PENDAHULUAN
Pada praktikum laparatomi ini, kami menggunakan teknik laparatomi medianus. Karena
keuntungan penggunaan teknik laparatomi medianus adalah tempat penyayatannya yang
mudah karena adanya garis putih (linea alba) sebagai penanda, sedikit terjadinya pendarahan
dan sedikit mengandung syaraf. Namun, teknik ini dapat mengakibatkan terjadinya hernia
pada hewan coba apabila penanganan post operasinya tidak baik, serta proses
penyembuhannya cukup lama.
Tujuan praktikum adalah untuk menemukan letak anatomis atau orientasi dari organ-
organ viscera yang ada di dalam rongga abdomen secara langsung dan sekaligus dapat
digunakan untuk menegakkan diagnose serta mengasah kemampuan mahasiswa dalam
melaksanakan bedah laparotomy.
1.3 Fungsi
2.1 Laparotomi
Laparotomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi.Laparo berati perut atau
abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan.Sehingga laparotomi dapat didefenisikan sebagai
penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal. Istilah lain untuk laparotomi adalah celiotomi
(Theresa,2007).
Laparotomi terdiri dari tiga jenis yaitu laparotomi flank, medianus dan paramedianus.
Masing-masing jenis laparotomi ini dapat digunakan sesuai dengan fungsi, organ target yang akan
dicapai, dan jenis hewan yang akan dioperasi. Umumnya pada hewan kecil laparotomi yang
dilakukan adalah laparotomi medianus dengan daerah orientasi pada bagian abdominal ventral
tepatnya di linea alba.Organ-organ pada saluran pencernaan, saluran limfatik, saluran urogenital
dan saluran reproduksi merupakan organ tubuh yang berada di ruang abdomen.Semua organ
tersebut dapat ditemukan dengan menggunakan teknik operasi laparotomi (widyo,2011).
Tindakan bedah dilakukan untuk menangani kasus yang terjadi pada hewan kesayangan
pada daerah abdomen. Jenis tindakan bedah yang sering dilakukan diantaranya adalah laparotomi,
cystotomi, histerektomi, ovariohisterektomi, kastrasi, caudektomidan enterektomi. Banyak kasus
bedah yang ditangani dengan melakukan tindakan laparotomi, baik medianus, paramedianus
anterior maupun posterior, serta laparotomi flank.Tiap posisi memiliki kelebihan dan kekurangan.
Pemilihan posisi penyayatan laparotomi ini didasarkan kepada organ target yang dituju. Hal ini
bertujuan untuk menegakkan diagnosa berbagai kasus yang terletak di rongga abdomen.Tujuan
dari dilakukannya laparotomi adalah untuk menemukan dan mengetahui keadaan organ visceral
yang ada di dalam ruang abdominal secara langsung serta untuk menegakkan diagnose
(Theresa,2007).
2.2 Anatomi Organ Abdomen
Pada bedah laparatomi ini dilakukan eksplorasi organ-organ ruang abdomen. Organ yang
akan ditemui adalah omentum, usus, vesical urinaria, lambung, ginjal, hati dan saluran reproduksi
(seperti tuba falopii, uterus dan ovarium). Organ-organ yang ditemukan di dalam rongga abdomen
pada saat operasi antara lain adalah usus halus, usus besar, ginjal kiri, ginjal kanan, vesika urinaria
dan lambung. Usus merupakan organ yang paling mudah ditemukan karena posisi penyayatan
yang dilakukan tepat di ventromedial abdomen. Usus memiliki konsistensi yang lunak, licin, dan
lumennya kosong ketika dipalpasi. Vesika urinaria dapat diketahui dengan palpasi bagian
hipogastricum. Vesika urinaria berisi urin memiliki konsistensi lunak dan padat. Ginjal kanan dan
kiri dapat teraba ketika dilakukan palpasi. Bentuk dari kedua ginjal bulat seperti kacang dengan
konsistensi yang lunak dan padat. Organ lainnya tidak terpalpasi pada saat eksplorasi abdomen
(Sjamsuhidajat,2005).
Semua organ yang berada di dalam ruang abdomen tersebut diselubungi oleh
omentum. Untuk mempermudah mengenali organ dalam rongga abdomen, maka rongga
abdomen dibagi menjadi tiga wilayah yaitu epigastrium, mesogastrium dan hipogastrium. Di
wilayah epigastrium dapat ditemukan lambung, limpa, hati, ginjal kanan dan kiri. Ginjal kanan
terkesan lebih ke cranial dibandingkan yang kiri karena pada bagian kiri rongga abdomen
terdapat organ perut yang mendorong ginjal kiri dari posisi yang seharusnya. Usus dan
ovarium ditemukan di mesogastrium, sedangkan di hipogastrium berada vesica urinaria dan
uterus (Sjamsuhidajat,2005).
Ovarium terdiri dari satu pasang, ovarium dextra et sinistra. Bentuk dan ukuran
berbeda menurut spesies dan fase dari birahi. Ovarium pada kucing dan anjing berbentuk
lonjong. Tuba falopii (Oviduct) merupakan saluran reproduksi betina yg kecil, berliku-liku,
kenyal dan terdapat sepasang.Uterus merupakan saluran reproduksi betina yg diperlukan untuk
menerima ovum yg telah dibuahi, nutrisi dan perlindugan foetus.Uterus terdiri dari :Kornua
Uteri, Korpus Uteri, Cervix (Harari,2006).
Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri. Anestesi umum ialah suatu
keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua sensasi akibat induksi obat.
Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang. Obat anestesi umum terdiri atas
golongan senyawa kimia yang heterogen, yang mendepresi SSP secara reversibel dengan
spektrum yang hampir sama dan dapat dikontrol. Obat anastesi umum dapat diberikan secara
inhalasi dan secara intravena. Obat anastesi umum yang diberikan secara inhalasi (gas dan cairan
yang mudah menguap) yang terpenting di antaranya adalah N2O, halotan, enfluran, metoksifluran,
dan isofluran. Obat anastesi umum yang digunakan secara intravena, yaitu tiobarbiturat, narkotik-
analgesik, senyawa alkaloid lain dan molekul sejenis, dan beberapa obat khusus seperti ketamine
(Munaf, 2008).
a. Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), dimulai dari pemberian agen
anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran.Rasa takut dapat meningkatkan
frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi.
b. Stadium II (stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran sampai
permulaan stadium pembedahan.Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang
tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia urin, muntah,
midriasis, hipertensi, dan takikardia.
c. Stadium III (pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yaitu;
Plane I : yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak.
Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-
gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi.
Plane II: ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial
semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut.
Plane III: ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah
dan otot perut relaksasi.
d. Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan paralisis otot
dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata
ikan karena terhentinya sekresi lakrimal (Munaf,2008).
BAB III
Alat
Pada laparotomy kali ini alat yang digunakan adalah scalpel, blade, needle holder,
needle, gunting tajam-tajam, gunting tajam-tumpul, pinset anatomis dan chirugis, towel
clamp, allis forceps, retractor, drepe, tampon bulat dan kotak, kasa, kapas, gurita, hypafix,
termometer, stetoskop, silet pencukur bulu, tali sumbu kompor, perlak, Syringe,glove dan
masker.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain untuk tujuan
premedikasi, yaitu Atropin sulfat. Untuk bahan anastethikum menggunakan Xylazine dan
Ketamine. Pada praktikum ini juga menggunakan alkohol 70%, vicilin, NaCl fisiologis, air
sabun, antibiotik Ampiciline, Tolfenamic acid, Catgut Chromic, Catgut Plain, Non
Absorbable (Silk) dan iodine.
Alat-alat bedah
Hewan
Dipuasakan selama 6 – 12 jam (tidak diberi makan) dan 2 – 6 jam (tidak diberi
minum) sebelum laparatomi
Dilakukan penghitungan dosis atropin sulfat untuk premedikasi dan ketamin serta
xylazine sebagai anastesi serta obat lainnya (amoxicillin dan tolfenamic acid)
Diperiksa berat badan, pulsus, suhu dan membran mukosa dan dilakukan secara
berulang setiap 15 menit selama operasi berlangsung hingga hewan sadar.
Hewan diberikan atropin sulfat secara subkutan untuk premedikasi dan ditunggu
selama 10 hingga 15 menit
Setelah 10-15 menit, diberikan anastesi secara subkutan dengan gabungan antara
ketamin dan xylazine
Dilakukan restrain dengan cara mengikat keempat kaki hewan coba menggunakan
tali dan dikeluarkan lidah hewan coba dan mulut ditutup (tidak rapat) dengan kapas
atau kasa
Pada situs operasi yang sudah bersih dari bulu, diberikan iodine untuk desinfektan
Dilakukan incisi sepanjang kurang lebih 5 cm pada daerah median abdomen dengan
blade, diikuti penyayatan subcutan dan kemudian penyayatan linea alba
Setelah terbuka seluruh lapisan, rongga yang terbuka ditahan dengan menggunakan
allis forceps dan retractor agar tetap terbuka
Dilakukan penjahitan pada bagian yang disayat sebelumnya dengan 3 lapis jahitan
dengan menggunakan cat gut absorbable pada bagian dalam dan non-absorbable
pada bagian luar luka
Dilakukan penjahitan pertama di bagian linea alba dengan pola jahitan simple
interrupted dan diberi vicillin
Dilakukan penjahitan kedua di bagian subkutan dengan pola jahitan simple
continuous dan diberi vicillin
Dilakukan penjahitan ketiga di bagian kulit dengan pola jahitan simple interrupted
Diberikan antibiotic pada bagian jahitan agar tidak terjadi infeksi
Ditutup bagian luka dengan bandage
Ditunggu hingga hewan coba sadar atau efek anasthesi berkurang, dan bila telah
sadar di suntikkan toflen sebanyak 0.3 ml
Diamati suhu dan pulsus hewan coba setiap 15 menit hingga nilai dari suhu dan
pulsus dianggap normal
Hasil
BAB IV
HASIL
Pemeriksaan Hewan
Nama Nim
SIGNALEMENT
Nama : Lulu
Kelamin : Betina
Umur : 1 tahun
Tanda kusus :
Pemeriksaan Hewan
City : MALANG
0
Temp: 38 C
System Review
Vaksinasi Ya √ Tidak
ctt:
Disease Record:
FORM OPERASI
LAPAROTOMY
KONTROL ANASTESI
DOSIS
KOSENTRASI Volume
Obat Golongan Obat (mg/Kg Rute Waktu
(mg/ml) Obat (ml)
BB)
Per
Amoxicillin ANTIBIOTIK 20 125/5 1,68
Oral
PREMEDIKASI
Xylazine
:2 + Xylazine 20 +
Xylazine+Ketamin ANASTHESI 0,21+0,21 IM 13.45
Ketamin Ketamin 100
: 10
KONTROL PEMERIKSAAN
Menit 0 15 30 45 60 75 80 90 105
Temp(0C) 37,6 37,4 35,8 37,7 36,7 37,1 36,7 35,5 36,4
Menit 120 135 150 165 180 195 210 225 240
Pulsus(/menit) 66 66 60 108 96 66 96 96 96
Pulsus(/menit) 66 92
Temp(0C) 34,9 36
FORM MONITORING
PASCA OPERASI
Umur : ± 1 tahun
SL :-++++ surfatule+betadine
SL :-++++ surfatule+betadine
SL :-++++ surfatule+betadine
SL :-++++ surfatule+betadine
SL :-++++ surfatule+betadine
SL :-++++ surfatule+betadine
18 Mei Suhu : 37 oC Appetice :-++++ T/ surfatule+betadine
2015
Pulsus :128/menit Defekasi :-++++
SL :-++++
SL :-++++
SL :-++++
SL :-++++
BAB V
PEMBAHASAN
Pre Operasi
Sedangkan sterilisasi alat bedah bertujuan untuk menghilangkan mikroba yang ada
pada alat-alat bedah yang akan digunakan nanti. Prosedur autoclave merupakan proses
sterilisasi yang berprinsip pemanasan basah dengan tekanan tinggi. Proses autoclave
berlangsung di dalam alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi suatubenda
atau alat menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (1210C, 15 lbs) selama kurang
lebih 15 menit. Penurunan tekanan pada autoclave tidak dimaksudkan untuk membunuh
mikroorganisme, melainkan meningkatkan suhu dalam autoclave. Suhu yang tinggi inilah
yang akan membunuh microorganisme (Madigan,2006).
Penggunaan iodine dan alkohol berguna untuk menjaga sterilitas dari alat-alat yang
digunakan. Hal ini dikarenakan iodine dan alkohol mempunyai sifat-sifat yang dapat
digunakan sebagai sterilisasi alat. Pada iodine, iodine merupakan disinfektan yang efektif
untuk proses desinfeksi air dalam skala kecil. Dua tetes iodine 2% dalam larutan etanol cukup
untuk mendesinfeksi 1 liter air jernih. Salah satu senyawa iodine yang sering digunakan
sebagai disinfektan adalah iodofor. Sifatnya stabil, memiliki waktu simpan yang cukup
panjang, aktif mematikan hampir semua sel bakteri, namun tidak aktif mematikan spora,
nonkorosif, dan mudah terdispersi. Kelemahan iodofor diantaranya aktivitasnya tergolong
lambat pada pH 7 (netral) dan lebihmahal.Iodofor tidak dapat digunakan pada suhu lebih
tinggi dari 49 °C (Plumb,2005).
Setelah peralatan bedah disiapkan kemudian dilakukan pemeriksaan pulsus dan suhu
hewan coba, dan lakukan secara berulang setiap 15 menit sekali dengan tujuan mengamati
kondisi hewan coba selama operasi. Selanjutnya dilakukan premedikasi dengan atropine 10
menit sebelum operasi dengan dosis 0.48 ml diberikan secara subcutan. Dan diberikan
anastethikum xylazine dan ketamine setelah 10 menit dari pemberian atropine dengan rute
pemberian intramuscular xylazine sebanyak 0.3 ml dan ketamine sebanyak 0.3 ml. Efek dari
ketamin yaitu menimbulkan efek samping nausea dan vomit sehingga lebih baik lambung
dikosongkan.
Setelah hewan coba teranastesi atau hewan coba telah memasuki stadium 1 anastesi,
dilakukan restrain dengan cara mengikat keempat kaki hewan coba menggunakan tali
pengikatan dilakukan pada kursi karena memngingat kondisi meja praktikum yang cukup
panjang, selain itu pengikatan bertujuan memudahkan dilakukan operasi serta
mempertahankan posisi rebah hewan ketika akan dilakukan operasi dan dikeluarkan lidah
hewan coba kemudian mulut ditutup dengan kapas atau kasa agar tidak tergigit ketika hewan
telah teranastesi serta tidak mengganggu jalan nafas dari hewan itu sendiri. Setelah itu daerah
abdomen hewan dicukur dengan menggunakan silet yang sebelumnya telah diberi air sabun
untuk memudahkan pencukuran, pencukuran dilakukan searah dengan posisi rambut kucing
untuk memudahkan pencukuran, lalu pada daerah yang sudah dicukur diolesiiodin untuk
desinfeksi. Kemudian hewan ditutup dengan duk, disesuaikan, dan difiksir dengan
towelclamp. Pada stadium anastesi ke III , operasi siap dilakukan.
Operasi
Operasi yang dilakukan operator pada saat praktikum adalah laparatomi medianus
central, yaitu suatu tindakan penyayatan abdomen yang dilakukan 1 cm anterior umbilical
sampai 3 cm posterior umbilical. Penyayatan abdomen yang dilakukann tepat dibagian tengah
mempunyai maksud mempermudah eksplorasi organ-organ yang berada baik disebelah
anterior maupun posterior dari tempat penyayatan (Widodo,2011).
Pada kucing ini tidak ditemukan adanya ovarium karena diduga kucing sudah
melakukan ovariohysterectomy. Walaupun tidak terdapat bekas jahitan akan tetapi dapat
terlihat dari lapisan kulit ketika setelah dilakukan incisi pada lapisan subkutan kulit tidak
seperti kulit yang belum pernah dioperasi, akan tetapi pada lapisan subkutan kucing kami
sudah sedikit hancur lapisan lemaknya ditambah lagi juga tidak ditemukannya ovarium.
Setelah tidak ditemukannya ovarium pada kucing ini, kami memutuskan untuk menutup dan
melakukan penjahitan. Sebelum dilakukan penjahitan, diberikan vicillin secara spray sebagai
antibiotik. Kemudian pada lapisan pertama dijahit dengan menggunakan benang catgut dan
jarum round dengan menggunakan teknik simple interrupted. Pada lapisan kedua digunakan
benang plain dan jarum yang sama dengan menggunakan pola jahitan simple continous serta
diperkuat dengan jahitan matras vertikal. Untuk lapisan yang terakhir yaitu lapisan kulit
dijahit dengan menggunakan pola jahitan simple interupted. Catgut digunakan karena benang
tersebut bersifat absorbable dan akan menyatu dengan jaringan yang ada. Kemudian jarum
jenis round digunakan karena jaringan yang dijahit tidak terlalu tebal. Pada cutaneous
digunakan benang silk dengan jarum triangle atau segitu. Hal ini dikarenakan kulit bersifat
yang sering terpapar jadi digunakan benang non absorbable untuk menghindari infeksi dan
jarum triangle digunakan karena kulit yang merupakan jaringan yang tebal. Dressing untuk
sayatan yang telah ditutup menggunakan kasa yang telah diberi iodine. Hal ini untuk menjaga
agar luka tetap steril dan luka cepat kering.
Post Operasi
Perawatan pasca operasi diberikan amoxicillin dengan jarak 12 jam dengan dosis 1,76
ml yang diberikan secara peroral. Selain itu diberikan analgesik, yaitu tolfenamic acid secara
subkutan dengan dosis 0,22 ml. Untuk antibiotik topikal pada daerah luka diberikan surfatule
untuk membantu penyembuhan luka. Dressing diganti setiap 2 hari sekali dengan
menggunakan surfatule lalu diberikan iodine yang kemudian ditutp dengan kasa steril dan
direkatkan dengan hyafix dan ditambahnkan dengan pemasangan gurita agar bandage tidak
digigit oleh hewan serta mecegah adanya kontaminasi mikroorganisme dari lingkungan luar.
Apabila gurita tetap digigit oleh hewan makan dapat ditambah dengan pemberian elizabeth
collar. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap pasien bedah post operatif untuk
perawatan pasien bedah, diantaranya adalah pemeriksaan pulsus, suhu, appetice, defekasi,
urinasi dan SL yang dilakukan setiap harinya untuk hingga hewan benar-benar pulih untuk
mengontrol perkembangannya pasca operasi serta menghindarkan hewan dari adanya
komplikasi pasca operasi. Setelah 7 hari dilanjutkan dengan melakukan pengecekan terhadap
jahitan, apabila sudah kering dapat dilakukan pelepasan jahitan. Dan setelah jahitan dilepas,
luka jahitan masih harus ditutup untuk mengantisipasi agar lupa tidak digigit oleh hewan coba
ataupun terkena kotoran yang ada dilingkungan ketika proses perawatan.
Hal lain yang perlu dilakukan post operatif adalah pencucian peralatan, pencucian
perlengkapan, pembersihan ruang operasi. Pencucian peralatan dilakukan dengan mencuci
alat setelah digunakan dengan dicuci menggunakan larutan pencuci detergen, disikat, dimulai
dari ujung yang paling steril (ujung yang pertama mengenai pasien), kemudian dibilas dengan
air yang mengalir hingga bersih, dikeringkan dengan ditata diatas koran. Peralatan yang sudah
kering kemudian disterilisasi lagi seperti di awal tadi. Pencucian perlengkapan meliputi
masker, tutup kepala, duk dan baju operasi yang telah selesai digunakan dilaundri/dicuci
dengan sabun, dibilas dikeringkan. Perlengkapan-perlengkapan tersebut kemudian disterilisasi
sebagaimana proses pra operasi tadi. Ruang operasi kembali dibersihkan dari kotoran/debu
dengan disapu dan disterilisasi baik dengan radiasi atau dengan menggunakan desinfektan
berupa alkohol 70%.
a Pemeriksaan Fisik
Signalement
Nama : Lulu
Kelamin : Betina
Umur : 1 Tahun
Tanda kusus :
Pemeriksaan Hewan
Pemeriksaan Hewan
City : MALANG
0
Temp: 38 C
System Review
Deskripsi Abnormal
Vaksinasi Ya √ Tidak
ctt:
Disease Record:
Temperatur tubuh hewan sebelum operasi adalah 37,6 °C. Sedangkan pasca operasi
cenderung menunjukkan gambaran yang sangat baik dan merata hingga hari-hari berikutnya.
Hanya pada beberapa jam pasca operasi, pengamat mencatat suhu hewan yang turun hingga
mencapai 36o C bahkan sempat mencapai 35 °C. Keadaan hipothermia seperti ini diduga akibat
efek samping dari obat bius yang masih terasa. Namun, keadaan itu segera membaik di hari ke-1
hingga hari-hari berikunya yang ditunjukkan dengan meningkatnya suhu tubuh hewan menjadi 37-
38o C. Suhu tersebut masih dalam kisaran normal karena suhu normal tubuh kucing adalah 100 -
102.5°F (37.7 - 39.1°C).
Sedangkan untuk pulsus hewan sebelum dioperasi adalah 112/menit hal ini masih dalam
batas yang normal. Untuk frekuensi jantung hewan atau pulsus menunjukkan frekuensi yang stabil
pada setiap harinya yaitu rata-rata sekitar 124 kali/menit dari frekuensi pulsus normal kucing
antara 110–130 kali/menit. Namun setelah diberikan anestesi frekuensi pulsus meningkat menjadi
136 hingga 176 kali/menit tiap 15 menit. Peningkatan frekuensi ini dapat disebkan karena adanya
luka sayatan. Sedangkan penurunan pulsus mungkin diakibatkan karena efek sedatif dari anastesi
yang diberiakn sudah bekerja sehingga hewan terkesan lebih tenang dibandingkan ketika sudah
dilakukan incisi.
Mukosa kucing terlihat perbedaan yang sangat nyata pada saat pre dan post anestesi. Pada
saat pre anestesia mukosanya berwarna pink, namun setelah anestesi selama operasi berlangsung
warna mukosa berubah menjadi pucat, hal tersebut dikarenakan tidak lancarnya aliran darah pada
daerah perifer.
Penyembuhan luka adalah faktor penting pasca operasi yang selalu dihadapi dan
merupakan fenomena kompleks yang melibatkan berbagai proses meliputi inflamasi akut. Dalam
penyembuhan luka terdapat sejumlah faktor sistemik dan local yang mengganggu penyembuhan
luka. Faktor local yang berpengaruh terhadap penyembuhan luka antara lain infeksi, faktor
mekanik, benda asing, macam, lokasi dan ukuran besarnya luka. Faktor sistemik yang
mempengaruhi penyembuhan luka antara lain nutrisi, status metabolic, status sirkulasi darah dan
hormon glukokortikoid. Pada pasca operasi, banyak ditemukan permasalahan dalam penyembuhan
luka, seperti waktu penyembuhan yang lama, terutama bila terjadi penyembuhan secara sekunder.
Nyeri menjadi stressor yang memicu timbulnya gejala klinis patofisiologis, memicu modulasi
respon imun, sehingga menyebabkan penurunan system imun yang berakibat pemanjangan waktu
penyembuhan luka(Madigan,2006).
a. Usia
Usia muda penyembuhannya lebih cepat daripada usia. Usis tua lebih sering terkena
penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan
darah.
b. Nutrisi
Pasien dengan status nutrisi kurang memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi
mereka setelah pembedahan. Pasien yang obesitas mengalami penundaan penyembuhan
karena suplai darah (oksigenasi) jaringan adiposa tidak adekuat. Pasien obesitas juga
memiliki risiko tinggi terkena infeksi, seroma, dan dehisensi.
c. AsupanNutrisi
Penyembuhan luka memerlukan berbagai nutrien. Pada dasarnya nutrien yang berguna
ialah protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral.
d. Protein. Deplesi protein dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Terjadi peningkatan
kebutuhan akan protein saat terjadinya luka. Peningkatan kebutuhan tersebut diperlukan
untuk proses inflamasi, imun, dan perkembangan jaringan granulasi. Protein utama yang
disintesis selama fase penyembuhan luka adalah kolagen. Kekuatan kolagen menentukan
kekuatan kulit luka seusai sembuh. Kekurangan intake protein prabedah, secara signifikan
menunda penyembuhan luka pasca bedah.
e. Karbohidrat. Selama fase hipermetabolik, kebutuhan akan karbohidrat meningkat. Segala
aktifitas seluler dipengaruhi oleh ATP yang diperoleh dari glukosa (karbohidrat), sehingga
penyediaan energi untuk respons inflamasi dapat berlangsung. Kekurangan karbohidrat
dalam tubuh menyebabkan penghancuran protein untuk keperluan aktifitas seluler. Dengan
kata lain, sedikitnya karbohidrat berpeluang membuat semakin sedikitnya protein.
f. Lemak. Lemak memiliki peran penting dalam struktur dan fungsi membran sel. Asam
lemak esensial tidak bias disintesis oleh tubuh, sehingga harus didapatkan dari diet
keseharian. Peran asam lemak esensial untuk penyembuhan luka masih belum begitu
dimengerti, tetapi diketahui bahwa lemak berperan untuk sintesis sel baru.Kekurangan
lemak tubuh dapat menunda penyembuhan luka. Omega-3 polyunsaturated fatty acids
(PUFAs) diketahui lebih bermanfaat ketimbang omega-6 PUFAs. Omega-3s merupakan
anti-inflamasi yang berguna untuk penyembuhan luka, tetapi pemakaiannya dapat
menghambat pembekuan darah, sehingga dinilai merugikan.
g. Vitamin. Vitamin B kompleks merupakan kofaktor sejumlah fungsi metabolik termasuk
penyembuhan luka. Selain vitamin B, yang berperan dalam penyembuhan luka ialah
vitamin K. Vitamin K merupakan kofaktor enzim karboksilase yang mengubah residu
protein berupa asam glutamat (glu) menjadi gamma-karboksiglutamat (gla). Gla disebut
juga gla-protein. Gla protein dapat mengikat ion kalsium, yang mana kinerja ini
merupakan langkah yang esensial untuk pembekuan darah. Ion kalsium berguna untuk
mengaktifkan faktor pembekuan. Kekurangan vitamin K menyebabkan faktor pembekuan
tidak aktif (darah tidak dapat menggumpal), sehingga menyebabkan perdarahan pada luka
(operasi).
h. Mineral. Mineral yang diketahui bermanfaat untuk penyembuhan luka ialah besi dan seng.
Besi berfungsi sebagai kofaktor pada sintesis kolagen, sehingga defisiensi besi membuat
penyembuhan luka tertunda. Seng juga berperan dalam penyembuhan luka (Watcha,2005).
BAB VI
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Laparotomi adalah sebuah tindakan medis yang bertujuan untuk menemukan dan
mengetahui keadaan organ visceral yang ada di dalam ruang abdominal secara langsung serta
untuk menegakkan diagnosa. Pada praktikum ini, kelompok kami adalah melakukan laparotomi
medianus central, yaitu suatu tindakan penyayatan abdomen yang dilakukan 1 cm anterior
umbilical sampai 3 cm posterior umbilical. Pada bedah laparatomi ini dilakukan eksplorasi organ-
organ ruang abdomen. Organ yang akan ditemui adalah omentum, usus, vesical urinaria, lambung,
ginjal, hati dan saluran reproduksi (seperti tuba falopii, uterus dan ovarium). Tetapi pada
kelompok kami tidak menemukan uterus karena diduga kucing telah dilakukan
ovariohysteroctomi Sebelum dilakukan laparotomi, dilakukan beberapa persiapan diantaranya
persiapan operator, alat dan bahan instrumen bedah, pasien, serta tempat untuk laparotomi.
Persiapan ini dilakukan bertujuan untuk mempermudah jalannya proses laparotomi. Setelah
dilakukan laparotomi pada pasien (kucing) dilakukan perawatan pasca operasi pada pasien untuk
mempercepat proses penyembuhan luka jahitan pada pasien dan juga untuk mengembalikan
kondisi pasien ke kondisi awal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pre Operasi
a. Proses Premedikasi hingga Anastesi
1. Operasi
a. Penyanyatan Abdomen
d. Proses penjahitan dimulai dari Line alba dengan pola jahitan simple interrupted
e. Penajahitan lapisan kedua yaitu Subcutan menggunakan pola simple continous.
f. Proses penjahitan lapisan ketiga yaitu kulit menggunakan pola jahitan simple
interrupted