Anda di halaman 1dari 42

1

I. Pendahuluan

Anak anjing mempunyai kebiasaan menggigit-gigit benda yang bertujuan

untuk mengurasi rasa tidak nyaman akibat dari munculnya gigi. Terkadang benda

yang digigit kemudian tidak sengaja tertelan oleh anjing tersebut sehingga

mengganggu kesehatan anjing. Kebiasaan ini juga dilakukan oleh anjing dewasa

untuk menunjukkan ketidaknyamanan (Millan, 2016). Benda asing dalam

lambung anjing dapat menyebabkan obstruksi baik obstruksi parsial maupun total

sehingga menyebabkan tubuh mengalami maldigesti (Hayes, 2009).

Untuk mengeluarkan benda asing dari dalam lambung dapat dilakukan

dengan pembedahan. Teknik pembedahan yang paling sering dilakukan adalah

gastrotomi (Tobias, 2006). Gastrotomi adalah incisi pada dinding lambung sampai

menembus lumen (Fossum, 2002). Teknik ini merupakan prosedur operasi yang

relatif aman dan umum digunakan (Tobias, 2006). Operasi ini dilakukan dibawah

pengaruh anaestesi kombinasi ketamin dan xylazin.

Laporan kasus mandiri dibuat agar penulis dapat melaporkan secara lebih

rinci tentang kegiatan kasus mandiri, mulai dari persiapan alat, persiapan hewan,

persiapan operator, anaestesi yang digunakan, prosedur pembedahan gastrotomi

sampai perawatan pasca operasi.


2

II. Tinjauan Pustaka

2.1. Anatomi dan Fisiologi Lambung Anjing

Lambung anjing terletak pada sisi kiri abdomen di belakang hepar.

Posisinya bevariasi tergantung jumlah ingesta. Lambung kosong berada pada axis

longitudinal tubuh sedang pada lambung penuh berada pada axis transversal

sampai axis longitudinal tubuh pada permukaan lateral dan ventral dinding

abdomen. Bagian fundus melekat pada diafragma, sebagian tertutupi oleh organ

hati, sedangkan bagian pilorus berada di tengah rongga abdomen sejajar dengan

lumbal ke-3 (Budras, et al., 2007).

Secara anatomis, lambung mempunyai lima bagian utama, yaitu kardiak,

fundus, badan, atrium dan pilorus. Kardiak adalah daerah kecil yang berada pada

hubungan gastroesofangeal (gastroesofageal junction) dan terletak sebagai pintu

masuk ke lambung. Fundus adalah daerah berbentuk kubah yang menonjol ke

bagian kiri atas kardia. Badan adalah suatu rongga yang berdampingan dengan

fundus dan merupakan bagianterbesar dari lambung. Antrum adalah bagian

lambung yang menghubungkan badan dengan pilurus. Pilorus adalah suatu

struktur tubuler yang menghubungkan lambung dengan duodenum dan terdapat

sfinkter pyloric (Schmitz et al., 2008).

Lambung mempunyai beberapa lapisan. Lapisan paling superfisial adalah

lapisan tunika serosa (Sturtz et al., 2012). Lapisan ini tersusun atas sel epitel

squamus selapis dan jaringan ikat areolar. Lapisan sebelah dalam disebut lapisan
3

muskularis propia yang merupakan lapisan otot. Lapisan ketiga disebut lapisan

submukosa (Tortora, et al., 2009). Lapisan ini terdiri atas jaringan ikat, saraf,

pembuluh darah dan pembuluh limfa. Lapisan paling dalam disebut lapisan

mukosa. Lapisan ini terdiri atas jaringan epitel dan mukosa yang memiliki banyak

kelenjar (Strutz et al., 2012). Pada mukosa terdiri dari 3 tipe sel yang

menghasilkan mukus, yaitu sel goblet, sel Chief dan sel parietal. Sel goblet

ditemukan diseluruh permukaan lapisan mukosa. Sel ini menghasilkan mukus

untuk melapisi makanan dan untuk memproteksi dinding dari enzim digesti. Sel

Chief ditemukan pada bagian fundus, sel ini menghasilkan pepsinogen yan

berfungsi untuk mengaktifkan pepsin untuk mencerna protein. Sel parietal

terdapat pada bagian fundus, sel ini menghasilkan asam klorida (HCl) yang dapat

menghasilkan pH asam di lambung yang berfungsi untuk membantu kerja pepsin

(Aspinall, 2004).

2.1.1. Getah Lambung

Getah lambung merupakan hasil dari sekresi sel epitel permukaan dan

kelenjar. Konsistensi getah lambung bervariasi sesuai dengan tingkat sekresi.

Konsistensi dapat sangat cair pada pH 1 atau sangat kental pada saat puasa. Getah

lambung terdiri atas air, bahan organis, nonorganis dan HCl. Bahan organis terdiri

atas 3 enzim yaitu pepsin, renin dan lipase (Marta, 2011).

Pepsin merupakan enim proteolitis yang terbentuk dari pepsinogen yang

diaktifkan oleh HCl. Pepsin menghidrolisis protein menjadiproteosa dan pepton.

Renin adalah enzim yang menggumpalkan susu yang terdapat pada lambung

hewan muda. Lipase merupakan enzim yang menghidrolisis lemak menjadi asam
4

lemak dan gliserol. HCl merupakan bagian terpenting pada getah lambung. Fungsi

HCl antara lain: mengaktifkan pepsinogen dan reninogen, bekerjasama dengan

pepsin dalam mencerna protein dan bertindak sebagai antiseptik pada lambung

(Marta, 2011).

2.1.2. Kontrol Sekresi Lambung

Sekresi getah lambung merupakan proses yang berkelanjutan. Jumlah dan

kecepatan sekresi lambung bertambah pada waktu makan. Ada 2 stimuli yang

menstimulasi sekresi lambung, stimulasi saraf dan kimiawi sedangkan fasenya

dibagi menjadi 3 fase berdasarkan asal stimulasi (Marta, 2011).

2.1.2.1. Fase Sefalik

Sekresi getah lambung dapat diakibatkan dari stimulasi ujung saraf pada

mulut dan faring, bau, pandangan dan pikiran terhadap makanan (Marta, 2011).

2.1.2.2. Fase Gastrik

Fase gastrik dimulai saat makanan memasuki lambung. Fase ini

dipengaruhi oleh 2 stimulasi, stimulasi mekanis dan stimulasi humoral. Stimulasi

mekanis terjadi akibat reflek ujung saraf dalam mukosa lambung atau akibat

betambahnya aliran darah dalam kelenjar tersebut. Stimulasi humoral terjadi

akibat bahan-bahan kimia yang ada dalam makanan yang dihasilkan selama

proses pencernaan (Marta, 2011).

2.1.2.3. Fase Intestinal

Fase intestinal terjadi akibat dari zat yang terbentuk selama pencernaan

dan merangsang lambung untuk menyekresikan getah (Marta, 2011).


5

2.1.3. Inhibisi Sekresi Lambung

Sekresi fase sefalik dapat dihambat dari pusat yang lebih tinggi karena bau

atau pandangan pada makanan yang tidak enak dan respon sekretoris karena

pelepasan gastrin dapat dikurangi. Pengaruh saraf juga dapat menginhibisi sekresi

seperti saat marah dan kesakitan (Marta, 2011).

