Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPARATOMI
DIRUANGAN IBS/OK

DELFIYANA, S.Kep
C03119096
MENGETAHUI :

PRESEPTOR
AKADEMIK Ns. Nurliah M.Kep TTD :

TANGGAL TANGGAL : ………………


PENGUMPULAN
TEPAT WAKTU

TERLAMBAT

SARAN PRESEPTOR
KLINIK/AKADEMIK

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2020
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Pengertian
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan
suatu insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen
(Sjamsurihidayat dan Jong, 2010). Laparatomi merupakan teknik sayatan
yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah
digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering
dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi,
gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi,
apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dfan fistuloktomi.
Sedangkan tindakan bedah obgyn yang sering dilakukan dengan
tindakan laoparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi
pada tuba fallopi, dan operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi, baik
histerektomi total, radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi
bilateral (Smeltzer, 2014).
2. Tujuan
Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami
nyeri abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang
mengalami trauma abdomen. Laparatomy eksplorasi digunakan untuk
mengetahui sumber nyeri atau akibat trauma dan perbaikan bila
diindikasikan (Smeltzer, 2014).
3. Indikasi
a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur
yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh
luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).
Dibedakan atas 2 jenis yaitu :
1) Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
2) Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan,
ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt).
b. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa
rongga abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan
tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous
bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis
sekunder disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan
penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon
sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan penyebab
peritonitis tersier (Ignativicus & Workman, 2006).
c. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus.
Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma
dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru
mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan
gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan
darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa
perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang
sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan
abdomen),
Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup kedalam
bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus),
Volvulus (usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir
sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan
menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi
usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot
abdomen), dan tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas
kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada
dinding usus) (Ignativicus & Workman, 2006).
d. Apendisitis mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada
bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak
suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.
1) Tumor abdomen

2) Pancreatitis (inflammation of the pancreas)

3) Abscesses (a localized area of infection)

4) Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)

5) Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of


the intestines)

6) Intestinal perforation

7) Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)

8) Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)

9) Internal bleeding
(Sjamsurihidayat dan Jong, 2010).
4. Penatalaksanaan/Jenis-Jenis Tindakan
Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain:
a. Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit
perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup,
serta tidak memotong ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian
jenis insis ini adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada
eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilicus
untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis
(Yenichrist, 2008).
b. Paramedian
Yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5
cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan
indikasi pada jenis operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ
pelvis, usus bagian bagian bawah, serta plenoktomi. Paramedian
insicion memiliki keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi
anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan
insisi mudah diperluas ke arah atas dan bawah (Yenichrist, 2008).
c. Transverse upper abdomen incision
Yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy
dan splenektomy (Yenichrist, 2008).
d. Transverse lower abdomen incision
Yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior
spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendectomy (Yenichrist,
2008).
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut (wong, 2009) sebagai berikut:
a. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada
usus besar ; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam
lambung ; dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi
pada saluran kencing.
b. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.

c. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.

d. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma


saluran kencing.

e. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut


yang diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma
tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan
dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan
melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah
dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
f. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan
memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang
dimasukkan kedalam rongga peritoneum.
6. Fase – fase penyembuhan luka MenurutKozier (2010)
a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua
proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis.
Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi
pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah,
endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan
darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang
menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan
sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan
jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah
kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel
berpindah dari luka ke tepi. Sel epitel membantu sebagai barier
antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya
mikroorganisme (Kozier, 2010).
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon
seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan
mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-
bahan dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada
akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak (Kozier,
2010).
Selama sel lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah
interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari
monosit selama lebih kurang 2 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini
menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut
pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan angiogenesis growth
factor (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir
pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat
proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi
proses penyembuhan (Kozier, 2010).
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21
setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan)
yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah
pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi
dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka.
Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan
permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah
kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka.
Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah
garis irisan luka Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan
aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan
bagi penyembuhan. Fibroblast berpindah dar pembuluh darah ke
luka membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan
perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan
yang lunak dan mudah pecah (Kozier, 2010).
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah
pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen
menjalin dirinya , menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas
luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis
putih (Kozier, 2010).
3. Prinsip – Prinsip Perawatan Luka Post Operasi
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (2011)
yaitu:
a. Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi
oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang
b. Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga
c. Respon tubuh secara sistemik pada trauma
d. Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka
e. Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama
untuk mempertahankan diri dari Mikroorganisme
f. Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing
tubuh termasuk bakteri.
4. Komplikasi – Komplikasi Dari Penyembuhan Luka
Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence
dan eviscerasi.
a. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama
pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering
muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa
infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri,
kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan
peningkatan jumlah sel darah putih (Sjamsurihidayat dan Jong, 2010).
b. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit
membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah
oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat
ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin
harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan
tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan
tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan
intervensi pembedahan mungkin diperlukan (Sjamsurihidayat dan
Jong, 2010).
c. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling
serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total.
Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah
faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal
untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan
dehidrasi,mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka.
Dehiscence luka dapat terjadi 4 –5 hari setelah operasi sebelum
kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi
terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar,
kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera
dilakukan perbaikan pada daerah luka (Sjamsurihidayat dan Jong,
2010).
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian pre operasi
Pengkajian dasar pre operatif dilakukan untuk:
a. Menentukan data dasar
b. Masalah pengobatan yang tersembunyi
c. Potensial komplikasi berhubungan dengan anestesi
d. Potensial komplikasi post operasi
Fokus: Riwayat dan sitem tubuh yang mempengaruhi prosedur pembedahan.
a. System kardiovaskuler
Untuk menentukan kekuatan jantung dan kemampuan untuk mentoleransi
pembedahan dan anestesi, Perubahan jantung  39 % kematian perioperatif.
b. Sistem pernapasan
Lansia, perokok, PPOM, resiko atelektasis, kolap jaringan paru, Mencegah
pertukaran oksigen/CO2, Intoleransi karena perubahan dalam dada dan paru, Regiditas
cavum thoraks dan menurunnya ekspansi paru  efisiensi ekskresi paru terhadap
anestesi menurun.
c. Renal system
Abnormal renal fungsi menurunkan rata ekskresi obat dan anestesi, Skopolamin,
morphin, konfusi, disorientasi
d. Neuorologi system
Kemampuan ambulasi, Muskulosceletal, Defomitas, mempengaruhi posisi intra dan
post operasi, Artritis , menerima posisi nyeri post operasi oleh karena immobilisasi
e. Status Nutrisi
Malnutrisi, obesitas, resiko tinggi pembedahan, Vit. C, vit.B diperlukan untuk
penyembuhan luka dan pembentukan fibrin, Obesitas, wondhiling menurun oleh karena
jaringan lemak tinggi.

2. Diagnose keperawatan pre operasi


a. Pengetahuan kurang ( knowledge defisite )
b. Kecemasan (ansietas)
3. Rencana intervensi keperawatan pre operasi
No Diagnose Keperawatan Indikator Rasional

1. Pengetahuan kurang ( NOC: Pengetahuan tentang NIC: Pengetahuan penyakit


knowledge defisite ) penyakit, setelah diberikan Aktifitas:
penjelasan selama 2 x pasien 1. Kaji pengetahuan klien tentang
mengerti proses penyakitnya dan penyakitnya
Program perawatan serta Therapi 2. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda
yg diberikan dg: dan gejala), identifikasi kemungkinan
Indikator: penyebab. Jelaskan kondisi tentangklien
a. Pasien mampu Menjelaskan 3. Jelaskan tentang program pengobatan
kembali tentang penyakit dan alternatif pengobantan
b. Mengenal kebutuhan 4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
perawatan dan pengobatan mungkin digunakan untuk mencegah
tanpa cemas komplikasi
5. Diskusikan tentang terapi dan
pilihannya
6. Eksplorasi kemungkinan sumber yang
bisa digunakan/ mendukung
7. Instruksikan kapan harus ke pelayanan
8. Tanyakan kembali pengetahuan klien
tentang penyakit, prosedur operasi
Teaching (Pre operatif)
1. Informasikan klien waktu pelaksanaan
prosedur operasi/perawatan
2. Informasikan klien lama waktu
pelaksanaan prosedur operasi/perawatan
3. Kaji pengalaman klien dan tingkat
pengetahuan klien tentang prosedur
operasi yang akan dilakukan
4. Jelaskan tujuan prosedur
operasi/perawatan
5. Instruksikan klien utnuk berpartisipasi
selama prosedur operasi/perawatan
6. Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan
setelah prosedur operasi/perawatan
7. Instruksikan klien menggunakan tehnik
koping untuk mengontrol beberapa aspek
selama prosedur operasi/perawatan
(relaksasi da imagery)
8. Pastikan persetujuan operasi telah
ditandatangani
9. Lengkapi ceklist operasi

2. Kecemasan (ansietas) NOC: kontrol kecemasan dan NIC: Penurunan kecemasan


coping, setelah dilakukan Aktifitas:
perawatan selama 2x24 jam cemas 1. Bina Hub. Saling percaya
pasien hilang atau berkurang dg: 2. Libatkan keluarga
Indikator: 3. Jelaskan semua Prosedur
Pasien mampu: 4. Hargai pengetahuan ps tentang
a. Mengungkapkan cara penyakitnya
mengatasi cemas 5. Bantu ps untuk mengefektifkan
b. Mampu menggunakan sumber support
coping 6. Berikan reinfocement untuk
c. Dapat tidur menggunakan Sumber Coping
d. Mengungkapkan tidak ada yang efektif
penyebab fisik yang dapat
menyebabkn cemas
4. Pengkajian intra operasi
Di ruang penerimaan perawat sirkulasi:
a. Memvalidasi identitas klien
b. Memvalidasi inform concent
Chart Review:
a. Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi kebutuhan actual
dan potensial selama pembedahan.
b. Mengkaji dan merencanakan kebutuhan klien selama dan sesudah operasi.
Perawat menanyakan:
a. Riwayat allergi, reaksi sebelumnya terhadap anesthesia atau tranfusi darah.
b. Check riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik.
c. Check pengobatan sebelumnya : therapy, anticoagulasi.
d. Check adanya gigi palsu, kontaks lens, perhiasan, wigs dan dilepas.
5. Diagnose keperawatan intra operasi
a. Resiko infesi, dengan faktor resiko: Prosedur invasif: pembedahan, infus, DC
6. Rencana intervensi keperawatan intra operasi
No Diagnose Keperawatan Indikator Rasional

1. Resiko infesi, dengan NOC: Kontrol infeksi NIC: kontrol infeksi intra operasi
faktor resiko: Prosedur Selama dilakukan tindakan operasi Aktifitas:
invasif: pembedahan, tidak terjadi transmisi agent infeksi. 1. gunakan pakaian khusus ruang operasi
infus, DC Indikator: 2. Pertahankan prinsip aseptic dan
a. Alat dan bahan yang dipakai antiseptic Dapat mencegah kontaminasi
tidak terkontaminasi kuman terhadap daerah operasi
Resiko hipotermi dengan faktor resiko:
NOC: control temperature Berada diruangan yang dingin setelah
Indicator : prosedur operasi/perawatan.
a. Temperature ruangan
nyaman NIC: pengaturan temperature:
b. Tidak terjadi hipotermi intraoperatif
Aktivitas:
a. Atur suhu ruangan yang nyaman
b. Lindungi area diluar wilayah
operasi
c. Membantu menstabilkan suhu
klien.
d. Kehilangan panas dapat terjadi
waktu kulit dipajankan
e. Resiko cedera dengan faktor
resiko: Gangguan persepsi sensori
karena anestesi NOC: control
resiko
f. Indicator: tidak terjadi injuri NIC:
surgical precousen
Aktifitas:
a. Tidurkan klien pada meja operasi
dengan posisi sesuai kebutuhan
b. Monitor penggunaan instrumen,
jarum dan kasa
c. Pastikantidak ada instrumen,
jarum atau kasa yang tertinggal
dalam tubuh klien
d. Mencegah jatuhnya klien.
e. Dapat mengetahui pemakaian
intrumen, jarum dan kasa.
f. Dengan tertinggalnya benda asing
dapam tubuh klien dapat
menimbulkan bahaya.

7. Pengkajian post operasi


Pemeriksaan Fisik Dan Manifestasi Klinik
a. System Pernafasan
Ketika klien dimasukan ke PACU, Perawat segera mengkaji klien: Potency jalan
nafas, meletakan tangan di atas mulut atau hidung. Perubahan pernafasan (rata-rata,
pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit, depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal,
gangguan cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat.
b. Sistem Cardiovasculer
Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit ( 4 x ), 30 menit
(4x). 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil. Penurunan tekanan
darah, nadi dan suara jantung, depresi miocard, shock, perdarahan atau overdistensi.
Nadi meningkat, shock, nyeri, hypothermia.
c. Sistem Persyarafan
Kaji fungsi serebral dan tingkat kersadaran, semua klien dengan anesthesia
umum. Klien dengan bedah kepala leher.
d. Sistem Perkemihan
Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia
inhalasi, IV, spinal.
e. Sistem Gastrointestinal
Mual muntah, 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat
menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah
kepala dan leher serta TIO meningkat.
f. Sistem Integumen
Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada infeksi, trauma, malnutrisi, obat-
obat steroid. Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan – satu tahun.

8. Diagnose keperawatan post operasi


a. Gangguan pertukaran gas, berhubungan dengan efek sisa anesthesia, imobilisasi,
nyeri.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka pemebedahan, drain dan
drainage.
c. Nyeri berhubungan dengan incisi pembedahan dan posisi selama pembedahan.
d. Risiko injury berhubungan dengan effect anesthesia, sedasi, analgesi.
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan intra dan post
operasi.
f. Ketidak efektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan sekresi.
9. Rencana tindakan keperawatan post operasi
No Diagnose Indicator Rasional
keperawatan
1. Gangguan NOC : NIC :
Respiratory Status : Gas Airway management
pertukaran gas,
exchange a. Buka jalan nafas,
berhubungan Respiratory Status : ventilation guanakan teknik
Vital Sign Status chin lift atau jaw
dengan efek sisa
Kriteria Hasil : thrust bila perlu
anesthesia, a. Mendemonstrasikan b. Posisikan pasien
peningkatan ventilasi dan untuk
imobilisasi, nyeri.
oksigenasi yang adekuat memaksimalkan
b. Memelihara kebersihan ventilasi
paru paru dan bebas dari c. Identifikasi pasien
tanda tanda distress perlunya
pernafasan pemasangan alat
c. Mendemonstrasikan batuk jalan nafas buatan
efektif dan suara nafas d. Pasang mayo bila
yang bersih, tidak ada perlu
sianosis dan dyspneu e. Lakukan fisioterapi
(mampu mengeluarkan dada jika perlu
sputum, mampu bernafas f. Keluarkan sekret
dengan mudah, tidak ada dengan batuk atau
pursed lips) suction
d. Tanda tanda vital dalam g. Auskultasi suara
rentang normal nafas, catat adanya
suara tambahan
h. Lakukan suction
pada mayo
i. Berika
bronkodilator bial
perlu
j. Barikan pelembab
udara
k. Atur intake untuk
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
l. Monitor respirasi
dan status O2

Respiratory monitoring
a. Monitor rata – rata,
kedalaman, irama
dan usaha respirasi
b. Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi
otot supraclavicular
dan intercostal
c. Monitor suara
nafas, seperti
dengkur
d. Monitor pola
nafas : bradipena,
takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
e. Catat lokasi trakea
f. Monitor kelelahan
otot diagfragma
( gerakan
paradoksis )
g. Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi
dan suara tambahan
h. Tentukan
kebutuhan suction
dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan napas
utama
i. Auskultasi suara
paru setelah
tindakan untuk
mengetahui
hasilnya

2. Kerusakan NOC : Tissue Integrity : Skin NIC : Pressure


and Mucous Membranes Management
integritas kulit
Kriteria Hasil : a. Anjurkan pasien
berhubungan a. Integritas kulit yang baik untuk
bisa dipertahankan menggunakan
dengan luka
(sensasi, elastisitas, pakaian yang
pemebedahan, temperatur, hidrasi, longgar
pigmentasi) b. Hindari kerutan
drain dan
b. Tidak ada luka/lesi pada padaa tempat tidur
drainage. kulit c. Jaga kebersihan
c. Perfusi jaringan baik kulit agar tetap
d. Menunjukkan pemahaman bersih dan kering
dalam proses perbaikan d. Mobilisasi pasien
kulit dan mencegah (ubah posisi pasien)
terjadinya sedera berulang setiap dua jam
e. Mampu melindungi kulit sekali
dan mempertahankan e. Monitor kulit akan
kelembaban kulit dan adanya kemerahan
perawatan alami f. Oleskan lotion atau
minyak/baby oil
pada derah yang
tertekan
g. Monitor aktivitas
dan mobilisasi
pasien
h. Monitor status
nutrisi pasien
i. Memandikan pasien
dengan sabun dan
air hangat

3. Nyeri berhubungan NOC : Pain Management


Pain Level, a. Lakukan
dengan incisi
Pain control, pengkajian nyeri
pembedahan dan Comfort level secara
Kriteria Hasil : komprehensif
posisi selama
a. Mampu mengontrol nyeri termasuk lokasi,
pembedahan. (tahu penyebab nyeri, karakteristik,
mampu menggunakan durasi, frekuensi,
tehnik nonfarmakologi kualitas dan faktor
untuk mengurangi nyeri, presipitasi
mencari bantuan) b. Observasi reaksi
b. Melaporkan bahwa nyeri nonverbal dari
berkurang dengan ketidaknyamanan
menggunakan manajemen c. Gunakan teknik
nyeri komunikasi
c. Mampu mengenali nyeri terapeutik untuk
(skala, intensitas, mengetahui
frekuensi dan tanda nyeri) pengalaman nyeri
d. Menyatakan rasa nyaman pasien
setelah nyeri berkurang d. Kaji kultur yang
e. Tanda vital dalam rentang mempengaruhi
normal respon nyeri
e. Evaluasi
pengalaman nyeri
masa lampau
f. Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lain
tentang
ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
g. Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
h. Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
i. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
j. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
inter personal)
k. Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi
l. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
m. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
n. Evaluasi
keefektifan kontrol
nyeri
o. Tingkatkan istirahat
p. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
q. Monitor
penerimaan pasien
tentang manajemen
nyeri
Analgesic Administration
a. Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat
b. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih
dari satu
e. Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
f. Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan
dosis optimal
g. Pilih rute
pemberian secara
IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
h. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali
i. Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
j. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda
dan gejala (efek
samping)
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer dan Bare 2013 Buku ajar keperawatan Medikal Bedah Bruner dan Sudart Edisi 12
Jakarta EG

Huda, Nuratif dan Hardi kusuma 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan Diagnosa
Nanda NIC NOC Jakarta Media Action

Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I


(terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I.


(terjemahan).Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Guyton, Arthur C, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, EGC Penerbit buku
kedokteran, Jakarta, 1987.

Johnson., Mass. 1997. Nursing Outcomes Classification, Availabel on: www.Minurse.com,


14 Mei 2004

McCloskey, Joanne C,. Bulecheck, Gloria M. 1996. Nursing Intervention Classsification


(NIC). Mosby, St. Louise.

NANDA, 2002. Nursing Diagnosis : Definition and Classification (2001-2002),


Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai