Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen. Bedah laparatomi
merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah
digestif dan kandungan, penyayatan terjadi pada lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan organ
dalam abdomen yang mengalami masalah, misalnya kanker, pendarahan, obstruksi, dan perforasi.
Laparotomi merupakan salah satu tindakan bedah abdomen yang berisiko 4,46 kali terjadinya
komplikasi infeksi pasca operasi dibanding tindakan bedah lainnya (Haryanti, et al, 2013).
Operasi atau pembedahan adalah suatu penanganan medis secara invasive yang dilakukan
untuk mendiagnosa atau mengobati penyakit, injuri, atau deformitas tubuh. Banyak kasus bedah yang
ditangani dengan tindakan laparotomi, baik medianus, paramedianus anterior maupun posterior, serta
laparotomi flank. Masing-masing posisi memiliki kelebihan maupun kekurangan tersendiri. Pemilihan
posisi penyayatan laparotomi ini didasarkan kepada organ target yang dituju. Hal ini untuk
menegakkan diagnosa berbagai kasus yang terletak di rongga abdomen (Fossum, 2002).
Post operasi laparatomi yang tidak mendapatkan perawatan maksimal setelah pasca bedah
dapat memperlambat penyembuhan dan menimbulkan komplikasi. Komplikasi pada pasien post
laparatomi adalah nyeri yang hebat, perdarahan, bahkan kematian. Pasien pasca operasi yang
melakukan tirah baring terlalu lama juga dapat meningkatkan resiko terjadinya kekakuan atau
penegangan otot-otot di seluruh tubuh, gangguan sirkulasi darah, gangguan pernafasan dan gangguan
peristaltik maupun berkemih bahkan terjadinya dekubitus atau luka tekan. Proses keperawatan pada
pasien pasca operasi diarahkan untuk menstabilkan batas normal (equilibrium) fisiologi pasien,
menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari dilakukannya praktikum laparatomi adalah:
1. Mengetahui langkah kerja laparatomi.
2. Mengetahui anatomi organ dalam kucing.
3. Mengetahui terapi cairan yang diberikan post-operasi
4. Mengetahui cara penanganan pasien post-operasi.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum laparatomi adalah:
1. Pengaplikasian handling dan restrain, pemasangan iv cathether, pemberian anasthesi, tipe
jahitan, serta penggunaan bandage.
2. Melatih dan mengembangkan softskill diri sendiri.
3. Sebagai pengalaman dalam penanganan pasien.
4. Sebagai penambah wawasan pengetahuan tentang pembedahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Laparatomi
Laparatomi adalah operasi yang dilakukan untuk membuka abdomen (bagian perut). Kata
"laparotomi" pertama kali digunakan untuk merujuk operasi semacam ini pada tahun 1878 oleh
seorang ahli bedah Inggris, Thomas Bryant. Kata tersebut terbentuk dari dua kata Yunani, lapara
dan tome. Kata lapara berarti bagian lunak dari tubuh yg terletak di antara tulang rusuk dan
pinggul. Sedangkan tome berarti pemotongan (Haryanti, et al, 2013).
Jenis jenis laparotomi yang umunya digunakan ialah laparotomi flank (sinister dan dexter),
laparotomi medianus dan laparotomi paramedianus. Masing-maisng jenis laparotomi ini dapat
digunakan sesuai dengan fungsi dan tujuanya masing-masing. Umumnya pada hewan besar
menggunakan bedah laparotomi flank dengan daerah orientasi legok lapar atau fossa paralumbar
sedangkan pada hewan hewan kecil (pet animal) menggunakan laparotomi medianus dengan daerah
orientasi pada bagian abdominal ventral tepatnya di linea alba (Haryanti, et al, 2013).
Dibalik setiap pembedahan pasti terdapat keuntungan dan kerugian yang menghampiri. Salah
satu keuntungan dari lapartomi medianus ialah tempat penyayatan mudah ditemukan karena adanya
garis putih (linea alba) sebagai penanda, meminimalisirkan terjadinya perdarahan karena didaerah
tersebut sedikit mengandung syaraf. Adapun kerugian yang dapat terjadi dalam menerapkan metode
ini ialah dapat terjadi hernia jika proses penjahitan atau penanganan post operasi kurang baik dan
kesembuhannya yang relatif lama (Haryanti, et al, 2013).

2.2 Anatomi Abdomen Kucing


Laparatomi dilakukan pada situs linea alba dengan cara meginsisi lapisan kulit yang berada
pada bagian atas, kemudian pada lapis kedua terdapat lapisan subcutan dan yang paling dalam lapisan
muskulus rectus abdominis. Sayatan dibuat 6-10 cm di bagian abdomen ventral, dilanjutkan insisi
jaringan subkutan sampai menembus muskulus. Abdomen merupakan rongga terbesar dalam tubuh
berbentuk lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai ke pelvis. Isi dari rongga abdomen adalah
sebagian besar terdiri dari saluran pencernaan, antara lain lambung, usus halus (duodenum, jejenum,
ileum), dan usus besar (sekum, kolon). Selain organ pencernaan tersebut juga dapat ditemukan ginjal,
serviks dan ovarium (Bailey, 2006).

2.3 Fisiologi Normal Kucing


Pemeriksaan fisik pada pasien yang akan menjalani tindak pembedahan adalah langkah awal
dalam penentuan potensi resiko dalam pelaksaan pembedahan (Sardjana et al., 2004). Evaluasi yang
dilakukan seperti pemeriksaan frekuensi denyut jantung, suhu, frekuensi respirasi, status hidrasi, CRT,
membran mukosa dan berat badan. Fisiologis kucing yang berkaitan dengan praktikum ini meliputi :
2.3.1 Frekuensi Denyut Jantung
Denyut jantung adalah hitungan berapa kali jantung berdenyut dalam satu menit. Pengamatan
frekuensi denyut jantung dapat menggambarkan kualitas fungsi kardiovaskuler yang bertugas
mengangkat O2 dan hasil sisa metabolisme tubuh dari setiap sel dan mengirimnya ke paru-paru, hati,
atau ginjal sebagai tempat untuk pengeluaran. Pengamatan frekuensi denyut jantung dapat dihitung
secara auskultasi menggunakan stetoskop yang diletakkan tepat diatas apex jantung di rongga dada
sebelah kiri, atau dapat pula dengan merasakan pulsus hewan pada pembuluh darah arteri femoralis
atau arteri brachialis. Penurunan 5 denyut jantung pada kondisi teranestesi adalah normal, akibat
adanya pengaruh sebagian besar anestetikum yang dapat menekan denyut jantung seperti atropin,
ketamin, dan tiletamine. Frekuensi denyut jantung normal pada kucing seperti disebutkan adalah 110-
130/mnt (McKelvey et al., 2003).

2.3.2 Suhu
Suhu tubuh adalah suhu bagian dalam, bukan suhu permukaan yang merupakan suhu kulit
atau jaringan bawah kulit. Suhu inti relatif konstan kecuali bila terjadi demam, sedangkan suhu
permukaan lebih dipengaruhi lingkungan. Pengukuran suhu tubuh kucing dengan menggunakan
termometer yang diletakkan di rektum. Ketika melakukan pengukuran suhu melalu rektum lakukan
saat tidak ada feses di dalam, agar suhu yang muncul melalui termometer menjadi wakil dari suhu
tubuh keseluruhan. Suhu normal pada kucing yaitu 38,0 0 C 39,30 C. Saat hewan sakit, suhu kulit
dapat tidak terbagi rata dan dapat lebih rendah atau lebih tinggi secara lokal atau secara umum.
Pembagian panas yang tidak merata dapat terjadi pada demam tinggi, sakit umum, kedinginan,
kelemahan jantung, dan lain sebagainya. Suhu kulit pada seluruh tubuh akan menurun menjelang
kematian dan juga pada waktu kehilangan darah dalam jumlah besar (Ifianti, 2001).