2.1.4. Gerakan Lambung

Aktifitas otot lambung adalah otonom menyerupai otot jantung. Selama

proses pencernaan, lambung bergerak dengan gerakan menghancur dan melumat

makanan, mencampur dengan getah lambung dan mendorong ke duodenum

(Marta, 2011).

2.1.5. Pengosongan Lambung

Faktor utama yang mengatur pengosongan lambung adalah tekanan

osmose, viskositas, pH lambung dan status fisik makanan (Marta, 2011)

2.1.6. Vomitus (muntah)

Vomitus adalah pengeluaran isi lambung secara spasmodis melalui

esofagus dan mulut. Vomit merupakan suatu gerak reflek untuk mengeluarkan

racun yang masuk bersama makanan atau apabila tubuh pada keadaan tertentu

sehingga tidak dapat menerima makanan terlalu banyak atau terlalu kasar (Marta,

2011).
6

2.2. Gastrotomi

Anjing mempunyai tingkat keasaman yang tinggi pada lambungnya

sehingga dapat mencerna daging dalam jumlah besar. Kebiasaan anjing adalah

menelan daging dalam potongan besar dengan minimum kunyahan dan sering

menelan tulang. Dari faktor ini dapat menyebabkan ingesta tidak dapat dicerna

sehingga menimbulkan gejala klinis dalam waktu lama. Apabila terjadi gastritis

akibat adanya iritasi lokal atau di sepanjang daerah pilorus maka akan

menyebabkan muntah dan gejala klinis obstruksi lainnya (Hickman, 1995).

Indikasi yang paling umum pada gastrotomi adalah pengeluaran beda

asing. Gastrotomi juga digunakan untuk mengevaluasi mukosa dari perubahan

patologis seperti ulcerasi, biopsi menghilangkan tumor dan lesi-lesi fokal (Tobias,

2010).

Sebelum dilaksanakan operasi, dehidrasi, keseimbangan asam basa dan

elektrolit harus dikoreksi. Hewan harus dicukur pada bagian pertengahan toraks

sampai preputium atau pubis (Tobias, 2010).

Seperti pada operasi gastrointestinal yang lainnya, abdomen harus

dieksplorasi secara total. Incisi abdomen dimulai dari xiphoideus sampai kranial

umbilikus. Semua alat yang akan digunakan dalam operasi harus dalam keadaan

steril agar tidak mengkontaminasi organ viscera (Tobias, 2010).

Incisi pada lambung yang digunakan untuk mengeluarkan benda asing

biasanya dilakukan di badan lambung sehingga tidak merusak pilorus. Apabila

memungkinkan incisi dilakukan ditengah antara kurvatura mayor dan minor pada
7

daerah yang sedikit vaskularisasinya. Stay suture dapat diberikan di tepi luka

incisi yang berfungsi untuk membantu menarik dan membuka sehingga isi

lambung dapat dibersihkan sehingga mengurangi kontaminasi. Benda asing dalam

lambung dapat dikeluarkan dengan Allis tissue forceos, Carmalt atau Kelly

forceps (Tobias, 2010).

Ada banyak beberapa metode untuk menutup luka incisi pada lambung.

Beberapa ahli bedah menutup mukosa lambung keseluruhan dengan jahitan pola

menerus untuk mengurangi perdarahan dalam lambung. Ahli bedah yang lain

menutup lambung denga dua lapis jahitan namun hanya sampai pada lapisan

submukosa, sedang lapisan mukosa akan sembuh dengan sendirinya. Incisi yang

dilakukan pada daerah dekat pilorus dapat ditutup dengan satu lapis jahitan

terputus atau menerus. Untuk meutup lambung menggunakan benang yang dapat

diserap (absorbable), monofilamen ukuran 2-0 atau 3-0 dengan jarum taperpoin

(Tobias, 2010).

Teknis operasi gastrotomi menggunakan dua lapis jahitan:

- Untuk dapat menarik lambung, tempatkan stay suture pada lambung, tusuk

jarum sampai lapisan submukosa. Stay suture berfunfsi sebagai retaktor

pada dinding lambung sehingga lambung dapat terekspos.

- Lindungi lambung menggunakan pads basah untuk mengurangi

kontaminasi.

- Dengan menggunakan pisau skalpel, incisi lambung paralel dengan aksis

lambung ditengah antara kurvatura mayor dan minor.


8

- Mukosa dimungkinkan akan sulit dibuka pada irisan pertama. Apabila

tetap utuh, buka mukosa menggunakan pinset kemudian buka mukosa

menggunakan skalpel. Perpanjang incisi sesuai kebutuhan menggunakan

gunting dan lakukan prosedur yang telah ditentukan seperti mengeluarkan

benda asing, biopsi atau eksplorasi mukosa.

- Untuk menutup luka incisi, jahit sepanjang luka incisi lambung dimulai

dari ujung luka.

- Gunakan pola menerus sederhana atau pola Cushing sampai akhir incisi.

- Tanpa membuat simpul, lanjutkan dengan pola Cushing pada 3 lapisan

yaitu lapisan serosa, lapisan muskularis dan lapisan submukosa.

- Buat simpul dengan kuat menggunakan bantuan needle holder (Tobias,

2010)

2.3. Perawatan Pasca Operasi

Selama masa pernyembuhan, usahakan kepala hewan berada lebih tinggi

untuk mengembalikan posisi lambung. Periksa nilai hematokrit untuk mengukur

tingkat hematomesis, pucat, anemia dan melena yang terjadi. Makanan dapat

diberikan 12 sampai 24 jam setelah operasi jika hewan tidak muntah atau mual.

Muntah atau mual pasca operasi kemungkinan berasal dari ileus, abnormalitas

elektrolit, sakit, iritasi lambung atau kondisi lain. Penanganan pasca operasi

termasuk terapi fluida, gastroprotektan (sucralfate), inhibitor asam alambung,

obat-obatan yang memperkuat kontraksi ileus (metoclopramid) atau antiemetik

(chlorpromazine) (Tobias, 2010).


9

2.4. Anestesi Umum

Anestesi adalah suatu keadaan hilangnya rasa atau sensasi tanpa atau

disertai dengan hilangnya kesadaran, bersifat sementara dan dapat kembali lagi

pada keadaan semula (Sudisma, 2006). Tindakan anestesi yang memadai meliputi

tiga komponen yaitu hipnotik (tidak sadarkan diri), analegesia (mati rasa) dan

relaksasi otot gerak. Ketiga target anestesi ini disebut Trias anestesi (Mangku dan

Senapathi, 2010). Tujuan anestesi dapat dicapai dengan pemberian obat secara

tunggal maupun kombinasi beberapa agen anestesi ataupun dengan agen

pramedikasi (McKelvey dan Hollingshead, 2003). Anestesi merupakan bagian

penting dalam tindakan operasi. Operasi tidak dapat dilakukan apabila anestesi

belum diberikan.

Anestesi umum adalah subtansi yang dapat menekan susunan saraf pusat

(SSP) secara reversibel sehingga hewan kehilangan rasa sakit (sensibilitas) di

seluruh tubuh, reflek otot hilang, dan disertai dengan hilangya kesadaran. Anestesi

ini terdiri atas 2 jenis yaitu, anestesi volatil (inhalasi) dan non-volatil

(injeksi/parenteral). Tanda-tanda anestesi umum telah bekerja adalah hilangnya

kordinasi anggota gerak, hilangnya respon saraf perasa dan pendengaran,

hilangnya tonus otot, terdepresnya medulla oblongata sebagai pusat respirasi, dan

vasomotor, dan bila terjadi overdosis hewan akan mengalami kematian (Sudisma

et al., 2006).

Agen anestesi umum dapat digunakan melalui injeksi, inhalasi, atau

melalui gabungan injeksi dan inhalasi. Anestesi umum inhalasi yang sering

digunakan pada hewan adalah halotan, isofluran, sevofluran, desfluran, diethyl


10

eter, dan nitrous oksida. Anestesi umum yang diberikan secara injeksi meliputi

barbiturat (thiopental, methohexical, dan pentobarbital), cycloheksamin (ketamin,

tiletamin), etomidat, dan profol (Sudisma, 2006).

Anestesi injeksi yang baik memiliki sifat-sifat tidak mengiritasi jaringan,

tidak menimbulkan rasa nyeri pada saat diinjeksi, absorbsinya cepat, waktu

induksi, durasi dan masa pulih dari anestesia berjalan mulus, tidak ada tremor

otot, memiliki indeks terapiuetik yang tinggi, tidak bersifat toksik, minimalisasi

efek samping pada organ tubuh seperti saluran pernafasan dan kardiovaskuler,

cepat dimetabolisme, tidak bersifat akumulatif, dapat dikombinasikan dengan obat

lain seperti relaksan otot, analgesik, dan sudah diketahui antidotnya. Untuk

mendapatkan efek anestesia yang diinginkan dengan efek samping seminimal

mungkin, anestesi dapat digabungkan atau dikombinasikan antara beberapa

anestesi atau dengan zat lain sebagai preanestesi dalam sebuah teknik yang

disebut balanced anesthesia (Mc Kelvey dan Hollingshead, 2003).

2.4.1. Atropin

Atropin berasal dari golongan antikolinergik yaitu obat yang berfungsi

menekan/menghambat aktivitas kolinergik atau parasimpatis. Atropin merupakan

kristal tidak bewarna dan tidak berbau, atau putih, bubuk kristalin. Atropin dalam

injeksi kompatibel dengan beberapa agen seperti benzquinamide HCl, butorphanol

tartat, chlorpromazine HCl, cimetidin HCl (tanpa pentobarbital), dimenhydrinat,

dipenhydramin HCl, dobutamin HCl, droperidol, fentanyl sitrat, glycopyrolate,

hydromorpone HCl, hydroxizine HCl, meperidine HCl, pentazocine laktat,

pentobarbital sodium, perphezanine, prochlorperazine edisilat, promazine HCl,


11

prometazine HCl, dan skopolamin HBr. Atropin tidak kompatibel dengan

norepinephrin bitartat, metarominol bitartat, methohexital sodium, dan sodium

bikarbonat. Kompatibilitasnya bergantung pada faktor pH, konsentrasi, temperatur

dan diluent yang digunakan (Plumbs, 2005).

Mekanisme kerja obat ini menghambat muskarinik secara kompetitif yang

ditimbulkan oleh asetilkolin pada sel efektor organ tertentu pada kelenjar

eksokrin, otot polos, dan otot jantung, namun efek yang lebih dominan pada otot

jantung, usus, dan bronkus (Mangku dan Senapathi, 2010). Atropin menghambat

asetilkolin atau kolinergik lain secara kompetitif pada ikatan neuroefektor

parasimpatik postganglionik. Dosis tinggi dapat memblok reseptor nikotinik pada

autonomik ganglia dan pada ikatan neuromukuler (Plumb, 2005).

Efek farmakologik, berelasi pada dosisnya. Pada dosis rendah

mengakibatkan salivasi, sekresi bronchial, dan keringat dihambat. Pada dosis

moderat atropin mengakibatkan dilatasi dan menghambat akomodasi pada pupil,

dan meningkatkan frekuensi jantung. Dosis tinggi akan menurunkan motilitas

gastrointestinal dan saluran urinaria. Dan dosis yang sangat tinggi akan

menghambat sekresi gastrik (Plumb, 2005).

Atropin dikontraindikasikan pada pasien dengan glukoma, adhesi antara

iris dan lensa, hipersensitif pada obat antikolinergik, takikardia sekunder hingga

thyrotoxikosis atau insufiensi kardia, iskemi myokardia, penyakit obstruksi

gastrointestinal, paralisis ileus, kolitis ulseraif berat, obstruksi uropathy, dan

myastenia gravis. Atropin dapat memperburuk beberapa gejala yang terlihat


12

dengan toksisitas amitras, mengakibatkan hypertensi, dan lebih lanjut lagi

menghambat peristaltis (Plumb, 2005).

Dosis atropin yang dipakai pada anjing untuk preanestesi adalah

- 0,022-0,044 mg/kg IM atau SC (Muir, dalam Plumb 2005)

- 0,074 mg/kg IV, IM, atau SC (pak injeksi atropin, S.A-Fort Dodge, dalam

Plumb 2005)

- 0,02-0,04 mg/kg SC, IM, atau IV (Morgan 1988, dalam Plumb, 2005)

2.4.2. Ketamin

Ketamin adalah golongan fenil sikloheksilamin, anestesi umum dengan

aksi yang cepat, juga memiliki aktivitas analgesik yang signifikan dan efek

depresannya pada jantung kurang. Ketamin berwarna putih, berbentuk kristal,

mendidih pada suhu 258-261oC, karakteristiknya berbau, dan akan mengalami

presipitasi pada pH yang tinggi. Ketamin dapat bercampur secara kompatibel

dalam spuit yang sama, namun jangan mencampur ketamin dengan barbiturat atau

dizepam dalam satu spuit atau intravena yang sama karena presipitasi dapat terjadi

(Plumb, 2005).

Ketamin bekerja dengan menghambat GABA (gamma amino butiric acid)

dan juga dapat memblok serotonin, norepineprin, dan dopamin pada CNS. Sistem

thalamoneocrotical ditekan ketika sistem limbik aktif (Plumb, 2005).

Ketamin mempunyai efek anelgesia yang sangat kuat, akan tetapi efek

hipnotiknya lemah dan disertai dengan efek disosiasi. Pada mata obat ini

menimbulkan lakrimasi, nistagmus, dan kelopak mata terbuka secara spontan.


13

Pada jantung dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung. Dan pada

otot dapat menimbulkan kejang-kejang (Mangku dan Senapathi, 2010). Pada

kucing, dapat menyebabkan efek hypotermik ringan, temperatur tubuh turun rata-

rata 1,60 C setelah pemberian obat. Efeknya pada tonus otot bervariasi, tapi

ketamin umumnya dapat menyebabkan peningkatan tonus otot atau tidak sama

sekali. Ketamin tidak menghilangkan reflek pinnal dan pedal, baik photik,

korneal, laringeal ataupun reflek pharingeal. Efeknya pada sistem kardiovaskuler

meliputi peningkatan cardiac output, frekuensi jantung, rataan tekanan aortik,

tekanan arteri pulmonari, dan tekanan venosus sentral. Efeknya pada seluruh daya

tahan peripheral bervariasi. Efek kardiovaskuler secara sekunder dapat

meningkatkan tonus simpatetik, ketamin juga memiliki efek negatif pada

inotropik jika sistem simpatetik telah diblok. Ketamin tidak menekan sistem

respiratori secara signifikan, namun dosis yang lebih tinggi dapat menurunkan

frekuensi nafas (Plumb, 2005).

Ketamin diikontraindikasikan pada hewan yang memiliki hipertensi, gagal

jantung, dan aneurysms arterial. Pabrik penghasil biasanya memperingatkan efek

penggunaannya pada sistem hepatik dan insufiensi renalis. Kemudian karena

ketamin tidak memberikan efek yang baik pada relaksasi otot, maka obat ini

dikontraindikasikan digunakan tunggal dalam pembedahan mayor. Ketamin dapat

meningkatkan tekanan CSF (cerebro spinal fluid) dan pemakaian tidak ditujukan

pada hewan yang mengalami trauma pada kepala. Penggunaan Ketamin juga

dipertimbangkan secara relatif kontraindikasinya ketika tekanan intraokuler

meningkat dan prosedur yang melibatkan pharing, laring, atau trakea. Hewan
14

yang kehilangan darah secara signifikan, pemberian dosis ketamin harus

dikurangi. Untuk meminimalkan insiden reaksi emergensi, direkomendasikan

untuk meminimalkan pembukaan (exposure) pada penanganan atau bunyi yang

keras selama periode pemulihan (recovery). Pemantauan tanda vital tetap

dilakukan selama fase pemulihan. Karena ketamin dapat meningkatkan tekanan

darah, lakukan dengan hati-hati dalam mengontrol haemoragi pasca bedah (seperti

declawing). Tidak diperkenankan pemberian pakan atau air menjelang

pembedahan, namun pada prosedur elektif direkomendasikan untuk tidak

memberi pakan 6 jam sebelum pembedahan. Interaksi ketamin dengan obat

narkotik, barbiturat atau dizepam dapat memperpanjang waktu pemulihan setelah

anestesi ketamin. Ketika digunakan dengan halotan, rata-rata pemulihan

(recovery) ketamin dapat diperpanjang, dan efek stimulatori pada jantung dari

ketamin dapat dihambat (Plumb, 2005).

Dosis penggunaan pada anjing adalah:

- Atropin (0,044 mg/kg) IM, dalam 15 menit diberi xylazin (1.1 mg/kg) IM, 5

menit kemudian diberi ketamin (22 mg.kg) IM (Booth 1988, dalam Plumb

2005).

- Xilasin 2.2 mg/kg IM, dalam 10 menit diberi ketamin 11 mg/kg IM. anjing

dengan berat lebih dari 22.7 kg (50 pon) dosis dikurangi pada kedua obat di

atas sebesar 25% (Booth 1988, dalam Plumb 2005).


15

2.4.3. Xylasin

Xilasin merupakan golongan alpha2-adrenergic agonist, digunakan sebagai

sedatif dan analgesik pada beragam spesies dengan kemampuan relaksasi otot.

Xilasin dapat dicampur dengan beberapa obat seperti acepromazine, buprenorphine,

butorphanol, dan meripidine dalam satu spuit. (Plumb, 2005).

Efek dari xylasin adalah dapat menyebabkan emesis (muntah) pada anjing dan

kucing. Efek pada sistem kardiovaskuler meliputi peningkatan inisial total resistensi

periperal dengan peningkatan tekanan darah diikuti dengan periode panjang dari

tekanan darah yang rendah. Efek bradikardia dapat terlihat pada beberapa hewan yang

mengalami heart blok derajat 2-3 atau aritmia yang lain. Menurunkan cardiac output

sebesar 30%. xilasin dilaporkan dapat meningkatkan efek aritmogenik dari epineprin

pada anjing. Xylasin dalam dosis yang tinggi dapat mengakibatkan menekan sistem

pernapasan, dengan penurunan volume tidal dan frekuensi nafas. Pada anjing

brachycephalic dan kuda dengan gangguan pernapasan atas dapat mengakibatkan

dyspnea (Plumb, 2005).

Dosis pada anjing adalah :

- 1,1 mg/kg IV, 1,1-2,2 mg/kg IM atau SC (Rompun@-Miles dalam Plumbs 2005)

- 0,6 mg/kg IV, IM sebagai sedatif (Morgan 1988, dalam Plumb 2005)

- Sebagai analgesik 0,1-1 mg/kg IV, IM, atau SC, untuk pasca operatif berkisar

0,1-0,5 mg/kg IV, IM, atau SC (Caroll 1999 dalam Plumb 2005).
16

III. Materi dan Metode

3.1. Materi

Operasi gastrotomi ini dilakukan di bagian Bedah dan Radiologi, Rumah

Sakit Hewan Universitas Gadjah Mada. Bahan-bahan yang digunakan dalam

operasi ini adalah anjing betina lokal berumur 5 bulan, air sabun, alkohol 70 %,

iodin tin, atropin sulfat 0,025%, ketamin HCl 10%, xylazin 2%, larutan penicillin-

streptomisin, infus NS, injeksi ampicillin 10 %, dan salep betadine, benang vicryl

2-0, catgut chromic 3-0, benang silk 3-0 dan tampon.

Alat-alat yang digunakan pada operasi ini adalah handle scalpel dan blade

(pisau), gunting lurus dan bengkok, needle holder, pinset chirurgis, pinset

anatomis, seperangkat hemostatik forcep, allis forceps, duk klem, duk steril, jarum

berujung bulat dan segitiga dan termometer.

3.2. Metode

3.2.1. Persiapan Operasi

3.2.1.1. Persiapan Meja dan Alat Operasi

Meja operasi disterilisasi dengan cara dilap dengan lap basah, lalu

dikeringkan. Kemudian disemprot dengan alkohol 70%. Alat–alat operasi dalam

keadaan steril diletakkan di meja khusus secara berurutan dan rapi di dekat meja

operasi.
17

3.2.1.2. Persiapan Hewan

Sebelum dioperasi hewan harus dipuasakan makan minimal 12 jam dan

puasa minum minimal 6 jam dengan tujuan pengosongan lambung supaya tidak

mendesak diaphragma selama operasi sehingga tidak terjadi muntah. Setelah itu

sebelum dilakukan premedikasi dan anestesi pada hewan dilakukan pengukuran

tekanan darah. Bagian yang akan diincisi yaitu daerah linea alba dicukur

rambutnya dengan silet tajam searah rebah rambut dengan terlebih dahulu

dibasahi dengan air sabun. Daerah yang sudah dicukur kemudian dibasuh dengan

air, diolesi alkohol secara sirkuler dari sentral ke perifer. Setelah itu dioleskan

Iodium tincture dengan cara yang sama.

3.2.1.3. Persiapan Operator dan Co-operator

Cincin, jam tangan, gelang dan asesoris lain yang mengganggu harus

dilepas. Operator dan co-operator memakai masker dan penutup kepala, kemudian

membersihkan tangan dan celah kuku, tangan dicuci dari ujung jari sampai siku

dengan sabun dan disikat, setelah itu tangan dibilas dengan air yang mengalir dan

akan lebih baik jika memakai air hangat. Tangan dicuci dengan alkohol 70 % dan

dibiarkan kering sendiri. Setelah itu tangan dianggap steril dan tidak boleh

memegang apapun. Tangan harus dalam posisi terangkat. Operator dan co-

operator memakai jas operasi.

3.2.1.4. Pramedikasi dan Anestesi

Premedikasi yang digunakan adalah Atropin sulfat 0,025 % dengan dosis

0,04 mg/kg BB yang diberikan secara subkutan. Pemberian premedikasi ini


18

bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya shock, menghambat syaraf

parasimpatik sehingga menurunkan sekresi saliva dan kelenjar saluran pernafasan,

mencegah aritmia dengan menambah denyut jantung, menghambat peristaltik dan

sekresi usus sehingga tidak terjadi muntah.

Anestesi umum diberikan setelah 15 menit pemberian premedikasi.

Anestesi umum yang digunakan adalah kombinasi dari Ketamin HCl 10 % dengan

dosis 10 mg/kg BB dan Xylazin 2 % dengan dosis 2 mg/kg BB yang diberikan

secara intramuskuler.

3.2.2. Pelaksanaan Operasi

- Hewan diletakkan dalam posisi rebah dorsal dengan keempat kaki

diikatkan pada meja operasi dengan bantuan tali untuk mempertahankan

posisi. Daerah linea alba diolesi alkohol secara sirkuler dari arah sentral ke

perifer dan ditunggu 2 menit sebelum dilakukan pengolesan iodium

tincture dengan cara yang sama. Duk dipasang pada bagian bawah tubuh

hewan, kemudian kiri, atas dan yang terakhir bagian kanan hewan dan

dipertahankan posisi duk dengan duk klem. Irisan pada dinding abdomen

dilakukan lewat cranial midline mulai dari kartilago xyphoideus atau

sedikit ke belakang sampai umbilicus, panjang incisi sekitar 8-10 cm

(disesuaikan dengan tubuh hewan). Tepi irisan difiksasi dengan allis

forceps. Sebelum dilakukan irisan pada linea alba, muskulus yang terletak

pada kanan kiri garis median dijepit dengan allis forceps kemudian dengan

menggunakan gunting atau scalpel dibuat irisan kecil pada linea alba.
19

- Dengan menggunakan gunting dan tangan sebagai pemandu (supaya tidak

menggunting organ visceral) irisan pada linea alba diperpanjang

secukupnya. Tepi irisan dikuakkan dengan allis forceps sampai rongga

abdomen terbuka. Incisi gastrium dilakukan antara kurvatura mayor dan

kurvatura minor kemudian dicari daerah yang pembuluh darahnya

minimal. Benda asing dikeluarkan untuk mencegah terjadinya kontaminasi

cavum peritonium. Rongga abdomen dimasuki larutan antibiotik

(penstrep) untuk mencegah kontaminasi dan infeksi mikroorganisme juga

menjaga jaringan dari kondisi dehidrasi. Dinding gastrium ditutup dengan

dua lapis jahitan menggunakan benang vicryl dan jarum berujung bulat.

Jahitan pertama dengan model sederhana tunggal atau menerus (dari

dalam ke luar : tunika mukosa, tunika muskularis, tunika serosa) dan

jahitan kedua dengan model Lambert (dilakukan hanya pada tunika

muskularis dan tunika serosa tanpa mengenai tunika mukosa untuk

mencegah kebocoran). Gastrium dikembalikan ke posisi semula, setelah

reposisi dianjurkan untuk memberikan antibiotik ke dalam cavum

peritonium.

- Dinding abdomen dijahit berturut-turut dari dalam ke luar yaitu

peritoneum dan muskulus dengan menggunakan benang catgut chromic,

pola sederhana tunggal. Subcutan dijahit dengan menggunakan pola

sederhana menerus dengan memakai benang catgut chromic. Sedang kulit

dijahit dengan jahitan sederhana tunggal dengan memakai benang silk.

Tempat jahitan diberi salep betadine.


20

3.2.3. Perawatan Pasca Operasi

Segera setelah penutupan dinding abdomen dilakukan penyuntikan

Ampicillin 10 % dengan dosis 10-20 mg/kg BB secara intramuskuler untuk

menghindari adanya infeksi sekunder. Selama hewan masih teranastesi, dilakukan

infus NS untuk mengganti cairan yang hilang dan untuk koreksi keseimbangan

elektrolit secara intravena. Luka bekas operasi diolesi salep betadine. Selain itu

juga dilakukan monitoring terhadap denyut jantung, pernafasan dan temperatur

tubuh. Untuk mencegah keadaan hipotermi dapat dilakukan dengan menggunakan

lampu penghangat, selimut atau infus yang dihangatkan.


21

IV. Hasil

Pada tanggal 23 Agustus 2017 anjing lokal bernama Pukar, berwarna

putih, coklat dan hitam, berat badan 4,3 kg, milik Reno dan Rio dengan alamat

jalan Kali Urang KM 6 Sleman, Yogyakarta.

4.1. Pre Operasi

Sebelum dilakukan penanganan, dilakukan pemeriksaan fisik terlebih

dahulu. Hasil pemeriksaan fisik anjing tersebut adalah berikut :

Anamnesis :

Nafsu makan baik, belum pernah vaksin dan obat cacing, banyak kutu dan

caplak dan telinga kotor.

Status Praesens :

a. Keadaan umum : lemas, ekspresi muka lesu

b. Frekuensi nafas : 40 x/menit,

c. pulsus : 104 x/menit,

d. suhu : 39,1 ºC

e. Kulit dan rambut : kulit banyak kropeng, rambut tidak rontok.

f. Selaput lendir : conjungtiva normal, CRT < 2detik.

g. Kelenjar-kelenjar limfe : tidak ada pembengkaan.

h. Pernafasan : nafas tipe thoraco abdominal.


22

i. Peredaran darah : sistole diastole dapat dibedakan, tidak ada

pulsasi pada vena jugularis.

j. Pencernaan : mulut bersih, palpasi abdomen tidak ada

rasa sakit, anus bersih.

k. Kelamin dan perkencingan : palpasi ginjal dan vesica urinaria tidak ada

rasa sakit, urinasi lancar.

l. Syaraf : reflek perineal, palpebrae dan pedal bagus.

m. Anggota gerak : berjalan normal dengan 4 kaki, tidak ada

kepincangan.

4.2. Operasi

Pelaksanaan operasi dimulai sekitar pukul 09.30 WIB. Secara lengkap

monitoring waktu dari pre-operasi sampai pasca operasi ditunjukkan pada tabel 1

dan postsurgical recording data pada tabel 2.

Tabel 4.1. Monitoring waktu mulai pre-operasi sampai pasca operasi

Waktu (WIB) Keterangan


Pemeriksaan hewan sebelum operasi, Pemeriksaan secara
07.35 umum menunjukkan hewan dalam kondisi sehat.
T: 39,1 N : 40 P : 104
Pemberian atropin sulfat 0,25 % sebagai premedikasi
09.00
dosis 0,04 mg/kg BB (volume 0,6 cc).
Mukosa mulut anjing tampak mengering, diberikan
09.10 ketamin 10% dosis 15 mg/kg BB (volume 0,6 cc) dan
xylasin 2 % dosis 2 mg/kg BB (volume 0,4 cc).

