Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Sistem pencernaan merupakan sistem yang memproses untuk mengubah makanan


dan menyerap sari makanan yang berupa nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh.
Sistem pencernaan dimulai dari mulut sampai anus. Fisiologi dari sistem pencernaan
dimulai dari menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi
kemudian menyerapnya ke dalam aliran darah serta membuang sisa-sisa makanan
yang tidak dapat dicerna keluar dari tubuh. Sebagian besar dari saluran pencernaan
seperti lambung, usus halus dan usus besar berada di rongga abdomen. Cedera yang
terjadi di abdomen disebut trauma abdomen.

Dalam era modernisasi kemajuan dibidang teknologi trasnportasi dan semakin


berkembangnya mobilitas manusia berkendaraan di jalan raya, menyebabkan
kecelakaan yang terjadi semakin meningkat serta angka kematian semakin tinggi.
Salah satu kematian akibat kecelakaan adalah diakibatkan trauma abdomen. Trauma
abdomen yang terjadi dapat berupa trauma tumpul maupun trauma tembus. Oleh
karena hal tersebut diatas akan mengakibatkan kerusakan dan menimbulkan robekan
dari organ – organ dalam rongga abdomen atau mengakibatkan penumpukan darah
dalam rongga abdomen yang berakibat kematian.

Di Rumah Sakit data kejadian trauma abdomen masih cukup tinggi. Tindakan
definitif dengan jalan pembedahan sangatlah penting dilakukan. Tindakan defenitif
tersebut misalnya laparatomi. Laparatomi merupakan salah satu jenis operasi yang
dilaukan pada daerah abdomen. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan
perawatan yang diberikan kepada pasien yang telah menjalani operasi pembedahan
perut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengambil judul“ Asuhan Keperawatan
Klien Tn.M dengan masalah keperawatan post operatif Laparatomi di Ruangan ICU
Pasca Bedah RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2. TUJUAN PENULISAN


1.2.1. TUJUAN UMUM

Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komperehensif pada pasien post


explorasi laparatomi dengan indikasi yeyeno ileal injuri diruang ICU pasca bedah
RSUP Haji Adam Malik Medan dengan pendekatan proses keperawatan.
1.2.2. TUJUAN KHUSUS
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien post explorasi laparatomi atas indikasi
yeyeno ileal injuri.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien post explorasi laparatomi
atas indikasi yeyeno ileal injuri.
c. Mampu membuat intervensi pada pasien post explorasi laparatomi atas indikasi
yeyeno ileal injuri.
d. Mampu melakukan implementasi pada pasien post explorasi laparatomi atas indikasi
yeyeno ileal injuri.
e. Mampu melakukan evaluasi pada pasien post explorasi laparatomi atas indikasi
yeyeno ileal injuri.

1.2.3. METODE PENULISAN


a. bservasi adalah pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu
objek dengan menggunakan seluruh alat indera dengan cara inspeksi, palpasi,
auskultasi.
b. Wawancara adalah suatu dialog untuk memperoleh informasi dari suatu objek : pasien
dan keluarga.
c. Deskriftif adalah menggambarkan asuhan keperawatan dengan gangguan sistem
pencernaan post explorasi laparatomi atas indikasi yeyeno ileal injuri di ruang ICU
pasca bedah RSUP Haji Adam Malik Medan.
d. Dokumentasi adalah penulis mengumpulkan data tertulis.
e. Studi kepustakaan adalah mengumpulkan data teoritis dan membaca serta mempelajari
buku dan jenis nya yang berhubungan dengan post explorasi laparatomi atas indikasi
yeyeno ileal injuri.

1.3. RUANG LINGKUP PENULISAN

Yang dibahas dalam makalah ini adalah asuhan keperawatan kritis, konsep teoritis medis,
dan keperawatan, serta tinjauan kasus post explorasi laparatomi atas indikasi yeyeno ileal
injuri.

1.4. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memudahkan pembaca memahami tentang apa yang terkandung dalam makalah ini,
penulis mencantumkan sistematika penulisan antara lain :

BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan, metode


penulisan, ruang lingkup penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : landasan teoritis yang meliputi konsep dasar teoritis medis dan konsep
dasar asuhan keperawatan.
BAB III : tinjauan kasus yang meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa
keperawatan, rencana asuhan keperawatan, dan catatan perkembangan.
BAB IV : pembahasan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
BAB V : penutup yang meliputi tentang kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
KONSEP DASAR

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Saluran pencernaan berada di abdomen. Abdomen merupakan rongga terbesar dalam tubuh.
Bentuk lonjong dan meluas dari atas diafragma sampai pelvis dibawah. Rongga abdomen
dilukiskan menjadi dua bagian, yaitu rongga sebelah atas dan yang lebih besar, dan pelvis yaitu
rongga sebelah bawah dan kecil. Pada rongga sebelah atas berbatasan dengan diafragma
sedangkan pada bagian bawah berbatasan dengan pintu masuk panggul dari panggul besar. Di
depan dan kedua sisi, otot – otot abdominal, tulang –tulang illiaka dan iga – iga sebelah bawah.
Di belakang, tulang punggung, dan otot psoas dan quadratrus lumborum.

Isi Abdomen sebagian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung, usus halus, dan usus
besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah diafragma, dan menutupi lambung dan
bagian pertama usus halus. Kandung empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang
lambung, dan limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal berada
diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen dari ginjal. Aorta
abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan sebagaian dari saluran torasika terletak
didalam abdomen. Pembuluh limfe dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga
dijumpai dalam rongga ini.

Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan yaitu :

1. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut merupakan
bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan masuk untuk system pencernaan yang
berakhir di anus. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan
oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari
manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri
dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di
kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah
dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut
dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi
dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara
langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

2. Tenggorokan (Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam lengkung


faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar
limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara
jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,
didepan ruas tulang belakang keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung,
dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga
mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian
superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung, bagian media yaitu bagian yang sama
tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian
superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak
dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan
sampai di akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring
dengan laring.

3. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring pada
ruas ke-6 tulangbelakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu
bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka
dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

4. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu kardia,
fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara
ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim
yang memecahkan protein). Lendir melindungi sel – sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung dan asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai
penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

5. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat
yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi
usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding
usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan
usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot
memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari
merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di
ligamentum treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar
pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari
pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam
duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika
penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan.

b. Usus Kosong (Jejenum)

Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas
jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus
halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus
penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong
berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari
usus.

c. Usus Penyerapan (Illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan terletak setelah duodenum
dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau
sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam empedu.

6. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama
organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan),
kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan
dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat
zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.
Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam
usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air,
dan terjadilah diare.

7. Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara
feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu
pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena
penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan
keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi
tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang
dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih
muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi utama anus (Pearce, 1999).

B. LAPARATOMI

Laparatomi adalah operasi yang dilakukan untuk membuka abdomen (bagian perut). Kata
"laparotomi" pertama kali digunakan untuk merujuk operasi semacam ini pada tahun 1878
oleh seorang ahli bedah Inggris, Thomas Bryant. Kata tersebut terbentuk dari dua kata
Yunani, ”lapara” dan ”tome”. Kata ”lapara” berarti bagian lunak dari tubuh yg terletak di
antara tulang rusuk dan pinggul. Sedangkan ”tome” berarti pemotongan (Kamus Kedokteran,
2011).

Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen. Laparatomi yaitu
insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi lebih umum pembedahan
perut (Harjono, 1996). Ramali Ahmad (2000) mengatakan bahwa laparatomi yaitu
pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi. Sedangkan menurut Arif
Mansjoer (2000), laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya
perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus.

Penyakit tertentu dapat menyebabkan gangguan pengeluaran feses secara normal dari
rektum. Hal ini menimbulkan suatu kebutuhan untuk membentuk suatu lubang (stoma)
buatan yang permanen atau sementara untuk mengeluarkan feses. Lubang yang dibuat
melalui upaya bedah ostomi. Ujung usus kemudian ditarik kesebuah lubang di dinding
abdomen untuk membentuk stoma. Jenis stoma tergantung pada tipe prosedur pembedahan
yang dilakukan, jenis stoma yang dibentuk ada 2 (dua) yakni ostomi inkontinen, jenis ini
klien tidak akan melakukan kontrol terhadap materi feses yang keluar dari stoma, sedangkan
ostomi kontinen klien memiliki kontrol terhadap pegeluaran feses. Pada ostomi inkontinen,
stoma ditutupi dengan sebuah kantong (dilekatkan) untuk menampung feses. Jenis ostomi
yaitu ileustomi dan kolostomi. Ileostomi adalah lubang pada ileum untuk tujuan pengobatan
dan pengalihan isi usus, biasanya permanen pada kanker kolon, polip dan trauma. Kolostomi
adalah pengalihan isi kolon, yang dapat permanen atau sementara. Kolostomi asendens,
transversum, dan sigmoid dapat dilakukan. Kolostomi transversum biasa sementara,
kolostomi sigmoid paling umum untuk stoma permanen, biasanya dilakukan pada kanker
kolon.

1. Ostomi Inkontinen

Lokasi ostomi menentukan konsistensi feses. Sebuah ileostomi merupakan jalan pintas
keluarnya feses sehingga feses tidak melalui seluruh bagian usus besar. Akibatnya feses
keluar lebih sering dan berbentuk cair. Feses yang keluar lebih sering dan cair juga terjadi
pada kolostomi di kolon asenden. Kolostomi pada kolon transversi umumnya menghasilkan
feses yang lebih padat dan berbentuk. Kolostomi sigmoid menghasilkan feses yang mendekati
berbentuk feses normal. Lokasi kolostomi ditentukan oleh masalah medis atau kondisi umum
klien. Terdapat tiga jenis bentuk kolostomi yaitu: loop colostomy, Endcolostomy dan Double-
barrel colostomy.

a. Loop colostomy, Jenis kolostomi ini biasanya mempunyai stoma yang berukuran besar,
dibentuk di kolon transversal dan bersifat sementara. Ahli bedah menarik sebuah
lengkung usus ke atas abdomen. Sebuah peralatan penyokong eksterna seperti batang
plastik atau kateter karet ditempatkan untuk sementara waktu di bawah lengkung usus
mempertahankannya sehingga tidak bersifat tergelincir balik. Ahli bedah kemudian
membuka usus dan menjahitnya ke kulit abdomen. Suatu dinding penghubung tetap
berada diantara usus distal dan usus progsimal. Lengkung ostomi memiliki dua buah
lubang pada stoma. Ujung progsimal mengeluarkan feses sedangkan bagian distal
mengeluarkan lendir. Peralatan penyokong eksternal diangkat dalam 7-10 hari.
b. Ed colostomy terdiri dari satu stoma, yang dibentuk dari ujung progsimal usus dengan
bagian distal saluran gasttrointestinal dapat dibuang atau dijahit tertutup (disebut kantong
Hartmaann) dan dibiarkan di dalam rongga abdomen. Pada banyak klien, end colostomy
merupakan hasil terapi bedah pada kanker kolorektal. Pada kasus tersebut, rektum juga
mungkin dibuang. Klien yang menderita divertikulitis dan ditangani melalui upaya bedah
sering kali menjalani end colostomy yang bersifat sementara dengan pembuatan kantung
Hatmann.
c. Double Barrel colostomy usus dipotong melalui pembedahan ke dalam bentuk double-
barrel colostomy dan kedua ujungnya ditarik ke atas abdomen. Double-Barrel colostomy
terdiri dari dua stoma distal yang tidak berfungsi.

Ostomi yang sering mengeluarkan feses cair seperti ileostomi, memerlukan perawatan
khusus. Sebuah kantong harus selalu dikenakan. Kontrol defekasi tidak dapat dilakukan
karena feses yang encer keluar terus menerus. Kantong tersebut harus dikosongkan, dicuci
dan jika sistem ostomi dua buah kantong digunakan, kantong tersebut harus diganti sepanjang
hari. Perawatan kulit sangatlah penting untuk mencegah kulit terpapar pada feses yang dapat
membuat iritasi. Kolostomi di kolon sigmoid atau transversal memerlukan pengosongan
kantong yang lebih jarang.

2. Ostomi kontinen
Ostomi kontinen juga disebut diversi kontinen atau reservoar kontinen. Pada sebuah
prosedur yang disebut ileonal pull-through, kolon diangkat dan ileum dianastomis atau
disambungkan ke sfingter anus yang utuh. Beberapa prosedur bedah terbaru didasarkan pada
upaya ileonal pull-through adalah reservoar ileonal yang disebut juga proktokolektomi
restorasi, anastomosis kantong ileum-anus, atau kantong pelvis. Pada prosedur inii klien tidak
memilki stoma eksterna yang permanen da dengan demikian tidak perlu mengenakan kantong
ostomi. Klien menggunakan kantong iterna yang berasal dari ileumnya, kantong ileum ini
didapat dibangun dalam beberapa bentuk seperti bentuk lateral, S,J atau W. Ujung kantong
kemudian dijahit atau dianastomosis ke anus. Ostomi yang bersifat sementara sampai kantong
ileum yang dibentuk melalui upaya bedah telah pulih. Apabila proses pemulihan sudah terjadi
dan klien telah berhasil mempelajari latihan kegel untuk menguatkan dasar panggulnya,
ostomi yang bersifat sementara diangkat. Kemudian klien defekasi hanya dari daerah anus.
Asuhan keperawatan untuk klien yang mendapatkan reservoar ileonal harus berfokus pada
dukungan emosional, perawatan kulit perianal, penggunaan obat-obatan, melatih kembali
sfingter dan mengenali kompliksi dengan cepat.
Ileostomi kontinen Kock adalah tipe osomi kontinen lain yang baru. Pada prosedur ini
reservoar atau kantong internal dibentuk dari potongan usus halus klien. Bagian kantung
ditarik keluar abdomen klien sebagai sebuah stoma enteral. Stoma eksternal dari ileostomi
kontinen Kock biasanya terletak sangat rendah pada abdomen klien, biasanya dibawah garis
celana dalam klien. Pada bagian ujung kantong internal terdapat tonjolan katup saru arah,
yang memungkinkan pencapain kontinensia. Katup ini hanya memungkinkan isi fese keluar
dari kantong jika kateter eksterna ditempatkan ke dalam stoma secara intermiten. Karena
kandungan feses hanya dikeluarkan dari kantong Kock jika diintubasi denga kateter, tidak
seperti individu lain yang menggunakan ostomi, klien tidak perlu mengenakan sebuah
kantong ostomi. Asuhan keperawatan pada klien yang menggunakan reservoar Kock berfokus
pada upaya memberi dukungan emosional, mengajarkan tehnik intubasi mandiri, menetapkan
jadwal intubasi, penyuluhan tentang diet dan mengenali komplikasi.

Perbedaan Karekteristik Ileostomi dan Kolostomi


Ileostomi adalah lubang pada ileum untuk tujuan pengobatan dan pengalihan isi usus,
biasanya permanen pada kanker kolon, polip dan trauma. Biasanya permanen. Kolostomi
adalah pengalihan isi kolon, yang dapat permanen atau sementara. Kolostomi asenden,
transversum, dan sigmoid dapat dilakukan. Kolostomi transversum biasanya sementara,
kolostomi sigmoid paling umum untuk stoma permanen, biasanya dilakukan pada kanker.
Ileostomi Kolostomi
Feses semi cair Feses padat dan berbentuk
Irigasi tidak diperlukan irigasi Diperlukan irigasi untuk mengatur
defekasi
Pembersihan usus tidak diperlukan Diperlukan pembersihan usus sebelum
sebelum/sesudah pemeriksaan tertentu, pemeriksaan kontras barium terhadap
bahkan untuk pemeriksaan kontras saluran gastrointestinal
barium terhadap saluran
gastrointestinal.
Inkontinensia feses kecuali di buat Inkontinen feses, namun kontinen
kantong reservoar ileonal teratur sering dicapai dengan irigasi
reguler
Prosedur ini menghilangkan kebutuhan Pada kolostomi asenden atau
terhadap kantong penampungan feses transversal mengeluarkan feses agak
eksternal berbentuk dan inkontinen feses

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
 Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mules
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma)
 Sirkulasi

Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), polanapas(hipoventilasi,


hiperventilasi, dll).

 Integritas ego

Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)

Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.

 Eliminasi

Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.

 Makanan dan cairan

Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.

Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.

 Neurosensori.

Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo

Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status


mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.

 Nyeri dan kenyamanan

Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.

Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.

 Pernafasan

Data Subyektif : Perubahan pola nafas.


 Keamanan

Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.

Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya jalan napas bantuan
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kondisi pasca anastesi
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi-ventilasi
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh peningkatan kebutuhan protein untuk
penyembuhan
e. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
f. Ansietas berhubungan dengan prosedur perawatan pasca operasi
g. Resiko infeksi berhubungan kerusakan jaringan dan peningkatan pajanan terhadap
lingkungan
3. Perencanaan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya jalan napas bantuan
Hasil yang diharapkan
 Saturasi O2 dalam kondisi normal
 Sianosis dan dispnea tidak ada.
 Irama dan frekuensi pernapasan normal
 Fungsi paru dalam batas normal

 Kaji keefektifan pemberian oksigen


 Auskultasi dada untuk mengetahui adanya penurunan atau tidak terhadap ventilasi
serta untuk mengetahui bunyi tambahan
 Lakukan penghisapan melalui oral maupun trakeal
 Anjurkan aktivitas fisik untuk meningkatkan pergerakan sekret
 Jika pasien tidak mampu melakukan aktivitas, ubah posisi pasien minimal 2 jam
sekali.
 Lakukan fisioterapi dada jika keadaan pasien memungkinkan
 Ajarkan batuk efektif untuk membantu pasien dalam mengeluarkan sekret
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kondisi pasca anastesi
Hasil yang diharapkan
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
 Pergerakan dada simetris
 Tidak ada menggunakan otot bantu pernapasan
 Bunyi napas dan irama pernapasan normal

Perencanaan

 Pantau adanya pucat atau sianosis


 Pantau efek obat pada status respirasi
 Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di tulang dada
 Observasi dan dokumentasi adanya ekspansi dada bilateral pada pasien yang
menggunakan ventilator
 Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha pernapasan
 Perhatikan pergerakan dada, kesimetrisan serta penggunaan otot bantu pernapasan
 Pantau bunyi pernapasan perhatikan area penurunan ventilasi dan adanya bunyi napas
tambahan
 Pantau pola pernapasan adakan bradipnea, takipnea, hiperventilasi, pernapasan
kussmaul, pernapasan cheyne-stokes dan apnea
 Pantau hasil AGDA
 Ajarkan teknik napas dalam melalui abdomen selama periode distress pernapasan
 Berikan posisi yang nyaman untuk mengoptimalkan pernapasan
 Laporkan pada dokter jika terjadi perubahan pada bunyi napas, pola pernapasan dan
hasil AGDA
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi-ventilasi
Hasil yang diharapkan
 Gelisah, sianosis dan keletihan tidak ada
 AGDA dalam batas normal
 Pasien tidak mengalami napas dangkal atau ortopnea
Perencanaan
 Kaji bunyi paru, frekuensi napas, kedalaman, dan usaha pernapasan
 Pantau saturasi O2, AGDA dan elektrolit
 Pantau status mental
 Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa mulut
 Atur posisi untuk memaksimalkan potensial ventilasi
 Atur posisi untuk mengurangi dispnea
 Anjurkan batuk efektif untuk mengeluarkna sekret
 Lakukan penghisapan lendir untuk membantu membersihkan jalan napas
 Ajarkan napas dalam
 Lakukan fisioterapi dada sesuai dengan kebutuhan
 Kolaborasi dengan dokter untuk mempersiapkan pasien untuk ventilasi mekanis bila
perlu
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh peningkatan kebutuhan protein untuk
penyembuhan
Hasil yang diharapkan
 Pasien mampu mempertahankan berat badan dalam batas normal
 Melaporkan keadekuatan tingkat energi
 Nilai laboratorium misalnya transferin, albumin dan elektrolit dalam batas nrmal
Perencanaan
 Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
 Pantau nilai laboratorium khususnya transferin, albumin dan elektrolit
 Kaji makanan kesukaan pasien
 Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
 Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan
 Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
 Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein untuk pasien
dengan ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan protein
 Diskusikan dengan dikter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan pelengkap,
pemberian makanan melalui slang atau nutrisi parenteral total agar asupan kalori yang
adekuat dapat dipertahankan
e. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
Hasil yang diharapkan
 Pasien mampu menunjukkan relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan
 Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan nonanalgesik secara
tepat
Perencanaan
 Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
awitan/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keperahan nyeri dan faktor
presipitasinya
 Observasi isyarat ketidaknyamanan nonverbal, khusunya pada mereka yang tidak
mampu mengkomunikasikannya secara efektif
 Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika pengurang nyeri
tidak dapt dicapai
 Informasikan pada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan
tawarkan saran koping
 Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab, seberapa lama akan berlangsung
dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
 Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis misalnya relaksasi, imajinasi
terbimbing, terapi musik, distrakai, terapi bermain dll
 Berikan perubahan posisi, masase punggung dan relaksasi
 Ganti linen tempat tidur bila diperlukan
 Kendalikan faktor lingkungan yang mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan misalnya suhu ruangan, cahaya dan kegaduhan
 Laporkan pada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini
merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien di masa lalu.
f. Ansietas berhubungan dengan prosedur perawatan pasca operasi
Hasil yang diharapkan
 Ansietas berkurang
 Manifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada
 Melaporkan tidak adanya gangguan persepsi sensori
Perencanaan
 Kaji tingkat kecemasan pasien
 Menentukan kemampuan pengambilan keputusan pada pasien
 Berikan informasi mengenai diagnosis, perawatan dan prognosis
 Instruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi
 Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang biasanya yang dirasakan selama
prosedur
 Dampingi pasien untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi takut
 Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang mencetuskan ansietas
g. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan dan peningkatan pajanan
terhadap lingkungan
Hasil yang diharapkan
 Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
 Menunjukkan higiene yang adekuat
 Mengindikasikan statiss gastrointestinal, pernapasan, genitourinaria dan imun dalam
batas normal
Perencanaan
 Pantau tanda dan gejala infeksi
 Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi
 Pantau hasil laboratorium (DPL, hitung granulosit absolut, hasil hasil yang berbeda,
protein serum dan albumin)
 Ajarkan pasien dan keluarga cara mencuci tangan yang benar
 Batasi jumlah pengunjung bila diperlukan
 Kolaborasi dalam pemberian antibiotik bila diperlukan

Anda mungkin juga menyukai