2.3.3 Frekuensi Respirasi


Sistem respirasi atau pernapasan sangat penting, karena oksigen digunakan didalam proses
metabolisme dalam tubuh dan karbondioksida perlu dikeluarkan dari dalam tubuh. Sistem pernafasan
kucing terdiri atas paru-paru, bronchial passage dan diafragma. Sistem pernafasan juga membantu
kucing menyeimbangkan temperatur atau suhu tubuh, dengan cara mendinginkannya. Dengan
demikian kucing mampu bernapas lebih cepat. Rata-rata kucing normal bernapas sekitar 15-25 tarikan
napas permenit (Suwed et al. 2011).
Frekuensi pernafasan dipengaruhi oleh ukuran tubuh, umur hewan, aktivitas fisik,
kegelisahan, suhu lingkungan, kebuntingan, adanya gangguan pada saluran pencernaan, kondisi
kesehatan dan posisi hewan. Frekuensi nafas yang meningkat terjadi pada keadaan stres, kerja,
demam dan adanya rasa sakit. Sebaliknya juga dapat terjadi penurunan frekuensi nafas pada depresi
kepekaan pusat nafas pada kasus seperti peningkatan tekanan dalam otak, hilang kesadaran, uremia
dan tekanan oksigen yang meningkat. Frekuensi nafasnya normal karena berkisar antara 2030/menit
(Primarizky, 2012).

2.3.4 Status Hidrasi


Status hidrasi merupakan keadaan cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah gangguan dalam
keseimbangan cairan atau air pada tubuh. Hal ini terjadi karena pengeluaran air lebih banyak dari
pada pemasukan (misalnya minum). Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan gangguan
keseimbangan zat elektrolit tubuh.
Pembagian tingkat dehidrasi :
Dehidrasi ringan : penurunan sekitar 5% pada tingkat hidrasi
Dehidasi sedang : penurunan 5%-10% dalam tingkat hidrasi
Dehidrasi parah : kehilangan air lebih dari 10%

Gambar 2.2 Status Dehidrasi


Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengetahui status hidrasi kucing, antara lain yaitu :
1. Uji turgor kulit : pegang kulit pada tengkuk dan tarik ke atas. Pada kucing dengan status
hidrasi normal, kulit akan kembali kurang dari 2 detik. Sedangkan pada kucing dehidrasi, kulit
akan menjadi lebih lambat untuk kembali. Semakin parah dehidrasi semakin lambat kulit
kembali.
2. CRT : Capillary Refill Time (CRT) adalah kecepatan kembalinya warna membran mukosa
setelah dilakukan penekanan. Penekanan pada membran mukosa akan menekan pembuluh
darah kapiler dan menghambat aliran darah di daerah tersebut, apabila penekanan dilepaskan
kapiler akan terisi kembali oleh darah dengan cepat dan warnanya akan kembali, menandakan
bahwa jantung masih mampu untuk menghasilkan tekanan darah yang cukup. Nilai CRT yang
lama (lebih dari 2 detik) menandakan pengisian jaringan oleh darah tidak optimal dan aliran
darah ke jaringan menurun (Widodo et al., 2011).

2.4 Premedikasi
2.4.1 Pengertian Premedikasi
Premedikasi adalah tindakan awal anestesia dengan memberikan obat-obatan pendahuluan
yang terdiri dari obat-obat golongan antikholinergik, sedasi atau trankuilizer, dan analgetik.
Premedikasi dapat menggunakan satu obat atau kombinasi dari beberapa obat. Pemilihan obat untuk
premedikasi tergantung tujuan dari premedikasi itu sendiri (Mangku G dkk., 2010). Analgesik akan
menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan menenangkan hewan untuk memudahkan
penanganan (Boden, 2005).
Tujuan dari pemberian premedikasi yaitu (a) untuk menenangkan hewan sehingga
memudahkan penanganan, (b) untuk relaksasi otot sehingga terjadi immobilisasi dan hiporefleksi, (c)
untuk memberikan analgesia (menghilangkan rasa sakit), (d) untuk memperoleh induksi anestesi yang
perlahan dan aman, stadium anestesi yang stabil dan pemulihan dari anestesi yang baik, dan (e) untuk
mengurangi dosis obat anestesi sehingga efek samping dapat dikurangi (Boden, 2005).
2.4.2 Pemilihan Obat
2.4.2.1 Atropin
Termasuk golongan antikolinergik yang bekerja pada reseptor muskarinik (antimuskarinik),
menghambat transmisi asetilkolin yang dipersyarafi oleh serabut pascaganglioner kolinergik. Pada
ganglion otonom dan otot rangka serta pada tempat asetilkolin. Penghambatan oleh atropine hanya
terjadi pada dosis sangat besar. Pada dosis kecil (sekitar 0,25mg) atropine hanya menekan sekresi air
liur, mucus, bronkus dan keringat. Sedangkan dilatasi pupil, gangguan akomodasi dan penghambatan
N. Vagus terhadap jantung baru terlihat padadosis lebih besar. Dosis yang lebih besar lagi diperlukan
untuk menghambat peristaltic usus dansekresi asam lambung. Hambatan oleh atropine bersifat
reversible dan dapat diatasi oleh pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian
asetilkolinesterase.. Atropin sulfat sebagai premedikasi diberikan pada kisaran dosis 0,02-0,04 mg/kg,
yang diberikan baik secara subkutan, intravena maupun intra muskuler (Tambing, 2014).
Indikasi dari atropin adalah dapat meringankan gejala gangguan pada gastrointestinal yang
ditandai dengan spasme otot polos (antispasmodic), mydriasis dan cyclopedia pada mata. Pada
Premedikasi untuk mengeringkan sekret bronchus dan saliva yang bertambah pada intubasi dan
anestesia inhalasi, dapat mengembalikan bradikardi yang berlebihan dan bersamaan dengan
neostigmin untuk mengembalikan penghambatan non-depolarising neuromuscular, dan juga sebagai
antidotum untuk keracunan organophosphor, resusitas Kardio-Pumober (Cardiopulmonary
resuscitation) (Tambing, 2014).
Atropin dapat diabsorbsi dengan baik apabila diberikan secara oral, injeksi dan inhalasi. Jika
atropin diberikan secara injeksi intravena, efek terhadap denyut jantung akan tampak dalam 3 4
menit setelah pemberian, lalu akan diikuti dengan blokade kolinergik. Atropin terdistribusi dengan
baik di dalam tubuh dan melalui sistem saraf pusat, dimetabolisme di hati dan diekskresikan melalui
urin (Plumb, 2005).
Efek samping antimuskarinik termasuk kontipasi, transient (sementara) bradycardia (diikuti
dengan takikardi, palpitasi, dan aritmia), penurunan sekret bronkial, retensi urin, dilatasi pupil dengan
kehilangan akomodasi , fotophobia, mulut kering; kulit kering dan kemerahan. Efek samping yang
terjadi kadang-kadang : kebingungan (biasanya pada usia lanjut) , mual, muntah dan pusing (Plumb,
2005).

2.5 Anestesi
2.5.1 Pengertian Anestesi
Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani. An-tidak, tanpa dan aesthesos, persepsi,
kemampuan untuk merasa. Secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Berdasarkan cara penggunaan obat anestesi dibagi menjadi (a) anestesi inhalasi yaitu obat anestesi
berupa gas/uap diaplikasikan melalui respirasi dengan kombinasi oksigen; (b) anestesi injeksi yaitu
obat anestesi diberikan dengan cara injeksi/suntikan, bisa melalui IV, IM dan SC; (c) anestesi oral
atau rektal yaitu obat yang diberikan melalui saluran pencernaan (gastrointestinal); dan (d) anestesi
topikal yaitu anestesi yang diberikan melalui kutaneus atau membran mukosa untuk tujuan anestesi
lokal (Tranquilli et al., 2007).
Menurut Joomla (2008) anastesi dibagi menjadi:
a. Anastesi Lokal
Anestesi lokal adalah tindakan pemberian obat yang mampu menghambat konduksi
saraf (terutama nyeri) secara reversibel pada bagian tubuh yang spesifik. Pada anestesi umum,
rasa nyeri hilang bersamaan dengan hilangnya kesadaran penderita. Sedangkan pada anestesi
lokal (sering juga diistilahkan dengan analgesia lokal), kesadaran penderita tetap utuh dan rasa
nyeri yang hilang bersifat setempat (lokal). Anestesi lokal bersifat ringan dan biasanya
digunakan untuk tindakan yang hanya perlu waktu singkat. Oleh karena efek mati rasa yang
didapat hanya mampu dipertahankan selama kurun waktu sekitar 30 menit seusai injeksi, bila
lebih dari itu, maka akan diperlukan injeksi tambahan untuk melanjutkan tindakan tanpa rasa
nyeri.

b. Anestesi Regional
Anestesi regional biasanya dimanfaatkan untuk kasus bedah yang pasiennya perlu
dalam kondisi sadar untuk meminimalisasi efek samping operasi yang lebih besar, bila pasien
tak sadar. Pada kasus bedah, bisa membuat mati rasa dari perut ke bawah. Namun, oleh karena
tidak mempengaruhi hingga ke susunan saraf pusat atau otak, maka pasien yang sudah di
anestesi regional masih bisa sadar dan mampu berkomunikasi, walaupun tidak merasakan
nyeri di daerah yang sedang dioperasi.

c. Anestesi Umum
Anestesi umum (general anestesi) atau bius total disebut juga dengan nama narkose
umum (NU). Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat reversibel. Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan
operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang,
misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang,
dan lain-lain.
Cara kerja anestesi umum selain menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan kesadaran,
dan membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh otot. Maka, selama penggunaan anestesi juga
diperlukan alat bantu nafas, selain deteksi jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ vital
melakukan fungsinya selama operasi dilakukan.

2.5.2 Pemilihan Obat


2.5.2.1 Ketamin
Ketamin adalah satu-satunya anestetik intravena yang selain bersifat analgesik kuat juga
mampu merangsang sistem kardiovaskuler sesuai dengan dosis pemberiannya. Ketamin bekerja nyata
untuk meningkatkan darah ke otak, konsumsi oksigen dan tekanan intrakaranial. Ketamin
menurunkan frekuensi pernafasan, tonus otot saluran nafas akan terkontrol dengan baik dan reflek-
reflek saluran nafas biasanya tidak terganggu. Penggunaan ketamin telah dikaitkan dengan kondisi
disorientasi paska operasi, ilusi penginderaan, persepsi dan gambaran mimpi yang seolah hidup (yang
disebut fenomena awal sadar / emergence phenomena) (Plumb, 2005).
Dosis induksi ketamin adalah 1-2 mg/KgBB IV atau 3-5 mg/KgBB IM. Stadium depresi
dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesia dapat diberikan dosis 25-100
mg/KgBB/menit. Stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit. Mekanisme kerja ketamin bekerja
sebagai antagonis nonkompetitif pada reseptor NMDA yang tidak tergantung pada tegangan akan
mempengaruhi ikatan pada tempat ikatan fensiklidin. Reseptor NMDA adalah suatu reseptor kanal
ion (untuk ion na+,ca2+,dan k+) maka blockade reseptor ini berarti bahwa pada saat yang sama, ada
blockade aliran ion sepanjang membrane neuron sehingga terjadi hambatan pada depolarisasi neuron
di SSP. Ketamin memberikan efek pada sistem kardiovaskuler melalui rangsangan dari sistem
simpatis pusat dan sebagian kecil melalui hambatan pengambilan noreprineprin pada terminal saraf
simpatis (Plumb, 2005).

2.5.2.2 Xylazin
Xylazin HCl merupakan senyawa sedatif golongan 2 adrenergik agonis yang bekerja dengan
cara mengaktifkan central 2adrenoreceptor. Xylazin menyebabkan penekanan sistem saraf pusat
yang diawali dengan sedasi kemudian pada dosis yang lebih tinggi digunakan untuk hipnotis,
sehingga akhirnya hewan menjadi tidak sadar dan teranestesi (Tambing, 2014)
Xilazin memberikan relaksasi otot, dan pada anjing obat ini dapat menyebabkan muntah.
Xilazin juga menekan mekanisme pengaturan suhu sehingga kemungkinan bisa menyebabkan
hypothermia atau hyperthermia, tergantung pada temperatur udara sekitar, berpengaruh terhadap
sistem kardiovaskuler yang meliputi tekanan darah, ritme jantung dan frekuensi denyut jantung. Pada
anjing xilazin dapat memberikan efek samping seperti tremor otot, bradikardia dengan blokade A-V
dan mengurangi frekuensi respirasi (Plumb, 2005).
Mulai kerja xilazin yang diberikan pada anjing secara intramuskuler mencapai 10 15 menit
dan 3 5 menit apabila diberikan secara intravena. Efek analgesik xilazin bisa bertahan selama 15
30 menit, namun efek sedasinya bisa bertahan hingga 1 2 jam tergantung pada dosis yang diberikan,
sedangkan waktu pemulihan sempurna setelah pemberian xilazin pada anjing membutuhkan waktu
antara 2 4 jam. Pada kucing penggunaan kombinasi ketamin-xylazin menyebabkan perlambatan
absorpsi ketamin sehingga eliminasi ketamin lebih lama, hal ini menyebabkan durasi anestesi lebih
panjang. Pada kucing range dosis xylazin yang sering digunakan yaitu 1,0-2,0 mg/kg BB secara intra
muskuler (Plumb, 2005).
Xylazin juga menghambat efek stimulasi saraf postganglion. Pengaruh xylazin dapat
dihambat dengan menggunakan antagonis reseptor adrenergik seperti atipamezole, yohimbine dan
tolazolin. Xylazin dapat diberikan secara intravena, intramuskular, dan subkutan. Efek xylazin pada
fungsi respirasi biasanya tidak berarti secara klinis, tetapi pada dosis yang tinggi dapat mendepres
respirasi sehingga terjadi penurunan volume tidal dan respirasi. Xylazin tidak dianjurkan pada hewan
yang memiliki penyakit jantung, darah rendah, dan penyakit ginjal (Tambing, 2014).

2.5.3 Stadium Anestesi


Tahapan anestesi sangat penting untuk diketahui terutama dalam menentukan tahapan terbaik
untuk melakukan pembedahan, dan mempertahankan tahapan tersebut sampai batas waktu tertentu,
dan mencegah terjadinya kelebihan dosis anestesi (Archibald, 1966).
Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu; Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter),
dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat
meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi. Stadium II
(stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium
pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan
tidak teratur, inkontinensia urin, muntah, midriasis, hipertensi, dan takikardia. Stadium III
(pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yaitu; Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang
teratur dan terhentinya anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada,
bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi. Plane II, ditandai dengan
respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot
perut. Plane III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot
perut relaksasi. Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan paralisis otot
dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata ikan karena
terhentinya sekresi lakrimal (Archibald, 1966).

2.6 Terapi Cairan


Tubuh hewan mengandung air sejumlah kurang lebih 60% bobot badanya. Air tersebut, 2/3
berada di intraselular dan 1/3-nya di ekstraselular. Air yang ada di ekstraselular, -nya ada di
intravaskular dan -nya adalah interstisial. Membran yang memisahkan kompartemen tersebut
bersifat permeabel terhadap air. Cairan yang memiliki molekul yang besar disebut koloid. Koloid
tersebut tidak dapat dengan mudah melewati membran pemisah kompartemen karena kecilnya ukuran
pori membran. Kekuatan yang mendesak membran yang disebabkan oleh gradien osmotik yang
ditimbulkan oleh koloid tersebut disebut dengan colloidal oncotic pressure (COP).
Pemberian cairan bertujuan untuk memulihkan volume sirkulasi darah. Pemberian cairan
diperlukan karena gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum
terjadi pada pasien dengan tindakan bedah, termasuk bedah sesar. Gangguan cairan yang terjadi
dikarenakan kombinasi dari faktor-faktor sebelum pembedahan, selama pembedahan dan sesudah
pembedahan. Faktor sebelum bedah berhubungan dengan kondisi penyerta, prosedur diagnostik yang
dilakukan sebelum operasi, pemberian obat sebelum proses operasi dan restriksi cairan sebelum
operasi. Faktor selama pembedahan berhubungan dengan perlakuan anestesi, kehilangan akibat
perdarahan, dan kehilangan cairan akibat proses penguapan oleh karena proses operasi yang lama.
Perlakuan anestesi spinal dapat menyebabkan terjadinya hipotensi akibat hilangnya mekanisme
kompensasi seperti takikardi dan vasokonstriksi. Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang
sering terjadi pada selama pembedahan diantaranya asidosis metabolik, alkalosis metabolik, asidosis
respiratorik dan alkalosis repiratorik. Faktor sesudah pembedahan berhubungan dengan stres dan
nyeri pasca operasi, peningkatan katabolisme jaringan dan penurunan volume sirkulasi yang melebihi
batas efektif.
Trauma, pembedahan dan anestesi akan menimbulkan perubahan-perubahan pada
keseimbangan air dan metabolisme yang dapat berlangsung sampai beberapa hari pasca trauma atau
bedah. Perubahan-perubahan tersebut terutama sebagai akibat dari :
1) Kerusakan sel di lokasi pembedahan
2) Kehilangan dan perpindahan cairan baik lokal maupun umum
3) Pengaruh puasa pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah
4) Terjadi peningkatan metabolisme, kerusakan jaringan dan fase penyembuhan
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam laparatomi adalah sebagai berikut:

1. Needle holder 10. Stetoskop


2. Hemostatic forceps Rochester 11. Termometer
Pean dan Mosquito 12. Glove
3. Scalpel (Handle dan Blade) 13. Masker
4. Pinset anatomis dan sirugis 14. Gurita
5. Gunting ta-ta, ta-tu, dan tu-tu 15. Tampon
6. Silet 16. Allis tissue forceps
7. Needle GT 12 dan GR 12 17. Benang chromik, plain, dan silk
8. Botol kaca 18. IV catheter 24G
9. Lampu pijar

3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam laparatomi sebagai berikut:

1. Kucing betina 8. Amoxicillin


2. Hypafix 9. Povidone iodine
3. Kasa steril 10. Pehacaine
4. Atropin sulfat 11. Gentamicin
5. Ketamin 12. Teramicin
6. Xylazine 13. Laktat ringer
7. Ketoprofen
3.2 Cara Kerja (preparasi alat bedah, persiapan hewan, persiapan operator, prosedur operasi, prosedur
post operasi) dalam diagram alir
3.2.1 Preparasi Alat Bedah
Needle holder, hemostatic forceps rochester pean dan mosquito, scalpel handle, pinset
anatomis dan sirugis
- Dimasukkan ke dalam nierbeken
- Dibungkus kertas koran
- Disterilisasi sekitar 1 2 jam
Hasil

Tampon
- Dibungkus kertas koran
- Disterilisasi sekitar 1 2 jam

Hasil

Glove dan masker


- Dilipat sedikit bagian bawah glove
- Dibungkus kertas koran
- Disterilisasi sekitar 1 2 jam

Hasil

Gunting ta-ta, ta-tu, dan tu-tu


- Direndam dalam campuran povidone iodine dan alkohol selama 15 menit
- Diletakkan di dalam nierbeken

Hasil

3.2.2 Persiapan Hewan


Kucing
- Diinjeksi amoxicillin sebanyak 0,28 ml secara IM
- Diinjeksi atropin sulfat sebanyak 0,44 ml secara SC
- Diinjeksi ketamin sebanyak 0,28 ml secara IM
- Diinjeksi xylazine sebanyak 0,28 ml secara IM
- Diikat ekstremitas cranial dan ektremitas caudalnya menggunakan tali ke ujung meja
operasi
- Dibuka mulutnya dan ditarik lidahnya, serta ditopang dengan tampon yang berukuran
besar
- Dicukur rambut di daerah abdomen yang akan diincisi menggunakan silet
- Diberi teramicin pada kornea matanya

Hasil
3.2.3 Persiapan Operator
Operator
- Dipakai jas labnya
- Digunakan nursecapnya
- Dilipat bagian lengan jas labnya sampai di atas siku
- Dibasuh kedua tangannya sampai siku dengan air secara bergantian
- Dibersihkan dengan sabun kedua tangan sampai siku
- Dibilas dengan air secara bergantian kanan dan kiri
- Dikeringkan dengan tetap menekuk siku dengan telapak tangan menghadap ke atas
- Dipakai maskernya
- Dipakai glovenya apabila sudah kering kedua tangannya
- Ditekuk siku dan telapak tangan menghadap ke atas sampai operasi siap dimulai
Hasil

3.2.4 Prosedur Operasi


Kucing
- Dilakukan pengecekan suhu, pulsus, dan frekuensi nafas untuk memastikan stadium
dari operasinya
- Diberi povidone iodine secara melingkar dari dalam keluar pada daerah yang akan
diincisi
- Dipasang polybibs towel dan dibuat lubang pada bagian tengahnya seukuran dengan
panjang incisi yang akan dilakukan
- Dilakukan incisi pada jarak 2 jari di bawah umbilicus
- Dikuakkan kulitnya dengan menggunakan allis tissue forceps
- Diincisi sedikit pada bagian subkutan lalu diteruskan dengan mengguntingnya
menggunakan gunting ta-tu. Posisi tumpul di bagian dalam.
- Diincisi sedikit bagian linea alba lalu dibuka dengan menggunakan gunting tu-tu.
Posisi gunting menyamping.
- Dimasukkan salah satu jari ke dalam rongga tersebut
- Dicari uterusnya dan dikeluarkan
- Dimasukkan kembali uterusnya
- Dijahit bagian linea alba menggunakan pola simple interupted suture dengan benang
cat gut chromic dan jarum GR 12
- Diberi pehacain pada luka incisi
- Dijahit bagian subkutan dengan menggunakan pola simple continous suture dengan
benang cat gut plain dan jarum GR 12
- Dijahit bagian kulitnya dengan menggunakan pola intradermal dengan benang cat gut
chromic dan jarum GT 12
- Diinjeksi ketamin xylazine setengah dosis
- Dijahit bagian kulit yang masih terbuka dengan pola simple interupted suture dengan
benang silk dan jarum GT 12
- Diberi povidone iodine pada bagian yang dijahit
- Diberi gentamicine di tepi tepi dari jahitan
- Ditutup dengan kasa steril dan direkatkan dengan hypafix
- Dipasang gurita
Hasil

3.2.5 Prosedur Post Operasi


Kucing
- Diinjeksi dengan laktat ringer
- Diletakkan pada kandang dengan dialasi underpad
- Dipasang lampu pijar dan dinyalakan
- Diberi glove yang berisi air hangat pada tubuhnya
- Dicek secara berkala suhu, pulsus, dan frekuensi nafasnya
- Diberi ketoprofen sebanyak 0,11 ml secara subkutan ketika suhunya telah mencapai
37oC

Hasil

BAB IV
HASIL

4.1 Form Pemeriksaan Hewan Pre-Operasi

a) SIGNALEMENT
Nama : Tessy
Jenis hewan : Kucing
Kelamin : Betina
Ras/breed : Mix Persian
Warna bulu/kulit : Black and Red
Umur : 1,5 tahun
Berat badan : 2,6 kg
Tanda kusus : Warna kepala berbeda atau tidak simetris

B) PEMERIKSAAN HEWAN
Hospital Name : CLINIC VETERINARY OF BRAWIJAYA UNIVERSITY
Address : JL. MT. HARYONO
City : MALANG
Tanggal : 8 Mei 2017
Temp: 37,30C
Pulse: 80 kali/menit Respirasi: 48 kali/menit
Membrane color: Pink rose CRT: < 2 detik
Hydration: Tidak hidrasi Body Weight: 2,6 kg
Color and consistency of feces: Score 4
Body condition : Underweight Overweight Normal

System Review
a. Integumentary b. Otic c. Optalmic d. Muscoloskeletal
Normal Normal Normal Normal
Abnormal Abnormal Abnormal Abnormal
e. Nervus f. Cardiovaskuler g. Respiration h. Digesty
Normal Normal Normal Normal
Abnormal Abnormal Abnormal Abnormal

i. Lympatic j. Reproduction k. Urinaria


Normal Normal Normal
Abnormal Abnormal Abnormal

Deskripsi Abnormal : -
Vaksinasi Ya Tidak

4.2 Form Pemeriksaan Hewan Saat Operasi

a) FORM OPERASI LAPAROTOMY


Nama Pemilik : Firman Temp : 38,5 oC
Alamat : Jalan Rajabasa Membrane mucosa : Pink Rose
Nama : Tessy CRT : Normal
Jenis Kelamin : Betina Pulsus : 136 kali/menit
Jenis Hewan : Kucing Respirasi : 60 kali/mnit
Ras/ Brees : Mix Persia Hydration : < 2 detik

KONTROL ANASTESI
DOSIS KOSENTRAS Volume
Obat Golongan Obat (mg/Kg I Obat Rute Waktu
BB) (mg/ml) (ml)
Amoxicilli
ANTIBIOTIK 10 100 0,28 IM 13.19
n
Atropin
PREMEDIKASI 0,04 0,25 0,44 SC 13.34
Sulfat
- PREMEDIKASI
Ketamin ANASTHESI 10 100 0,28 IM 13.52
Xylazine ANASTHESI 2 20 0,28 IM 13.52
Topikal
ANTIBIOTIK di
Teramicine - - - 14.30
MATA Kornea
Mata
ANASTHESI
Pehacaine - - 1 Topikal 15.14
LOKAL
Ketamin-
ANASTHESI - - 0,28 IM 15.47
Xylazine

