Anda di halaman 1dari 38

ASKEP KELUARGA LANSIA DENGAN DIABETES MILITUS

ASKEP KELUARGA LANSIA DENGAN DIABETES MILITUS

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti
halnya semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan
akan berakhir dengan kematian. Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan
kemunduran kesehatannya kadang-kadang sukar dibedakan dari kelainan patologi
yang terjadi akibat penyakit. Dalam bidang endokrinologi hampir semua produksi
dan pengeluaran hormon dipengaruhi oleh enzim-enzim yang sangat dipengaruhi
oleh proses menjadi tua.
Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya bervariasi
luas dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang kadang-kadang
menyerupai penyakit atau perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut.

B.     Rumusan Masalah


1.      Apa yang dimaksud dengan diabetes mellitus?
2.      Bagaimana gambaran klinis diabetes mellitus?
3.      Bagaimana asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita diabetes
mellitus?

C.    Tujuan Penulisan


1.      Mengetahui definisi diabetes mellitus
2.      Mengetahui gambaran klinis diabetes mellitus
3.      Mengetahui asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita diabetes
mellitus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    KONSEP LANSIA


1.      Pengertian lansia
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai
mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai
kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah,
seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu
usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu
telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usa) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang
yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi,
2000) sedangkan menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
(lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos,
1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan
fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang
berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia
digolongkan menjadi 4, yaitu:
a.       Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
b.      Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
c.       Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
d.      Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi
(Constantinides, 1994).
Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik
dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan
mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4).
Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga
kelompok yakni :
a.       Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki
lansia.
b.      Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
c.       Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun

B KONSEP KELUARGA
1.      Pengertian keluarga
Fredman (1998) mendefinisikan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang
atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan
individu yang mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari
keluarga.
Pakar konseling dari yogyakarta Sayekti (1994) menulis bahwa keluarga
adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang
dewasa yang berkelainan jenis hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang
perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri
maupun adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Keluarga merupakan suatu gejala yang bersifat universal dan mempunyai 4
karakteristik pada keluarga.
a.       Keluarga terdiri dari orang yang bersatu karena ikatan perkawinan darah atau
adopsi.
b.      Para anggota keluarga biasanya hidup bersama dalam suatu rumah membentuk
suatu rumah tangga.
c.       Keluarga merupakan satu kesatuan orang yang berinteraksi dan saling
berkomunikasi yang memainkan peran suami dan isteri , bapak dan ibu , anak dan
saudara.
d.      Keluarga mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar bersal
dari kebudayaan umum yang lebih besar/luas.
Atas landasan keempat dari karakteristik diatas dapat disimpulkan pengertian
keluarga adalah sebagai berikut:
Keluarga merupakan kelompok orang yang dipersatukan dari ikatan
perkawinan ,darah atau adopsi yang membentuk suatu rumah tangga yang saling
berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dengan melalui peran masing-
masing sebagai anggota keluarga dan mempertahankan kebudayaan masyarakat
yang berlaku umum menciptakan kebudayaan sendiri.

2.      Tipe-tipe keluarga


Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuan dan orang yang
mengelompokkan. Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
a.       Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu,
dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
b.      Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga
lain yang masih mempunyai hubungan darah( kakek-nenek,paman-bibi).
Namun dengan berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa
individualisme, pengelompokan tipe keluarga selain kedua diatas berkembang
menjadi:
a.       Keluarga bentukan kembali (dyadic family) adalah keluarga baru yang terbentuk
dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya.
b.      Orang tua tunggal(single parent family) adalah keluarga yang terdiri dari salah
satu orang tua dengan anak-anak akibat dari perceraian atau ditinggal
pasangannya.
c.       Ibu dengan anak tanpa perkawinan( the unmarried teenage mother)
d.      Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah
menikah (the single adult living alone)
e.       Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the nonmarital
heteroseksual cohabiting family) biasanya dapat dijumpai pada daerah kumuh
perkotaan tetapi pada akhirnya mereka dinikahkan oleh pemerintah daerah.
f.       Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and
lesbian family)

3.      Fungsi Keluarga


Secara umum fungsi keluarga (Friedman, 1998) adalah sebagai berikut:
a.       Fungsi efektif ( the affective function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk
mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan
dengan orang lain.fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan
psikososial anggota keluarga.
b.      Fungsi sosial dan tepat bersosialisasi (sosialization unsocial placement function)
adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan
sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar
rumah.
c.       Fungsi reproduksi (the reproduktive function) adalah fungsi untuk
memprtahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
d.      Fungsi ekonomi (the economic function), yaitu kelurga berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
e.       Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the healt care function) yaitu
fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap
memiliki produktivitas tinggi.