09.24 Pemasangan infus


23

09.30 Anjing rebah dan tidak mampu berdiri


10.40 Tekanan rahang 0 operasi dimulai
12.15 Operasi selesai

4.3. Post Operasi

Perawatan terhadap anjing diberikan terapi berupa Inj. Ampicillin 0,5 cc

dua kali sehari selama 5 hari, Betadine dua kali sehari sampai luka kering. Selain

itu juga dilakukan monitoring perkembangan kondisi anjing pasca operasi selama

7 hari.

Tabel 4.2. Monitoring perkembangan kondisi anjing “Pukar” pasca operasi

Frek.
Hari ke-/ Pulsus Temp
Obat Nafas Keterangan
Tgl (menit) (°C)
(menit)
38,1
1) Ampicillin 40 100 Anjing sudah sadar,
23/08/17 inj 0,5 cc lemas, jahitan tidak ada
yang lepas (jumlah jahitan
Betadine
13), daerah jahitan tidak
Infus NS bengkak, urinasi lancar.

2) Ampicillin Lemas, mau makan sedikit


24/08/17 inj 0,5 cc 40 80 39,3 kaldu Jahitan tidak ada
Betadine yang lepas (jumlah jahitan
Pagi
13), daerah jahitan tidak
Infus NS bengkak, urinasi lancar,
I’m boost belum defekasi.
24

Ampicillin Tidak lemas, Jahitan tidak


Sore
inj 0,5 cc ada yang lepas (jumlah
40 80 39,0 jahitan 13), daerah jahitan
Betadine
tidak bengkak, tidak
Infus Ns urinasi.

3)
25/08/17 Ampicillin Makan lahap dengan
Pagi inj 0,5 cc 36 92 38,0 kaldu, Jahitan tidak ada
Betadine yang lepas (jumlah jahitan
13), daerah jahitan
Infus Ns bengkak, urinasi lancar,
I’m boost belum defikasi.

Makan lahap kuah kaldu,


Ampicillin Jahitan tidak ada yang
36 39,1 lepas (jumlah jahitan 13),
Sore inj 0,5 cc 104
daerah jahitan sedikit
Betadine bengkak, urinasi lancar,
tidak defikasi.

4) Jahitan tidak ada yang


26/08/17 Ampicillin lepas (jumlah jahitan 13),
104 39,1
inj 0,5 cc 36 daerah jahitan sedikit
Pagi bengkak, konsumsi bubur
Betadine
SUN, urinasi
Imboost lancar,defekasi normal,
anjing mulai aktif.
Jahitan tidak ada yang
Ampicillin lepas (jumlah jahitan 13),
inj 0,5 cc daerah jahitan sedikit
Sore 40 100 39,6
Betadine bengkak, konsumsi bubur
SUN, urinasi lancar,
anjing lincah
Ampicillin Jahitan tidak ada yang
inj 0,5 cc lepas (jumlah jahitan 13),
5)
27/08/17 Betadine jahitan mulai kering,
44 140 39,1
konsumsi bubur sun,
Pagi Imboost urinasi lancar, tidak
defekasi.
Ampicillin jahitan tidak ada yang
Sore 40 128 38,4
inj 0,5 cc lepas (jumlah jahitan 13)
25

Betadine jahitan mulai kering,


konsumsi bubur SUN,
urinasi lancar, tidak
defekasi.
Jahitan tidak ada yang
6) Imboost lepas (jumlah jahitan 13),
28/08/17 konsumsi bubur SUN,
Betadine 36 124 39,6
urinasi lancar, anjiing
Pagi mulai aktif,belum
defekasi.
Jahitan tidak ada yang
lepas (jumlah jahitan 13),
Ampicillin daerah jahitan mulai
inj 0,5 cc kering, konsumsi nasi dan
Sore 40 84 39,5
hati yang di haluskan,
Betadine urinasi lancar, anjiing
mulai aktif, makan
lahap,defekasi.
Jahitan tidak ada yang
Syrup Amox lepas (jumlah jahitan 13),
7) 1,5 cc daerah jahitan sudah
Imboost kering dan mulai menyatu,
29/08/17 48 124 39,2
konsumsi nasi yang
Pagi Betadine dilembutkan dengan hati,
urinasi lancar, anjiing
mulai aktif, tidak defekasi
Syrup Amox
Jahitan lepas (jumlah
8) 1,5cc jahitan 13), konsumsi nasi
30/01/17 imboost 44 128 39,4 dan hati ayam, urinasi
Pagi lancar, defikasi lancar,
Betadine
anjiing aktif

Jahitan tidak ada yang


Betadine lepas (jumlah jahitan 8),
salep daerah jahitan sedikit
Sore 48 104 37,9
bengkak, tidak muntah,
konsumsi hati ayam,
urinasi lancar, anjing aktif
26

V. Pembahasan

Pada tanggal 23 Agustus 2017 anjing lokal bernama Pukar, berwarna

putih, berat badan 5 kg, milik Reno dan Rio dengan alamat jalan Kaliurang KM 6

Sleman, Yogyakarta. Anjing secara umum dalam keadaan sehat, belum pernah

vaksin dan obat cacing.

Sebelum dilakukan operasi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan umum

dan pemeriksaan fisik. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi pasien yang

berkenaan dengan anestesi yang akan dilakukan. Hasil pemeriksaan fisik

menunjukkan anjing tenang namun ekspresi muka lesu (karena stress), frekuensi

nafas 40x permenit, pulsus 104x permenit dan suhu 39,1oC sebelum operasi

namun turgor kulit normal (<2 detik), kulit kropeng, terdapat kutu dan caplak,

konjungtiva normal, CRT <2 detik. Kelenjar limfe tidak menunjukkan

pembengkakan. Pernafasan tipe thoracoabdominal, mulut bersih, palpasi abdomen

tidak ada rasa sakit, anus bersih, sistole dan diastole dapat dibedakan, tidak ada

pulsasi pada vena jugularis. Palpasi ginjal dan vesika tidak ada rasa sakit dan

urinasi lancar. Reflek perineal, papebrae dan pedal bagus. Berjalan normal dengan

4 kaki dan tidak pincang.

Sebelum dilakukan operasi hewan dipuasakan makan selama 12 jam dan

puasa minum 6 jam sebelum operasi. Menurut Fossum (2002), pada anjing muda

dapat dipuasakan makan selama 8 jam dan 4 jam puasa minum sudah cukup

memenuhi. Hal ini mencegah terjadinya muntah, apabila terjadi muntah


27

dikhawatirkan akan terjadinya slikpneumonia yang akan berakibat buruk pada

hewan. Sebelum operasi dimulai dilakukan hewan dicukur pada bagian linea alba

yang sebelumnya diolesi dengan air sabun untuk mempermudah pencukuran dan

membersihkan kotoran yang tidak larut air. Kemudian dilakukan sterilisasi meja

operasi menggunakan lap basah kemudian di semprot alkohol 70% dan dilap

menggunakan lap steril. Alat – alat operasi dalam keadaan steril diletakkan pada

meja khusus secara berurutan dan rapi di dekat meja operasi. Operator dan co-

operator harus dalam keadaan steril sebelum dan selama berlangsungnya operasi.

Tangan dicuci dengan air sabun, disikat kemudian dibilas dan dicelupkan dalam

alkohol 70%. Selama operasi, operator dan co-operator menggunakan masker,

tutup kepala, jas operasi dan sarung tangan steril.

Pramedikasi yang digunakan adalah atropin sulfat 0,25 dengan dosis 0,04

mg/kgBB secara subkutan sebanyak 0,6cc. Tujuan dari dilakukannya premedikasi

adalah untuk meniadakan kegelisahan sehingga hewan menjadi lebih tenang dan

terkendali, memperkuat efek anestesi sehingga anestesi bekerja lebih dalam dan

durasinya lebih panjang, memperlancar induksi dan mengurangi keadaan gawat

pada anestesi serta mengurangi efek yang tidak diinginkan dan nyeri pada

preoperasi. Pemberian atropin sulfat pada premedikasi ditujuan untuk

menghambat sekresi berlebih dan motalitas saluran cerna serta mencegah

bradikardi (Sardjana dan Kusumawati, 2004). Sepuluh menit pasca premedikasi

dilakukan anestesi umum dengan ketamin HCl 10% dengan dosis 15 mg/kgBB

sebanyak 0,6cc dicampur dengan xylazine 2% dengan dosis 2 mg/kgBB sebanyak

0,4cc diberikan secara intramuskuler. Kombinasi ketamin dan xylazinee


28

merupakan kombinasi terbaik bagi kedua agen untuk menghasilkan anestesi.

Kedua obat ini merupakan agen kombinasi yang saling melengkapi antara efek

anelgesik dan relaksasi otot, ketamin memberikan efek analgesik sedangkan

xylazinee memberikan efek relaksasi otot yang baik. Penggunaa xylazinee dapat

mengurangi sekresi saliva dan peningkatan tekanan darah yang diakibatkan oleh

penggunaan ketamin. Pengunaan kombinasi ketamin – xylazinee sebagai anestesi

umum mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: mudah dalam pemberian,

ekonomis, induksi dan pemulihan cepat, mempunyai pengaruh relaksasi yang baik

dan jarang menimbulkan komplikasi (Yudaniayanti, dkk., 2010). Efek sedasi

xylazinee akan muncul maksimal 20 menit setelah pemberian secara

intramuskuler dan akan berakhir setelah 1 jam, sedangkan efek anastesi ketamin

HCl akan berlangsung selama 30-40 menit dan untuk recovery dibutuhkan waktu

5-8 jam (Sardjana dan Kusumawati, 2004). Sebelum di injeksi ketamin HCl dan

xylazinee hewan dipasang infus terlebih dahulu.

Hewan yang telah teranastesi kemudian difiksasi pada keempat

ekstremitasnya di meja operasi dengan posisi rebah dorsal. Pada bidang yang akan

diincisi dioles povidone iodine secara sirkuler dari sentral ke perifer. Setelah itu

ditutup duk dan difiksir menggunakan duk klem. Incisi abdomen dimulai dari

xiphoideus sampai kranial umbilikus menggunakan scalpel (Tobias, 2010). Tepi

irisan difiksasi dengan allis forceps. Sebelum dilakukan irisan pada linea alba,

muskulus yang terletak pada kanan kiri garis median dijepit dengan allis forceps

kemudian dengan menggunakan scalpel dibuat irisan kecil pada linea alba,
29

kemudian irisan diperlebar menggunakan gunting. Setelah bagian muskulus

terbuka sampai pada peritoneum gastrium dikeluarkan.

Lambung anjing terletak pada sisi kiri abdomen di belakang hepar

(Budras, et al., 2007). Selanjutnya Gastrium di alasi dengan kasa steril yg telah

dibasahi dengan NaCl, kemudian irisan pada gastrium dilakukan diantara

kurvatura mayor dan kurvatura minor pada daerah yang sedikit pembuluh

darahnya. Menurut fossum (2002), incisi pada gastrium dilakukan pada daerah

yang sedikit pembuluh darahnya pada ventral gastrium, antara kurvatura minor

dan kurvatura mayor. Penutupan lambung dilakukan dengan dua lapis jahitan,

jahitan pertama dengan pola sederhana menerus melibatkan tunika serosa, tunika

muskularis, tunika submukosa dan tunika mukosa dengan benang polyglactin

acid. Pola jahitan yang dipakai sesuai sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh

Slatter (2003), yaitu dinding lambung ditutup dengan dua lapis jahitan inverting.

Jahitan pertama di jahit dengan pola sederhana menerus yang terdiri dari lapisan

serosa, muskularis, submukosa dan mukosa, dengan menggunakan benang yang

bisa diserap yaitu polyglactin acid. Jahitan yang kedua menggunakan model

lambert menerus, hanya melibatkan tunika serosa dan muskularisnya saja dengan

benang catgut chromik. Jahitan ini sesuai dengan metode Fossum (2002) yaitu

jahitan menerus lambert hanya pada lapisan serosa dan muskularisnya saja,

dengan menggunakan benang yang diserap. Setelah penutupan gastrium pasien

mengalami kontraksi pada saluran cerna dan ada indikasi untuk vomit. Menurut

Plumb (2005), efek dari xylazinee dapat menyebabkan emesis (muntah) pada

anjing dan kucing.


30

Setelah kontraksi pada saluran cerna berhenti, penutupan abdomen

dilanjutkan kembali. Sebelum ditutup, rongga abdomen diirigasi menggunakan

cairan penstrep untuk mencegah kontaminasi dan infeksi mikroorganisme juga

menjaga jaringan dari kondisi dehidrasi. Penutupan rongga abdomen dimulai

dengan penutupan lapisan peritoneum. Lapisan peritoneum dijahit bersama

muskulus dengan pola jahitan sederhana tunggal menggunakan benang

polyglactin acid. Benang polyglactin acid dipilih karena merupakan benang

sintetik yang dapat diserap oleh tubuh melalui proses hidrolisis dalam 56 – 70

hari, mempunyai ligasi yang kuat dan sedikit memberi trauma pada jaringan

karena merupakan benang monofilamen (Anonima, 2016).

Selanjutnya dilakukan jahitan pada lapisan subkutan dengan pola jahitan

sederhana menerus menggunakan benang catgut plain. Benang catgut plain

merupakan benang yang dapat diserap seraca enzimatis, memiliki daya ikat antara

7-19 hari dan diserap sempurna dalam tubuh antara 70 hari (Ma’aruf, 2016). Kulit

dijahit dengan pola sederhana tunggal menggunakan benang silk. Benang silk

merupakan benang yang tidak diserap sehingga harus diambil ketika luka sembuh.

Setelah penutupan dinding abdomen, maka dilakukan penyuntikan

ampisilin untuk menghindari infeksi sekunder dengan dosis 10 mg/kgBB dan pada

luka diberi povidone iodin. Untuk menghindari hipotermi dapat dilakukan dengan

menggunakan lampu penghangat dan selimut.

Anjing yang telah dioperasi tidak boleh diberi makan selama 2 hari. Untuk

mengganti cairan dan energi yang digunakan, anjing diinfus menggunakan infus

NS. Pemberin infus bertujuan untuk mengatasi kondisi kritis, sel-sel endotelium
31

pembuluh darah bocor, diikuti oleh keluarnya molekul protein besar ke

kompartemen interstisial, diikuti air dan elektrolit yang bergerak ke intertisial

karena gradien osmosis. Plasma expander berguna untuk mengganti cairan dan

elektrolit yang hilang pada intravaskuler (Ida, 2015).

Pada luka incisi diberi povidone iodine selama 7 hari sampai luka

mengering sebanyak dua kali sehari. Iodine merupakan germicidal yang bekerja

dengan cepat. Bakteri terbunuh dalam waktu 1 menit, dan spora bakteri akan

terbunuh setelah 15 menit. Iodine juga dapat untuk mengobati luka, serta melawan

infeksi jamur dan parasit (Subronto dan Tjahajati, 2001).

Pakan cair diberikan setelah 2 hari. Pakan cair berupa kuah kaldu di

campur dengan hati yang sudah di haluskan,karena tidak terjadi muntah kemudian

hari berikutnya makanan diberikan secara bertahap yaitu nasi di campur dengan

hati yang dilembutkan untuk mengurangi gerak peristaltik lambung yang

berlebihan.

Kesuksesan operasi sangat tergantung pada kesembuhan luka. Menurut

Fossum (2002), proses kesembuhan luka dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu

inflamasi, debris, perbaikan, dan pematangan. Pada hari pertama jahitan masih

utuh, tahap ini merupakan tahap inflamasi, yaitu terjadi peningkatan

permeabelitas vaskuler, kemotaksis pada sirkulasi, produksi sitokin, faktor

pertumbuhan dan aktfitasi sel radang yaitu makrofag, limfosit dan fibroblast. Fase

kedua atau pada hari ke 2 dan ke 3 yaitu debris yang akan didominasi oleh sel

polimorfonuklear, sel ini akan memfagositosis kotoran dan bakteri serta jaringan

nekrosis. Pada hari ke 4-5 luka jahitan mulai mengering, atau fase perbaikan pada
32

fase ini telah terjadi pembentukan epitel baru. Setelah 7 hari post operasi

dilakukan pengambilan jahitan.

Setelah hari ke-3, luka tampak mengalami kesembuhan, luka tampak

mulai mengering. Pada hari ke-7 dilakukan pengambilan benang jahit agar tidak

terjadi inflamasi karena benang silk merupakan benda asing.


33

VI. KESIMPULAN

Gastrotomi adalah operasi membuka gastrium atau dinding lambung yang

dilakukan untuk mengambil benda asing. Membuka dinding gastrium dengan cara

incise gastrium dilakukan diantara kurvatura minor dan kurvatura mayor yang

sedikit pembuluh darahnya. Penutupan luka gastrium dengan dua pola jahitan,

pertama sederhana menerus pada tunika serosa, tunika musklaris, tunika

submukosa, tunika mukosa kemudian dilanjutkan dengan lambert menerus (hanya

serosa dan muskularis) dengan menggunakan benang polyglactin acid berhasil

baik ditandai dengan tidak adanya muntah darah, feses normal, hewan lincah,

nafsu makan baik. Perawatan pasca operasi yang tepat dilakukan untuk mencegah

terjadinya infeksi dan menjadikan luka pasca operasi menjadi cepat sembuh dan

kering.
34

Daftar Pustaka

Anonima. 2016. Vicryl. https://en.m,wikipedia.org/wiki/vicryl. diakses 6 februari


2017
Anonimb.2016. Information on Catgut. http://www.dolphinsutures.com/. Diakses
6 februari 2017
Aspinall, victoria and Melanie O’Reilly. 2004. An Introduction to Veterinary
Anatomy and Physiology. Elsevier
Budras, Dieter Klaus, Patrick H. McCarty, Wolfgang Frickle, Renate Richter.
2007. Anatomy of The Dog. Schlutersche
Fossum, T.W., 2002. Small Animal Surgery. 2nd ed. Mosby inc. St Louis,
Missouri.
Hickman, John; John Houlton, barrie Edwards. 1995. An Atlas of Veterinary
Surgery. Blackwell Science
Kirk, R.W., dan Bistner, S.I., 1985. Handbook Of Veterinary Procedures &
Emergency Treatment. 4th ed. W.B. Saunders Company. Philadelphia.
Mangku, dr, Sp.An.KIC dan Senapathi, dr, Sp.An., 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesi
dan Reanimasi, Jakarta: PT. Indeks
Marta. 2011. Pencernaan.
www.keroro93martablog.blogspot.com/2011/03/pencernaan.html. diakses 1
februari 2017
McKelvey, D and Hollingshead, K.W. 2003. Veterinary Anesthesia and Analgesia
3rd Edition. USA: Mosby
Milan, Cesar. 2016. Common dog behaviour explained.
https://www.cesarsway.com/dog-behavior/innocuous-behaviours/common-
dog-behaviors-explained. diakses 10 januari 2017
Plumb, D.C., 2008, Veterinary Drug handbook, 6th ed., Iowa State University
Press, Iowa.
Sardjana, I. K. W dan Kusumawati D. 2004. Anestesi Veteriner jilid I. UGM Press
Schmitz, P. G., & Martin, K. J. (2008). Internal Medicine: Just The Facts.
Singapore: The McGraw-Hill Companies.
Slatter, Douglas H. 2003. Textbook of Small Animal Surgery. Elsevier Health
Science
Subronto dan Tjahayati. 2001. Ilmu Penyakit Ternak ( Mamalia ) II. Edisi 1.
Gadjah Mada Press University. Yogyakarta.
Sudisma, N.G.R. 2006. Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Denpasar:
Pelawar
35

Tobias, Karen M. 2006. Gastrotomy. http:// veterinarymedicine.dvm360.com/key-


gastrointestiinal-surgeries-gastrotomy
Tobias, Karen M. 2010. Manual of Small Animal Soft Tissue Surgery. Wiley-
Blackwell
Tortora, G.J. dan Derrickson, B.H. 2009. Principles of Anatomy and Physiology.
Twelfth Edition. Asia: Wiley
Yudaniayanti, Ira Sari, Erfan Maulana, Anwar Ma’rufi. 2010. Profil Penggunaan
Kombinasi Ketamin-Midazolam sebagai Anestesi Umum terhadap
gambaran fisiologis tubuh pada kelinci jantan. Veterinaria Medika vol. 3,
no.1, Februari 2010
Ma’aruf Adrin. 2016. Pola Jahitan dan Jenis Benang Dalam Bedah Veteriner. My
Dokter Hewan : Jakarta
36

Lampiran

No. Gambar Keterangan

1. Persiapan Hewan

Hewan dicukur sehari sebelum

operasi dilakukan.

2. Hewan ditimbang.

3. Hewan diukur suhunya sebelum

operasi
37

4. Injeksi atropin

5. Pemasangan infus sebelum operasi

6. Injeksi Ketamin Xylazine

7. Persiapan Alat
38

8. Persiapan Operator

Cuci tangan

9. Memakai gaun operasi

10. Memakai sarung tangan steril

11. Fiksasi duk


39

12. Membuka rongga abdomen

13. Pemasangan stay suture

14. Penjahitan gastrto lapisan pertama

15. Penjahitan gastro lapisan kedua


40

16. Penjahitan lapisan peritoneum

17. Penjahitan lapisan subkutan

18. Penjahitan kulit

19. Kondisi jahitan hari ke 1


41

20. Kondisi jahitan hari ke 2

21. Kondisi jahitan hari ke-3

22. Kondisi jahitan hari ke-4

23. Kondisi jahitan hari ke-5


42

24. Kondisi jahitan hari ke-6

25. Kondisi jahitan hari ke-7

26. Setelah lepas jahitan

Anda mungkin juga menyukai