KONTROL PEMERIKSAAN
Menit 0 15 30 45 (15.32 (15.47 (16.05 (16.23
(13.45 (14.36 (14.51 (15.14 ) ) ) )
) ) ) )
Pulsus(/menit 136 88 124 112 108 116 92 84
)
Temp(0C) 33,5 34,4 35,3 34,1 34,1 33,8 32,9 33,7
Respirasi 60 40 40 40 32 36 48 36

Menit (17.51 (05.32


) )
Pulsus(/menit 92 100
)
Temp(0C) 33,9 38,1
Respirasi 48 32
Mulai Operasi : 14.36 WIB
Selesai Operasi : 16.36 WIB
4.3 Form Monitoring Pasca Operasi
Mulai Anastesi : 13.52 WIB
a) FORM MONITORING PASCA OPERASI
Nama Hewan : Tessy Nama Pemilik : Firman
Jenis Hewan : Kucing Alamat : Jl. Rajabasa
Ras/Breed : Mix Persia No telp : 081339771186
Umur : 1,5 tahun
Jenis Kelamin : Betina

Tanggal Pemeriksaan Terapi


11 Mei Suhu : 38,3 oC Appetice :-++++ T/ Gentamicin
2017 Pulsus : 104 kali/menit Defekasi :-++++ (Topikal)
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ Ketoprofen 1x1
SL :-++++ (SC)
Amoxicillin 2x1
(PO)
12 Mei Suhu : 38,3 oC Appetice :-++++ T/ Ketoprofen
2017 Pulsus : 100 kali/menit Defekasi :-++++ 1x1 (SC)
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ Amoxicillin 2x1
SL :-++++ (PO)
13 Mei Suhu : 38,6 oC Appetice :-++++ T/ Povidone
2017 Pulsus : 112 kali/menit Defekasi :-++++ Iodine
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ Ketoprofen 1x1
SL :-++++ (SC)
Amoxicillin 2x1
(PO)
Gentamicin
(Topikal)
14 Mei Suhu : 38,4 oC Appetice :-++++ T/ Amoxicillin
2017 Pulsus : 108 kali/menit Defekasi :-++++ 2x1 (PO)
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
15 Mei Suhu : 38,2 oC Appetice :-++++ T/ -
2017 Pulsus : 104 kali/menit Defekasi :-++++
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++

16 Mei Suhu : 38,5 oC Appetice :-++++ T/ -


2017 Pulsus : 112 kali/menit Defekasi :-++++
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
17 Mei Suhu : 38,3 oC Appetice :-++++ T/ Gentamicin
2017 Pulsus : 108 kali/menit Defekasi :-++++ (Topikal)
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
18 Mei Suhu : 38,5 oC Appetice :-++++ T/ Imboost (PO)
2017 Pulsus : 108 kali/menit Defekasi :-++++
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
19 Mei Suhu : 38,5 oC Appetice :-++++ T/ Imboost (PO)
2017 Pulsus : 108 kali/menit Defekasi :-++++
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
20 Mei Suhu : 38,2 oC Appetice :-++++ T/ Imboost (PO)
2017 Pulsus : 112 kali/menit Defekasi :-++++ Gentamicin
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ (Topikal)
SL :-++++ Amoxicillin
(Topikal luka)
21 Mei Suhu : 38,4 oC Appetice :-++++ T/ Imboost (PO)
2017 Pulsus : 108 kali/menit Defekasi :-++++
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++
SL :-++++
22 Mei Suhu : 38,6 oC Appetice :-++++ T/ Imboost (PO)
2017 Pulsus : 108 kali/menit Defekasi :-++++ Claneksi 50 mg
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ (PO)
SL :-++++
23 Mei Suhu : 38,5 oC Appetice :-++++ T/ Imboost (PO)
2017 Pulsus : 104 kali/menit Defekasi :-++++ Claneksi 50 mg
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ (PO)
SL :-++++ Nebacetin
Powder (Topikal)
Tolfen 0,15 ml
(SC)
Amoxicillin 0,15
ml (IM)
24 Mei Suhu : 38,7 oC Appetice :-++++ T/ Imboost (PO)
2017 Pulsus : 108 kali/menit Defekasi :-++++ Claneksi 50 mg
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ (PO)
SL :-++++ Nebacetin
Powder (Topikal)
25 Mei Suhu : 38,7 oC Appetice :-++++ T/ Imboost (PO)
2017 Pulsus : 112 kali/menit Defekasi :-++++ Claneksi 50 mg
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ (PO)
SL :-++++ Nebacetin
Powder (Topikal)
26 Mei Suhu : 38,5 oC Appetice :-++++ T/ Imboost (PO)
2017 Pulsus : 108 kali/menit Defekasi :-++++ Claneksi 50 mg
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ (PO)
SL :-++++ Nebacetin
Powder (Topikal)
Tolfen 0,15 ml
(SC)
Amoxicillin 0,15
ml (IM)
Madu (Topikal)
27 Mei Suhu : 38,6 oC Appetice :-++++ T/ Imboost (PO)
2017 Pulsus : 108 kali/menit Defekasi :-++++ Claneksi 50 mg
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ (PO)
SL :-++++ Nebacetin
Powder (Topikal)
28 Mei Suhu : 38,5 oC Appetice :-++++ T/ Imboost (PO)
2017 Pulsus : 112 kali/menit Defekasi :-++++ Claneksi 50 mg
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ (PO)
SL :-++++ Nebacetin
Powder (Topikal)
29 Mei Suhu : 38,4 oC Appetice :-++++ T/ Imboost (PO)
2017 Pulsus : 108 kali/menit Defekasi :-++++ Claneksi 50 mg
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ (PO)
SL :-++++ Nebacetin
Powder (Topikal)
30 Mei Suhu : 38,6 oC Appetice :-++++ T/ Imboost (PO)
2017 Pulsus : 112 kali/menit Defekasi :-++++ Claneksi 50 mg
CRT : < 2 detik Urinasi :-++++ (PO)
SL :-++++ Nebacetin
Powder (Topikal)

Catatan :
Luka mulai menutup namun masih perlu
dibersihkan + nebacetin agar menutup sempurna

4.4 Perhitungan Dosis Obat


1. Atropin Sulfat
Dosis = 2,8 x 0,04
0,25
= 0,44 ml

2. Ketamin
Dosis = 2,8 x 10
100
= 0,28 ml
3. Xylazine
Dosis = 2,8 x 2
20
= 0,28 ml
4. Ketoprofen
Dosis = 2,8 x 2
50
= 0,11 ml

5. Amoxicillin
Dosis peroral = 2,8 x 10
25
= 1,12 ml
Dosis injeksi = 2,8 x 10
100
= 0,28 ml

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Analisa Prosedur


Laparatomi dilakukan sebagai suatu tindakan penyayatan mediuanus central pada bagian
abdomen yang dilakukan tepat dibagian dari umbilikusnya.. Sebelum dilakukan operasi,
kucing diperiksa secara umum untuk mengetahui suhu, frekuensi jantung dan frekuensi
nafasnya. Sebelum diberi premedikasi, kucing terlebih dahulu diberikan antibiotik amoxicillin
sebanyak 0,28 ml secara IM. Kemudian setelah 15 menit kucing diberi premedikasi dengan
atropin sulfat sebanyak 0,44 ml secara SC. Setelah diberikan premedikasi maka diberikan
anaesthesi berupa ketamin 10% dan xylazine HCl 2% sebanyak masing-masing 0,28 ml secara
IM. Setelah teranestesi dilakukan penyukuran pada bagian rambutnya didaerah abdomen dan
hewan direstrain dengan mengikatnya di bagian kaki meja operasi. Kemudian dilakukan
penyayatan abdomen yang dilakukan tepat dibagian tengah dilakukan agar mempermudah
eksplorasi organ-organ yang berada baik di sebelah anterior maupun posterior dari tempat
penyayatan. Penyayatan terjadi pada kulit, linea alba, aponeurose m. obliquus abdominis
internus et externus, serta peritoneum pada abdomen. Penyayatan dilakukan tidak terlalu
panjang dan penyayatan berjalan normal tanpa melukai organ dalam maupun organ sekitarnya.
Organ yang dapat ditemukan pada saat pembedahan yaitu uterus dan ovarium beserta cornua
ovary.
Selanjutnya dilakukan proses penjahitan. Pada lapisan linea alba di jahit dengan
menggunakan benang chromic cut gut agar dapat diserap oleh tubuh dan pola jahitan yang
digunakan yaitu simple interrupted. Setelah itu pada lapisan kedua yaitu subkutan dengan
menggunakan benang plain cut gut dan pola jahitan yang digunakan yaitu simple continues
suture. Dan yang terakhir pada lapisan kulit menggunakan benang silk dan chromic cut gut
dengan pola jahitan intradermal dan jahitan simple interrupted suture pada bagian yang dikira
masih kurang rapat. Pada proses penjahitan berlangsung, kucing kami melakukan anasthesi
kembali dengan ketamin dan xylazin setengah dari volume anastesi awal yaitu 0.28 ml secara
IM.
Setelah proses penjahitan selesai, bagian jahitan tersebut dibersihkan dengan
menggunakan povidin iodin yang diteteskan pada tampon dan diusapkan pada jahitan.
Pemberian antiseptik ini bertujuan untuk mencegah infeksi dan mempercepat pengeringan
luka. Kemudian dilakukan pula pemberian antibiotik berupa Gentamicin salep untuk
mencegah terjadinya infeksi pada luka jahitan. Bekas jahitan dibalut dengan menggunakan
kassa steril untuk kemudian ditempel dengan menggunakan perekat hypafix kemudian
dilakukan pemasangan gurita.
Setelah dilakukan operasi kucing diberikan perlakuan yaitu berupa penyinaran lampu
dan ruangan yang hangat agar dapat menaikkan suhu tubuh kucingnya, sehingga menjadi suhu
normalnya kembali, kucing kelompok kami cukup lama hingga suhunya kembali normal yaitu
sekitar kurang lebih 12 jam yaitu pada jam 05:32 WIB dengan suhu 38,1 C. Setelah kucing
kembali pada suhu normal 37 C maka diberikan analgesik ketoprofen sebanyak 0,11 ml secara
SC. Kemudian pada H+1 pasca operasi kucing diberikan Amoxicilin 1,12 ml secara PO yang
diberikan setiap 1 hari sekali dan pemberian analgesik ketoprofen 0,11 ml secara SC selama
tiga hari. Selain itu pergantian bandage dilakukan satu hari sekali serta pemberian Gentamicin
salep.

5.2 Analisa Hasil


Dalam bedah laparatomi yang dilihat adalah uterus dan ovarium. Setelah dilakukan
laparotomi, dilakukan pemeriksaan fisik setiap hari untuk mengetahui apakah hewan tersebut
sudah kembali normal dan pemeriksaan luka jahitan atau kontrol setiap seminggu sekali untuk
mengetahui perkembangan dari kesembukan luka. Pemeriksaan fisik berupa menghitung
pulsus, temperatur suhu tubuh, dan CRT. Selain itu dilihat pula nafsu makan kucing, defekasi,
dan urinasinya. Pada awalnya kelompok kami dalam penggantian perban dilakukan 3 hari
sekali, dan pada pergantian perban pertama luka terlihat baik tetapi masih basah, dan plada 3
hari berikutnya luka terlihat terbuka pada bagian atasnya tetapi keadaan luka pada bagian
bawah dalam keadaan baik dan tetap diberikan terapi gentamicin dan amoxicilin secara
topikal dan dilakukan pergantian perban, dan pada hari selanjutnya berikutnya luka pada
bagian atas mengalami perbaikan tetapi pada jahitan dibagian bawah meradang dan tetap
diberikan gentamicin dan diberikan obat claneksi secara peroral. Hari selanjutnya, luka
bertambah membuka lebih lebar sehingga diberikan terapi tolfen 0,15 ml secara subcutan dan
Amoxicilin secara i.m sebanyak 0,15 ml dan dilakukan pergantian perban dan gentamicin
digantikan dengan nebacetin powder dan diberipula claneksi 50 mg. Pemberian terapi tolfen
0,15 ml secara subcutan dan Amoxicilin secara i.m sebanyak 0,15 ml dilakukan selama 2 kali
dengan jarak waktu 3 hari, dan pergantian perban tetap dilakukan setiap hari dengan nebacetin
powder dan diberikan pula antibiotik yaitu claneksi secara peroral hingga luka menutup dan
membaik sehingga dapat dilakukan pelepasan jahitan, tetapi masih perlu dibersihkan dengan
nebacetin agar luka dapat menutup dengan sempurna.

5.2.1 Obat Yang Digunakan


Obat yang digunakan meliputi obat premedikasi, anestesi, antibiotika dan anlgesik. Obat
yang digunakan untuk premedikasi terdiri dari atropine sulfat, obat anestesi terdiri dari
campuran ketamin dan xylazin, amoxicilin sebagai antibiotik serta tolfenamic acid sebagai
obat analgesik, nebacetin.

1. Atropin Sulfate
Indikasi
Atropine dalam dunia kedokteran hewan dipakai untuk (1) Sebagai preanestesi untuk
mencegah atau mengurangi sekresi dari saluran pernapasan; (2) Terapi sinus bradikardia, blok
sinoatrial, blok inkomplit nodus AV; (3) Antidote untuk overosis agen atau obat kolinergik (seperti
physostigmin); (4) Antidote untuk toksikasi atau keracunan organofosfat atau jamur muskarinik; (5)
Hipersialisme; (6) Terapi terhadap penyakit yang bersifat bronkokonstriktif (Plumb, 2005).
Farmakokinetik
Atropine sulfat diabrsobrsi dengan baik pada pemberian secara oral, injeksi Intramuskuler (IM),
inhalasi, atau pemberian endotrakeal. Setelah pemberian melalui intravena (IV), efek puncak pada
jantung rata-rata terjadi dalam 3-4 menit. Atropine didistribusikan dengan baik melalui tubuh dan
masuk ke sistem saraf pusat, melewati placenta, dan didistribusikan ke susu dengan jumlah yang
kecil. Atropin dimetabolisme di hati dan dieksresikan melalui urin. Diperkirakan 30-50% dosis obat
dieksresikan tanpa berubah bentuk melalui urin. Sedangkan di manusia dilaporkan kaar paruh obat
dapat bertahan dalam plasma antara 2-3 jam (Plumb, 2005).

Farmakodinamik
Mekanisme kerja asetil kolin pada organ yang diinervasi serabut saraf otonom para
simpatis atau serabut saraf yang mempunyai neurotransmitter asetil kolin. Obat ini
menghambat muskarinik secara kompetitif yang ditimbulkan oleh asetil kolin pada sel efektor
organ tertentu pada kelenjar eksokrin, otot polos, dan otot jantung, namun efek yang lebih
dominan pada otot jantung, usus, dan bronkus (Mangku dan Senapathi, 2010).
Menurut Plumb (2005), atropin seperti agen muskarinik lainnya, menghambat
asetilkolin atau kolinergik lain secara kompetitif pada ikatan neuroefektor parasimpatik
postganglionik. Dosis tinggi dapat memblok reseptor nikotinik pada autonomik ganglia dan
pada ikatan neuromukuler.

2. Ketamin
Farmakoterapi
Digunakan debagai anastesi pada prosedur singkat. Durasinya bertahan 30 menit.
Dosis untuk kucing adalah 2-25 mg/kg IV/IM (Papich, 2011).
Farmakokinetik
Terdistribusi cepat keseluruh tubuh, khususnya lemak, hepar, pulmo dan otak. Diubah di
hepar oleh N-demetilasi dan hydroxylase cincin sikloheksanon, dengan pembentukan turunan
glukoronat yang larut dalam air dan dieliminasi pada urin (Papich, 2011).
Farmakodinamik
Puncak peningkatan pacu jantung, tekanan arteri dan CO terjadi terjadi 2-4 menit,
kemudian melalui jalur IV dan menjadi normal setelah 10-20 menit. Stimulus kardiovaskular
dengan eksitasi system saraf simpatis pusat. Pada kucing ketamine menunjukkan hambatan
saraf eferen vagus jantung oleh aktivasi fungsi baroreseptor. Respirasi, banyak anastesi yang
berfungsi menekan ventilasi yang mengakibatkan terjadinya hipoksia, dimana hal tersebut
tidak terjadi pada ketamine. Ketamine menyebabkan reflex faring dan laring tetap normal atau
sedikit meninggi (Papich, 2011).

3. Xylazine
Farmakoterapi
Digunakan sebagai adjunct anastesi dan analgesi dengan durasi 30 menit. Dosis untuk
kucing adalah 1.1 mg/kgBB (Papich, 2011).
Farmakokinetik
Onset obat 2-andrenergik agonist intravena biasanya muncul dalam hitungan menit.
Puncaknya pada menit 10-15. Pemberian intramuscular akan menjadikan efeknya bertahan 2
kali lipat, namun bioavailability beragam, tergantung spesies. Half-life xylazine pada semua
spesies sangat cepat, konsentrasi akan berkurang hingga tidak terdeteksi dalam beberapa jam
(Papich, 2011).
Farmakodinamik
Midriasis pada kcuing terjadi karena inhibisi parasimpatetik pada iris karena aktivasi
xylazine dari reseptor post-synaptic 2-. Thermoregulas akan tidak teratur pada kucing dan
akan lebih rawan menjadi hyper-/hypo- thermia setelah dan saat pemulihan efek sedative.
Efek kardiovaskular menurunkan detak jantung dan tekanan darah, serta arrhythmia. Efek
pada respirasi, keseimbangan asam-basa dan kadar gas pada darah bervariasi tergantung
kombinasi anastesi dan spesiesnya. Pada kucing efek gastrointestinal termasuk penurunan
waktu transift dan muntah. Mintah disebabkan oleh 2-adrenoreseptor pada area postrema
(kemoreseptro muntah) pada medulla oblongata (Papich, 2011).

4. Amoxicilin
Farmakoterapi
Digunakan untuk berbagai infeksi pada spesies, termasuk infeksi traktus urinaria, infeksi
jaringan lunak dan pneumonia. Sangat efektif untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri
gram positif. Efek samping biasanya dapat ditoleransi dan terdapat reaksi alergi. Dosis untuk
kucing adalah 6.6-20 mg/kgBB (Papich, 2011).
Farmakokinetik
Amoxicillin relative stabil jika tercampur oleh asam lambung. Setelah administrasi oral,
sekitar 74-92% akan terserap pada hewan (monogastrik) dan manusia. Setelah absorbsi,
volume distribusi amoxicillin adalah 0.2 L/kg pada anjing. Obat ini banyak didistribusikan ke
jaringan, termasuk hepar, pulmo, musculus, empedu dan pleura setra cairan synovial.
Amoxicillin akan melewati CSF saat meninges terinflamasi dan konsentrasi yang dapat
ditemukan di serum yaitu sekitar 10-60%. Tingkatan yang terendah terdapat di aqueous
humor, dan rendah pada air mata, keringat serta saliva. Amoxicillin akan menembus placenta,
namun dinilai aman untuk digunakan saat kebuntingan. Eliminasi hal-life amoxicillin telah
dilaporkan selama 45-90 menit pada kucing dan anjing (Papich, 2011).
Farmakodinamik
Amoksisilin adalah bakterisidal yang rentan terhadap organisme melalui penghambatan
biosintesis dinding sel mukopeptida selama tahap penggandaan bakteri (Imoisili, 2008).
Amoksisilin lebih efektif melawan mikroorganisme gram positif dibanding gram negatif, dan
mendemonstrasikan efikasi lebih baik dibanding penisillin, penisillin V dan dibanding
antibiotik lain dalam pengobatan penyakit atau infeksi yang beragam (Kaur et al., 2011).
Amoksisilin bekerja dengan mengikat pada ikatan penisilin protein 1A (PBP-1A) yang
berlokasi didalam dinding sel bakteri. Penisillin (amoksisilin) mengasilasi penisilin-
mensensitifkan transpeptidase C-terminal domain dengan membuka cincin laktam
menyebabkan inaktivasi enzim, dan mencegah pembentukan hubungan silang dari dua untai
peptidoglikan linier, menghambat fase tiga dan terakhir dari sintesis dinding sel bakteri, yang
berguna untuk divisi sel dan bentuk sel dan proses esensial lain dan lebih mematikan dari
penisillin untuk bakteri yang melibatkan mekanisme keduanya litik dan non litik (Kaur et al.,
2011)

5. Claneksi
Claneksi mengandung Amoxicillin dan Clavulanic Acid
Indikasi
Indikasi Claneksi adalah untuk pengobatan infeksi bakteri yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang sensitive (Plumb, 2005).
Farmakodinamik
Berfungsi sebagai competitive Inhibitor karena struktur kimia asam klavulanat mirip
sekali dengan penisilin, maka asam klavulanat dapat menempati bagian yang aktif dari
struktur enzim -laktamase tanpa suatu reaksi kimia.Dan Gugus -laktamase karbonil dari
asam klavulanat mengubah enzim penisilinase menjadi enzim asli. Bentuk enzim asli ini tidak
aktif lagi terhadap penisilin (Plumb, 2005).

6. Gentamicin
Farmakoterapi
Pemakaian Gentamicin dapat diberikan dengan dosis tinggi karena penggunaannya
secara lokal. Pada luka terbuka seperti luka jahitan, Gentamicin dapat diberikan secara merata
diatas luka sebelum dan setelah penjahitan. Sedangkan pada luka trauma, pemakaiannya
dengan cara dioleskan diatas luka 2-3 kali sehari (Plumb, 2005).
Farmakodinamik
Obat luar yang bekerja sebagai antibiotik (membunuh kuman dan mengobati infeksi) pada luka
terbuka. dapet digunakan untuk membunuh bakteri penyebab infeksi. Indikasi Gentamicin yaitu
efektif untuk infeksi lokal pada luka-luka terbuka pada kulit dan mukosa. kontra indikasi pada
penderita yang hipersensitif terhadap neomycin, Bacitracin atau golongan aminoglikosida lain
(Plumb, 2005).

7. Tolfenamic Acid
Farmakokinetik
Tolfenamic acid dapat diabsobrsi melalui rute oral. Pada anjing level tertinggi dari obat
adalah 2-4 jam setelah pemberian yang berarti jumlah dari obat ini paling banyak pada serum
adalah selama 2-4 jam setelah pemberian dosis yang sesuai. Resirkulasi enteropatik dari obat
ini akan meningkat setelah pemberian makanan. Hal ini juga dapat meningkatkan bioavaibility
dari obat. Terjadi variasi dari bioavaibility dari obat setelah pemberian pakan pada anjing.
Pada anjing volume distribusinya adalah 1,2 L/kg dan akan dieliminasi atau memiliki waktu
paruh sekitar 6,5 jam. Durasi kerja dari obat ini adalah 24-36 jam sehingga pemberian obat ini
adalah 1-2 hari sekali (Coughland, 2011).

8. Imboost
Indikasi
Imboost force digunakan untuk membantu memperbaiki dan memelihara daya tahan
tubuh, membantu meredakan gejala yang ditimbulkan oleh selesma atau bersin-bersin pada flu
dan rinitis alergi dan sebagai terapi suportif untuk merangsang sistem kekebalan tubuh pada
infeksi akut, infeksi kronis atau infeksi berulang terutama pada infeksi saluran pernafasan, dan
infeksi genital (Plumb, 2005).
Farmakodinamik
Imboost Force merupakan obat yang mengandung 3 jenis zaktif yaitu Echinacea
purpurae, Black elderberry, dan Zinc Piccolinate. Echinacea adalah herba yang telah terbuksti
secara klinis dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Echinacea memiliki sifat imunostimulan
terhadap fungsi imun nonspesifik dan spesifik. Terhadap sistem imun nonspesifik, herba ini
dapat meningkatkan proliferasi makrofag, proses fagositosis, sekresi interferon, sekresi TNF
serta sekresi IL-1. Terhadap sistem imun sistem imun spesifik, herba ini akan mengaktivasi
komponen jalur komplemen, serta meningkatkan kadar atau aktiviyas limfosit T dan sel
Natural Killer (Plumb, 2005).

9. Nebacetin
Nebacetin Powder dapet digunakan untuk membunuh bakteri penyebab infeksi,
karena Nebacetin Powder mengandung neomycin sulfat dan bacitracin. Neomycin sulfat
efektif untuk membunuh bakteri gram positif dengan mekanisme kerja menghambat
biosintesis dinding sel bakteri gram negatif dengan mekanisme kerja merusak kode genetik
dan urutan sintesis protein dari bakteri (Plumb, 2005).

