Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bedah atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara
invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan
tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan.Setelah bagian yang akan ditangani
ditampilkan dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan
penjahitan luka. Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian
tubuh.Pembedahan merupakan suatu tindakan yang dilakukan di ruang operasi rumah sakit
dengan prosedur yang sudah ditetapkan. (Syamsuhidajat, 2005).
Operasi adalah kegiatan yang memerlukan perhatian ekstra namun tidak jarang
operasi berlangsung dengan lancar dan sukses namun pasca operasi terjadi infeksi pada
jahitan atau luka tersebut terbuka kembali.Luka terbuka ataupun infeksi luka pasca operasi
merupakan masalah bagi ahli bedah.Hal ini dapat menyebabkan infeksi dan justru membuat
kesembuhan pasien semakin tertunda.Infeksi yang terjadi banyak disebabkan karena adanya
kontaminasi kuman dari dalam penderita atau hewan (endogen) dan ada yang berasal dari luar
(eksogen).

Laparatomi ini bertujuan untuk menemukan organ-organ visceral secara langsung,


serta mempertegas diagnose. Hal inilah yang mendorong kami untuk melakukan praktikum
ini, sehingga para praktikan mampu melihat dan mengamati letak anatomi organ didalam
abdomen. Serta dapat merasakan konsistensi normal dari organ-organ tersebut. Organ-organ
pada saluran pencernaan, saluran limfatik, saluran urogenital dan saluran
reproduksimerupakan organ tubuh yang berada di ruang abdomen. Semua organ tersebut
dapat ditemukan dengan meenggunakan teknik operasi laparatomi (Fossum,2005).

Pada praktikum laparatomi ini, kami menggunakan teknik laparatomi medianus. Karena
keuntungan penggunaan teknik laparatomi medianus adalah tempat penyayatannya yang
mudah karena adanya garis putih (linea alba) sebagai penanda, sedikit terjadinya pendarahan
dan sedikit mengandung syaraf. Namun, teknik ini dapat mengakibatkan terjadinya hernia
pada hewan coba apabila penanganan post operasinya tidak baik, serta proses
penyembuhannya cukup lama.

Dengan adanya laporan ini diharapkan dapat membantu rekan-rekan dalam


mengetahui hal-hal apa saja yang dapat terjadi pada saat operasi, serta bagaimana mengatasi
hal-hal tersebut. Laporan ini dibuat berdasarkan apa yang terjadi dan semoga dapat membantu
dalam menjadi dokter hewan kelak.
1.2 Tujuan

Tujuan praktikum adalah untuk menemukan letak anatomis atau orientasi dari organ-
organ viscera yang ada di dalam rongga abdomen secara langsung dan sekaligus dapat
digunakan untuk menegakkan diagnose serta mengasah kemampuan mahasiswa dalam
melaksanakan bedah laparotomy.

1.3 Fungsi

Untuk mengasah kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan bedah laparatomi, serta


mengetahui letak anatomi dari organ-organ visceral secara langsung dan mampu mempertegas
diagnose.
BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1 Laparotomi

Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi.Laparo berati perut atau
abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan.Sehingga laparotomi dapat didefenisikan sebagai
penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal. Istilah lain untuk laparotomi adalah celiotomi
(Theresa,2007).

Laparotomi terdiri dari tiga jenis yaitu laparotomi flank, medianus dan paramedianus.
Masing-masing jenis laparotomi ini dapat digunakan sesuai dengan fungsi, organ target yang akan
dicapai, dan jenis hewan yang akan dioperasi. Umumnya pada hewan kecil laparotomi yang
dilakukan adalah laparotomi medianus dengan daerah orientasi pada bagian abdominal ventral
tepatnya di linea alba.Organ-organ pada saluran pencernaan, saluran limfatik, saluran urogenital
dan saluran reproduksi merupakan organ tubuh yang berada di ruang abdomen.Semua organ
tersebut dapat ditemukan dengan menggunakan teknik operasi laparotomi (widyo,2011).

Laparotomi eksplorasi adalah laparotomi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh


informasi yang tidak tersedia melalui metode diagnostik klinis. Hal ini biasanya dilakukan pada
pasien dengan nyeri akut abdomen, pada pasien yang telah mengalami trauma abdomen, dan
kadang-kadang pada pasien dengan keganasa. Indikasi dilakukannya laparotomy adalah : 1. Nyeri
akut abdomen dan temuan klinis yang menunjukkan patologi intraabdominal yang membutuhkan
operasi darurat; 2. Trauma abdomen dengan hemoperitoneum dan hemodinamik yang tidak stabil;
3. Nyeri abdomen kronik; 4. Perdarahan gastrointestinal yang nyata Kontraindikasi dilakukannya
laparotomy adalah: Ketidak sempurnaan untuk anestesi umum. Peritonitis dengan sepsis berat, dan
kondisi komorbiditas lainnya dapat membuat pasien tidak layak untuk anestesi umum
(Theresa,2007)

Tindakan bedah dilakukan untuk menangani kasus yang terjadi pada hewan kesayangan
pada daerah abdomen. Jenis tindakan bedah yang sering dilakukan diantaranya adalah laparotomi,
cystotomi, histerektomi, ovariohisterektomi, kastrasi, caudektomidan enterektomi. Banyak kasus
bedah yang ditangani dengan melakukan tindakan laparotomi, baik medianus, paramedianus
anterior maupun posterior, serta laparotomi flank.Tiap posisi memiliki kelebihan dan kekurangan.
Pemilihan posisi penyayatan laparotomi ini didasarkan kepada organ target yang dituju. Hal ini
bertujuan untuk menegakkan diagnosa berbagai kasus yang terletak di rongga abdomen.Tujuan
dari dilakukannya laparotomi adalah untuk menemukan dan mengetahui keadaan organ visceral
yang ada di dalam ruang abdominal secara langsung serta untuk menegakkan diagnose
(Theresa,2007).
2.2 Anatomi Organ Abdomen

Pada bedah laparatomi ini dilakukan eksplorasi organ-organ ruang abdomen. Organ yang
akan ditemui adalah omentum, usus, vesical urinaria, lambung, ginjal, hati dan saluran reproduksi
(seperti tuba falopii, uterus dan ovarium). Organ-organ yang ditemukan di dalam rongga abdomen
pada saat operasi antara lain adalah usus halus, usus besar, ginjal kiri, ginjal kanan, vesika urinaria
dan lambung. Usus merupakan organ yang paling mudah ditemukan karena posisi penyayatan
yang dilakukan tepat di ventromedial abdomen. Usus memiliki konsistensi yang lunak, licin, dan
lumennya kosong ketika dipalpasi. Vesika urinaria dapat diketahui dengan palpasi bagian
hipogastricum. Vesika urinaria berisi urin memiliki konsistensi lunak dan padat. Ginjal kanan dan
kiri dapat teraba ketika dilakukan palpasi. Bentuk dari kedua ginjal bulat seperti kacang dengan
konsistensi yang lunak dan padat. Organ lainnya tidak terpalpasi pada saat eksplorasi abdomen
(Sjamsuhidajat,2005).

Semua organ yang berada di dalam ruang abdomen tersebut diselubungi oleh
omentum. Untuk mempermudah mengenali organ dalam rongga abdomen, maka rongga
abdomen dibagi menjadi tiga wilayah yaitu epigastrium, mesogastrium dan hipogastrium. Di
wilayah epigastrium dapat ditemukan lambung, limpa, hati, ginjal kanan dan kiri. Ginjal kanan
terkesan lebih ke cranial dibandingkan yang kiri karena pada bagian kiri rongga abdomen
terdapat organ perut yang mendorong ginjal kiri dari posisi yang seharusnya. Usus dan
ovarium ditemukan di mesogastrium, sedangkan di hipogastrium berada vesica urinaria dan
uterus (Sjamsuhidajat,2005).
Ovarium terdiri dari satu pasang, ovarium dextra et sinistra. Bentuk dan ukuran
berbeda menurut spesies dan fase dari birahi. Ovarium pada kucing dan anjing berbentuk
lonjong. Tuba falopii (Oviduct) merupakan saluran reproduksi betina yg kecil, berliku-liku,
kenyal dan terdapat sepasang.Uterus merupakan saluran reproduksi betina yg diperlukan untuk
menerima ovum yg telah dibuahi, nutrisi dan perlindugan foetus.Uterus terdiri dari :Kornua
Uteri, Korpus Uteri, Cervix (Harari,2006).

2.3 Stadium Anastesi

Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani.An-“tidak, tanpa” dan aesthesos,


“persepsi, kemampuan untuk merasa”.Secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa
sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh.Istilah Anestesia digunakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun
1948 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena anestesi adalah
pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.Sedangkan Analgesia
adalah tindakan pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran
pasien (Munaf,2008)

Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri. Anestesi umum ialah suatu
keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua sensasi akibat induksi obat.
Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang. Obat anestesi umum terdiri atas
golongan senyawa kimia yang heterogen, yang mendepresi SSP secara reversibel dengan
spektrum yang hampir sama dan dapat dikontrol. Obat anastesi umum dapat diberikan secara
inhalasi dan secara intravena. Obat anastesi umum yang diberikan secara inhalasi (gas dan cairan
yang mudah menguap) yang terpenting di antaranya adalah N2O, halotan, enfluran, metoksifluran,
dan isofluran. Obat anastesi umum yang digunakan secara intravena, yaitu tiobarbiturat, narkotik-
analgesik, senyawa alkaloid lain dan molekul sejenis, dan beberapa obat khusus seperti ketamine
(Munaf, 2008).

Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu;

a. Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), dimulai dari pemberian agen
anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran.Rasa takut dapat meningkatkan
frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi.
b. Stadium II (stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran sampai
permulaan stadium pembedahan.Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang
tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia urin, muntah,
midriasis, hipertensi, dan takikardia.
c. Stadium III (pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yaitu;
Plane I : yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak.
Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-
gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi.
Plane II: ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial
semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut.
Plane III: ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah
dan otot perut relaksasi.
d. Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan paralisis otot
dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata
ikan karena terhentinya sekresi lakrimal (Munaf,2008).
BAB III

MATERI DAN METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

 Alat
Pada laparotomy kali ini alat yang digunakan adalah scalpel, blade, needle holder,
needle, gunting tajam-tajam, gunting tajam-tumpul, pinset anatomis dan chirugis, towel
clamp, allis forceps, retractor, drepe, tampon bulat dan kotak, kasa, kapas, gurita, hypafix,
termometer, stetoskop, silet pencukur bulu, tali sumbu kompor, perlak, Syringe,glove dan
masker.
 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain untuk tujuan
premedikasi, yaitu Atropin sulfat. Untuk bahan anastethikum menggunakan Xylazine dan
Ketamine. Pada praktikum ini juga menggunakan alkohol 70%, vicilin, NaCl fisiologis, air
sabun, antibiotik Ampiciline, Tolfenamic acid, Catgut Chromic, Catgut Plain, Non
Absorbable (Silk) dan iodine.

3.2 Langkah Kerja Praktikum

 Sterilisasi alat-alat bedah


Sterilisasi alat bedah bertujuan untuk menghilangkanmikroba yang terdapat pada
alat-alat bedah. Dengan menghilangkan mikroba maka jaringan yang tersentuh dengan alat
akan tetap steril.

Alat-alat bedah

alat disusun di atas pembungkus yang sudah dibuka di atas meja.


pembungkus alat kemudian dilipat dengan rapi agar alat terbungkus seluruhnya.
sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoclave dengan suhu 121°C selama 15
menit.
alat bedah dikeluarkan dan kemudian ditaruh pada wadah untuk direndam dengan
menggunakan campuran larutan antara iodine dan alkohol 70%
Hasil
 Operasi

Hewan

Dipuasakan selama 6 – 12 jam (tidak diberi makan) dan 2 – 6 jam (tidak diberi
minum) sebelum laparatomi

Dilakukan penghitungan dosis atropin sulfat untuk premedikasi dan ketamin serta
xylazine sebagai anastesi serta obat lainnya (amoxicillin dan tolfenamic acid)

Diperiksa berat badan, pulsus, suhu dan membran mukosa dan dilakukan secara
berulang setiap 15 menit selama operasi berlangsung hingga hewan sadar.

Disiapkan perlak dan duk operasi

Hewan diberikan atropin sulfat secara subkutan untuk premedikasi dan ditunggu
selama 10 hingga 15 menit

Setelah 10-15 menit, diberikan anastesi secara subkutan dengan gabungan antara
ketamin dan xylazine

Dilakukan restrain dengan cara mengikat keempat kaki hewan coba menggunakan
tali dan dikeluarkan lidah hewan coba dan mulut ditutup (tidak rapat) dengan kapas
atau kasa

Setelah hewan tidak sadar, bulu pada situs laparotomy dicukur

Pada situs operasi yang sudah bersih dari bulu, diberikan iodine untuk desinfektan

Dilakukan incisi sepanjang kurang lebih 5 cm pada daerah median abdomen dengan
blade, diikuti penyayatan subcutan dan kemudian penyayatan linea alba

Incisi yang ada diperluas dengan menggunakan gunting tajam-tumpul

Setelah terbuka seluruh lapisan, rongga yang terbuka ditahan dengan menggunakan
allis forceps dan retractor agar tetap terbuka

Dilakukan eksplorasi untuk mencari organ uterus

Setelah selesai, rongga diberikan antibiotik vicillin dan merata

Dilakukan penjahitan pada bagian yang disayat sebelumnya dengan 3 lapis jahitan
dengan menggunakan cat gut absorbable pada bagian dalam dan non-absorbable
pada bagian luar luka
Dilakukan penjahitan pertama di bagian linea alba dengan pola jahitan simple
interrupted dan diberi vicillin
Dilakukan penjahitan kedua di bagian subkutan dengan pola jahitan simple
continuous dan diberi vicillin
Dilakukan penjahitan ketiga di bagian kulit dengan pola jahitan simple interrupted
Diberikan antibiotic pada bagian jahitan agar tidak terjadi infeksi
Ditutup bagian luka dengan bandage
Ditunggu hingga hewan coba sadar atau efek anasthesi berkurang, dan bila telah
sadar di suntikkan toflen sebanyak 0.3 ml
Diamati suhu dan pulsus hewan coba setiap 15 menit hingga nilai dari suhu dan
pulsus dianggap normal

Luka ditutup dengan kassa beriodine dan kemudian dipakaikan gurita

Hasil
BAB IV

HASIL

Pemeriksaan Hewan

Kelas: 2012/C Kelompok: 10

Nama Nim

1. Nindha Seravina 125130107111032

2. Ahmad Febrianto 125130107111033

3. Annisa Nur Attina 125130107111046

4. Christyanti R Gedi 125130107111047

SIGNALEMENT

Nama : Lulu

Jenis hewan : Kucing

Kelamin : Betina

Ras/breed : Kucing Domestik short hair

Warna bulu/kulit : Putih/ merah

Umur : 1 tahun

Berat badan : 2,2 Kg

Tanda kusus :
Pemeriksaan Hewan

Hospital Name : CLINIC VETERINARY OF BRAWIJAYA UNIVERSITY

Address : JL. MT. HARYONO

City : MALANG

Tanggal : 8 Mei 2015

0
Temp: 38 C

Pulse: 112/1 menit Respirasi: 48/ menit

Membrane color: merah muda CRT: Normal

Hydration: Normal Body Weight: 2,2 Kg

Body condition : Underweight  Overweight √ Normal

System Review

a. Integumentary b. Otic c. Optalmic d. Muscoloskeletal

√ Normal √ Normal √ Normal √ Normal

Abnormal Abnormal Abnormal Abnormal

e. Nervus f. Cardiovaskuler g. Respiration h. Digesty

√ Normal √ Normal √ Normal √ Normal

Abnormal Abnormal Abnormal Abnormal

i. Lympatic j. Reproduction k. Urinaria


√ Normal √ Normal
√ Normal
Abnormal Abnormal
Abnormal
Deskripsi Abnormal

Kucing pada kondisi cukup normal

Vaksinasi Ya √ Tidak

ctt:

Disease Record:

4.2 Form Perhitungan Dosis


1. ACP
Dosis : 0.05 mg/kg BB (IM)
Konsentrasi : 15 mg/ml
Perhitungan : 2.2 x 0.05 / 15 = 0.105 / 15 = 0.007 ml
2. Atropine
Dosis : 0.04 mg/kg BB (SC)
Konsentrasi : 0.25 mg/ml
Perhitungan : 2.2 x 0.04 / 0.25 = 0.084 / 0.25 = 0.352 ml
3. Ketamine
Dosis : 10 mg/kg BB (IM)
Konsentrasi : 100 mg/ml
Perhitungan :2.2 x 10 / 100 = 21 / 100 = 0.22 ml
4. Xylazine
Dosis : 2 mg/kg BB (IM)
Konsentrasi : 20 mg/ml
Perhitungan : 2.2 x 2 / 20 = 4.2 / 20 = 0.22 ml
5. Betamox (Amoxicilin)
Dosis : 20 mg/kg BB (Oral)
Konsentrasi : 125/5 mg/ml ( 125 / 5 = 25 )
Perhitungan : 2.2 x 20 / 25 = 42 / 25 = 1.76 ml
6. Tolfen
Dosis : 4 mg/kg BB (SC)
Konsentrasi : 40 mg/ml
Perhitungan : 2.2 x 4 / 40 = 8.4 / 40 = 0.22 ml (saat bangun)
7. Vicillin
Dosis : 15 mg/kg BB
Konsentrasi : 100 mg/ml
Perhitungan : 15 x 2.2 / 100 = 31.5 / 100 = 0.33 ml (musculus +visceral/ spray).
4.3 Form Operasi

FORM OPERASI

LAPAROTOMY

Nama Pemilik : Kelompok C10 Temp : 37,6

Alamat : Malang Membrane mucosa : Normal (merh muda)

Nama : Lulu CRT : Normal

Jenis Kelamin :Betina Pulsus : 112

Jenis Hewan : Kucing Respirasi : 48

Ras/ Brees : Domestik short hair Hydration : Normal

KONTROL ANASTESI

DOSIS
KOSENTRASI Volume
Obat Golongan Obat (mg/Kg Rute Waktu
(mg/ml) Obat (ml)
BB)

Per
Amoxicillin ANTIBIOTIK 20 125/5 1,68
Oral

Atropin PREMEDIKASI 0,04 0,25 0,352 SC 13.15

PREMEDIKASI

Xylazine
:2 + Xylazine 20 +
Xylazine+Ketamin ANASTHESI 0,21+0,21 IM 13.45
Ketamin Ketamin 100
: 10

Vicillin Antibiotik 15 100 0,33 Spray


Tolfenamic Analgesik 4 40 0,22 SC

KONTROL PEMERIKSAAN

Menit 0 15 30 45 60 75 80 90 105

Pulsus(/menit) 112 136 176 128 116 124 100 68 64

Temp(0C) 37,6 37,4 35,8 37,7 36,7 37,1 36,7 35,5 36,4

Menit 120 135 150 165 180 195 210 225 240

Pulsus(/menit) 66 66 60 108 96 66 96 96 96

Temp(0C) 36,8 36,9 37 36,4 35,2 36 35,4 35,2 34,9

Menit 255 270

Pulsus(/menit) 66 92

Temp(0C) 34,9 36

4.4 Form Monitoring (Pasca Operasi)

FORM MONITORING

PASCA OPERASI

Nama Hewan : Lulu Nama Pemilik : Kelompok C10

Jenis Hewan : Kucing Alamat : Malang

Ras/Breed : Domestik short hair No telp :

Umur : ± 1 tahun

Jenis Kelamin : Betina


Tanggal Pemeriksaan Terapi

12 Mei Suhu : 38 oC Appetice :-++++ T/Amoxicillin


2015
Pulsus :128/menit Defekasi :-++++ 2x sehari

CRT :Normal (<2) Urinasi :-++++ Jam 6:30 dan 18:30

SL :-++++ surfatule+betadine

13 Mei Suhu : 37,5 oC Appetice :-++++ T/Amoxicillin


2015
Pulsus :144/menit Defekasi :-++++ 2x sehari

CRT : Normal (<2) Urinasi :-++++ Jam 6:30 dan 18:30

SL :-++++ surfatule+betadine

14 Mei Suhu : 38,1 oC Appetice :-++++ T/Amoxicillin


2015
Pulsus : 124/menit Defekasi :-++++ 2x sehari

CRT : Normal (<2) Urinasi :-++++ Jam 6:30 dan 18:30

SL :-++++ surfatule+betadine

15 Mei Suhu : 37,4 oC Appetice :-++++ T/amoxicillin


2015
Pulsus : 104/menit Defekasi :-++++ 2x sehari

CRT : Normal (<2) Urinasi :-++++ Jam 6:30 dan 18:30

SL :-++++ surfatule+betadine

16 Mei Suhu :37,9 oC Appetice :-++++ T/Amoxicillin


2015
Pulsus :132/menit Defekasi :-++++ 2x sehari

CRT :Normal (<2) Urinasi :-++++ Jam 6:30 dan 18:30

SL :-++++ surfatule+betadine

17 Mei Suhu :37,9 oC Appetice :-++++ T/Nebacetin+betadine


2015
Pulsus :132/menit Defekasi :-++++ Tolfenamic acid

CRT : Normal (<2) Urinasi :-++++ Jam 18:30

SL :-++++ surfatule+betadine
18 Mei Suhu : 37 oC Appetice :-++++ T/ surfatule+betadine
2015
Pulsus :128/menit Defekasi :-++++

CRT :Normal (<2) Urinasi :-++++

SL :-++++

19 mei Suhu : 37,8 oC Appetice :-++++ T/ surfatule+betadine


2015
Pulsus :131/menit Defekasi :-++++

CRT :Normal (<2) Urinasi :-++++

SL :-++++

20 mei Suhu : 37,4 oC Appetice :-++++ T/ surfatule+betadine


2015
Pulsus : 144 Defekasi :-++++

CRT :Normal (<2) Urinasi :-++++

SL :-++++

21 Mei Suhu : 37,6 oC Appetice :-++++ T/ surfatule+betadine


2015
Pulsus : 124 Defekasi :-++++

CRT : Normal (<2) Urinasi :-++++

SL :-++++
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Analisa Prosedur

Pre Operasi

Persiapan sebelum operasi dimulai dengan mempersiapkan ruangan bedah, persiapan


peralatan operator dan asisten, dan persiapan alat atau instrument telah disterilisasi serta
mempuasakan hewan coba selama 6 – 12 jam (tidak diberi makan) dan 2 – 6 jam (tidak diberi
minum) yang bertujuan untuk menghindarkan hewan muntah ketika dilakukan anastesi.

Sedangkan sterilisasi alat bedah bertujuan untuk menghilangkan mikroba yang ada
pada alat-alat bedah yang akan digunakan nanti. Prosedur autoclave merupakan proses
sterilisasi yang berprinsip pemanasan basah dengan tekanan tinggi. Proses autoclave
berlangsung di dalam alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi suatubenda
atau alat menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (1210C, 15 lbs) selama kurang
lebih 15 menit. Penurunan tekanan pada autoclave tidak dimaksudkan untuk membunuh
mikroorganisme, melainkan meningkatkan suhu dalam autoclave. Suhu yang tinggi inilah
yang akan membunuh microorganisme (Madigan,2006).

Penggunaan iodine dan alkohol berguna untuk menjaga sterilitas dari alat-alat yang
digunakan. Hal ini dikarenakan iodine dan alkohol mempunyai sifat-sifat yang dapat
digunakan sebagai sterilisasi alat. Pada iodine, iodine merupakan disinfektan yang efektif
untuk proses desinfeksi air dalam skala kecil. Dua tetes iodine 2% dalam larutan etanol cukup
untuk mendesinfeksi 1 liter air jernih. Salah satu senyawa iodine yang sering digunakan
sebagai disinfektan adalah iodofor. Sifatnya stabil, memiliki waktu simpan yang cukup
panjang, aktif mematikan hampir semua sel bakteri, namun tidak aktif mematikan spora,
nonkorosif, dan mudah terdispersi. Kelemahan iodofor diantaranya aktivitasnya tergolong
lambat pada pH 7 (netral) dan lebihmahal.Iodofor tidak dapat digunakan pada suhu lebih
tinggi dari 49 °C (Plumb,2005).

Setelah peralatan bedah disiapkan kemudian dilakukan pemeriksaan pulsus dan suhu
hewan coba, dan lakukan secara berulang setiap 15 menit sekali dengan tujuan mengamati
kondisi hewan coba selama operasi. Selanjutnya dilakukan premedikasi dengan atropine 10
menit sebelum operasi dengan dosis 0.48 ml diberikan secara subcutan. Dan diberikan
anastethikum xylazine dan ketamine setelah 10 menit dari pemberian atropine dengan rute
pemberian intramuscular xylazine sebanyak 0.3 ml dan ketamine sebanyak 0.3 ml. Efek dari
ketamin yaitu menimbulkan efek samping nausea dan vomit sehingga lebih baik lambung
dikosongkan.
Setelah hewan coba teranastesi atau hewan coba telah memasuki stadium 1 anastesi,
dilakukan restrain dengan cara mengikat keempat kaki hewan coba menggunakan tali
pengikatan dilakukan pada kursi karena memngingat kondisi meja praktikum yang cukup
panjang, selain itu pengikatan bertujuan memudahkan dilakukan operasi serta
mempertahankan posisi rebah hewan ketika akan dilakukan operasi dan dikeluarkan lidah
hewan coba kemudian mulut ditutup dengan kapas atau kasa agar tidak tergigit ketika hewan
telah teranastesi serta tidak mengganggu jalan nafas dari hewan itu sendiri. Setelah itu daerah
abdomen hewan dicukur dengan menggunakan silet yang sebelumnya telah diberi air sabun
untuk memudahkan pencukuran, pencukuran dilakukan searah dengan posisi rambut kucing
untuk memudahkan pencukuran, lalu pada daerah yang sudah dicukur diolesiiodin untuk
desinfeksi. Kemudian hewan ditutup dengan duk, disesuaikan, dan difiksir dengan
towelclamp. Pada stadium anastesi ke III , operasi siap dilakukan.

Operasi

Operasi yang dilakukan operator pada saat praktikum adalah laparatomi medianus
central, yaitu suatu tindakan penyayatan abdomen yang dilakukan 1 cm anterior umbilical
sampai 3 cm posterior umbilical. Penyayatan abdomen yang dilakukann tepat dibagian tengah
mempunyai maksud mempermudah eksplorasi organ-organ yang berada baik disebelah
anterior maupun posterior dari tempat penyayatan (Widodo,2011).

Dilakukan penyayatan sepanjang kurang lebih 5 cm pada kulit menggunakan blade,


diikuti penyayatan subcutan dan kemudian penyayatan linea alba. Setelah terbuka kemudian
Incisi yang ada diperluas dengan menggunakan gunting tajam-tumpul dilakukan secara hati-
hari agar tidak menyobek daerah sekitar incisi. Setelah terbuka seluruh lapisan, rongga yang
terbuka ditahan dengan menggunakan allis forceps dan retractor agar tetap terbuka. Dan
amati organ visceral setelah lapisan pada abdomen terbuka, dalam percobaan ini yang diamati
adalah organ reproduksi (seperti ovarium, uterus, dll). Dan tetap melakukan pemantauan
kondisi hewan coba selama operasi, seperti pulsus, suhu, kondisi luka, kesadaran, dan reflex
mata untuk memastikan hewan coba dalam kondisi baik.

Pada kucing ini tidak ditemukan adanya ovarium karena diduga kucing sudah
melakukan ovariohysterectomy. Walaupun tidak terdapat bekas jahitan akan tetapi dapat
terlihat dari lapisan kulit ketika setelah dilakukan incisi pada lapisan subkutan kulit tidak
seperti kulit yang belum pernah dioperasi, akan tetapi pada lapisan subkutan kucing kami
sudah sedikit hancur lapisan lemaknya ditambah lagi juga tidak ditemukannya ovarium.
Setelah tidak ditemukannya ovarium pada kucing ini, kami memutuskan untuk menutup dan
melakukan penjahitan. Sebelum dilakukan penjahitan, diberikan vicillin secara spray sebagai
antibiotik. Kemudian pada lapisan pertama dijahit dengan menggunakan benang catgut dan
jarum round dengan menggunakan teknik simple interrupted. Pada lapisan kedua digunakan
benang plain dan jarum yang sama dengan menggunakan pola jahitan simple continous serta
diperkuat dengan jahitan matras vertikal. Untuk lapisan yang terakhir yaitu lapisan kulit
dijahit dengan menggunakan pola jahitan simple interupted. Catgut digunakan karena benang
tersebut bersifat absorbable dan akan menyatu dengan jaringan yang ada. Kemudian jarum
jenis round digunakan karena jaringan yang dijahit tidak terlalu tebal. Pada cutaneous
digunakan benang silk dengan jarum triangle atau segitu. Hal ini dikarenakan kulit bersifat
yang sering terpapar jadi digunakan benang non absorbable untuk menghindari infeksi dan
jarum triangle digunakan karena kulit yang merupakan jaringan yang tebal. Dressing untuk
sayatan yang telah ditutup menggunakan kasa yang telah diberi iodine. Hal ini untuk menjaga
agar luka tetap steril dan luka cepat kering.

Post Operasi

Prosedur bedah laparotomi umumnya didukung perawatan postoperatif. Pengecekan


tersebut anatara lain efek anastesi dan meyakinkan bahwa persembuhan luka berjalan dengan
baik. Komplikasi sering kali menyertai operasi seperti reaksi alergi jahitan, seroma,
hematoma, self trauma, dan ketidaknyamanan pasien. Penanganan post operatif sangat
penting karena dapat mempengaruhi persembuhan hewan (pasien) (Theresa,2007).

Perawatan pasca operasi diberikan amoxicillin dengan jarak 12 jam dengan dosis 1,76
ml yang diberikan secara peroral. Selain itu diberikan analgesik, yaitu tolfenamic acid secara
subkutan dengan dosis 0,22 ml. Untuk antibiotik topikal pada daerah luka diberikan surfatule
untuk membantu penyembuhan luka. Dressing diganti setiap 2 hari sekali dengan
menggunakan surfatule lalu diberikan iodine yang kemudian ditutp dengan kasa steril dan
direkatkan dengan hyafix dan ditambahnkan dengan pemasangan gurita agar bandage tidak
digigit oleh hewan serta mecegah adanya kontaminasi mikroorganisme dari lingkungan luar.
Apabila gurita tetap digigit oleh hewan makan dapat ditambah dengan pemberian elizabeth
collar. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap pasien bedah post operatif untuk
perawatan pasien bedah, diantaranya adalah pemeriksaan pulsus, suhu, appetice, defekasi,
urinasi dan SL yang dilakukan setiap harinya untuk hingga hewan benar-benar pulih untuk
mengontrol perkembangannya pasca operasi serta menghindarkan hewan dari adanya
komplikasi pasca operasi. Setelah 7 hari dilanjutkan dengan melakukan pengecekan terhadap
jahitan, apabila sudah kering dapat dilakukan pelepasan jahitan. Dan setelah jahitan dilepas,
luka jahitan masih harus ditutup untuk mengantisipasi agar lupa tidak digigit oleh hewan coba
ataupun terkena kotoran yang ada dilingkungan ketika proses perawatan.

Hal lain yang perlu dilakukan post operatif adalah pencucian peralatan, pencucian
perlengkapan, pembersihan ruang operasi. Pencucian peralatan dilakukan dengan mencuci
alat setelah digunakan dengan dicuci menggunakan larutan pencuci detergen, disikat, dimulai
dari ujung yang paling steril (ujung yang pertama mengenai pasien), kemudian dibilas dengan
air yang mengalir hingga bersih, dikeringkan dengan ditata diatas koran. Peralatan yang sudah
kering kemudian disterilisasi lagi seperti di awal tadi. Pencucian perlengkapan meliputi
masker, tutup kepala, duk dan baju operasi yang telah selesai digunakan dilaundri/dicuci
dengan sabun, dibilas dikeringkan. Perlengkapan-perlengkapan tersebut kemudian disterilisasi
sebagaimana proses pra operasi tadi. Ruang operasi kembali dibersihkan dari kotoran/debu
dengan disapu dan disterilisasi baik dengan radiasi atau dengan menggunakan desinfektan
berupa alkohol 70%.

5.2 Analisa Hasil


5.2.1 Obat Yang Digunakan
a. Atropin
Atropin merupakan salah satu jenis premedikasi yang memiliki afinitas kuat terhadap
reseptor muskarinik serta terikat secara kompetitif, sehingga mencegah asetilkolin terikat
pada tempatnya pada reseptor muskarinik. Kerja obat ini secara umum berlangsung sekitar
4 jam kecuali bila diteteskan ke dalam mata, maka kerjanya bahkan sampai berhari-hari.
Kerja atropin pada beberapa fisiologis tubuh, yaitu menghambat semua aktivitas kolinergik
pada mata, sehingga menimbulkan midriasis (dilatasi pupil), mata menjadi tidak bereaksi
terhadap cahaya dan siklopegia (ketidakmampuan memfokus untuk penglihatan dekat).
Pada gastrointestinal, atropin digunakan sebagai obat anti spasmodik untuk mengurangi
aktivitas saluran cerna, sebab atropin adalah salah satu obat yang memiliki sifat kuat dalam
menghambat saluran cerna. Berefek pula pada kandung kemih dengan mengurangi
keadaan hipermotilitas kandung kemih.Atropin dapat menghambat kerja kelenjar saliva
sehingga timbul efek pengeringan pada lapisan mukosa mulut (serostomia). Kelenjar saliva
sangat peka terhadap atropin, bahkan kelenjar keringat dan air mata juga dapat terganggu
(Phlumb,2005).
Atropin sulfat sebagai premedikasi diberikan pada kisaran dosis 0,02-0,04 mg/kg, yang
diberikan baik secara subkutan, intravena maupun intra muskuler. Farmakokinetik dari
atropin yaitu atropin mudah diserap, sebagian dimetabolisme di dalam hepar, dan dibuang
dari tubuh terutama melalui air seni.Adapun efek samping dari atropin tergantung dari
dosis, atropin juga dapat menyebabkan mulut kering, penglihatan mengabur, takikardia,
dan konstipasi. Efeknya terhadap sistem saraf pusat termasuk rasa capek, bingung, dan
delirium (ketidakmampuan membedakan kondisi yang nyata dan halusinasi) yang dapat
berlanjut menjadi depresi dan penyumbatan pada sistem pernapasan bahkan kematian.
Atropin ini juga dapat menghambat bradikardia yang dapat ditimbulkan oleh obat
kolinergik dan tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara
langsung, tetapi dapat menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin atau ester kolin yang lain.
Pada dosis yang kecil memperlihatkan efek merangsang di susunan saraf pusat dan pada
dosis toksik memperlihatkan depresi setelah melampaui fase eksitasi yang berlebihan
(Syarif et al, 2007).
b. Ketamine
Ketamin adalah anestesi umum non barbiturat yang bekerja cepat dan termasuk dalam
golongan fenyl cyclohexylamine dengan rumus kimia 2-(0- chlorophenil) – 2
(methylamino) cyclohexanone hydrochloride. Ketamin mempuyai efek analgesi yang kuat
akan tetapi memberikan efek hipnotik yang ringan. Ketamin merupakan zat anestesi
dengan efek satu arah yang berarti efek analgesinya akan hilang bila obat itu telah
didetoksikasi/diekskresi, dengan demikian pemakaian lama harus dihindarkan. Anestetik
ini adalah suatu derivat dari phencyclidine suatu obat anti psikosa (Crowel,2005).
Pemberian ketamin dapat diberikan dengan mudah pada penderita secara
intramuskuler.Obat ini menimbulkan efek analgesia yang sangat baik dan dapat dikatakan
sempurna dengan hanya diikuti tidur yang superfisial.Hal ini dapat dilihat pada penderita
yang diberikan ketamin sering menunjukkan gerakanspontan dari ekstrimitasnya walaupun
pelaksanaan operasi telah dilakukan.Keadaan ini disebabkan titik tangkap kerjanya pada
daerah kortek dari otak dibanding dengan obat anestesi lainnya yang titik tangkap kerjanya
adalah reticular actifiting system dari otak.
Dosis ketamin pada kucing yaitu 10-30 mg/kg secara intra muskuler.Ketamin
menyebabkan pasien dalam kondisi tidak sadar dalam durasi yang cepat namun mata
masih tetap terbuka tetapi tidak memberikan respon rangsangan dari luar.Selain itu
ketamin juga memiliki efek anestetikum yang dapat menekan hipotalamus sehingga
menyebabkan penurunan temperatur tubuh (Plumb, 2005).
Sifat-sifat ketamin, yaitu larutan tidak berwarna, stabil pada suhu kamar, dan suasana
asam (pH 3,5 – 5,5). Adapun farmakokinetik dari ketamin adalah sebagian besar ketamin
mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian dieksresi terutama dalam
bentuk metabolik dan sedikit dalam bentuk utuh.Ketamin dengan pemberian tunggal bukan
anestetik yang bagus, karena obat ini tidak merelaksasi muskulus bahkan kadang-kadang
tonus sedikit meningkat.Efek puncak pada hewan umumnya tercapai dalam waktu 6-8
menit dan anestesi berlangsung selama 30-40 menit, sedang untuk pemulihan
membutuhkan waktu sekitar 5-8 jam.
Ketamin merupakan salah satu jenis anesthesi yang sering digunakan pada kucing
untuk beberapa jenis operasi.Adapun dosis ketamin untuk kucing adalah 10-30 mg/KgBB
dan 10-15 mg/kgBB. Efek ketamin dapat merangsang simpatetik pusat yang akhirnya
menyebabkan peningkatan kadar katekolamin dalam plasma dan meningkatkan aliran
darah. Karena itu ketamin digunakan bila depresi sirkulasi tidak dikehendaki.Sebaliknya,
efek-efek ini meringankan penggunaan ketamin pada penderita hipertensi atau
stroke.Kelemahan dari anastetika ini menyebabkan terjadinya depresi pernafasan dan tidak
memberikan pengaruh relaksasi pada muskulus, yang karenanya sering dikombinasikan
dengan obat yang mempunyai pengaruh terhadap relaksasi muskulus (Napier and Napier,
2009).
c. Xylazine
Xylazin HCl merupakan senyawa sedatif golongan α2 adrenergik agonis yang bekerja
dengan cara mengaktifkan central α2–adrenoreceptor. Xylazin memiliki rumus kimia 2-
(2,6-xylodino)5,6-dihydro-4H-1,3- thiazin hydrochloride. Xylazin menyebabkan
penekanan sistem saraf pusat yang diawali dengan sedasi kemudian pada dosis yang lebih
tinggi digunakan untuk hipnotis, sehingga akhirnya hewan menjadi tidak sadar dan
teranestesi.Di dalam anestesi hewan, xylazin biasanya paling sering digunakan dengan
kombinasi ketamin.Obat ini bekerja pada reseptor presinapsis dan pos-sinapsis dari sistem
saraf pusat dan perifer sebagai agonis adrenergik.Xylazin menimbulkan efek relaksasi
muskulus centralis.Selain itu, xylazin juga mempunyai efek analgesi (Crowel,2005).
Xylazin menimbulkan kondisi tidur yang ringan bahkan sampai kondisi narkosis yang
dalam, tergantung dari dosis untuk masing- masing spesies hewan.Reseptor α2
adrenoreceptor agonis mengerahkan efek penghambatan pada fungsi sistem saraf pusat
melalui penghambatan pelepasanneurotransmiter dari saraf simpatis.Hal ini menyebabkan
aktivitas saraf simpatis menurun sehingga menurunkan tingkat kewaspadaan, menurunkan
frekuensi denyut jantung dan tekanan darah.Reseptor α2 adrenoreceptor ditemukan di otot
polos pembuluh darah arteri organ dan vena abdomen.Ketika α2 adrenoreceptor diaktifkan
dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, selain itu α2 adrenoceptor dijumpai juga
pada sistem kardiovaskular, respirasi, gastrointestinal, sistem saraf pusat, ginjal, sistem
endokrin dan trombosit (Crowel,2005).
Obat ini banyak digunakan dalam subtansi kedokteran hewan dan sering digunakan
sebagai obat penenang (sedasi), nyeri (analgesik) dan relaksasi otot rangka (relaksan
otot).Pemberian xylazin sebagai preanestesi dapat memperpanjang durasi analgesi,
mengurangi dosis anestesi dan memperpendek masa pemulihan.Pada kucing penggunaan
kombinasi ketamin-xylazin menyebabkan perlambatan absorpsi ketamin sehingga
eliminasi ketamin lebih lama, hal ini menyebabkan durasi anestesi lebih panjang. Pada
kucing range dosis xylazin yang sering digunakan yaitu 1,0-2,0 mg/kg BB secara intra
muskuler dan 1-2 mg/kg BB. Xylazin dapat menyebabkan gejala bradikardia, arythmia,
peningkatan tekanan sistem saraf pusat, pengurangan sistem sistolik, depresi respirasi
(pengurangan frekuensi respirasi dan volume respirasi per menit) serta hipertensi yang
diikuti dengan hipotensi (Crowel,2005)..
Xylazin memiliki efek farmakologis yang sebagian besar terdiri dari penurunan cardiac
output, sehingga terjadi penurunan frekuensi setelah kenaikan di awal injeksi pada tekanan
darah kemudian dalam perjalanan dapat menyebabkan efek vasodilatasi pada tekanan
darah yang juga dapat menyebabkan bradikardia, vomit, tremor, motilitas menurun tetapi
kontraksi uterus meningkat pada betina, bahkan dapat mempengaruhi keseimbangan
hormonal seperti menghambat produksi insulin dan antidiuretic hormon (ADH). Xylazin
juga menghambat efek stimulasi saraf postganglion.Pengaruh xylazin dapat dihambat
dengan menggunakan antagonis reseptor adrenergik seperti atipamezole, yohimbine dan
tolazoline (Ross,2008).
Kontraindikasi dari xylazin adalah tidak boleh digunakan pada hewan yang memiliki
hipersensitivitas terhadap obat tersebut.Xylazin dapat diberikan secara intravena,
intramuskular, dan subkutan.Pada ruminansia, xylazin dapat menyebabkan peningkatan
sekresi saliva, meningkatkan risiko pneumonia aspirasi (pernafasan), tetapi dapat dihambat
oleh kerja dari atropin. Efek xylazin pada fungsi respirasi biasanya tidak berarti secara
klinis, tetapi pada dosis yang tinggi dapat mendepres respirasi sehingga terjadi penurunan
volume tidal dan respirasi rata-rata.Perubahan yang cukup jelas terlihat pada fungsi
kardiovaskular. Awalnya segera setelah injeksi, tekanan darah akan meningkat, kemudian
diikuti dengan konstriksi pembuluh darah kapiler. Sebagai reflek normal terhadap
peningkatan tekanan darah dan pemblokiran saraf simpatis, frekuensi denyut jantung akan
menurun sehingga menimbulkan bradikardi dan tekanan darah menurun mencapai level
normal atau subnormal. Xylazin tidak dianjurkan pada hewan yang memiliki penyakit
jantung, darah rendah, dan penyakit ginjal (Ross,2008).
d. Amoxicillin
Amoksisilin adalah antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk pengobatan
seperti yang tertera diatas, yaitu untuk infeksi pada saluran napas, saluran empedu, dan
saluran seni, gonorhu, gastroenteris, meningitis dan infeksi karena Salmonella sp seperti
demam tipoid. Amoksisilin aktif melawan bakteri gram positif yang tidak menghasilkan β-
laktamase dan aktif melawan bakteri gram negatif karena obat tersebut dapat menembus
pori– pori dalam membran fosfolipid luar (Crowel,2005).
Amoxicillin merupakan antibiotic golongan penicillin. Penggunaannya sangat luas,
mulai dari untuk obati infeksi kulit, gigi, telinga, saluran nafas dan saluran kemih.Indikasi
dari obat ini adalah infeksi saluran kemih, otitis, sinusitis, bronchitis kronis, salmonellosis
invasive, gonore.Interaksi obat amoxicillin yaitu obat ini berdifusi baik dengan jaringan
dan cairan tubuh.Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali pada selaput otak
yang mengalami infeksi.Kontraindikasi dari obat ini adalah hipersensitivitas terhadapa
penicillin. Dan biasanya setelah pemberian amoxicillin, pasien akan mengalami alergi
berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, diare pada pemberian per-
oral (Napier and Napier, 2009).
Farmakodinamik Amoxicillin (alpha- amino -p-hydoxy- benzyl- penicillin) adalah
derivat dari 6 aminopenicillonic acid, merupakan antibiotika berspektrum luas yang
mempunyai daya kerja bakterisida.Amoxicillin, aktif terhadap bakteri gram positif maupun
bakteri gram negatif. Bakteri gram positif: Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridan,
Streptococcus faecalis, Diplococcus pnemoniae, Corynebacterium sp, Staphylococcus
aureus, Clostridium sp, Bacillus anthracis. Bakteri gram negatif: Neisseira gonorrhoeae,
Neisseriameningitidis,Haemophillus influenzae,Bordetella pertussis,Escherichia coli
Salmonella. Farmakokinetik Amoxicillin diserap secara baik sekali oleh saluran
pencernaan. Kadar bermakna didalam serum darah dicapai 1 jam setelah pemberian per-
oral. Kadar puncak didalam serum darah 5,3 mg/ml dicapai 1,5-2 jam setelah pemberian
per-oral. Kurang lebih 60% pemberian per-oral akan diekskresikan melalui urin dalam 6
jam (Napier and Napier, 2009).
e. Tolfen
Adalah NSAID (Non steroidal Anti Inflammatory) Long-acting injeksi, dengan
formulasi setiap 1 ml mengandung 80 mg Tolfenamic acid.
Indikasi: Tolfenamic acid dipergunakan untuk pengobatan mastitis pada sapi
(Tolfenamic acid merupakan satu-satunya NSAID untuk pengobatan mastitis dengan
sekali injeksi), penyakit pernafasan akut yang disebabkan oleh bakteri, Syndrome mastitis-
metritis-agalaksia, disertai dengan pemberian antibiotic. Tolfenamic juga efektif pada
setiap penyakit yang disertai gejala demam, keradangan (inflamasi), dan atau rasa sakit
(kolik). 
Penggunaan: Tolfenamic acid dapat dipergunakan pada hewan : Sapi, Babi, Domba,
Kuda, Kambing dan Llama.Dosis: Dosis tunggal : 1 ml/40 Kg BB secara IM atau IV;
untuk kasus akut dilakukan secara IV selama 2 hari. Kemasan: Botol 20 ml, 50 ml, 100 ml
dan 250 ml.
f. Vicilin
Farmakokinetik :
Absorpsi: *vicilin tidak tahan terhadap suasana asam (pH 2).
- Cairan lambung (pH 4) tidak terlalu merusak.
- Garam Na vicilin oral diabsorpsi di duodenum.
- Adanya makanan akan menghambat absorpsi.
- Kadar maks dalam darah tercapai dalam 30-60 menit.
- Pemberian i.m kadar maks dalam darah 15-30 menit.
- Vicilin absorpsinya tergantung ada tidaknya makanan.
Distribusi:
- Vicilindiistribusi luas dalam tubuh, jumlah yang besar terdapat dalam hati, empedu,
ginjal, usus, limfe dan semen, cairan serebrospinal sukar dicapai.
- Vicilin didistribusi secara luas dalam tubuh. Penetrasi pada SSP efektif bila ada
radang meningen. Pada bronchitis dan pneumonia vicilin disekresi melalui sputum
10% dari kadar di serum (Crowel,2005).

5.2.2 Stadium Anastesi Yang Digunakan

a. Stadium I, stadium induksi atau stadium eksitasi bebas


Tanda-tanda :
- Hewan masih sadar dan dapat memberontak
- Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus
- Dilatasi pupil
- Terjadi urinasi dan defekasi
b. Stadium II, stadium eksitasi tidak bebas
Tanda-tanda :
- Kesadaran hilang secara tiba-tiba
- Respon reflex terhadap stimulasi berlebihan
- Gerakan anggota gerak kuat sehingga diperlukan restrain yang baik
- Respirasi sangat tidak teratur
c. Stadium III, stadium operasi
Refleks Relaksasi
Plane Respirasi Laring &
Okuler Ekstremitas Rahang Perut
Faring
Reguler, Bola mata Muntah dan Anggota
thoracoabdominal bergerak- menelan gerak
gerak, absen,
reflek batuk masih
1
palpebral, ada
(light)
konjungtiva,
kornea
secara
terdepres
Regular, Bola mata Batuk
2 thoracoabdominal, di ventro masih ada
(medium) amplitude medial, sampai
menurun kornea (-) pertengahan
Regular, Bola mata Batuk Pedal hilang hilang
3
abdominal, kembali di berkurang hilang
(deep)
amplitude minimal tengah
5.2.3 Perbandingan dan Penjelasan Physical Examination, CRT, Pulsus

a Pemeriksaan Fisik
 Signalement

Nama : Lulu

Jenis hewan : Kucing

Kelamin : Betina

Ras/breed : Domestik short hair

Warna bulu/kulit : Putih/ maerah

Umur : 1 Tahun

Berat badan : 2,2 Kg

Tanda kusus :

 Pemeriksaan Hewan

Pemeriksaan Hewan

Hospital Name : CLINIC VETERINARY OF BRAWIJAYA UNIVERSITY

Address : JL. MT. HARYONO

City : MALANG

Tanggal : 8 mei 2015

0
Temp: 38 C

Pulse: 112/menit Respirasi: 48/menit

Membrane color: Normal (Pink) CRT: 2 detik

Hydration: Normal Body Weight: 2,2 kg

Color and consistency of feces:


Body condition :  Underweight  Overweight  Normal

System Review

a. Integumentary b. Otic c. Optalmic d. Muscoloskeletal


√ Normal √ Normal √ Normal √ Normal
Abnormal Abnormal Abnormal Abnormal
e. Nervus f. Cardiovaskuler g. Respiration h. Digesty
√ Normal √ Normal √ Normal √ Normal
Abnormal Abnormal Abnormal Abnormal
ii. Lympatic k. Reproduction k. Urinaria
√ Normal √ Normal √ Normal
Abnormal Abnormal Abnormal

Deskripsi Abnormal

Vaksinasi Ya √ Tidak

ctt:

Disease Record:

Temperatur tubuh hewan sebelum operasi adalah 37,6 °C. Sedangkan pasca operasi
cenderung menunjukkan gambaran yang sangat baik dan merata hingga hari-hari berikutnya.
Hanya pada beberapa jam pasca operasi, pengamat mencatat suhu hewan yang turun hingga
mencapai 36o C bahkan sempat mencapai 35 °C. Keadaan hipothermia seperti ini diduga akibat
efek samping dari obat bius yang masih terasa. Namun, keadaan itu segera membaik di hari ke-1
hingga hari-hari berikunya yang ditunjukkan dengan meningkatnya suhu tubuh hewan menjadi 37-
38o C. Suhu tersebut masih dalam kisaran normal karena suhu normal tubuh kucing adalah 100 -
102.5°F (37.7 - 39.1°C).

Sedangkan untuk pulsus hewan sebelum dioperasi adalah 112/menit hal ini masih dalam
batas yang normal. Untuk frekuensi jantung hewan atau pulsus menunjukkan frekuensi yang stabil
pada setiap harinya yaitu rata-rata sekitar 124 kali/menit dari frekuensi pulsus normal kucing
antara 110–130 kali/menit. Namun setelah diberikan anestesi frekuensi pulsus meningkat menjadi
136 hingga 176 kali/menit tiap 15 menit. Peningkatan frekuensi ini dapat disebkan karena adanya
luka sayatan. Sedangkan penurunan pulsus mungkin diakibatkan karena efek sedatif dari anastesi
yang diberiakn sudah bekerja sehingga hewan terkesan lebih tenang dibandingkan ketika sudah
dilakukan incisi.

Mukosa kucing terlihat perbedaan yang sangat nyata pada saat pre dan post anestesi. Pada
saat pre anestesia mukosanya berwarna pink, namun setelah anestesi selama operasi berlangsung
warna mukosa berubah menjadi pucat, hal tersebut dikarenakan tidak lancarnya aliran darah pada
daerah perifer.

5.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah faktor penting pasca operasi yang selalu dihadapi dan
merupakan fenomena kompleks yang melibatkan berbagai proses meliputi inflamasi akut. Dalam
penyembuhan luka terdapat sejumlah faktor sistemik dan local yang mengganggu penyembuhan
luka. Faktor local yang berpengaruh terhadap penyembuhan luka antara lain infeksi, faktor
mekanik, benda asing, macam, lokasi dan ukuran besarnya luka. Faktor sistemik yang
mempengaruhi penyembuhan luka antara lain nutrisi, status metabolic, status sirkulasi darah dan
hormon glukokortikoid. Pada pasca operasi, banyak ditemukan permasalahan dalam penyembuhan
luka, seperti waktu penyembuhan yang lama, terutama bila terjadi penyembuhan secara sekunder.
Nyeri menjadi stressor yang memicu timbulnya gejala klinis patofisiologis, memicu modulasi
respon imun, sehingga menyebabkan penurunan system imun yang berakibat pemanjangan waktu
penyembuhan luka(Madigan,2006).

Selain itu juga dipengaruhi oleh:

a. Usia
Usia muda penyembuhannya lebih cepat daripada usia. Usis tua lebih sering terkena
penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan
darah.
b. Nutrisi
Pasien dengan status nutrisi kurang memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi
mereka setelah pembedahan. Pasien yang obesitas mengalami penundaan penyembuhan
karena suplai darah (oksigenasi) jaringan adiposa tidak adekuat. Pasien obesitas juga
memiliki risiko tinggi terkena infeksi, seroma, dan dehisensi.
c. AsupanNutrisi
Penyembuhan luka memerlukan berbagai nutrien. Pada dasarnya nutrien yang berguna
ialah protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral.
d. Protein. Deplesi protein dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Terjadi peningkatan
kebutuhan akan protein saat terjadinya luka. Peningkatan kebutuhan tersebut diperlukan
untuk proses inflamasi, imun, dan perkembangan jaringan granulasi. Protein utama yang
disintesis selama fase penyembuhan luka adalah kolagen. Kekuatan kolagen menentukan
kekuatan kulit luka seusai sembuh. Kekurangan intake protein prabedah, secara signifikan
menunda penyembuhan luka pasca bedah.
e. Karbohidrat. Selama fase hipermetabolik, kebutuhan akan karbohidrat meningkat. Segala
aktifitas seluler dipengaruhi oleh ATP yang diperoleh dari glukosa (karbohidrat), sehingga
penyediaan energi untuk respons inflamasi dapat berlangsung. Kekurangan karbohidrat
dalam tubuh menyebabkan penghancuran protein untuk keperluan aktifitas seluler. Dengan
kata lain, sedikitnya karbohidrat berpeluang membuat semakin sedikitnya protein.
f. Lemak. Lemak memiliki peran penting dalam struktur dan fungsi membran sel. Asam
lemak esensial tidak bias disintesis oleh tubuh, sehingga harus didapatkan dari diet
keseharian. Peran asam lemak esensial untuk penyembuhan luka masih belum begitu
dimengerti, tetapi diketahui bahwa lemak berperan untuk sintesis sel baru.Kekurangan
lemak tubuh dapat menunda penyembuhan luka. Omega-3 polyunsaturated fatty acids
(PUFAs) diketahui lebih bermanfaat ketimbang omega-6 PUFAs. Omega-3s merupakan
anti-inflamasi yang berguna untuk penyembuhan luka, tetapi pemakaiannya dapat
menghambat pembekuan darah, sehingga dinilai merugikan.
g. Vitamin. Vitamin B kompleks merupakan kofaktor sejumlah fungsi metabolik termasuk
penyembuhan luka. Selain vitamin B, yang berperan dalam penyembuhan luka ialah
vitamin K. Vitamin K merupakan kofaktor enzim karboksilase yang mengubah residu
protein berupa asam glutamat (glu) menjadi gamma-karboksiglutamat (gla). Gla disebut
juga gla-protein. Gla protein dapat mengikat ion kalsium, yang mana kinerja ini
merupakan langkah yang esensial untuk pembekuan darah. Ion kalsium berguna untuk
mengaktifkan faktor pembekuan. Kekurangan vitamin K menyebabkan faktor pembekuan
tidak aktif (darah tidak dapat menggumpal), sehingga menyebabkan perdarahan pada luka
(operasi).
h. Mineral. Mineral yang diketahui bermanfaat untuk penyembuhan luka ialah besi dan seng.
Besi berfungsi sebagai kofaktor pada sintesis kolagen, sehingga defisiensi besi membuat
penyembuhan luka tertunda. Seng juga berperan dalam penyembuhan luka (Watcha,2005).
BAB VI

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Laparotomi adalah sebuah tindakan medis yang bertujuan untuk menemukan dan
mengetahui keadaan organ visceral yang ada di dalam ruang abdominal secara langsung serta
untuk menegakkan diagnosa. Pada praktikum ini, kelompok kami adalah melakukan laparotomi
medianus central, yaitu suatu tindakan penyayatan abdomen yang dilakukan 1 cm anterior
umbilical sampai 3 cm posterior umbilical. Pada bedah laparatomi ini dilakukan eksplorasi organ-
organ ruang abdomen. Organ yang akan ditemui adalah omentum, usus, vesical urinaria, lambung,
ginjal, hati dan saluran reproduksi (seperti tuba falopii, uterus dan ovarium). Tetapi pada
kelompok kami tidak menemukan uterus karena diduga kucing telah dilakukan
ovariohysteroctomi Sebelum dilakukan laparotomi, dilakukan beberapa persiapan diantaranya
persiapan operator, alat dan bahan instrumen bedah, pasien, serta tempat untuk laparotomi.
Persiapan ini dilakukan bertujuan untuk mempermudah jalannya proses laparotomi. Setelah
dilakukan laparotomi pada pasien (kucing) dilakukan perawatan pasca operasi pada pasien untuk
mempercepat proses penyembuhan luka jahitan pada pasien dan juga untuk mengembalikan
kondisi pasien ke kondisi awal.
DAFTAR PUSTAKA

Crowell-Davis SL, Murray T. 2005. Veterinary Psychopharmacology. United Kingdom:


Blackwell
Publishing Ltd
Fossum. 2005. Ilmu Bedah Kedokteran. Jurnal IBUV Laparatomy Compatibility – Mode
(Jurnal“Perbedaan Efektifitas Ondansetron dan Metoklopramid Dalam Menekan Mual
Muntah Paska Laparatomi” Kenya Nisita Damay Putri).
Harari, Joseph. 2006. Small Animal Surgery Secret 2nd Edition. Hanley & Belfus INC.
Philadelpia,USA.
Madigan MT, Martinko JM, Brock TD. 2006. Brock Biology of Microorganisms. New Jersey:
Pearson Prentice Hall.
Munaf, et al. 2008. Anestesiologi. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Napier and Napier.2009. A Handbook of Living Primates [diunduh 2014 Nov 25]. Inverin, Co.
Galway,Ireland.
Plumb, DC. 2005. Veterinary Drug Handbook. Minnesota: Pharma Vet Publishing.
Ross LG, Ross B. 2008. Anaesthetic and Sedative Techniques for Aquatic Animals 3rd edition.
United Kingdom: Blackwell Publishing ltd.
Sjamsuhidajat R, de Jong W., 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Syarif, A., Estuningtyas, A., Muchtar, A., Arif, A., Bahry, B., Suyatna, DF., Dewoto, HR., Utama,
H.,
Darmansjah, I., and Nafrialdi. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Setiabudy R,
Ilustrator. Jakarta (ID): Badan Penerbit FKUI.
Theresa, Welch., Fossum, et all. 2007. Small Animal Surgery 3rd Edition. Mosby Elsevier.
Missouri.
Watcha, ,MF, dkk. 2005. Pocket Guide To Suture Materials (Hal : 54). (e-book). Germani.
Widodo Setyo, Sajuthi Dondin, Choliq Chusnul, Wijaya Agus, Wulansari.
LAMPIRAN
DOKUMENTASI

1. Pre Operasi
a. Proses Premedikasi hingga Anastesi

b. Penghitungan pulsus,suhu dan pencukuran.

1. Operasi
a. Penyanyatan Abdomen

b. Pasca penyayatan abdomen


c. Eksplorasi Organ

d. Proses penjahitan dimulai dari Line alba dengan pola jahitan simple interrupted
e. Penajahitan lapisan kedua yaitu Subcutan menggunakan pola simple continous.

f. Proses penjahitan lapisan ketiga yaitu kulit menggunakan pola jahitan simple
interrupted

g. Proses pembalutan luka dengan iodin,surfatule,kasa, dan direkatkan dengan hypafix


hingga pemakaian gurita.
2. Perawatan Pasca operasi
a. Penggantian perban 2 hari setelah operasi

b. 7 hari pasca operasi

c. 10 hari pasca operasi dilakukan pelepasan jahitan

Anda mungkin juga menyukai