Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN

KRITIS: POST LAPARATOMI

Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Profesi Ners


Stase Gadar Kritis

Oleh:
Auliaur Rokhim
SN181023

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2019
LAPORAN PENDAHULUAN

POST LAPARATOMY

A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat
terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif
Mansjoer, 2010). Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput
perut dengan operasi. (Lakaman, 2011).
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu
insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen. Ditambahkan
pula bahwa laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada
daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn.
Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan tenik insisi
laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi,
hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi
dan fistuloktomi. Sedangkan tindakan bedah obgyn yang sering dilakukan
dengan tindakan laoparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus,
operasi pada tuba fallopi, dan operasi ovarium, yang meliputi
hissterektomi, baik histerektomi total, radikal, eksenterasi pelvic,
salpingooferektomi bilateral.
Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber nyeri atau
akibat trauma dan perbaikan bila diindikasikan.

Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist,


2008):
a. Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit
perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup,
serta tidak memotong ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian
jenis insis ini adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada
eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilikus
untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.
b. Paramedian
yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5
cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan
indikasi pada jenis operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ
pelvis, usus bagian bagian bawah, serta plenoktomi. Paramedian
insicion memiliki keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi
anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan
insisi mudah diperluas ke arah atas dan bawah
c. Transverse upper abdomen incision
Yaitu insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan
splenektomy.
d. Transverse lower abdomen incision
Yaitu insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal
iliaka, misalnya; pada operasi appendectomy

2. ETIOLOGI
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur
yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka
tumpul atau yang menusuk (Jitowiyono Sugeng, 2012). Dibedakan atas
2 jenis yaitu :
Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt).
2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa
rongga abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan
tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial
peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder
disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit
ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid),
sementara proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier.
3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi
usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru
mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan
gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan
darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa
perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh
secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen),
Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain
yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus
besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan
demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan
usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area
yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor
(tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor
diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus).
4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks
5. Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian
inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis
adalah obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran
darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.
6. Tumor abdomen
7. (inflammation of the pancreas)
8. Abscesses (a localized area of infection)
9. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
10. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the
intestines)
11. Intestinal perforation
12. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
13. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)
14. Internal bleeding

3. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :
a. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
b. Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
c. Kelemahan
d. Mual, muntah, anoreksia
e. Konstipasi
f. Kulit dingin dan terasa basah
Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak /
rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana
serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.
Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh
pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru
tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul
jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut (Jitowiyono
Sugeng, 2012).
4. KOMPLIKASI
a. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari
dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke
paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan
kaki, ambulasi dini post operasi.
b. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah
stapilococus aurens, organisme gram positif. Stapilococus
mengakibatkan peranahan. Untuk menghindari infeksi luka yang
paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik
dan antiseptik (Jitowiyono Sugeng, 2012)
5. PATOFISIOLOGI

Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau


emosional (Dorland, 2011). Trauma adalah luka atau cedera fisik
lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat
(Jitowiyono Sugeng, 2012).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang
dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah
menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma
yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2011). Trauma
abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2011).
Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat
terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan , pukulan,
benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-
belt) dapat mengakibatkan terjadinya trauma abdomen sehingga harus
di lakukan laparatomy (Arif Muttaqin, 2013).
Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat
kehilangan darah, memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ-
organ, nyeri, iritasi cairan usus. Sedangkan trauma tembus abdomen
dapat mengakibatkan hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ,
respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi
bakteri, kematian sel. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
dan respon stress dari saraf simpatis akan menyebabkan terjadinya
kerusakan integritas kulit, syok dan perdarahan, kerusakan pertukaran
gas, resiko tinggi terhadap infeksi, nyeri akut (Arif Muttaqin, 2013).
PATHWAY

Truma abdomen
perdarahan, peritonitis, sumbatan pada usus

Hospitalis
Rencana operasi
Laparotomi
(pembedahan)
Post laparotomi terbentuknya stoma pemasangan

kantong

terpasang selang NG/ usus pembentukan Kerusakan Gangguan


drainase integritas citra tubuh
keluaran kulit
cairan
melalui melalui luka insisi Nyeri
hidung dan eliminasi
timbul pergerakan terbatas perubahan status
kesehatan
Ketidaksei
mbangan infeksi sistemik takut luka terbuka
nutrisi dan lokal
kurangan Hambatan respon fisiologis
dari tubuh mobilitas
Resiko
infeksi fisik ansietas
gelisah

susah tidur

Gangguan
pola tidur

(Arif Muttaqin, 2013).


6. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN

a. Tirah baring total 24 jam, kemudian mobilisasi secara bertahap.

b. Kontrol TTV lengkap,tekanan darah, nadi tiap 15 menit, suhu tiap 30


menit bila stabil tiap 4 jam.

c. Selama 13-24 jam pertama, pemasukan makanan per os di stop.


Kemudian secara bertahap diberikan makanan cair hingga padat sesuai
keadaan/ kondisi klien.

d. Bila kesakitan, berikan analgetik narkotik, kolaborasi dengan dokter


dalam pemberian terapi dan pemeriksaan lain

e. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c.

f. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.

g. Pencegahan infeksi, pantau kondisi luka post operasai laparatomi

h. Pengembalian Fungsi fisik.


Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan
latihan napas dan batuk efektf, latihan mobilisasi dini.

i. Mempertahankan konsep diri.


Gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post
laparatomy karena adanya perubahan sehubungan dengan
pembedahan. Intervensi perawatan terutama ditujukan pada pemberian
support psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya berdiskusi tentang
perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien
setelah operasi

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan
secara sistemik mengenai kesehatan. Pasien mengelompokkan data
menganalisis data tersebut sehingga dapat pengkajian adalah
memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan
pasien. Adapun tujuan utama dari pada pengkajian adalah
memberikan gambaran secara terus-menerus mengenai keadaan pasien
yang mungkin perawat dapat merencanakan asuhan keperawatan.
(Arif mutaaq 2013).
Pengkajian pada laparatomi meliputi identitas klien keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, riwayat penyakit psikososial.
Pengkajian Pola Gordon
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah nyeri pada abdomen.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa tindakan yang
telah diambil sebelum akhirnya klien dibawa ke rumah sakit
untuk mendapatkan penanganan secara medis.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit terdahulu sehingga klien dirawat di
rumah sakit.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Bisanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi
terdahulu.
4) Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga status emosional meningkat,
interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa
cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak
harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin
dalam melakukan ibadah sehari-hari.
5) Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga status emosional meningkat,
interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa
cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak
harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin
dalam melakukan ibadah sehari-hari.
d. Aktivitas sehari-hari
Pola nutrisi, pola eliminasi, pola personal hygine, pola istirahat dan
tidur, pola aktivitas dan latihan, seksualitas / reproduksi, peran,
persepsi diri/konsep diri, kognitif diri, kognitif diri/konsep diri,
kognitif perseptual
2.Pengkajian Fokus
B1 (Breath)➢ Takipnea
➢ Peningkatan kerja napas
➢ Bunyi napas turun atau tak ada
➢ Fremitus menurun
➢ Perkusi dada hipersonan
➢ Gerakkkan dada tidak sama
➢ Kulit pucat
➢ Sianosis
➢ Berkeringat
➢ Krepitasi subkutan
➢ Mental ansietas
➢ Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
B2 (Bleed) Takikardia
Disritmia
Irama jantunng gallops
Nadi apical berpindah
Tanda Homman
Hipotensi/hipertensi
Distensi Vena Jugularis
B3 (Brain) Bingung
Gelisah
Pingsan
B4 (Blader)Tidak ada kelainan
B5 (Bowel)Tidak ada kelainan
B6 (Bone) Perilaku distraksi
Mengkerutkan wajah.

3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hematoma atau
riwayat operasi.
b. Mata
penglihatan adanya kekaburan, akibat akibat adanya gangguan
nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata
(nervus III), gangguan dalam memutar bola mata (nervus IV) dan
gangguan dalam menggerakkan boal mata kalateral (nervus VI).
c. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karna terganggu pada nervus
olfatorius (nervus I).
d. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah ) akibat kerusakan nervus
vagus adanya kesulitan dalam menelan.
e. Dada
Inspeksi :kesimetrisan bentuk, dan kembang kempih dada.
Palpasi :ada tidaknya nyeri tekan dan massa.
Perkusi :mendengar bunyi hasil perkusi
Auskultasi :vesikuler ,ada suara tambahan tidak
f. Abdomen
Inspeksi : Bentuk, ada tidaknya pembesaran.
Auskultasi : mendengar bising usus.
Perkusi : mendengar bunyi hasil perkusi.
Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan pasca operasi.
g. Ekstremitas
Pengukuran otot menurut (Arif Mutaqqin, 2012)
a. Nilai 0: bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
b. Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada
sendi.
c. Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan
grafitasi
d. Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan
tekanan pemeriksaan.
e. Nilai 4: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi
kekuatanya berkurang.
f. Nilai 5: bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan
kekuatan penuh.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada
usus besar ; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam
lambung ; dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi
pada saluran kencing.
Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis
urine.
Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap
trauma saluran kencing.
Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul
perut yang diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau
trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang
berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20
yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah
atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli
terlebih dahulu.
Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut
dengan memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang
dimasukkan kedalam rongga peritonium.
Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy, adalah
a. Respiratory
Bagaimana saluran pernafasan , jenis pernapasan, bunyi
pernapasan.
b. Sirkulasi
TTV lengkap,suhu,warna kulit, CRT
c. Persarafan
Tingkat kesadaran sedikit terganggu
d. Balutan
Apakah ada tube, darainage, apakah ada tanda-tanda infeksi,
bahaya penyembuhan
e. Peralatan
Monirot yang terpasang, cairan infud atau tranfusi
f. Rasa nyaman
Rasa sakit, mual, muntah,fasilitas ventilasi
g. Psikologis
Kecemasan, suasana hati setelah operasi
2. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur bedah.


b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif / luka operasi
laparatomi.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan pergerakan terbatas
dari anggota tubuh.

3. Perencanaan keperawatan menggunakan NOC dan NIC

No. Diagnosa Tujuan dan intervensi

Keperawatan kriteria hasil

1. Nyeri akut NOC • NIC

berhubungan • Ansiety Anxiety Reduction

dengan prosedur • painleavel (penurunan

bedah. • Sleep kecemasan)

deprivation • Pain Management

• Comfort, • Identifikasi tingkat

readines for kecemsan

enchanced • Bantu klien

Kriteria Hasil: mengenal situasi

Mampu yang menimbulkan

mengontrol kecemasan

kecemasan • Kaji karakteristik

Mengontrol nyeri
nyeri Instruksikan pasien

Kualitas tidur menggunakan

dan istirahat tehnik rekasasi

adekuat • memberikan posisi

Status nyaman sesuai

kenyamanan kebutuhan

meningkat • Kolaborasi

pemberian obat

analgetik

2. Resiko infeksi NOC NIC

berhubungan • Immune • Infection Control

dengan prosedur status (kontrol infeksi)

invasif / luka Knowledge : • Monitor tanda

operasi laparatomi. infection control dan gejala infeksi

• Risk control sistemik dan lokal

Kriteria hasil • Bersihkan luka

Klien bebas dari • Ajarkan cara

tanda dan gejala menghindari

infeksi infeksi

Menunjukkan • Instruksikan

kemampuan pasien untuk

untuk mencegah minum obat

timbulnya antibiotik sesuai


infeksi resep

Jumlah leukosit • Berikan terapi

dalam batas antibiotik IV bila

normal perlu

3. Hambatan NOC NIC

mobilitas fisik • Joint • Exercise therapy

berhubungan movement : : ambulation

dengan pergerakan active • Monitor vital

terbatas dari • Mobility sign

anggota tubuh. level sebelum/sesudah

• Self care : latihan dan lihat

ADLs respon pasien

Transfer saat latihan

performance • Latih pasien

Kriteria hasil: dalam

Klien pemenuhan

meningkjat kebutuhan ADLs

dalam aktivits secara mandiri

fisik sesuai kebutuhan

Mengerti dari • Kaji kemampuan

tujuan dari pasien dalam

peningkatan mobilisasi

mobilitas • Konsultasi
Memeragakan dengan terapi

penggunaan alat fisik tentang

Bantu untuk rencana

mobilisasi ambulasi sesuai

(walker) kebutuhan

• Ajarkan pasien

bagaimana

merubah posisi

dan berikan

bantuan jika

diperlukan

4. Evaluasi keperawatan
Menurut Craven dan Hirnle (2011) evaluasi didefenisikan sebagai
keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan
keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku klien
yang baik. Tujuan evaluasi antara lain :
a. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien
b. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan
keperawatan yang telah diberikan.
c. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
d. Mendapatkan umpan balik
e. Sebagai tanggung jawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin. 2013. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. Jakarta: EGC

Jitowiyono Sugeng dkk, 2012. Asuhan Keperawatan Post Operasi.


Yogyakarta : Muha Medika.

Johnson, M., et all. 2009. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Kozier, B,. Erb, G, Berman .2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:


Konsep, Proses Dan Praktik, Jakarta:EGC

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta:


Media Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., et all. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC)


Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

NANDA, 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan KlasifikasI


2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC

Price, A. Sylvia. 2009. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit


edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, dkk. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai