Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULAN COLIC ABDOMEN

A. Anatomi Fisiologi

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah
serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga
meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan
kandung empedu.
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal
dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut
dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di
permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan
pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri
dari berbagai macam bau. Makanan dipotong- potong oleh gigi depan (incisivus) dan di
kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih
mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari
makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga
mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan
menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut
secara otomatis.
2. Tenggorokkan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal
dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Skema melintang mulut, hidung, faring, dan laring
Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak
mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak
bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut
dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang, Keatas bagian depan berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak
berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus
fausium
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring
pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
1) Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
2) Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
3) Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai.
Terdiri dari 3 bagian yaitu: Kardia, Fundus, Antrum Makanan masuk ke dalam
lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa
membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali
isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang
melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting Lendir, Asam klorida (HCl),
Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein).
5. Usus Halus (Usus Kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
1) Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian
usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo
duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
2) Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian
kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan
(ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2
meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan
dalam tubuh dengan mesenterium.
3) Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH
antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12
dan garam-garam empedu.
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari :
1) Kolon asendens (kanan)
2) Kolon transversum
3) Kolon desendens (kiri)
4) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
7. Usus Buntu (Sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah
suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari
usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil.
Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif
memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai
cacing.
8. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada
organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
perintonitis (infeksiirongga abdomen)
9. Rektum dan Anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan
yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini
kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.
Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan
untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan
material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan
ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak
terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
B. Definisi
Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal,
Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke
depan tetapi peristaltiknya normal. (Amin Huda, 2019)
Collic abdomen adalah nyeri perut yang kadang timbul secara tiba- tiba dan kadang
hilang dan merupakan variasi kondisi dari yang sangat ringan sampai yang bersifat fatal
(Manurung et al., 2020).
Colic Abdomen adalah rasa nyeri pada perut yang sifatnya hilang timbul dan bersumber
dari organ yang terdapat dalam abdomen (perut). Hal yang mendasari hal ini adalah
infeksi pada organ di dalam perut (mencret, radang kandung empedu, radang kandung
kemih), sumbatan dari organ perut (batu empedu, batu ginjal). (Anisa Indra, 2021)
Kolik abdomen merupakan nyeri yan gdapat terlokalisasi dan dirasakan seperti
perasaan tajam. Mekanisme terjadinya nyeri ini adalah karena sumbatan baik parsial
ataupun total baik oragan tubuh berongga atau organ yang terlibat tersebut
dipengaruhi peristaltik (Nurahmah, 2021).
C. Klasifikasi
1. Kolik abdomen visceral adalah berasal dari organ dalam, visceral di mana
intervasi berasal dari saraf memiliki respon terutama terhadap distensi dan kontraksi
otot, bukan karena iritasi lokal, robekan atau luka karakteristik nyeri visceral
diantaranya sulit terlokalisir, tumpul, samar, dan cenderung beralih ke area dengan
struktur embrional yang sama.
2. Kolik abdomen alih adalah nyeri yang dirasakan jauh dari sumber nyeri akibat
penjalaranserabut saraf (Reeves dalam Nurahmah 2021 ).
D. Etiologi
a. Mekanis (Abdullah & Firmansyah, 2012).
1) Adhesi/perlengketan pasca bedah (pertumbuhan bersatu bagian-bagian tubuh
yang berdekatan karena radang)
2) Karsinoma
3) Volvulus (penyumbatan isi usus karena terbelitnya sebagian usus di dalam usus)
4) Intusesupsi
5) Obstipasi (konstipasi yang tidak terobati)
6) Polip (perubahan pada mukosa hidung)
7) Striktur (penyumbatan yang abnormal pada duktus atau saluran)
b. Fungsional (non mekanik)
1) Ileus paralitik (Keadaan abdomen akut berupa kembung distensi usus tidak
dapat bergerak)
2) Lesi medulla spinalis (Suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas)
3) Enteritis regional
4) Ketidakseimbangan elektrolit.
5) Uremia (Kondisi yang terkait dengan penumpukan urea dalam darahkarena ginjal
tidak bekerja secara efektif)
c. Etiologi lain yang mungkin bisa muncul, yaitu :
1) Inflamasi peritoneum parietal : perforasi peritonitis, app endicitis, diverti
kulitis, pankreanitis, kolesistitis.
2) Kelainan mukosa viseral : tukak peptik, inflamatory bowel disease,
kulitisinfeksi, esofagitis.
3) Obstrukti viseral : ileus obstruksi, kolik bilier atau renal karena batu.
4) Regangan kopsula organ : hepatitis kista ovarium, pilelonefritis
5) Gangguan vaskuler : iskemia atau infark intestinal.
6) Gangguan motilitas : irritable bowel syndrome, dispepsia fungsional.
7) Ekstra abdominal : hespes trauma muskuloskeletal, infark miokard dan
parudan lainnya
E. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari
permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat kemudian
intermiten akhirnya hilang.
Limen usus yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi
gas dan cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan
distensi dan kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka tekanan
intralumen meningkat, menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri sehingga
terjadi iskemia dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium akibatnya
terjadi pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat menimbulkan
peritonitis septik ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan terjadi syok
hipovolemik. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi stranggulasi
akan menyebabkan kematian.
Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena
adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase
lumen usus terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan
cairan, pada bagian proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding
usus (distensi).
Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi
kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah yang
menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai
seluruh panjang usus sebelah proximal sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus
yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan
anti peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen.
F. Manifestasi Klinis
. 1. Mekanika sederhana-usus halus atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu awal,
peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada interval
singkat), nyeri tekan difus minimal.
2. Mekanika sederhana-usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, muntah-sedikit atau tidak ada-
kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat, nyeri tekan
difus minimal.
3. Mekanika sederhana-kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir,
kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.
4. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram,
nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
5. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi
sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan terlokalisir
hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung
darah samar.
(Reeves, 2019).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid
yang tertutup.
3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan hitung
SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum
amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
4. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik. (Amin huda,
2019)
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan Keperawatan
a. Koreksi ketidak seimbangan cairan dan elektrolit.
b. Implementasikan pengobatannya untuk syok dan peritonitis.
c. Hiperalimentasi untuk mengoreksi defesiensi protein karena obstruksi kronik,
ileus paralitik atauinfeksi
d. Reseksi dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
e. Ostomi barrel ganda jika anastomisis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.
f. Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus
yang di lakukansebagai prosedur kedua.
2. Penatalaksaan Medis
a. Terapi Na + K + komponen darah.
b. Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan.
c. Dekstrose dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler.
d. Dekompresi selang nasoenternal yamg panjang dari proksimal usus ke area
penyumbatan selang dapat dimasukkan sengan lenih efektif dengan pasien
berbaring miring ke kanan.
e. Antasid ( obat yang melawan keasaman ).
f. Antihistamine (adalah obat yang berlawanan kerja terhadap efek histamine) (Reeves,
2019).
I. Komplikasi
1. Kolik ureter (tersumbatnya aliran-aliran dari ginjal ke usus)
2. Kolik biliaris
3. Kolik intestinal (obstruksi usus, lewatnya isi usus yang terhalang
4. Gangren
Gangren adalah borok yang disebabkan karena kematian sel/jaringan. Gangren kandung
empedu, saluran empedu dan pankreas diawali oleh infeksi pada organ-organ
tersebut.
5. Sepsis
Sepsis adalah menyebarnya agen infeksi (misalnya bakteri) ke seluruh tubuh melalui
peredaran darah. Sepsis berat dapat menimbulkan syok, dimana tekanan darah turun
6. Fistula
Fistula adalah saluran abnormal yang terbentuk antara dua organ. Batu empedu
mengerosi dinding kandung empedu atau salurang empedu, menimbulkan saluran
baru ke lambung, usus dan rongga perut.
7. Peritonitis
Peritonitis adalah radang rongga perut, disebabkan karena rongga perut yang steril
terkontaminasi oleh cairan empedu melalui suatu fistula ke rongga perut.
8. Ileus
Ilues dapat terjadi karena batu menyumbat isi usus. Dapat terjadi bila batu
berukuran cukup besar. (Amin huda, 2019)
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Konsep Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan melalui kegiatan
pengumpulan data atau perolehan data yang akurat dari klien guna mengetahui berbagai
permasalahan yang ada (Mala et al., 2017)
a. Identitas Klien dan Keluarga
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit,
nomor register, tanggal pengkajian dan daiagnosa. Identitas ini digunakan untuk
membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dapat
mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b. Riwayat Penyakit
a) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien sehingga menyebabkan klien
datang untuk mencari bantuan kesehatan (Aziz, 2018).
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Bagaimana awal mula gejala timbul, lokasi, kualitas, dan factor yang
mempengaruhi dan juga yang memperberat keluhan sehingga di bawa ke RS.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Mengkaji apakah klien pernah sakit seperti ini dan apakah klien menderita HT
atau penyakit keturunan lainnya yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan
saat ini.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Gambaran mengenai kesehatan keluarga dan apakah penyakit keturunan atau
menular
c. Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Apakah ada perubahan penatalaksanaan dan pemeliharaan kesehatan sehingga
dapat menimbulkan perawatan diri.
b) Pola Aktivitas Latihan
Hal ini penting untuk dikaji sehingga perawat megetahui aktivitas yang
dilakukan klien saat sehat. Apakah ada kelemahan atau kelelahan.
c) Pola Nutrisi dan metabolic
Apakah terjadi gangguan nutrisi karena klien merasakan nyeri sehingga
tidak toleran terhdapa makanan dan klien selalu ingin muntah.
d) Pola Istirahat dan tidur
d. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
Akan terjadi nyeri perut yang hebat akibat proses penyakitnya,
pemeriksaan tanda-tanda vital.
2) Sistem respirasi
Sesuai dengan derajat nyerinya, jika nyerinya ringan kemungkinan tidak
terjadi sesak tetapi apabila derajat nyeri hebat akan ada kemungkinan klien
sesak.
3) Sistem kardiovaskuler
Bisa terjadi takikardia dan disritmia atau adanya penyakit yang lainnya.
4) Sistem persyarafan
Nyeri abdomen, pusing atau sakit kepala karena sinar
5) Sistem gastrointestinal
Pada sistem gastrointestinal ini didapatkan intoleran terhadap makanan/
nafsu makan menurun dan muntah.
6) Sistem eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi akibat dari intoleran terhadap
makanan.Gejala : Tekstur feses bervariasi dari bentuk sampai bau dan
telur. Episode diare berdarah tidak dapat diperkirakan, hilang timbul, sering
tidak dapat dikontrol (sebanyak 20-30 kali defekasi/hari ); perasaan
dorong/kram ( tenesmus ); defekasi berperdarahan per rektal. Tanda :
Menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik atau adanya peristaltuk yang
dapat dilihat. Wasir, fisura dubur (25%); fistula ferienal.
1) Keadaan umum
a) GCS
b) Tingkat Kesadaran
c) Tanda-tanda Vital
Jam I : tiap 15 menit, Jam II : tiap 30 menit, Jam III : tiap 4 jam, Setelah
24 jam : 8 jam
d) Berat badan
e) Tinggi badan
2) Head to toe
a) Kepala
Memeriksakan apakah terjadi edema pada wajah
b) Wajah
Memeriksakan apakah kongjungtiva pucat, apakah skelera ikterus.
c) Leher
Memeriksa dan meraba leher untuk mengetahui apakah ada kelenjar tiroid
membear, pembuluh limfe, pelebaran vena jungularis.
d) Thoraks
1. Payudara
Terdapat perubahan payudara , payudara membesar. Putting mulai
erektil.
2. Jantung
a. Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu.
e) Abdomen
1. Memeriksakan bising usus pada empat kuadran
2. Memeriksakan fundus uteri,konsistensi, kekuatan kontraksi, posisi,
tinggi fundus
II. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (D.0077)
2) Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan intake inadekuat (D.0032)
3) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai deng wajah
tampak tegang, dan gelisah (D.0080)
III. Perencanaan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil (SIKI)
(SDKI) (SLKI)

1 Nyeri akut Tingkat Nyeri Manajemen nyeri


(D.0077) (L.08066) (I.08238)
Observasi
Setelah dilakukan Identifikasi
tindakan keperawatan lokasi
3x24 jam diharapkan karakteristik, durasi, kualitas,
tingkat nyeri menurun intensitas nyeri
Identifikasi skala nyeri
Kriteria Hasil: Identifikasi faktor yang
memperberat dan
- - Keluhan nyeri memperingan nyeri
menurun dari skala Monitor efek samping
1 menjadi skala 4 penggunaan analgetik
- Meringis dari Terapeutik
menurun dari skala Berikan tekhnik
2 menjadi skala 4 nonfrmakologi untuk
Gelisah menurun mengurangi rasa nyeri
dari skala 2 menjadi (mis, hypnosis, akupresur,
skala 4 terapi music,
Kesulitan tidur terapi pijat, aromaterapi,
menurun dari skala tekhnik imajinasi terbimbing,
2 menjadi skala 4 kompres hangat/dingin)
Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis, suhu ruanganan,
pencahayaan, kebisingan)
Edukasi
Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi
14
meredakan nyeri
Anjurkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

(Darsini & Praptini, 2019)


2 Resiko defisit Status Manajemen Nutrisi
nutrisi (D.0032) Nutrisi (I.03119)
(L.03030) Observasi
Identifikasi status nutrisi
Setelah dilakukan Identifikasi
tindakan keperawatan alergi dan
diharapkan intoleran
ketidakasupan nutrisi makanan
membaik dengan kriteria Identifikasi makanan yang
hasil: disukai
Identifikasi kebutuhan
Nyeri abdomen dari kalori dan jenis nutrient
skala 2(cukup Monitor asupan
meningkat) menjadi makanan
4(cukup menurun) Monitor berat badan
Nafsu makan dari Monitor hasil
skala 2(cukup pemeriksaan lab
memburuk) menjadi Terapeuik
4(cukup membaik) Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
Fasilitasi menentukan
pedoman diet(mis.
Piramida makanan)
Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
Berikan makanan tinggi
seratuntukmencegah
konstipasi
Berikan makanan tinggi
protein dan kalori
Berikan suplemen makan, jika
perlu
Edukasi
Anjurkan posisi duduk
Ajarkan diet yang
15
diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemeberiana
medikasi sebelum makan
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan
jumlah kalori dan jumlah
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
3 Ansietas Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas (I.09314)
(D.0080) (L.09093) Observasi
Setelah dilakukan Identifikasi saat tingkat
indakan keperawatan ansietas berubah
3x24 jam diharapkan Identifikasi kemampuan
tingkat ansietas mengambil keputusan
menurun Monitor tanda-tanda
Kriteria Hasil: ansietas
Konsentrasi dari Terapeutik
skala 3 (sedang)
menjadi 4 (cukup Ciptakan suasana
membaik) teraupetik untuk
Perilaku gelisah dari menumbuhkan kepercayaan
skala 2 (cukup Temani pasien untuk
meningkat) menjadi mengurangi kecemasan, jika
4 (cukup menurun) memungkinkan
Verbalisasi khawatir Pahami situasi yang
akibat kondisi yang membuat ansietas
dihadapi dari skala Dengarkan dengan penuh
3 (sedang) menjadi perhatian
5 (menurun) Gunakan pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
Edukasi

Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang mungkin
dialami
Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien
16
Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
Latih teknik
relaksasi

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M., & Firmansyah, M. A. (2019). Diagnostic approach and management of


acute abdominal pain. Acta Medica Indonesiana, 44(4), 344–350.

Anissa Sandra, (2021) Laporan Pendahuluan Keperawatan Medikal Bedah II Asuhan


Keperawatan Colic Abdomen.
Darsini, & Praptini, I. (2019). Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Penurunan Skala
Nyeri Pada Pasien Dengan Kolik Abdomen. Jurnal Keperawatan Dan Kebidanan,
59–62.
Hergina Novi Iriyani, (2018) Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada
Ny. W Dignosa Colic Abdomen Di Ruang Flamboyan di Rumah Bhakti Wira
Tamtama Semarang
Mala, J., Keperawatan, A., & Waluyo, N. (2016). Pengelolaan Nyeri Akut pada Ny.
M dengan Kolik Abdomen di Ruang Bougenvile RSUD Pandan Arang
Boyolali. Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo.
Manurung, E. D., Nadeak, B., & Ndruru, E. (2020). Implementasi Algoritma Hebb Rule
Pada Diagnosa Penyakit Kolik Abdomen Pada Orang Dewasa. JURIKOM (Jurnal
Riset Komputer), 7(2), 250. https://doi.org/10.30865/jurikom.v7i2.2086

Nurohmah, (2021) Laporan Pendahuluan Colic Abdomen.

Reeves, Charlene J, Keperawatan Medikal Bedah, Salemba Medika, Jakarta, 2019.


Syamsiah, N., & Muslihat, E. (2019). Pengaruh Terapi Relaksasi Autogenik Terhadap
Tingkat Nyeri Akut Pada Pasien Abdominal Pain Di Igd Rsud Karawang 2014.
Jurnal Ilmu Keperawatan, 3(1), 11–17.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta. DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta. DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1.Jakarta. DPP PPNI

18

Anda mungkin juga menyukai