5.2.2 Terapi Cairan


Terapi cairan merupakan tindakan pengobatan esensial untuk pasien dalam kondisi kritis atau
perawatan intensif. Tujuan utama dari terapi cairan yaitu untuk mengatasi dehidrasi, memulihkan
volume sirkulasi darah pada keadaan hipovolemia atau shock, mengembalikan dan mempertahankan
elektrolit (Na+ dan K+), dan mempertahankan asam basa dalam tubuh ke arah batas normal. Prinsip
dasar terapi cairan yaitu keseimbangan cairan, elektrolit, pH dan tekanan osmotik. Tiga fase dalam
terapi cairan, yaitu emergensi (darurat), replacement (penggantian) dan maintenance
(mempertahankan).
Fase emergensi adalah cairan yang harus segera diberikan ke dalam tubuh hewan akibat tubuh
kehilangan cairan yang banyak dalam waktu singkat seperti pada kasus kecelakaan, operasi bedah
yang mengakibatkan banyak darah yang keluar, luka bakar. Fase replacement adalah pemberian
cairan yang harus diberikan ke dalam tubuh hewan selama periode dehidrasi. Fase maintenance
bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi.
Cairan maintenan adalah cairan dalam tubuh pasien yang hilang secara normal, dibedakan
menjadi dua : pertama kehilangan yang dapat diukur, yang keluar dalam bentuk urin (sensible loss).
Volumenya sebanyak 2/3 dari total volume cairan maintenan (27-40 ml/kg BB/hari). Kedua,
kehilangan cairan secara normal yang tidak dapat diukur (insensible loss) yaitu cairan yang hilang
pada saat respirasi, terengah-engah dan keringat, dan melalui feses. Volumenya sebanyak 1/3 dari
volume cairan maintenan (13-20 ml/kgBB/hari). Total volume cairan maintenance yang dibutuhkan
berkisar 40-60 ml/kgBB/hari. Kebutuhan cairan untuk maintenance = {(30 x kgBB) + 70}.
Kebutuhan untuk mengatasi dehidrasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Jumlah cairan
yang diperlukan = % dehidrasi x berat badan (kg) x 1000 ml.

5.2.3 Stadium Anasthesi Yang Digunakan


Kucing yang dilaparotomi, terlihat masuk ke dalam stadium III saat anestesi diberikan ke
kucing. Stadium III ini merupakan stadium yang tepat dilakukan operasi. Hewan terbangun pada
tengah-tengah operasi, namun tertidur kembali hingga operasi selesai. Kejadian tersebut terjadi pada
kelompok kami karena stadiumnya sudah menurun menjadi stadium 1, yaitu stadium induksi. Dari
kejadian tersebut menyebabkan kucing kelompok kami, dilakukan anasthesi kembali dengan volume
anasthesi setengah dari volume anasthesi awal.

5.2.4 Bandage yang digunakan


Bandage merupakan suatu kain yang digunakan untuk menutup luka atau bisa juga
digunakan sebagai pengikat pada bagian yang sakit dan untuk melindungi luka dari bakteri
lingkungan,untuk menyerap sekresi luka, untuk melumpuhkan luka, untuk memberikan
tekanan yang dapat membantu untuk mencegah pembengkakkan dan perdarahan dan
menutupi obat topical yang diaplikasikan pada luka, mencegah obat digosok atau dijilat oleh
hewan. Bandage yang digunakan adalah dengan kassa dan diberikan antibiotic gentamicin
atau nebacetin powder dan ditutup dengan hipafix, kemudian diberikan gurita agar bandage
tidak terbuka akibat hewan.

5.2.5 Organ yang ditemukan


Organ yang ditemukan yang berada pada rongga abdomen seperti uterus yang dapat dilihat
corpus yang dapat dikuakkan.

5.2.6 Faktor yang Mempengaruhi Kesembuhan Luka


Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu, vaskularisasi karena luka
membutuhkan keadaan peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel, anemia
karena orang yang mengalami kekurangan kadar hemoglobin dan protein dalam darah akan
mengalami proses penyembuhan lama, usia dari pasien karena proses penuaan dapat menurunkan
sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka, penyakit lain, stres,
obesitas, obat-obatan yang berlebih, nutrisi merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Laparatomi adalah operasi yang dilakukan untuk membuka abdomen, penyayatan terjadi pada
lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan organ dalam abdomen . Sebelum dilakukan operasi,
kucing diperiksa secara umum untuk mengetahui suhu, frekuensi jantung dan frekuensi nafasnya,
sebelum diberi premedikasi, kucing terlebih dahulu diberikan antibiotik amoxicillin sebanyak 0,28 ml
secara IM. Kemudian setelah 15 menit kucing diberi premedikasi dengan atropin sulfat sebanyak 0,44
ml secara SC. Setelah diberikan premedikasi maka diberikan anaesthesi berupa ketamin 10% dan
xylazine HCl 2%.
Laparatomi ini dilakukan untuk melihat organ uterus dimana dilakukan insisi pada bagian
abdomen terlebih dahulu dengan beberapa lapisan dari yang terluar adalah kulit, subkutan dan
musculus yang terdapat linea alba. Pada proses penjahitan, dilakukan pada muskulus dilakuakan
jahitan dengan pola simple interrupted suture, subkutan dengan menggunakan pola simple continues
suture dan pada kulit dilakukan jahitan dengan pola intradermal dan dua jahitan simple interrupted
suture untuk lebih menguatkan jahitan. Untuk bandage dilakukan dengan kassa dan gentamicin atau
nebacetin powder, lalu ditutup dengan hypafix dan kucing dipakaikan gurita.

6.2 Saran
Diharapkan pada anggota praktikum agar lebih rapi an lebih memahami prosedur dalam
laparatomi, dan harus lebih rajin dalam memberikan perawatan pada kucing sehingga luka yang
diakibatkan dari jahitan cepat mengering.
DAFTAR PUSTAKA

Archibald. 1966. Pemantauan pasien yang dibius. London :churchchill livingstone


Bailey, B.J., Johnson, J.T. 2006. American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery.
Lippincott Williams & Wilkins, Fourth Edition, Volume one, United States of America. pp.
601-13.
Boden, E. 2005. Blacks Veterinary Dictionary; 21st Ed. London: A & C Black.
Coughland, Kul M, Koc Y. 2011. The Effects of Xylazine-Ketamine and Diazepam-Ketamin on
Arterial Blood Pressure and Blood Gases in Dog. OJVR 4(2):124-132.
Fossum, TW. 2002. Small Animal Surgery. 2nd edition. China: Mosby.
Haryanti L., Pudjiadi A. H., Irfan E. K. B., Thayeb A., Amir I., dan Hegar B. 2013. Prevalensi dan
Faktor Risiko Infeksi Luka Operasi Pasca-bedah. Sari Pediatri. 15. 207.
Ifianti, M. 2001. Durasi dan Beberapa Aspek Fisiologi Pemakaian Anaestetikum Xylazine dan
Ketmine Untuk Ovariohisterektomi Pada Kucing Lokal [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.
Kaur, L. P., Garg, R., and Gupta, G. D. 2010. Development and Evaluation of Topical Gel of
Minoxidil from Different Polimer Bases in Application of Alopecia. IJPPS Journal, Vol 2.
Suppl 3.
McKelvey, D and Hollingshead, KW. 2003. Veterinary Anesthesia and Analgesia, Edisi ke-
3. Auburn, WA, U.S.A.
Papich, Mark G.2011. Saunders Handbook of Veterinary Drugs: Small and Large Animal 3rd Edition.
St. Louis, Missouri: Elsevier Saunders.
Plumb, DC. 2005. Veterinary Drug Handbook. Minnesota: Pharma Vet Publishing.
Primarizky H, Novanto N, Ikawati A. 2012. Laporan Kasus: Polycystic Kidney Disease (PKD) pada
Kucing. Vet Medika J Klin Vet 1(1): 39-42.
Sardjana, IKW. 2004. Penggunaan Zoletil dan Ketamin untuk Anestesi pada Felidae [penelitian].
Surabaya (ID): Unair.
Suwed, M.A ; Rodame M.Napitupulu. 2011. Panduan Lengkap Kucing. Jakarta : Penebar Swadaya.
Pp: 132-133.
Tambing, Titin. 2014. Perbandingan Pengaruh Anestesi Ketamin-Xylazine Dan Ketamin-Zoletil
Terhadap Frekuensi Nafas Dan Denyut Jantung Kucing Lokal (Feline Domestica) Pada
Kondisi Sudden Loss Of Blood. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar.
Tranquilli, WJ et al. 2007. Veterinary Anesthesia and Analgesia, Edisi ke-4. Ames:
Blackwell.
Widodo, S., Sajuthi, D., Choliq, C., Wijaya, A., Wulansari, R., dan Lelalana, R.P.A. 2011. Diagnostik
Klinik Hewan Kecil. Widodo S, editor. Bogor (ID) :IPB Pr.

Anda mungkin juga menyukai