C.    KONSEP DASAR DIABETES MELITUS


1.      Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi
defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa
darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan
sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya
sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan
Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial
yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009)

2.      Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi
terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas
glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas,
aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta,
penggunaaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi
insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa
keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal.
Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia
lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor.
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena
mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan
penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum
dapat digolongkan ke dalam dua besar :
a.       Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan
fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi
dengan baik).
b.      Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum
alkohol, dan lain-lain.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi
penyebab terjadinya diabetes mellitus.
Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi
tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis.
Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang
sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia
dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian
dari proses penuaan itu sendiri.

3.      Klasifikasi
a.       Diabetes melitus tipe I
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui
proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
1)      Mudah terjadi ketoasidosis
2)      Pengobatan harus dengan insulin
3)      Onset akut
4)      Biasanya kurus
5)      Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6)      Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7)      Didapatkan antibodi sel islet
8)      10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
b.      Diabetes melitus tipe II :
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Karakteristik DM tipe II :
1)      Sukar terjadi ketoasidosis
2)      Pengobatan tidak harus dengan insulin
3)      Onset lambat
4)      Gemuk atau tidak gemuk
5)      Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6)      Tidak berhubungan dengan HLA
7)      Tidak ada antibodi sel islet
8)      30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9)      ± 100% kembar identik terkena
4.      Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila
insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan
tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah
meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun
dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap
insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin
normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam
darah menjadi meningkat

5.      Manifestasi Klinis


Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia
umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan
ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan
tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia
kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi.
Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya
gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
a.       Katarak
b.      Glaukoma
c.       Retinopati
d.      Gatal seluruh badan
e.       Pruritus Vulvae
f.       Infeksi bakteri kulit
g.      Infeksi jamur di kulit
h.      Dermatopati
i.        Neuropati perifer
j.        Neuropati viseral
k.      Amiotropi
l.        Ulkus Neurotropik
m.    Penyakit ginjal
n.      Penyakit pembuluh darah perifer
o.      Penyakit koroner
p.      Penyakit pembuluh darah otak
q.      Hipertensi

6.      Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, yakni :
penatalaksanaan secara medis dan penatalaksanaan secara keperawatan.
Penatalaksanaan secara medis adalah sebagai berikut:
a.       Obat Hipoglikemik oral
1)      Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn obat
golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat
golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel
beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II dengan
berat badan yang berlebihan. Obat – obat yang beredar dari kelompok ini adalah:
(a)    Glibenklamida (5mg/tablet).
(b)   Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
(c)    Glikasida (80 mg/tablet).
(d)   Glikuidon (30 mg/tablet).
2)      Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki ambilan
glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat tunggal pada
pasien dengan kelebihan berat badan.
3)      Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan,
sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien
dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b.      Insulin
1)      Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human
Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang beredar adalah
Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe II yang
kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak berhasil dengan penggunaan
obat – obatan anti DM dengan dosis maksimal, atau mengalami kontraindikasi
dengan obat – obatan tersebut, bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar, dana
sidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat, wanita
hamil dengan gejala DM gestasional yang tidak dapat dikontrol dengan
pengendalian diet.
2)      Jenis Insulin
(a)    Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink, dan
semilente.
(b)   Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon)
(c)    Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin)
Sedangkan unuk penatalaksanaan secara keperawatan adalah sebagai berikut:
a.       Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan. Walaupun
telah mendapat tentang penyuluhan perencanaan makanan, lebih dari 50 % pasien
tidak melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya mempertahankan menu diet
seimbang, dengan komposisi idealnya sekitar 68 % karbohidrat, 20 % lemak dan
12 % protein. Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan mencegah agar
berat badan tidak menjadi berlebihan dengan cara : Kurangi kalori, kurangi lemak,
konsumsi karbohidrat komplek, hindari makanan yang manis, perbanyak
konsumsi serat.
b.      Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin
bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan,
memperkuat jantung, dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan
olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga yang
berat – berat

7.      Pemeriksaan Diagnostik


Glukosa darah sewaktu
a.       Kadar glukosa darah puasa
b.      Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
a.       Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b.      Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c.       Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

8.      Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang
termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis
(DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang
termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic,
neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
a.       Komplikasi akut
1)      Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat pada
jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat
sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi
( penyakit)
b.      Komplikasi kronis:
1)      Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah
retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah
baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan
dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan
ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
2)      Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang
nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson.
Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi.
Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
3)      Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic yang
paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
4)      Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
5)      Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi
bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan
ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit
makrovaskular.
6)      Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan
sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki
mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati,
iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
7)      Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,
yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral.
Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen
atau hipoglikemik oral.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A.    Kasus :
Tn. M (65 tahun) mempunyai istri Ny. S (60 tahun). Mereka memiliki 2 orang
anak, yakni Ny. K (38 tahun) dan Tn. O (30 tahun). Ny. K yang telah menikah,
tinggal bersama suaminya di luar kota. Tn. O yang juga sudah menikah dengan
Ny. J (27 tahun) yang tinggal bersama Tn. M. Ny.S sering mengeluh banyak
minum, sering kencing serta nafsu makannya meningkat. Keadaanya terlihat
lemas, dan kurang bersemangat. 1 tahun yang lalu, Ny.S dibawa periksa ke
puskesmas kota dan didiagnosa diabetes militus (DM).
Ny. S tidak bisa kontrol teratur ke puskesmas karena yang mengantarkan tidak
ada dan keterbatasan biaya. Tn. M, Tn. O dan Ny. J bekerja sebagai buruh pabrik.
Tn. M kadang (jika ada rejeki) membeli obatnya di apotek terdekat
sesuai foto copi resep dokter. Hasil observasi jari kaki Ny. S sebelah kiri
terdapat luka kecil sudah 3 minggu belum sembuh.

B.     Pengkajian
1.      Data Umum
a.       Identitas Keluarga
Nama KK : Tn. M
Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 65 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Gayaman Kota Mojokerto
b.      Komposisi Keluarga

Jenis Hubungan
No nama Umur Pekerjaan ket
kelamin keluarga
1. Tn.M L Suami 65 thn swasta sehat
2. Ny.S P Istri 60 thn Ibu RT DM
3. Tn.O L Anak 30 thn Swasta Sehat
4. Ny.J P Menantu 27 thn Swasta sehat
c.       Genogram

d.      Type Keluarga : Keluarga usia lanjut


e.       Suku / Kebangsaan : Jawa
f.       Agama : Islam
g.      Status Sosial Ekonomi
1)      Kegiatan Organisasi
Keluarga Tn. M termasuk keluarga yang aktif dalam organisasi di masyarakat.
Khususnya Ny. S, ia selalu ikut dalam kegiatan pengajian, arisan dll walaupun
dengan badan yang sudah rentan dan kaki yang terkadang terasa sakit.
2)      Keadaan Ekonomi
Keluarga Tn. M termasuk keluarga prasejahtera karena keluarga hanya bisa
mendapatkan uang dari kontrakan dan dari uang gakin serta mendapatkan beras
miskin. Untuk memenuhi kebutuhann sehari-hari keluarga Tn. M hanya
mengandalkan penghasilan anak dan menantunya.
h.      Aktivitas Rekreasi Keluarga
Kegiatan rekreasi keluar rumah seperti ikut pengajian namun untuk tamasya
Tn. M tidak melakukan lagi karena tesangkut masalah biaya dan kondisi sakit
yang dialaminya dan istri. Sedangkan rekreasi di dalam rumah seperti mengobrol
dengan tetangga sebelah di beranda rumah.

2.      Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga


a.       Tahap perkembangan keluarga adalah keluarga usia lanjut
b.      Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi adalah keluarga telah
memenuhi perkembangannya.
c.       Riwayat Keluarga Inti
Ny. S menderita diabetes mellitus tipe 2 setelah kontrol gula darah di puskesmas
November 2011 dan di berikan injeksi insulin.
d.      Riwayat Keluarga Sebelumnya
Tidak diketahui apakah orang tua Ny. S menderita diabetes mellitus atau tidak.
Karena tidak pernah diperiksa tim medis.

3.      Lingkungan
a.       Kharakteristik Rumah
Rumah Tn. M merupakan rumah milik pribadi dengan ukuran kurang lebih 100
m2. Termasuk rumah semi permanent, berdinding tembok dan juga kayu (gedek)
lantainya dari sebagian semen dan sebagian tanah. Mempunyai 1 ruang tamu, 4
kamar tidur, 1 dapur, 1 kamar mandi dan WC. Ventilasi rumah belum mencukupi
10% dari total bangunan dan lingkungannya tampak kotor.
1)      Pembuangan Air Kotor
Ada septik tank dan pembuangan air limbah dengan kondisi baik dengan
kedalaman 10 meter terletak di belakang rumah dan jarak dari sumber air kurang
dari 10 meter.
2)      Pembuangan Sampah
Keluarga mempunyai tempat pembuangan sampah sendiri yang di tempatkan di
bak sampah atau di bagor dan kemudian di ambil petugas sampah setiap 2 hari
sekali.
3)      Sanitasi
Lingkungan rumah Tn. M tampak sedikit kotor, pekarangan tidak dimanfaatkan
secara maksimal hanya ada beberapa tanaman saja.
4)      Jamban Keluarga
Mempunyai jamban keluarga sendiri dengan bentuk leher angsa dan terletak di
dalam rumah.
5)      Sumber Air Minum
Keluarga memanfaatkan air sumur yang dikelola satu perumahan.
b.      Kharakteristik Tetangga dan Komunitas RW
Tetangga Tn. M termasuk tetangga yang baik, rasa kekeluargaan dan kegotong
royongan tinggi dan selalu siap membantu keluarga Tn. M.
c.       Mobilitas Geografi Keluarga
Keluarga Tn. M sudah lama tinggal di rumah tersebut tidak pernah pindah sejak
oranng tuanya masih ada Tn. M tinggal di sana.
d.      Sistem Pendukung Keluarga
Keluarga selalu mendapat dukungan dari tetangga dan juga dari keluarga
besarnya. Bila ada masalah kesehatan dengan salah satu anggota keluarga, Tn. M
selalu membawa ke dokter yang terdekat dengan rumah atau ke pak mantra.
Jarak Untuk Pelayanan Kesehatan Terdekat
Puskesmas : kurang lebih 2 km
Puskesmas pembantu : kurang lebih 10 km
Rumah sakit : kurang lebih 15 km
Posyandu : kurang lebih 200 meter
Fasilitas Sosial
Masjid/mushola : kurang lebih 200 km
Pasar : kurang lebih 200 km

4.      Struktur Keluarga


a.       Pola komunikasi keluarga
Antar anggota keluarga terbina hubungan yang harmonis, dalam menghadapi
suatu permasalahan, biasanya dilakukan musyawarah keluarga sebelum
memutuskan suatu permasalahan. Komunikasi dilakukan dengan sangat terbuka.
b.      Struktur kekuatan keluarga
Keluarga merupakan keluarga inti yang terdiri dari suami, istri dan 2 orang anak
dan saling perhatian.
c.       Struktur peran keluarga
Tn. M sebagai kepala keluarga bertanggung jawab dalam mengatur rumah
tangganya.
Ny. Ssebagai istri bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Tn. O sebagai anak kedua yang telah menikah dengan Ny. J.
d.      Nilai dan norma keluarga
Nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga menyesuaikan dengan nilai dalam
agama Islam yang dianutnya serta norma masyarakat disekitarnya.

5.      Fungsi Keluarga


a.       Fungsi afektif
Keluarga cukup rukun dan perhatian dalam membina rumah tangga
b.      Fungsi sosial
Keluarga selalu mengajarkan dan menanamkan perilaku sosial yang baik.
Keluarga juga cukup aktif bermasyarakat dengan mengikuti kegiatan yang ada di
masyarakat.
c.       Fungsi perawatan kesehatan
Keluarga kurang mampu mengenal masalah kesehatan tentang penyakit DM, hal
ini ditunjukkan dengan keluarga kurang menyadari dampak masalah kesehatan
akibat penyakit DM. Keluarga juga tidak tahu bahwa penyakitnya bisa di turunkan
kepada anaknya sehingga harus mendapat pengobatan yang segera dan jangka
waktu yang cukup panjang. Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan
juga terbatas karena keluarga tidak mengetahui tentang masalah yang terjadi pada
penyakit DM. Keluarga tidak mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan
dalam menangani penyakitnya.
d.      Fungsi reproduksi
Tn. M berusia 65 tahun dan Ny. S 60 tahun merupakan usia lansia, keluarga tidak
menggunakan kontrasepsi pil dan suntik.
e.       Fungsi ekonomi
Tn. M bekerja sebagai buruh pabrik untuk kehidupan sehari-harinya ia dibantu
oleh anak dan menantunya yang juga bekerja sebagai buruh pabrik.
6.      Stress dan Koping Keluarga
a.       Strategi Koping
Tn. M merasa apa yang terjadi pada istrinya merupakan kehendak Tuhan, Tn. M
hanya bisa pasrah. Bila ada masalah tidak dibuat tegang agar tidak stress berusaha
berpikir dengan pikiran dingin dan lebih santai.
b.      Status Emosi
Tn. M termasuk orang yang tidak mudah untuk stress. Ia berusaha membesarkan
hati istri dan anaknya agar tidak gampang emosi sehingga pemikiran dan
pengambilan keputusan memang benar-benar di pikirkan matang-matang.

7.      Pemeriksaan Fisik


Melakukan pemeriksaan fisik pada setiap anggota keluarga terutama yang
diidentifikasi sebagai klien atau sasaran pelayanan asuhan keperawatan keluarga.
a.       Pemeriksaan fisik umum
Keadaan umum Ny. S nampak lemah dan tidak bersemangat, badannya agak
kurus, banyak makan dan minum.
b.      Tanda-tanda vital :
Tekanan darah: 180/100 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 30 x/menit
Suhu : 37oC
c.       Pemeriksaan fisik khusus
1)      Kepala
Pada pemeriksaan kepala, tidak ditemukan kelainan, bentuk kepala normal
2)      Leher
Pada leher tidak nampak adanya peningkatan tekanan vena jugularis dan arteri
carotis, tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid (struma).
3)      Mata
Konjungtiva tidak terlihat anemis, tidak ada katarak, penglihatan masih baik.
4)      Telinga
Fungsi pendengaran baik
5)      Hidung
Tidak ada kelainan yang ditemukan
6)      Mulut
Tidak ada kelainan
7)      Dada
Pergerakan dada terlihat simetris, suara jantung S1 dan S2 tunggal,tidak terdapat
palpitasi, suara mur-mur (-), ronchi (-), wheezing (-), nafas cuping hidung (-)
8)      Abdomen
Pada pemeriksaan abdomen tidak didapatkan adanya pembesaran hepar, tidak
kembung, pergerakan peristaltik usus baik, tidak ada bekas luka operasi
9)      Ekstremitas
Pada pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah ditemukan luka kecil pada kaki kiri
dan sudah 3 minggu belum sembuh. Sehingga Ny. S sulit melakukan kegiatan
sehari hari.

8.      Harapan Keluarga


Keluarga Tn. M berharap istrinya sembuh dari penyakitnya sehingga dapat
melakukan aktifitas sehari-hari dengan nyaman.

C.    Analisa Data


No Data Etiologi Masalah
1 Data Subjektif : Ketidakmampuan Ketidakefektifan
Sering BAK terutama pada keluarga mengenal managemen
malam hari masalah , regimen terapeutik
Kesemutan atau kram Ketidakmampuan keluarga
Sering lapar / nafsu makan keluarga
meningkat mengambil
Nafsu makan menurun keputusan
Mual muntah ketidakmampuan
Berat badan menurun keluarga merawat
Lemah anggota keluarga
Sering minum yang sakit,
Pengelihatan kabur ketidakmampuan
Nafas cepat keluarga
Kepala terasa ringan / pusing memanfaatkan
fasilitas kesehatan
Data Objektif :
Berat badan : 56 kg, Tinggi badan :
157 cm
Luka gangren
Nampak lesu, lemah
Tampak kurus
Kulit tidak elastis, otot lengan dan
kaki
Lemah
2 Data Subjektif : Ketidakmampuan Resiko terjadinya
Kesemutan atau kram keluarga untuk luka pada kakinya
Sulit melakukan ADL memelihara
Lemah lingkungan
Pengelihatan kabur
Kepala terasa ringan / pusing

Data Objektif :
Luka gangren
Menggunakan alas kaki
Tidak menggunakan alas kaki
Lingkungan rumah kotor

D.    Skala Prioritas Masalah


1.      Ketidakefektifan managemen regimen terapeutik keluarga berhubungan
denganKetidakmampuan keluarga mengenal masalah, Ketidakmampuan keluarga
mengambil keputusan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang
sakit, ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan

No Kriteria Hitungan Skor Pembenaran


1. Sifat Masalah : actual Ny S mengatakan tidak tahu kalau
3/3 X 1 1 menderita DM, tahunya di kasih
tahu pak Mantri
2. Kemungkinan masalah Ny. S tinggal dengan
dapat diubah: Sebagian keluarganya, perkembagan tehnik
pengobatan DM yang pesat,
½X2 1 lingkungan rumah yang tampak
sedikit kontor. Fasilitas kesehatan
tidak di gunakan. Menggunakan
ramuan cina
3. Potensial masalah untuk Masalah ini sudah lama, kakinya
dicegah: cukup di beri obat dengan ramuan cina
2/3 X 1 2/3
dan di rendam menggunakan air
hangat yang di kasih garam.
4. Menonjolnya masalah: Ny. S tidak mersakan sebagi
masalah tidak masalah, sudah bias any terjadi
2/2 X 0 0
dirasakan dan biasanya di beri ramuan dari
cina rasanyua berkurang.
Jumlah 2 2/3

2.      Resiko terjadinya peningkatan ketidaknyamana berhubungan dengan


Ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit, ketidakmampuan
keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan.
No Kriteria Hitungan Skor Pembenaran
1. Sifat Masalah : actual Ny. S mengatakan bahwa dia
3/3 X 1 1 menderita gatal-gatal sudah 1
bulan dan tidak sembuh.
2. Kemungkinan masalah Sumber daya keluarga(keuangan)
dapat diubah: sebagian pas-pasan, tegnologi sudah maju,
½X2 1
sokongan masyarakat sangat
besar.
3. Potensial masalah 2/3 X 1 2/3 Masalah ini sudah lama terjadi,
untuk dicegah: cukup biasannya menggunkan obat
cina.Biasanya berobat ke pak
Mantri namun jika obatnya habis
terasa gatal.
4. Menonjolnya masalah: Ny. S menganggap ini hal yang
Masalah tidak di ½X0 0 biasa
rasakan
Jumlah 2 2/3

Diagnosa prioritas:
1.      Ketidakefektifan managemen regimen terapeutik keluarga berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, Ketidakmampuan keluarga
mengambil keputusan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang
sakit, ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan
2.      Resiko terjadinya peningkatan ketidaknyamanan berhubungan dengan
Ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit, ketidakmampuan
keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan
3.      Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan Evaluasi Rencana
Keperawatan Umum Khusus Kriteria Standar Tindakan
Ketidakefektifan Setelah Setelah Verbal Keluarga memahami Jelaskan dan
managemen dilakukan dilakukan 5 X tentang : diskusikan tentang
regimen perawatan kunjungan -    Pengertian DM :
terapeutik selama 1 bulan keluarga dapat: -    Tanda dan gejala -   Pengertian
keluarga keluarga dapat -    Mengenal -    Factor yang mempengaruhi -   Tanda dan gejala
berhubungan melakukan masalah -    Penatalaksanaan -   Factor yang
dengan perawatan kesehatan yang mempengaruhi
ketidakmampuan terhadap terjadi Psikomotor -   Penatalaksanaan
keluarga anggota -    Memahami Keluarga membawa klien ke
mengenal keluarga yang tentang pelayanan kesehatan Lakukan
masalah, sakit dan tidak penyakit DM Verbal pemeriksaan Gula
Ketidakmampuan terjadi -    Memodifikasi Keluarga mengerti tentang darah
keluarga komplikasi lingkungan diet DM:
mengambil -    Melakukan diet -    Pengertian Diet DM
keputusan DM -    Tujuan dan manfaat
ketidakmampuan -    Macam-macam yang boleh,
keluarga merawat segaian atau tidak boleh di
anggota keluarga komsumsi
yang sakit,
ketidakmampuan
keluarga
memanfaatkan
fasilitas
kesehatan
Resiko terjadinya Setelah Setelah Verbal Keluarga memahami Jelaskan dan
peningkatan dilakukan dilakukan 5 X tentang : diskusikan tentang
ketidaknyamanan perawatan kunjungan -    Pengertian gatal yang
berhubungan selama 1 bulan keluarga dapat: -    Tanda dan gejala diderita:
dengan keluarga dapat -    Mengenal -    Factor yang mempengaruhi -    Pengertian
Ketidakmampuan melakukan masalah -    Cara pencegahan -    Tanda dan gejala
keluarga merawat perawatan kesehatan yang -    Penataksanaan -    Factor yang
anggota yang terhadap terjadi mempengaruh
sakit, anggota -    Memahami Psikomotor -    Cara pencegahan
ketidakmampuan keluarga yang tentang Membawa keluarga yang -    Penataksanaan
keluarga sakit dan tidak penyakit sakit ke pelayanan kesehatan
memanfaatkan terjadi gatalnya Membawa
fasilitas komplikasi -    Menggunkan keluarga yang
kesehatan fasilitas sakit ke pelayanan
kesehatan kesehatan.
merawat yang Anjurakan untuk
sakit mengompres
-    Melakukan diet dengan air hangat
untuk minimal 2 kali
mengurangi sehari.
gatal yang Anjurkan untuk
diderita membersihkan
luka dengan cairan
disinfektan
Anjurkan untuk
mengkompres
dengan rivanol
Menganjurakan
untuk menggunkan
sabun anti septic.
4.      Implementasi

Diagnosa Pelaksanaan
Ketidakefektifan 1.      Mengkaji kondisi klien
managemen regimen2.      Mengkaji respon klien dengan adanya luka pada kakinya.
terapeutik keluarga 3.      Mendiskusikan tentang apa yang membuat gambaran diri
berhubungan dengan klien terganggu
ketidakmampuan 4.      Memberi penjelasan tentang luka yang terjadi.
keluarga mengenal 5.      Memberikan pengertian tentang DM
masalah, 6.      Menjelasakan efek makanan dan patofisiologi DM
Ketidakmampuan 7.      Menganjurkan untuk membatas pemakaian gula
keluarga mengambil8.      Menganjurkan untuk di periksakan ke pelayanan
keputusan kesehatan
ketidakmampuan 9.      Menganjurkan untuk jalan hati-hati agar tidak
keluarga merawat menimbulkan luka pada kaki.
anggota keluarga 10.  Mengingatkan kembali makanan yang boleh di komsumsi
yang sakit, dan tidak boleh di komsusmsi
ketidakmampuan
keluarga
memanfaatkan
fasilitas kesehatan
Resiko terjadinya 1.      Mengkaji kondisi klien
peningkatan 2.      Memeriksa kakinya yang terasa gatal
ketidaknyamanan 3.      Menganjurkan untuk mengkompres dengan air hangat
berhubungan dengan4.      Menganjurkan untuk memilih makanan yang tidak
Ketidakmampuan menimbulkan semakin parah lukanya
keluarga merawat 5.      Mengingatkan untuk mengkompres dengan air hangat
anggota yang sakit, 6.      Mengingatkan untuk tidak menggaruk lukanya.
ketidakmampuan 7.      Mengingatkan untuk mengkompres dengan air hangat
keluarga 8.      Mengingatkan untuk tidak menggaruk lukanya.
memanfaatkan 9.      Memberikan obat-obatan untuk merawat gatal-gatalnya.
fasilitas kesehatan 10.  Mengajarkan dan mendemonstrasikan perawatan gatalnya
(mengajarkan pemakaian obatnya)
11.  Memberitahu makanan yang boleh di komsumsi dan yang
tidak boleh di komsumsi dengan sakit gatalnya.

5.      Evaluasi
Diagnosa Evaluasi
Ketidakefektifan managemen S : Ny. S mengatakan kalau kakinya tidak
regimen terapeutik keluarga sembuh-sembuh dan tersa gatal
berhubungan dengan O : Ny. S mengatakan tidak tahu tentang kondisi
ketidakmampuan keluarga kakinya, tidak mau berobat ke pelayanan
mengenal masalah, kesehatan, terdapat luka kering di kaki nya
Ketidakmampuan keluarga dengan warna kehitam-hitaman.
mengambil keputusan A : Masalah belum teratasi
ketidakmampuan keluarga P : Beri penguatan positif, lanjutkan intervensi.
merawat anggota keluarga yang
sakit, ketidakmampuan keluarga
memanfaatkan fasilitas kesehatan
Resiko terjadinya peningkatan S : Ny. S mengatakan sudah lama kurang lebih 1
ketidaknyamanan berhubungan bulan menerita gatal-gatal. Ny. S akan
dengan Ketidakmampuan mengkompres kakinya dengan air hangat.
keluarga merawat anggota yang O : Kedua kaki tampak kehitam-hitaman, Ny. S
sakit, ketidakmampuan keluarga menggaruk dan mengelus-elus
memanfaatkan fasilitas kesehatanA : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
9.       
BAB IV
TERAPI MODALITAS

A.    Topik
Topik dalam terapi modalitas ini adalah senam kaki diabetes. Senam kaki
adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien diabetes melitus untuk
mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian
kaki yang memiliki tujuan memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot
kecil, mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot
betis dan paha, mengatasi keterbatasan gerak sendi. Untuk itu penderita diabetes
melitus di anjurkan untuk melakukan senam kaki.
B.     Tujuan
Tujuan dilakukan terapi senam kaki diabetes, yaitu:
1.      Memperbaiki sirkulasi darah
2.      Memperkuat otot-otot kecil
3.      Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki
4.      Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha
5.      Mengatasi keterbatasan gerak sendi
C.    Sasaran
Senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita diabetes mellitus
dengan tipe 1 maupun 2. Namun sebaiknya diberikan sejak pasien didiagnosa
menderita diabetes melitus sebagai tindakan pencegahan dini. Namun senam ini
tidak disarankan pada penderita diabetes melitus yang mengalami perubahan
fungsi fisiologis seperti dipsnu atau nyeri dada dan orang yang mengalami
depresi, khawatir atau cemas.
D.    Metode
Metode yang digunakan dalam terapi modalitas ini adalah praktik, dimana
perawat akan mengajari klien untuk melakukan senam diabetes serta melatih
keluarga klien untuk dapat melakukan secara mandiri.
E.     Media
Alat yang digunakan dalam terapi ini adalah kertas koran 2 lembar, kursi (jika
tindakan dilakukan dalam posisi duduk), hanscoon serta lingkungan yang nyaman
agar klien merasa nyaman.
F.     Waktu
Terapi senam kaki diabetes ini dilakukan selama ± 15 menit.
G.    Prosedur Pelaksanaan
1.      Posisi kan pasien duduk tegak di atas bangku dengan kaki menyentuh lantai.

2.      Dengan meletakkan tumit dilantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan ke atas
lalu dibengkokan kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali

3.      Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak kaki ke atas.
Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki diangkat ke
atas. Cara ini dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan kanan secara bergantian dan
diulangi sebanyak 10kali.
4. Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan buat
gerakan memutar dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

5.      Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan memutar
dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.

6.       Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakan jari-jari ke depan turunkan
kembali  secara bergantian kekiri dan ke kanan. Ulangi sebanyak 10 kali.
7.      Luruskan salah satu kaki di atas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan
gerakkan ujung jari kaki ke arah wajah lalu turunkan kembali ke lantai. Ulangi
sebanyak 10 kali.
8.      Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut. Gerakan 
pergelangan kaki ke depan dan ke belakang. Ulangi sebanyak 10 kali.
9.      Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki,
tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 9  lakukan secara bergantian.
10.  Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuk kertas itu menjadi seperti bola dengan 
kedua belah kaki. Kemudian, buka bola itu menjadi lembaran seperti semula
menggunakan kedua belah kaki. Cara ini dilakukan hanya sekali saja :
a.       Robek koran menjadi 2 bagian, pisahkan kedua bagian koran. 
b.      Sebagian koran di sobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua kaki.
c.       Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki lalu letakkan
sobek kan kertas pada bagian kertas yang utuh. 
d.      Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk bola.

H.    Kriteria Evaluasi


a.       Klien dan keluarga dapat menyebutkan kembali pengertian senam kaki.
b.      Klien dan keluarga dapat menyebutkan kembali 2 dari 4 tujuan senam kaki.
c.       Klien dan keluarga dapat memperagakkan sendiri teknik-teknik senam kaki
secara mandiri
BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai dengan
metabolisme karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin
atau secara relatif kekurangan insulin. Klasifikasi diabetes mellitus yang utama
adalah tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan tipe II : Non
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
Faktor yang berkaitan dengan penyebab diabetes mellitus pada lansia adalah
Umur yang berkaitan dengan penurunan fungsi sel pankreas dan sekresi insulin,
Umur yang berkaitan dengan resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan
perubahan vaskuler, Obesitas, banyak makan, Aktivitas fisik yang kurang,
Penggunaan obat yang bermacam-macam, Keturunan, Keberadaan penyakit lain,
sering menderita stress.
Pada DM lansia tidak terjadi poliuria, polidipsia, akan tetapi keluhan yang
sering muncul adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada
pembuluh darah dan saraf. Prinsip penatalaksanaan DM lansia adalah menilai
penyakitnya secara menyeluruh dan memberikan pendidikan kepada pasien dan
keluarganya, menghilangkan gejala-gejala akibat hiperglikemia, lebih bersifat
konservatif, mengendalikan glukosa darah dan berat badan.
Peran keluarga sangat penting dalam pencegahan terjadinya komplikasi lanjut
pada penderita diabetes terutama lansia.

B.     Saran
1.      D e n g a n mengetahui asuahan keperawatan pada penderita
d i a b e t e s melitus pada lansia kita dapat melakukan pencegahan agar
penyakityang timbul tidak menuju keparahan
2.      Pada pasien DM pada lansia kita harus mewaspadai adanya perubahanf u n g s i f i s i o l o g i s
maupun psikologisnya untuk mengantisipasi.
3.      komplikasi maupun kegawat daruratan pada penderita DM
sepertihipoglikemi maupun respon stres yang timbul pada lansia tersebut.
DAFTAR RUJUKAN

Carpenito, Lynda Juall, 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati. Jakarta : EGC, 1999.
Ikram, Ainal,  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut
jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.
Kushariyadi.2010.Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba
Medika
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani.
Jakarta:EGC, 1997.
Mary Baradero, Mary Wilfrid dan Yakobus Siswandi. 2009. Klien Gangguan
Endokrin: Seri Asuhan Keperawatan.  Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica
Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
 
Diposkan oleh atmey vriska di 01.19
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Beranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Arsip Blog
 ▼  2013 (10)
o ▼  Mei (10)
 STENOSIS MITRAL
 POLA NUTRISI
 PERKEMBANGAN LANJUT USIA
 KISTA VAGINA
 ASKEP KISTA OVARIUM
 LP FARINGITIS
 ASKEP EMFISEMA
 LP EMFISEMA
 PEDOMAN MANAJEMEN PERILAKU KEKERASAN
 ASKEP KELUARGA LANSIA DENGAN DIABETES
MILITUS
Mengenai Saya

atmey vriska
Lihat profil lengkapku
Template Awesome Inc.. Gambar template oleh molotovcoketail. Diberdayakan
oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai