 2015).
5.1.3 Manajemen Post-Operasi
Kucing yang telah dioperasi kemudian dimasukkan ke dalam kandang yang dilengkapi
bohlam. Ditunggu suhu kucing hingga normal (38⁰C – 39,3⁰C), setelah mencapai suhu normal
diberi ketoprofen 50 mg/ml dosis 1 mg/kg BB. Biasanya untuk memulihkan suhunya, kucing
diberi selimut ataupun penghangat lain. Setelah 2 jam pemberian Amoxicilin short acting,
diberikan Amoxicilinl long acting 150 mg/ml dosis 10 mg/kg BB secara subkutan. Jika suhu
kucing sudah normal, maka kucing dapat dibawa pulang. Untuk perawatan post operasi, kita
memberikan salep Gentamicin Sulfat secara tipis pada lokasi incisi sekali sehari pada sore
hari selama 7 hari dimulai pada hari kedua post operasi. Gentamisin merupakan antibiotik
golongan aminoglikosida yang efektif menghambat pertumbuhan kuman-kuman penyebab
infeksi kulit; baik infeksi primer maupun sekunder. Mekanisme kerja sebagai bakterisidal
dengan cara menghambat sintesis protein pada bakteri yang rentan. Hal ini diperantarai oleh
kemampuannya dalam mengikat subunit ribosom 30S dan 50S secara ireversibel. Kita juga
memberikan amoxicilin oral yang dimulai pada hari ketiga post operasi 25 mg/ml dosis 15
mg/kg BB sebanyak 1,56 ml menggunakan sonde 2 kali sehari selama 5 hari. Selain itu,
asupan pakan dan minum dengan baik dan teratur juga harus diperhatikan. Pemeriksaan suhu,
pulsus, respirasi, defekasi, dan urin juga dilakukan untuk memantau perkembangan kesehatan
kucing. Dilakukan pemeriksaan seminggu post operasi dengan dokter hewan.
5.2 Analisa Hasil
5.2.1 Pemeriksaan Fisik
Sebelum dilakukan operasi, hewan terlebih dahulu diperiksa secara fisik pada tanggal 4
November 2018. Adapun hasilnya yaitu kucing betina bermana Chiki ras domestic short hair
yang berumur 1 tahun dengan berat badan 2,68 kg memiliki temperatur sebesar 38,6°C,
pulsus 88 kali per menit, respirasi 40 kali per menit, membran mukosa berwarna rose, status
hidrasi <2 s, CRT sebesar <2 detik, konsistensi feses kering dan berbentuk. Sehingga dapat
disimpulkan untuk kondisi tubuh, sistem integumenl, sistem optic, sistem optalmic, sistem
muskuloskeletal, sistem syaraf, sistem kardiovaskulerl, sistem respirasi, sistem digesti, sistem
lymphatic, sistem reproduksi, dan sistem urinaria dinyatakan normal. Selain pemeriksaan fisik
pre-operasi, pemeriksaan fsik juga dilakukan saat operasi berlangsung yaitu silakukan
pemeriksaan suhu dan pulsus setiap 15 menit, adapun hasilnya yaitu pada menit ke-0 pulsus
kucing sebesar 88 kali per menit dan suhunya 38,6 °C, pada menit ke-15 pulsus sebesar 124
kali per menit dan suhu sekitar 36,8 °C, pada menit-30 pulsus kucing yaitu sebesar 138 kali
per menit dengan suhu 34,7 °C dan pada menit-45 pulsus kucing yaitu sebesar 140 kali per
menit dengan suhu 33,3 °C. Frekuensi pulsus selama operasi relatif stabil dan normal namun
suhu kucing menurun selama operasi (Suwed et al. 2011).
Pemeriksaan fisik yang terakhir yaitu pemeriksaan fisik post operasi yang dilakukan
dari tanggal 6 hingga 13 November 2018 dengan hasil data berupa suhu dan pulsus berturut-
turut yaitu :6 november = 38 °C & 115 kali per menit, 7 November = 38,1°C & 121 kali per
menit, 8 November = 38,8°C & 120 kali per menit, 9 November = 37,8 °C & 112 kali per
menit, 10 November =36,9°C & 114 kali per menit, 11 November = 36,7°C & 112 kali per
menit, , 12 November =37,1°C & 110 kali per menit, 13 November = 37,5°C & 92 kali per
menit dimana hasil tersebut mengalami penuruna sedikit sekali jika dibandingkan dengan
suhu dan pulsus normal kucing. Penurunan suhu danpulsus bisa dikarenakan suhu lingkungan
yang dingin. Selain itu, juga dilakukan pengamatan terhadap nafsu makan dan minum,
urinasi, dan defekasi. Hasilnya yaitu semakin hari nafsu makan maupun urinasi dan defekasi
pada kucing semakin normal dan baik.

5.2.2 Obat Yang Digunakan


1. Amoxicilin 
Amoxicillin adalah antibiotika yang termasuk ke dalam golongan penisilin yang
memiliki spektrum yang luas terhadap bakteri. Amoxicillin stabil pada asam lambung dan
terabsorpsi 74-92% di saluran pencernaan pada penggunaan dosis tunggal secara oral. Efek
terapi Amoxicillin akan tercapai setelah 1-2 jam setelah pemberian per oral. Meskipun adanya
makanan di saluran pencernaan dilaporkan dapat menurunkan dan menunda tercapainya nilai
puncak konsentrasi serum Amoxicillin, namun hal tersebut tidak berpengaruh pada jumlah
total obat yang diabsorpsi. Distribusi obat bebas ke seluruh tubuh baik. Amoxicillin dapat
melewati sawar plasenta, tetapi tidak satupun menimbulkan efek teratogenik. Jalan utama
ekskresi melalui system sekresi asam organik (tubulus) di ginjal, sama seperti melalui filtrate
glomerulus. Penderita dengan gangguan fungsi ginjal, dosis obat yang diberikan harus
disesuaikan (Murrel, 2007).
Mekanisme kerjanya yaitu mengikatkan diri pada penicillin-binding protein didekat
dinding sel bakteri, sehingga dapat menurunkan kekuatan dan kekakuan dinding sel bakteri,
serta berefek pada pembelahan dan pertumbuhan sel bakteri. Amoxycillin mempunyai
kemampuan bakterisidal dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri
yaitu menghambat transpeptidasi rangkaian reaksi sel bakteri kemudian terjadi lisis dinding
sel akibat tekanan osmotik dalam sel bakteri lebih tinggi (Murrel, 2007). Pada praktikum ini
digunakan 3 macam pemberian amoxicilin yaitu amoxicilin short acting 200 mg/ml dosis 10
mg/kg BB secara intramuskular yang diberikan pre-operasi, amoxicilin long acting 150 mg/ml
dosis10 mg/kg BB yang diberikan saat operasi (tetes demi tetes di area incisi) dan 2 jam
setelah pemberian amoxicilin short acting secara subkutan, dan amoxicilin oral 25 mg/ml
dosis 15 mg/kg BB yang diberikan hari ketiga post operasi sebanyak 2 kali sehari selama 5
hari.
2. Atropin Sulfat
Atropin berasal dari golongan Antikolinergik yaitu obat yang berkhasiat menekan/
menghambat aktivitas kholinergik atau parasimpatis. Atropine sulfat diabrsobrsi dengan baik
pada pemberian secara oral, injeksi Intramuskuler (IM), inhalasi, atau pemberian endotrakeal.
Setelah pemberian melalui intravena (IV), efek puncak pada jantung rata-rata terjadi dalam 3-
4 menit.Atropine didistribusikan dengan baik melalui tubuh dan masuk ke sistem saraf pusat,
melewati placenta, dan didistribusikan ke susu dengan jumlah yang kecil.Atropin
dimetabolisme di hati dan dieksresikan melalui urin. Diperkirakan 30-50% dosis obat
dieksresikan tanpa berubah bentuk melalui urin. Sedangkan di manusia dilaporkan kaar paruh
obat dapat bertahan dalam plasma antara 2-3 jam (Syarif et al, 2011)..
Atropin sulfat bekerja menghambat muskarinik secara kompetitif yang ditimbulkan oleh
asetil kolin pada sel efektor organ tertentu pada kelenjar eksokrin, otot polos, dan otot
jantung, namun efek yang lebih dominan pada otot jantung, usus, dan bronkus. Atropin
seperti agen muskarinik lainnya, menghambat asetilkolin atau kolinergik lain secara
kompetitif pada ikatan neuroefektor parasimpatik postganglionik. Dosis tinggi dapat memblok
reseptor nikotinik pada autonomik ganglia dan pada ikatan neuromukuler.  Pada dosis rendah
mengakibatkan salivasi, sekresi brochial, dan keringat di hambat. Pada dosis moderat atropin
mengakibatkan dilatasi dan menghambat akomodasi pada pupil, dan meningkatkan frekuensi
jantung. Dan dosis yang sangat tinggi akan menghambat sekresi gastrik (Syarif et al, 2011).
Pada praktikum ini digunakan Atropin sulfat 0,25 mg/ml dengan dosis 0,02 mg/kg BB secara
subkutan.

3. Ketamin
Ketamin dapat  diberikan  secara  oral,  intramuskular,  rectal,  nasal dan epidural. Pada
hewan umumnya ketamin diberikan secara intramuskular. Ketamin memiliki bioavaibilitas
pada oral sebesar 20%,  intramuscular  90%,  rectal  sebesar  25%,  epidural  77%  dan  nasal
sebesar 50%. Ketamin diserap  cepat melalui parental  administrasi. Ketamin dengan  cepat 
didistribusikan  ke  jaringan  tubuh,  dengan  konsentrasi yang relatif cukup
tinggi muncul dalam lemak tubuh, hati , paru-paru , dan  otak. Metabolitnya memiliki  daya 
kerja  analgetik  yang  berlangsung  lebih  lama  daripada  efek hipnotiknya (Mentari, 2013).
Mekanisme kerja (farmakodinamik) ketamin bekerja sebagai antagonis
nonkompetitif pada reseptor NMDA yang tidak tergantung pada tegangan akan
mempengaruhi ikatan pada tempat ikatan fensiklidin. Reseptor NMDA adalah suatu reseptor
kanal ion (untuk ion 8 na+ ,ca2+,dan k+ ) maka blockade reseptor ini berarti bahwa pada saat
yang sama, ada blockade aliran ion sepanjang membrane neuron sehingga terjadi hambatan
pada depolarisasi neuron di SSP. 18,19 Mekanisme kerja ketamin mungkin dengan cara
menghambat efek membrane eksitatori neurotransmitter asam glutamat pada suptipe reseptor
NMDA.. Pada praktikum ini Ketamin HCL 100 mg/ml diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB
secara intramuskular diantara m. semimembranosus dengan m. semitendinosus atau di m.
Gluteus.
4. Xylazine
Farmakokinetik xylazine yaitu absorbsi terjadi secara cepat melalui jalur injeksi
intramuskular. Tetapi pada bioavaibilitasnya berpariasi dan incomplete. Pada anjing
bioavaibilitasnya 52-90 %. Durasi dari kerja obat tergantung pada dosis yang diberikan tetapi
durasinya sekurangnya adalah 1,5 jam. Waktu paruh obat dalam serum setelah pemberian
dosis tunggal adalah 50 menit pada kuda dengan recovery time 2-3 jam. Pada kucing onset
kerja obat adalah 10-15 menit dengan rute pemberian secara intramuskular ataupun
melalui subkutan, sedangkan jika melalui intravena 3-5 menit. Efek analgesiknya akan
bertahan selama 15-30 menit setelah pemberian dosis tunggal namun sifat sedatifnya akan
berlangsung selama 1-2 jam. Waktu paruh obat dalam serum pada anjing adalah 30 menit.
Recovery total akan membutuhkan waktu 2-4 jam pada anjing dan kucing (Sardjana dan
Kusumawati, 2011).
Xylazine bekerja melalui mekanisme (farmakologi ) yang menghambat tonus
simpatik karena xylazine mengaktivasi reseptor postsinap 2-adrenoseptorα sehingga
menyebabkan medriasis, relaksasi otot, penurunan denyut jantung, penurunan
peristaltik, relaksasi saluran cerna, dan sedasi. Aktivitas xylazine pada susunan syaraf pusat
adalah melalui aktivasi atau stimulasi reseptor 2-adrenoseptor,α menyebabkan penurunan
pelepasan simpatis, mengurangi pengeluaran norepineprin dan dopamin. Reseptor 2,
Xylazine menghasilkan sedasi dan hipnotis yang dalamα dan lama, dengan dosis yang
ditingkatkan mengakibatkan sedasi yang lebih dalam dan lama serta durasi panjang. Xylazine
diinjeksikan secara intramuskular menyebabkan iritasi kecil pada daerah suntikan, tetapi tidak
menyakitkan dan akan hilang dalam waktu 24 –48 jam (Sardjana dan Kusumawati, 2011).
Pada praktikum ini Xylazine 20 mg/ml diberikan sebanyak 2 mg/kg BB secara intramuskular.
5. Ketoprofen
Farmakokinetik ketoprofen yaitu bioavailabilitas obat mencapai 90% dengan onset
kerja 30 menit dan durasi kerja 6 jam. Konsentrasi puncak dalam plasma darah dicapai sekitar
0,5-2 jam. Pada sediaan lepas lambat, konsentrasi puncak dalam plasma darah dapat terjadi
sekitar 6─7 jam setelah mengonsumsi obat. Ikatan protein 99%. Ketoprofen memiliki volume
distribusi 0,1 L/kgBB. Ketoprofen melewati sawar otak, dan dalam kadar sedikit dalam ASI.
Metabolisme ketoprofen terjadi di hepar dengan metabolit utama berupa glukuronida hasil
konjugasi ketoprofen dan ketoprofen terhidroksilasi.Ekskresi ketoprofen terjadi di urine
sebesar 50-90% sebagai metabolit konjugat glukuronida. Hanya sekitar 1% obat yang
dieliminasi dalam bentuk tidak berubah. Ekskresi di feses hanya sekitar 1-8%.Waktu paruh
sediaan yang berefek segera sekitar 2-4 jam dan untuk sediaan lepas lambat 3-7.5 jam.

Ketoprofen merupakan suatu antiinflamasi non steroid dengan efek antiinflamasi,


analgesik dan antipiretik. Sebagai anti inflamasi bekerja dengan menghambat sintesa
prostaglandin. Ketoprofen, (RS) 2 - (3-benzoylphenyl)-asam propionat (rumus kimia C 16 H
14 O 3) adalah salah satu dari kelas asam propionat non-steroid anti-inflamasi drugs (NSAID)
dengan efek analgesik dan antipiretik. Bertindak dengan menghambat produksi prostaglandin
tubuh (Agustianigsih, 2012). Pada praktikum ini digunakan Ketoprofen 50 mg/ml dosis 1
mg/kg BB secara intramuskular saat suhu kucing mencapai suhu normal.

6. Gentamicin Sulfat

Farmakokinetik Gentamisin yaitu sebagai polikation bersifat sangat polar, sehingga


sangat sukar diabsorpsi melalui saluran cerna. Gentamisin dalam bentuk garam sulfat yang
diberikan IM baik sekali absorpsinya. Kadar puncak dicapai dalam waktu ½ sampai 2 jam.
Sifat polarnya menyebabkan aminoglikosid sukar masuk sel. Kadar dalam sekret dan jaringan
rendah, kadar tinggi dalam korteks ginjal, endolimf dan perilimf telinga, menerangkan
toksisitasnya terhadap alat tersebut. Ekskresi gentamisin berlangsung melalui ginjal terutama
dengan filtrasi glomerulus. Gentamisin diberikan dalam dosis tunggal menunjukkan jumlah
ekskresi renal yang kurang dari dosis yang diberikan. Karena ekskresi hampir seluruhnya
berlangsung melalui ginjal, maka keadaan ini menunjukkan adanya sekuestrasi ke dalam
jaringan. Walaupun demikian kadar dalam urin mencapai 50-200 mg/mL, sebagian besar
ekskresi terjadi dalam 12 jam setelah obat diberikan (Potter, 2010).
Farmakodinamik gentamisin sulfat yaitu aktivitas antibakteri terutama tertuju pada
basil gram negatif yang aerobik. Aktivitas terhadap mikroorganisme anaerobik atau bakteri
fakultatif dalam kondisi anaerobik rendah sekali. Aktivitas terhadap bakteri Gram-positif
sangat terbatas. Mekanisme kerja aminoglikosida berdifusi lewat kanal air yang dibentuk oleh
porin protein pada membran luar dari bakteri gram negatif masuk ke ruang periplasmik.
Sedangkan transpor melalui membran dalam sitoplasma membutuhkan energi. Fase transpor
yang tergantung energi ini bersifat rate limitting, dapat di blok oleh Ca2+ dan Mg2+,
hiperosmolaritas, penurunan pH dan anaerobik suatu abses yang bersifat hiperosmolar.
Setelah masuk sel, aminoglikosid terikat pada ribosom 30S dan menghambat sintesis protein.
Terikatnya aminoglikosid pada ribosom ini mempercepat transpor aminoglikosid ke dalam
sel, diikuti dengan kerusakan membran sitoplasma, dan disusul kematian sel. Yang diduga
terjadi adalah miss reading kode genetik yang mengakibatkan terganggunya sintesis protein.
Pengaruh aminoglikosida menghambat sintesis protein dan menyebabkanmiss reading dalam
penerjemahan mRNA, tidak menjelaskan efek letalnya yang cepat (Potter, 2010). Pada
praktikum ini diiberikan gentamicin sulfat pada hari kedua post operasi sebanyak 1 kali sehari
selama 7 hari.
5.2.3 Teknik Yang Digunakan

Adapun teknik OH yang digunakan yaitu caudal midline. Hewan yang akan dioperasi
terlebih dahulu harus diinjeksi Amoxicilin Short Act 200 mg/ml dosis 10 mg/kg BB secara
intramuskular, 15 menit kemudian diberikan premedikasi. Injeksi pre medikasi dilakukan
menggunakan Atropin Sulfat 0,25 mg/ml dosis 0.02 mg/kg BB secara subkutan,15 menit
kemudian baru diberikan induksi anestesi. Setelah itu dipasang infus pada exremitas cranial
kucing dengan faktor ttes sebanyak 25 tetes per menit. Anasesi yang diberikan berupa
Ketamine HCl 100 mg/ml dosis 10 mg/kg BB dan Xylazine 20 mg/ml dosis 2 mg/kg BB
secara intramuskular. Hewan diposisikan pada rebah dorsal atau lateral dan keempat kakinya
difiksasi menggunakan tali. Dipasang duk pada lokasi pembedahan dan lokasi pembedahan
diolesi antiseptik alkohol (dibiarkan 10 menit) dan povidone iodine (dibiarkan 15 menit).
Setelah persiapan selesai, dapat dilakukan insisi kira-kira 5 cm pada 1/3 caudal
umbilikus . Incisi kulit, subkutan, hingga muskulus sampai terlihat organ pencernaan kucing.
Dimasukkan hook untuk mencari uterus. Setelah mendapatkan uterus lalu ditarik keluar.
Dipasang 3 klem pada pembuluh darah dan penggantung ovarium. Dilakukan 2 ligasi yaitu di
atas klem pertama dan di antara klem pertama dan kedua lalu dipotong penggantung dan
pembuluh darah setelah klem kedua. Lakukan hal yang sama pada ovarium yang lain.
Kemudian ligasi cornua uteri, lalu dipasang 3 klem pada corpus uteri. Di tengah-tengah
operasi diberikan amoxicilin long acting 150 mg/ml dosis 10 mg/kg BB di area incisi tetes
demi tetes. Selain itu juga diberi NaCl untuk flushing. Diligasi corpus uteri di antara klem
kedua dan klem ketiga serta setelah klem ketiga. Dipotong cornua uteri di antara klem
pertama dan kedua. Dimasukkan dida uterus ke dalam abdomen kemudian dilakukan
penjahitan. Muskulus dijahit dengan pola jahitan simple interrupted menggunakan benang
absorbable. Subkutan dijahit dengan pola jahitan simple continous menggunakan jahitan
absorbable. Kemudian jaringan subdermal dijahit menggunakan pola jahitan intradermal
dengan benang non absorbable. Setelah operasi selesai, diberikan povidone iodine pada
lokasi incisi. Selama operasi harus dilakukan pemantauan suhu dan pulsus setiap 15 menit
(Yusuf, 2015).

5.2.4 Kesembuhan Luka

Pengamatan luka dilakukan pada saat penggantian perban yaitu dua hari sekali. Pada
hari ke-2 hingga ke-7 luka terlihat menunjukkan perkembangan pengeringan. Namun, di
bawah incisi masih terlihat kebengkakan. Pada kontrol kedua yaitu hari ke-14 bengkak sudah
menghilang, luka tertutup sempurna, dan jahitan sudah lepas. Tidak ditemukan adanya pus,
demam, maupun luka yang terlalu basah.

Hari ke-2 Hari ke-4 Hari ke-6 Hari ke-7

Hari ke-10 Hari ke-14


5.2.5 Faktor-Faktor Penyembuhan Luka

1. Usia

Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada hewan tua. Hewan tua lebih sering
terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor
pembekuan darah.

2. Nutrisi

Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Hewan memerlukan diet


kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Pasien yang
kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah
pembedahan jika mungkin. Hewan yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan
penyembuhan lama karena suplai darah jaringan adipose tidak adekuat.

3. Infeksi

Bakteri sumber penyebab infeksi. Infeksi menyebabkan peningkatan inflamasi dan nekrosis
yang menghambat penyembuhan luka.

4. Sirkulasi (Hipovolemia) dan Oksigenasi

Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar
lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada hewan
yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih
mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada hewan dewasa
dan pada hewan yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes
millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada hewan yang menderita anemia atau gangguan
pernapasan kronik. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan
menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

5. Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi
oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut
memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan
luka.

6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses
sebelum benda tersebut diangkat.

7. Iskemia

Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh
akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka
terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh
darah itu sendiri.

8. Diabetes Mellitus

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak
dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori
tubuh..

9. Obat

Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi
penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan
terhadap infeksi luka (Mycek,2011).

5.2.6 Temuan Kejadian Khusus

Terjadi kebengkakan pada area di bawah incisi selama kurang lebih 10 hari post
operasi. Namun lama kelamaan bengkak hilang seiring enutupnya luka.

BAB VI

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulannya yaitu OH dilakukan pada kucing betina yang bertujuan untuk


mengurangi overpopulasi, mengurangi sifat agresif, penggemukan hewan, maupun menangani
patologi sistem reproduksi betina. Operasi ini dilakukan dengan baik dari persiapan alat dan
bahan, ruang, operator, hewan, operasi dan post operasi. Hal ini dibuktikan dengan waktu
penyembuhan lokasi incisi yang sudah kering dengan baik selama kurang dari 2 minggu, tidak
adanya pus, tidak ada infeksi sekunder, suhu dan pulsus kucing post operasi yang relatif
normal dan stabil, nafsu makan dan minum baik, sangat aktif, urinasi dan defekasi baik. Pada
kontrol kedua yaitu hari ke-14 post operasi, jahitan terlihat terlepas dengan sendirinya dan
luka sudah menutup sempurna.

5.2 Saran
Saran saya yaitu praktikum dilaksanakan lebih tepat waktu sesuai jadwal yang telah
ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA

Agustianingsih N. 2012. Obat bius. Bogor : IPB.

Goethem, Bart, et al. 2006. Making a Rational Choice Between Ovariectomy and
Ovariohysterectomy in the Dog: A Discussion of Benefits of Either Technigue.
Veterinary Surgery 35:136 – 143

Handoko. 2011. Anastetik Umum. Ganiswara SG : Editor. Dalam : Farmakologi dan Terapi.
Ed ke-4. Jakarta : UI Press.
Ibrahim, M. 2010. Pengantar Ilmu Bedah Veteriner. Banda Aceh : Syiah Kuala University
Press.
Kirpensteijn, Jolle. 2008. Ovariectomy versus Ovariohysterectomy. Is the eternal argument
ended?. IVIS. Italia

Kusumawati, D dan Sardjana, IKW. 2011. Anestesi Veteriner. Yogyakarta (ID):UGM.


Mentari, Novia. 2013. Efektivitas Anestetikum Kombinasi Zoletil-ketamin-Xylazin pada babi
lokal (Suis domestica) . Jakarta : UI.

Murrel, J. C., 2007. Manual of Canine and Feline Anaesthesia and Analgesia Second Edition.
England: British Small Animal Veterinary Association.

Mycek, JM., Harvey, AR., Champe, CP. 2011. Farmakologi. Edisi ke-2. Jakarta (ID): Widya
Medika.
Potter. 2010. Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sudisma, I.G.N.,G.A.G.Pemayun.,A.A.G.J.Wardhita.,I.W.Gorda. 2006. Ilmu Bedah Veteriner


dan Teknik Operasi Edisi I. Denpasar : Pelawa Sari.

Suwed,MA. & Napitulu, RM. 2011. Panduan Lengkap Kucing. Jakarta : Penebar Swadaya

Syarif, WJ et al. 2011. Veterinary Anesthesia and Analgesia, Edisi ke-4. Ames: Blackwell.

Yusuf. 2015. Ilmu Bedah Khusus Veteriner. Banda Aceh. Syiah Kuala University Press.
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan
Lampiran 2. Foto kesembuhan luka

Hari ke-2 Hari ke-4 Hari ke-6 Hari ke-7

Hari ke-10 Hari ke-14

Lampiran 3. Keaktifan Anggota


Nama Peran Nilai

Eka Wulandari Operator, melakukan operasi 87


dengan baik, membentu memasang
infus, merawat kucing pre-operasi
dan post-operasi, memeriksakan
kondisi fisik kucing

Reno Alvian Anastesi kotor, merawat kucing 87


pre-operasi dan post-operasi,
memeriksakan kondisi fisik kucing,
membersihkan peralatan dan sapah
dengan baik, membantu
pemeriksaan fisik saat operasi
berlangsung.

Hazra Maulidina Co-Operator, membantu operator 87


dengan baik, merawat kucing pre-
operasi dan post-operasi,
memeriksakan kondisi fisik kucing.

Anda mungkin juga menyukai