2.4 LAPARATOMY-CHOLISISTEKTOMY
2.4.1 LAPARATOMY
2.4.1.1 Definisi
Laparatomi adalah operasi yang dilakukan untuk membuka abdomen
(bagian perut). Kata "laparotomi" pertama kali digunakan untuk merujuk operasi
semacam ini pada tahun 1878 oleh seorang ahli bedah Inggris, Thomas Bryant.
Kata tersebut terbentuk dari dua kata Yunani, lapara dan tome. Kata lapara
berarti bagian lunak dari tubuh yg terletak di antara tulang rusuk dan pinggul.
Sedangkan tome berarti pemotongan (Kamus Kedokteran, 2011). Bedah
laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen. Laparatomi yaitu
insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi lebih umum
pembedahan perut (Harjono, 1996). Ramali Ahmad (2000) mengatakan bahwa
laparatomi yaitu pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi.
Sedangkan menurut Arif Mansjoer (2000), laparotomi adalah pembedahan yang
dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada
usus halus. Bedah Laparatomi adalah tindakan operasi pada daerah abdomen
merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dilakukan
pada bedah digesif dan kandungan. Adapun tindakan digesif yang sering
dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi(Smeltzer, 2001).
2.4.1.2 Teknik Laparatomy
Teknik Sayatan Laparatomi Menurut Sjamsuhidayat dan Jong (2006),
bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah
abdomen. Teknik sayatan dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan
(Bedah Unhas, 2013), dimana arah sayatan meliputi :
a) Midline Epigastric Insision (irisan median atas) Insisi dilakukan persis pada
garis tengah dimulai dari ujung Proc. Xiphoideus hingga satu sentimeter
diatas umbilikus. Membuka peritoneum dari bawah.
b) Midline Sub-umbilical Insision (irisan median bawah) Irisan dari umbilikus
sampai simfisis, membuka peritoneum dari sisi atas. Irisan median atas dan
bawah dapat disambung dengan melingkari umbilikus.
59
c) Paramedian Insision trapp door (konvensional) Insisi ini dapat dibuat baik
di sebelah kanan atau kiri dari garis tengah. Kira-kira 2,5cm sampai 5cm
dari garis tengah. Insisi dilakukan vertikal, diatas sampai bawah umbilikus,
M. Rectus Abdominis didorong ke lateral dan peritoneum dibuka juga
2,5cm lateral dari garis tengah. 11
d) Lateral Paramedian Insision Modifikasi dari parame89dian insision yang
dikenalkan oleh Guillou. Dimana fascia diiris lebih lateral dari yang
konvensional. Secara teoritis, teknik ini akan memperkecil kemungkinan
terjadinya wound dehiscence dan insisional hernia dan lebih baik dari yang
konvensional.
e) Vertical Muscle Splitting Insision (paramedian transrect) Insisi ini sama
dengan paramedian insision konvensional, hanya otot rectus pada insisi ini
dipisahkan secara tumpul (splitting longitudinally) pada tengahnya, atau jika
mungkin pada tengahnya. Insisi ini berguna untuk membuka scar yang
berasal dari insisi paramedian sebelumnya. Kemungkinan hernia sikatrikalis
lebih besar.
f) Kocher Subcostal Insision Insisi Subcostal kanan yang biasanya digunakan
untuk pembedahan empedu dan saluran empedu.
g) McBurney Gridiron (Irisan oblique) Dilakukan untuk kasus apendisitis akut
dan diperkenalkan oleh Charles McBurney pada tahun 1894, otot-otot
dipisahkan secara tumpul.
h) Rocky Davis Insisi dilakukan pada titik McBurney secara transverse skin
crease, irisan ini lebih kosmetik.
i) Pfannenstiel Insision Insisi yang popular dalam bidang ginekologi dan juga
dapat memberikan akses pada ruang retropubic pada laki-laki untuk
melakukan extraperitoneal retropubic prostatectomy.
j) Thoracoabdominal Insisi Thorakoabdominal, baik kanan maupun kiri, akan
membuat cavum pleura dan cavum abdomen menjadi satu. Insisi
thorakoabdominal kanan biasanya dilakukan untuk melakukan emergensi
ataupun elektif reseksi hepar. Insisi thorakoabdominal kiri efektif jika
dilakukan untuk melakukan reseksi dari bagian bawah esophagus dan
bagian proximal dari lambung
60
lebih
dikenal
dengan
gastrektomi
Billroth
II)
meliputi
61
62
Gas Gangrene Biasanya berupa rasa nyeri yang sangat pada luka operasi,
biasanya 12 jam sampai 72 jam pasca operasi, peningkatan temperature
(39C sampai 41C), takikardia, dan syok yang berat.
menjadi
lama.
Terlalu
banyak
inflamasi
juga
dapat
memperpanjang masa penyembuhan karena sel yang tiba pada luka akan
bersaing untuk mendapatkan nutrisi yang memadai.
b) Fase Regenerasi (Proliferasi)
Fase proliferatif (tahapan pertumbuhan sel), fase kedua dalam proses
penyembuhan, memerlukan waktu tiga sampai 24 hari. Fase regenerasi
63
merupakan fase pengisian luka dengan jaringan granulasi yang baru dan
menutup bagian atas luka dengan epitelisasi.
c) Fase Remodeling (Maturasi)
Maturasi merupakan tahap terakhir proses penyembuhan luka, dapat
memerlukan waktu lebih dari satu tahun, bergantung pada kedalaman dan
luas luka. Jaringan parut kolagen terus melakukan reorganisasi dan akan
menguat setelah beberapa bulan. Namun, luka yang telah sembuh biasanya
tidak memiliki daya elastisitas yang sama dengan jaringan yang
digantikannya.
2.4.1.5 Kondisi Luka Pasca Operasi
Luka operasi pada prinsipnya adalah luka berada dalam kondisi bersih.
Luka bedah akan mengalami penyembuhan primer. Tepi-tepi kulit merapat
sehingga mempunyai risiko infeksi yang rendah. Untuk mencegah terjadinya
komplikasi, maka dilakukan manajemen luka pada ruang perawatan meliputi
perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan (Majid, Judha, dan Istianah,
2011).
Kondisi luka yang melewati fase inflamasi dan memasuki tahap proliferasi
merupakan indikator proses penyembuhan luka yang akan mempercepat lama
perawatan di rumah sakit (Potter dan Perry, 2006).
Usia Gustia (2010) dalam detikhealth.com, menjelaskan penelitian terbaru
yang menyebutkan bahwa seseorang berhenti menjadi muda di usia 35 tahun dan
mulai masuk kategori tua saat usia 58 tahun. Pengkategorian usia ini sangat
penting untuk mengklasifikasikan gaya hidup yang sesuai untuk usia seseorang.
26 Semakin tua atau semakin meningkatnya usia, dihubungkan dengan lambatnya
pemulihan dan menurunnya kemampuan penyembuhan jaringan. Menurut Butler
(2006), usia tua akan berhubungan dengan perubahan pada penyembuhan luka
yang berkaitan dengan penurunan respon inflamasi, angiogenesis yang tertunda,
penurunan sintesis dan degradasi kolagen serta penurunan kecepatan epitelisasi.
Hal ini juga didukung penelitian mengenai hubungan antara usia dengan masa
penyembuhan luka yang dipaparkan oleh Valencia (2001) pada usia tua dan muda
(dewasa, remaja, dan anak). Penelitian tersebut menyatakan bahwa semakin tua
64
usia pasien maka angka komorbiditasnya akan meningkat. Respon terhadap fase
inflamasi, fase proliferasi dan maturasi mengalami perubahan dengan pengaruh
usia.
Mobilisasi Dini Mobilisasi adalah suatu kebutuhan dasar manusia yang
diperlukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang berupa
pergerakan sendi, sikap, gaya berjalan, latihan maupun kemampuan aktivitas
(Potter dan Perry, 2006). Mobilisasi dini menurut Carpenito (2000) adalah suatu
upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing
penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan yaitu ROM, napas dalam dimana
tujuannya adalah untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskular. Masih
banyak pasien yang mempunyai kekhawatiran jika tubuh digerakkan pada posisi
tertentu pasca operasi akan mempengaruhi luka operasi yang belum 27 sembuh.
Padahal tidak sepenuhnya masalah ini dikhawatirkan, bahkan justru hampir semua
jenis operasi membutuhkan mobilisasi atau pergerakan badan sedini mungkin.
Asalkan rasa nyeri dapat ditoleransi dan keseimbangan tubuh tidak lagi menjadi
gangguan, dengan bergerak, masa pemulihan untuk mencapai level kondisi seperti
pra pembedahan dapat dipersingkat. Hal ini tentunya akan mengurangi waktu
rawat di rumah sakit, menekan pembiayaan serta juga dapat mengurangi stress
psikis (Majid, Judha, dan Istianah, 2011). Dengan bergerak, hal ini akan
mencegah kekakuan otot dan sendi sehingga mengurangi nyeri, menjamin
kelancaran peredaran darah, memperbaiki metabolisme, mengembalikan kerja
fisiologis organ-organ vital yang pada akhirnya akan mempercepat proses
penyembuhan luka (Majid, Judha, dan Istianah, 2011). Menggerakkan badan atau
melatih otot-otot dan sendi pasca operasi di sisi lain akan menyehatkan pikiran
dan mengurangi dampak negatif dari beban psikologis yang tentu saja
berpengaruh baik terhadap pemulihan fisik. Hasil penelitian mengatakan bahwa
keberhasilan mobilisasi dini tidak hanya mempercepat proses pemulihan luka
pasca pembedahan namun juga mempercepat pemulihan peristaltik usus pada
pasien pasca pembedahan (Akhrita, 2011). Mobilisasi sudah dapat dilakukan sejak
8 jam setelah pembedahan, tentu setelah pasien sadar atau anggota gerak tubuh
dapat digerakkan kembali setelah dilakukan pembiusan regional. Pada saat awal
65
66
2.4.2 CHOLESISTEKTOMY
2.4.2.1 Definisi
Kolesistektomi adalah pembedahan untuk mengangkat kandung empedu
(kantung berbentuk buah pir dekat lobus kanan hati). Kandung empedu mungkin
perlu dihapus jika organ ini memiliki batu empedu yang mengganggu, terinfeksi,
atau menjadi kanker.
Cholecystectomy (pengangkatan kantong empedu secara operasi) adalah
perawatan
standar
didalam
kantong empedu.
Kolesistektomi
laparoskopik
adalah operasi
pengangkatan
kandung
terbuka merupakan
penatalaksanaan yang aman dan efektif untuk kolesistitis akut dan kronik. Namun,
dua dekade terakhir kolesistektomi laparoskopi telah mengambil alih peran
kolesistektomi terbuka, dengan prosedur minimal invasive (Brunicardi, 2010).
Suatu tindakan operasi pengangkatan kantong empedu dengan cara invasive
minimal melalui endoskopik (laparoskopik).
2.4.2.2 Indikasi Dan Kontraindikasi
Penderita dengan simtomatik batu empedu yang telah dibuktikan secara
imaging diagnostic terutama melalui USG abdomen. Penderita kolesterolosis
67
68
69
2.
3.
4.
Pengertian
Teknik instrument cholelsistectomy adalah teknik pengelolaan instrument
pada operasi pengangkatan kandung empedu
Persiapan Pasien
a) Persiapan mental
b) Kebersihan pasien
c) Kelengkapan status, meliputi: hasil laboratorium, USG, Thorax, ECG, dll
d) Inform Konsent
e) Puasa
Persiapan Lingkungan
a) Kebersihan kamar operasi
b) Lampu baca photo
c) Meja operasi lengkap
d) Standart infus
e) Meja instrument dan meja mayo
f) Suction pump
g) Mesin couter
h) Troly Waskom
i) Tempat sampah medis
Persiapan Bahan Habis Pakai
Gambar Alat
Nama Alat
Fungsi Alat
Handscoon
70
Underpad
steril
Folley cateter
Urobag
Sebagai
wadah
menampung urin yang
dialirkan lewat kateter.
Mess no 10
71
Selang
suction
Vicryl
no 2-0/0
Silk 2-0
Prolene 3-0
Monosyne / moocryl 30
72
NACL 0,9%
500cc
Spuit 10 cc
Iodine
providone
Untuk
mendensifeksi
area operasi sebeum
dilakukan insisi.
73
Hepafix
Handuk
kecil
Jarum
round/cutting
5.
Sebagai
tempat
memasang benang dan
untuk
menyatukan
jaringan setelah diinsisi
GAMBAR ALAT
NAMA ALAT
FUNGSI ALAT
Duk Besar
Sebagai penutup
area operasi
Duk sedang
Sebagai penutup
area operasi
Duk kecil
Sebagai penutup
area operasi
74
Duk lubang
Sebagai penutup
area operasi
serta
membebaskan
area insisi
Sebagai penutup
meja mayo
75
Skort
Sesuai kebuthan
Cucing kecil
Sebagai APD
tim bedah kamar
operasi
Sebagai wadah
cairan desinfeksi
dipakai saat
operasi
Deppers 10 buah
Depper kecil 1
Kassa20 lembar
Untuk
rawat
perdarahan
Untuk
membersihkan
area operasi dan
rawat perdarahan
76
6.
Nama
Desinfeksi klem
Jumlah
1
(washing and
dressing forcep)
klem)
Pinset cirugis
(dissecting forcep)
Pinset anatomis
pendek/panjang
(tissue forcep)
2/2
77
Pinset anatomis
manis (deliquet
tissue forceps)
Gunting
menzemboum
Gunting benang
lurus (surgical
scissor straight)
78
Mosquito klem
pean
Khoker lurus
Retractor /
langenback
Nald Foeder
(Needle Holder)
79
Pean sedang
Pean manis
Miculics
(peritoneum klem)
7.
Ring klem
Pean 90 / right
1
1
angle
Stone tang lurus
Teknik Instrmentasi
1) Sign in
2) Pasien tidur terlentang dengan pembiusan
3) Pasien dipasang catheter dan NGT bila perlu
4) Posisikan pasien supinasi kominasi ekstensi, ditekuk dengan titik tumpu
processus xypoideus
5) Perawat sirkuler memasang arde couter, mencuci lapang operasi dengan
sabun disinfeksi, lalu dikeringkan dengan duk steril
6) Instrumentator melakukan surgical scrub, gowning, dan gloving
80
81
14) Berikan scalpel blade pada operator untuk membuka facia, lalu diikuti 2
kokher lurus untuk memgang facia. Facia dilebarkan dengan gunting
mayo dan dibuka dengan langenback
15) Membuka otot dengan cara split, berikan pean manis untuk membuka
otot, diikuti langenback untuk membuka otot sampai kelihatan
peritoneum
16) Membuka peritoneum, berikan pinset anatomis pada operator dan asisten
untuk memgang poriteneum, lalu berikan gunting metzemboum untuk
membuka peritoneum
17) Setelah peritoneum terbuka, jauhkan instrument kecil dan kassa kecil
diganti dengan biggas basah, biggas di tata untuk menutupi colon dengan
aster agar tidak mengganggu.
18) Berikan retractor timan pada asisten untuk membuka lapang operasi, dan
berikan pinset anatomis panjang pada operator untuk mengidentifikasi
kandung empedu
19) Setelah mengidentifikasi kandung empedu, berikan ring klem untuk
memegang kandung empedu
20) Berikan pinset anatomis manis untuk membuka lapisan lemak
(gefenstertes omentum minus) yang menutupi duktus cysticus, sampai
terlihat jelas duktus cysticus dan artery cysticus
21) Berikan klem 90 dengan silk 2-0 untuk ligase duktus cysticus, kemudian
dipotong dengan gunting metzemboum. Begitu juga dengan artery
cycticus di ligase dan dipotng dengan cara yang sama
22) Kandung empedu dibebaskan dari leverblad dengan menggunakan pinset
anatomis manis dan couter
23) Operator mengevaluasi perdarahan dan kebocoran byle
24) Big gass dikeluarkan , hitung alat dan kassan lengkap, rongga perut
25)
26)
27)
28)
82